Beranda / Pernikahan / Diperistri Mas Duda / Diperistri Mas Duda #5

Share

Diperistri Mas Duda #5

Jam sudah menunjukkan pukul lima sore. dan selama itu pula Kinan ada di kantor Devan. bosan? tentu saja. jangan ditanya lagi betapa bosannya gadis itu selama menunggu Devan bekerja. tapi untungnya, tiap satu atau dua jam sekali, asisten Devan mengantarkan makanan yang menggugah selera ke ruangan. Kinan yang memang doyan makan, bisa membantu melepas masa bosannya sampai akhirnya Devan selesai bekerja.

Devan melirik Kinan yang sedang asik berbaring di sofa sembari memainkan ponsel. secara perlahan Devan mendekat dan tanpa diketahui Kinan, pria itu menunduk tepat di atas kepala Kinan dan mengintip Kinan sedang melakukan apa dengan ponselnya.

namun belum juga Devan sampai jongkok, Kinan sudah menyadari kehadiran Devan. gadis itu terkejut bahkan nyaris memukul Devan jika pria itu tak sigap menangkat tangan calon istrinya itu.

"Ih, Om. ngagetin tahu nggak. ngapain sih di sana?" tanya Kinan kesal.

Devan tak menjawab. ia berdiri dan kembali melangkah menuju meja kerjanya. jujur, ia sebenarnya malu karena sudah tertangkap basah. tapi kenapa Kinan bisa tahu kehadirannya?.

Devan menatap Kinan, "Kamu tahu dari mana saya di dekat kamu?" tanya Devan santai.

"Anak TK juga bakalan tahu kalau parfum om sehebring itu."  jawaban Kinan nyaris membuat Devan tergelak.

"Waaw, berarti saya seharum itukah?"

Kinan mengangkat sebelah bibirnya ke atas, "Dih! PeDe tinggi banget."

"lah, bukannya kamu tadi bilang kalau aku wangi. bahkan anak TK pun tahu."

"Terserah om deh."

Devan berdecak. ia duduk di sofa lalu menarik Kinan cukup kuat sampai Kinan terjatuh di atas pangkuan Devan. lagi-lagi jantung Kinan sulit untuk diatur. ia menahan tubuhnya agar tak semakin dengat dengan Devan menggunakan sikunya.

"Om, Om ini masih di kantor."  Kinan dibuat salah tingkah. ia mencoba menghindari tatapannya dari Devan.

"Memangnya kalau di kantor kenapa? ini perusahaan saya dan saya bosnya. jadi tak akan ada yang benari macam-macam kecuali saya."

Kinan terpekik pelan saat Devan menarik pinggulnya semakin mendekat, "Kenapa panggil om lagi?" tanya Devan sedikit berbisik. Kinan semakin dibuat jantungan.

"Om, ini. bisa jauhan dikit nggak? nanti ada yang masuk."

"Nggak akan ada yang berani masuk!"

"Tapi om---"

"Panggilan kamu bikin saya gemas. jangan panggil Om lagi. saya ini calon suami kamu. manggilnya jangan om. calon suami tapi terlihat seperti penjahat kel*min."

Kinan tak menjawab. ia memberanikan diri menatap Devan. mata keduanya beradu. entah kerasukan jin apa, Kinan mengangkat mengarahkan tangan kanannya dan mengusap wajah Devan lembut. mengelus dengan lembut kulit wajah Devan yang sangat terawat. Devan yang mendapatkan perlakuan tersebut cukup kaget. namun sebisa mungkin ia menyembunyikan raut terkejutnya.

Devan memejamkan matanya. menikmati usapan jemari Kinan di kulit wajahnya. dan saat telapak tangan Kinan menangkup rahang tegas Devan, pria itu langsung menarik jemari Kinan untuk turun dan tanpa permisi, Devan menggenggam tegas batang leher Kinan dan menarik kepala Kinan untuk mendekat. detik berikutnya, Kinan merasakan bibirnya bersentuhan dengan bibir milik Devan. Kinan terkejut. bahkan ia kesulitan menarik kesadarannya kembali. matanya masih terbuka lebar.

Sapuan lembut Devan di bibirnya membuat Jantung Kinan berdetak tak karuan. Tak terlalu lama Devan melumatnya. Ia kembali menarik diri dan menatap Kinan lekat.

Tatapan keduanya kini beradu.

"Kinan?" Devan memanggil dengan lembut namun Kinan tak berkedip sedikitpun. "Hei!" Panggilan kedua Devan, Kinan terkejut. Ia menatap ke sekeliling lalu kembali menatap Devan.

Ia menyentuh bibirnya seketika. Dan aksi Kinan berhasil membuat Devan kebingungan.

"Ada apa? Kenapa?" Tanyanya.

"Itu tadi, ciuman itu..." Ucapan Kinan membuat Devan menyipit bingung.

"Ciuman? Ciuman yang mana?"

Kinan memukul kepalanya. Namun tingkahnya seketika membuat Devan tersenyum gemas. "Kamu mengkhayalkan sesuatu?" Tanya Devan curiga. "Mengkhayal dicium?"

"Eh? Ih apaan sih. Nggak. Jangan ngayal deh om."

"Lah kok saya? Kan kamu yang mengkhayal. Tadi bilang apa? Ciuman kan? Mau dicium beneran?" Goda Devan membuat Kinan membola. Gadis itu langsung turun dari pangkuan Devan dan keluar dari ruangan tersebut. Sementara Devan langsung tertawa gemas di dalam. Ia meraih jas kerjanya lalu berlari keluar mengejar Kinan.

*****

Semenjak kejadian di kantor Devan yang membuat Kinan jantungan. Hari-hari Kinan dipenuhi dengan godaan orangtuanya. Tak hanya itu, abangnya juga melakukan hal yang sama. Setiap saat menggodanya.

Devan juga hampir setiap hari menghubunginya hanya untuk mengucapkan persoalan khayalan yang Kinan lakukan di ruang kerja Devan beberapa hari yang lalu.

Dan malam ini, harinya benar-benar dibuat suntuk. Sampai saat ini ia belum juga bisa menemukan tempat magang yang cocok dengan karakter jurusannya. Dan ia harus memutuskan tempat itu satu minggu lagi.

Walaupun magangnya akan dilakukan 3 minggu namun ia harus memberikan lokasi perusahaannya satu minggu dari sekarang kepada dosennya.

Sebenarnya Devan sudah mau membantu dengan dirinya magang di perusahaan Devan. Namun apa jadinya jika ia di sana. Bukannya magang, dirinya justru malah dibuat pusing dengan kelakuan Devan padanya.

Masih sibuk memikirkan masalah kampus, Kinan dikejutkan dengan ponselnya yang berdering secara tiba-tiba. Ia menatap layar ponselnya tersebut. di sana tertera nama Devan.

"Ngapain sih malam-malam nelpon nih om om." ucap Kinan sendirian.

Awalnya ia tak mau mengangkat panggilan tersebut, sampai panggilan itu mati begitu saja. namun detik berikutnya Devan kembali menghubunginya. Hal itu membuat Kinan kesal dan mau tak mau gadis itu tetap mengangkatnya.

"Apaan sih Om malam-malam nelpon begini!? nggak tahu apa ini jam istirahat." Ucap Kinan sewot. namun yang disewotkan ternyata jauh lebih suntuk. apalagi mendengar panggilan Kinan padanya.

"Bisa nggak sih panggilannya jangan seperti itu? panggil Mas kek, atau Devan juga boleh. Kapan aku nikah sama tante kamu? jelas kamu calon istri aku."

Kinan mendelik jengah, "Mau apa sih nelpon malam-malam? ganggu tau nggak!"

"Turun dulu sini.!"

Kinan menautkan alisnya. gadis itu menatap layar ponsel sebentar lalu kembali meletakkan di telinganya, "Turun? turun ke mana?" Tanyanya.

"Turun ke bawah. ya keluar sini!"

"Om di luar? di luar mana sih?"

"Di luar depan rumah kamu. buruan keluar.!"

Kinan terkejut. Ia langsung turun dari tempat tidurnya dan berlari menuju balkon kamarnya. benar saja ia melihat Devan yang tengah berdiri di samping mobil pria tersebut

Devan melambai ke arahnya, "Buruan turun sini!" ucapnya sambil memberi kode dengan tangan.

Kinan berdecak, "Mau ngapain sih? Nggak tahu ini udah malam apa?"

"Udah turun dulu sini. daripada aku masuk. Mau yang mana?"

Kinan memejamkan matanya kesal. Ia menatap Devan yang sedang santainya tersenyum padanya.

"Nyebelin banget sih." Panggilan pun terputus. Kinan dengan kesal turun ke bawah Bahkan ia tak mengindahkan abangnya Riko yang sedang duduk di ruang tv.

Saat Kinan sampai di pintu depan, ia menatap Devan kesal. Walaupun begitu, Kinan tetap melangkah mendekati Devan. "Mau ngapain sih?" Tanyanya.

Devan tersenyum, "Mau kasih ciuman sama kamu." Jawabnya namun berhasil membuat Kinan menganga.  "Kondisikan wajahmu Kinan. Kau terlihat sedikit bodoh dengan wajah seperti itu." Kinan semakin dibuat terkejut.

Dia bilang apa tadi? Bodoh? Waahh, dasar duda kurang ajar. Geramnya dalam hati.

Kinan berkacak pinggang, "Bilang apa tadi?" Tanyanya lagi.

"Bodoh. Kenapa?"

"Santai banget tu mulut bilang bodoh."

Devan tak menjawab.  Pria itu justru tersenyum sembari mengedipkan sebelah matanya pada Kinan membuat Kinan membola.

Kinan cemberut kesal.

"Woi, lama banget sih perginya. Gerah nih suasana." Teriakan Riko mengejutkan Kinan namun justru membuat Devan tertawa.

"Bang Riko? Ih apaan sih pakai ngintip segala."

"Makanya buruan pergi. Lo bikin matahari balik lagi dek. Panas nih."

Kinan menatap Riko horor.

"Hahaha. Ya sudah. Gue pamit ya. Gue bawa Kinan bentar."

"Silahkan silahkan. Lo nikahin malam ini juga bagus. Lebih teratur hidupnya." Celetuk Riko yang semakin membuat Devan tertawa.

"Ih bang Riko apaan sih. Jomblo ya jomblo aja Jangan godain orang."

"Dih, Emang lu nggak jomblo dek?"

"Ya enggaklah." Jawab Kinan spontan namun Gadis itu belum sadar dengan apa yang ia debatkan bersama Riko.

"Mana buktinya kalau lo nggak jomblo? Lo itu masih jomblo Kinan."

"Ini buk---" ucapan Kinan terhenti seketika namun sialnya jemari Gadis itu sudah menunjuk ke arah Devan. Kinan memejamkan matanya kesal sembari menggigit bibir bawahnya. Ia lagi-lagi terjebak dengan jebakan abangnya tersebut. Dengan cepat Kinan menatap Riko dan tatapan Kinan begitu tajam pada Abang semata wayangnya itu.

Sementara Riko yang berhasil menjebak Kinan langsung tertawa dan mengejek adiknya tersebut dengan mengatakan Kinan yang sudah jatuh cinta dengan Devan dan mengakui Devan sebagai calon suami.

"Gengsi lu tinggi! bilang aja suka." Ejek Riko sebelum masuk ke dalam. Kinan langsung menatap ke arah Devan. Sementara pria itu tersenyum geli menatapnya. "Apa senyum-senyum? gila ya!" kesalnya. Kinan hendak berbalik badan dan masuk ke dalam namun dengan cepat Devan menahannya.

"Apa lagi sih?"

"Temenin.!"

"Temenin ke mana? sama Bang Riko aja sana.!"

"Ngapain sama Riko? aku masih normal. ngapain harus sama Riko."

"Kalian kan sama mama gila." Ketusnya. Dan lagi-lagi Devan tertawa geli melihat tingkah Kinan.

"Jangan gitu. Riko itu kan Abang kamu."

"Mana ada abang begitu? kelakuannya sama sama kelakuan Om."

"Kok panggil Om lagi sih?"

"Biarin! terserah aku! mulut-mulut aku.!"

Devan menghela nafas panjang. Ia memutuskan untuk menyerah mendebati Kinan perihal panggilan gadis tersebut padanya. perutnya lapar, ia butuh makan dan ia juga butuh teman untuk menemaninya malam ini.

"Ya udah maaf ya! Jangan ngambek lagi. Aku laper Kinan, aku ke sini minta kamu untuk temenin makan, bukan buat dengerin kamu ceramah. ujung-ujungnya cacing di perut aku bisa mati duluan denger kamu ceramah sepanjang ini." Devan memegang jemari Kinan membuat jantung Kinan berdebar kembali.

"Maafin mas ya." ucapnya namun berhasil membuat Kinan ingin terbang ke langit ketujuh. Panggilan 'Mas' yang Devan selipkan untuk menyebut dirinya sendiri membuat Kinan merinding seketika.

Kinan tak berani bicara lagi. Ia pun memilih untuk menurut saja dan masuk ke dalam mobil Devan.

Setelah Kinan masuk, Devan pun ikut masuk ke dalam.

"Kita mau ke mana?" tanya Kinan lagi.

"Kita cari tempat makan. jujur aku laper Kinan."

"Kalau laper ya kenapa nggak makan sih? Kenapa harus ke sini?"

"Karena aku mau kamu temenin aku makan."

"Kalau aku nggak mau gimana? kamu mau tahan makannya?" Devan mengangguk membuat Kinan menatapnya horor, "Ih, sama ya sama bang Riko. Sama-sama gila." Gumamnya namun terdengar oleh Devan.

"Bagus dong. Jadi ipar aku se frekuensi sama aku."

Kinan memutar tubuhnya menghadap Devan, "Om, om mau makan kan? Yuk pergi yuk. Ntar keburu malam." Kinan berkata dengan kalimat dan nada bicara yang super lembut. Ia tak mau berdebat lagi dengan Devan. Duda di depannya ini sangat menyebalkan baginya.

Devan tersenyum lalu mengangguk.  Pria itu menstater mobilnya dan melajukan mobil tersebut membelah jalan raya yang memang tak terlalu ramai pengendara. 

Selama perjalanan menuju tempat makan yang ingin Devan tuju, Kinan hanya memilih untuk bermain dengan ponselnya. Ia tak tertarik untuk mengajak Devan berbicara sementara pria itu selalu mencuri pandang pada Kinan lewat sudut matanya.

Devan menghentikan mobilnya diparkiran sebuah lapangan. Membuat perhatian Kinan tertarik untuk melihat ke sekelilingnya.

"Turun yuk!" Perintah Devan.

Kinan belum mau menuruti keinginan Devan. Gadis itu masih fokus untuk melihat ke sekelilingnya.  di depannya ada lapangan luas, sementara di belakang mobil tak ada apa-apa melainkan jalan kecil yang juga dijadikan sebagai tempat parkir.

"Ini di mana?" Tanya Kinan.

"Tempat makan."

"Ha? Tempat makan?" Kinan lagi-lagi mengitari pandangannya ke sekeliling mobil. tak ada ia lihat restoran di sekitarnya. yang ada hanya parkiran mobil, mobil yang berjejer, motor yang berjajar dan beberapa pedagang kaki lima di depannya. "Mau makan di mana?"

"Makanya, dari tadi jangan sibuk main HP terus." Sindirnya. "Turun dulu." Devan keluar lebih dulu. walaupun sedikit ragu Kinan akhirnya memutuskan untuk turun dan langsung mengejar Devan yang sudah melangkah menjauhi mobil.

"Jangan ditinggalin Kenapa sih."

"Habisnya kamu lama."

"Kamu yang bawa cari makannya ke jauhan. Kenapa nggak langsung ke Eropa aja sana."

"Ide bagus. Sekalian bulan madu."

"Ha? Dasar duda gila." Kinan melaju meninggalkan Devan.

"Ck. Itu mulut Sepertinya harus sering-sering ditertibkan." Gumam Devan sembari melirik ke arah punggung Kinan yang semakin menjauh.

Devan melangkah cepat mensejajarkan posisinya dengan Kinan. Menggoda gadis kecil itu membuat suasana hatinya sedikit membaik. pasalnya tadi Ia di rumah dibuat suntuk sesuntuk-suntuknya karena perkataan bundanya tentang Kinan.

Bukan apa-apa, sejak pertemuan pertama kali di rumah Kinan, bundanya langsung memandang Kinan sebelah mata. Entah kenapa malaikatnya itu berfikir jika Kinan adalah seorang gadis yang tak punya adab dan etika. Dan berkat kenekatan Kinan malam itu, ia harus mendapatkan tugas sekali lagi yaitu meyakinkan bundanya jika Kinan adalah pasangan yang pantas untuknya.

Dan itu adalah tugas yang cukup sulit ia lakukan. Namun ia yakin ia bisa melakukan itu. Demi gadis yang saat ini sedang melangkah tak jauh di depannya dan demi sebuah rasa yang ingin kembali lagi.

*****

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ris Maa Hutauruk
koin nya jangan mahal2
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status