Jam sudah menunjukkan pukul lima sore. dan selama itu pula Kinan ada di kantor Devan. bosan? tentu saja. jangan ditanya lagi betapa bosannya gadis itu selama menunggu Devan bekerja. tapi untungnya, tiap satu atau dua jam sekali, asisten Devan mengantarkan makanan yang menggugah selera ke ruangan. Kinan yang memang doyan makan, bisa membantu melepas masa bosannya sampai akhirnya Devan selesai bekerja.
Devan melirik Kinan yang sedang asik berbaring di sofa sembari memainkan ponsel. secara perlahan Devan mendekat dan tanpa diketahui Kinan, pria itu menunduk tepat di atas kepala Kinan dan mengintip Kinan sedang melakukan apa dengan ponselnya.namun belum juga Devan sampai jongkok, Kinan sudah menyadari kehadiran Devan. gadis itu terkejut bahkan nyaris memukul Devan jika pria itu tak sigap menangkat tangan calon istrinya itu."Ih, Om. ngagetin tahu nggak. ngapain sih di sana?" tanya Kinan kesal.Devan tak menjawab. ia berdiri dan kembali melangkah menuju meja kerjanya. jujur, ia sebenarnya malu karena sudah tertangkap basah. tapi kenapa Kinan bisa tahu kehadirannya?.Devan menatap Kinan, "Kamu tahu dari mana saya di dekat kamu?" tanya Devan santai."Anak TK juga bakalan tahu kalau parfum om sehebring itu." jawaban Kinan nyaris membuat Devan tergelak."Waaw, berarti saya seharum itukah?"Kinan mengangkat sebelah bibirnya ke atas, "Dih! PeDe tinggi banget.""lah, bukannya kamu tadi bilang kalau aku wangi. bahkan anak TK pun tahu.""Terserah om deh."Devan berdecak. ia duduk di sofa lalu menarik Kinan cukup kuat sampai Kinan terjatuh di atas pangkuan Devan. lagi-lagi jantung Kinan sulit untuk diatur. ia menahan tubuhnya agar tak semakin dengat dengan Devan menggunakan sikunya."Om, Om ini masih di kantor." Kinan dibuat salah tingkah. ia mencoba menghindari tatapannya dari Devan."Memangnya kalau di kantor kenapa? ini perusahaan saya dan saya bosnya. jadi tak akan ada yang benari macam-macam kecuali saya."Kinan terpekik pelan saat Devan menarik pinggulnya semakin mendekat, "Kenapa panggil om lagi?" tanya Devan sedikit berbisik. Kinan semakin dibuat jantungan."Om, ini. bisa jauhan dikit nggak? nanti ada yang masuk.""Nggak akan ada yang berani masuk!""Tapi om---""Panggilan kamu bikin saya gemas. jangan panggil Om lagi. saya ini calon suami kamu. manggilnya jangan om. calon suami tapi terlihat seperti penjahat kel*min."Kinan tak menjawab. ia memberanikan diri menatap Devan. mata keduanya beradu. entah kerasukan jin apa, Kinan mengangkat mengarahkan tangan kanannya dan mengusap wajah Devan lembut. mengelus dengan lembut kulit wajah Devan yang sangat terawat. Devan yang mendapatkan perlakuan tersebut cukup kaget. namun sebisa mungkin ia menyembunyikan raut terkejutnya.Devan memejamkan matanya. menikmati usapan jemari Kinan di kulit wajahnya. dan saat telapak tangan Kinan menangkup rahang tegas Devan, pria itu langsung menarik jemari Kinan untuk turun dan tanpa permisi, Devan menggenggam tegas batang leher Kinan dan menarik kepala Kinan untuk mendekat. detik berikutnya, Kinan merasakan bibirnya bersentuhan dengan bibir milik Devan. Kinan terkejut. bahkan ia kesulitan menarik kesadarannya kembali. matanya masih terbuka lebar.Sapuan lembut Devan di bibirnya membuat Jantung Kinan berdetak tak karuan. Tak terlalu lama Devan melumatnya. Ia kembali menarik diri dan menatap Kinan lekat.Tatapan keduanya kini beradu."Kinan?" Devan memanggil dengan lembut namun Kinan tak berkedip sedikitpun. "Hei!" Panggilan kedua Devan, Kinan terkejut. Ia menatap ke sekeliling lalu kembali menatap Devan.Ia menyentuh bibirnya seketika. Dan aksi Kinan berhasil membuat Devan kebingungan."Ada apa? Kenapa?" Tanyanya."Itu tadi, ciuman itu..." Ucapan Kinan membuat Devan menyipit bingung."Ciuman? Ciuman yang mana?"Kinan memukul kepalanya. Namun tingkahnya seketika membuat Devan tersenyum gemas. "Kamu mengkhayalkan sesuatu?" Tanya Devan curiga. "Mengkhayal dicium?""Eh? Ih apaan sih. Nggak. Jangan ngayal deh om.""Lah kok saya? Kan kamu yang mengkhayal. Tadi bilang apa? Ciuman kan? Mau dicium beneran?" Goda Devan membuat Kinan membola. Gadis itu langsung turun dari pangkuan Devan dan keluar dari ruangan tersebut. Sementara Devan langsung tertawa gemas di dalam. Ia meraih jas kerjanya lalu berlari keluar mengejar Kinan.*****Semenjak kejadian di kantor Devan yang membuat Kinan jantungan. Hari-hari Kinan dipenuhi dengan godaan orangtuanya. Tak hanya itu, abangnya juga melakukan hal yang sama. Setiap saat menggodanya.Devan juga hampir setiap hari menghubunginya hanya untuk mengucapkan persoalan khayalan yang Kinan lakukan di ruang kerja Devan beberapa hari yang lalu.Dan malam ini, harinya benar-benar dibuat suntuk. Sampai saat ini ia belum juga bisa menemukan tempat magang yang cocok dengan karakter jurusannya. Dan ia harus memutuskan tempat itu satu minggu lagi.Walaupun magangnya akan dilakukan 3 minggu namun ia harus memberikan lokasi perusahaannya satu minggu dari sekarang kepada dosennya.Sebenarnya Devan sudah mau membantu dengan dirinya magang di perusahaan Devan. Namun apa jadinya jika ia di sana. Bukannya magang, dirinya justru malah dibuat pusing dengan kelakuan Devan padanya.Masih sibuk memikirkan masalah kampus, Kinan dikejutkan dengan ponselnya yang berdering secara tiba-tiba. Ia menatap layar ponselnya tersebut. di sana tertera nama Devan."Ngapain sih malam-malam nelpon nih om om." ucap Kinan sendirian.Awalnya ia tak mau mengangkat panggilan tersebut, sampai panggilan itu mati begitu saja. namun detik berikutnya Devan kembali menghubunginya. Hal itu membuat Kinan kesal dan mau tak mau gadis itu tetap mengangkatnya."Apaan sih Om malam-malam nelpon begini!? nggak tahu apa ini jam istirahat." Ucap Kinan sewot. namun yang disewotkan ternyata jauh lebih suntuk. apalagi mendengar panggilan Kinan padanya."Bisa nggak sih panggilannya jangan seperti itu? panggil Mas kek, atau Devan juga boleh. Kapan aku nikah sama tante kamu? jelas kamu calon istri aku."Kinan mendelik jengah, "Mau apa sih nelpon malam-malam? ganggu tau nggak!""Turun dulu sini.!"Kinan menautkan alisnya. gadis itu menatap layar ponsel sebentar lalu kembali meletakkan di telinganya, "Turun? turun ke mana?" Tanyanya."Turun ke bawah. ya keluar sini!""Om di luar? di luar mana sih?""Di luar depan rumah kamu. buruan keluar.!"Kinan terkejut. Ia langsung turun dari tempat tidurnya dan berlari menuju balkon kamarnya. benar saja ia melihat Devan yang tengah berdiri di samping mobil pria tersebutDevan melambai ke arahnya, "Buruan turun sini!" ucapnya sambil memberi kode dengan tangan.Kinan berdecak, "Mau ngapain sih? Nggak tahu ini udah malam apa?""Udah turun dulu sini. daripada aku masuk. Mau yang mana?"Kinan memejamkan matanya kesal. Ia menatap Devan yang sedang santainya tersenyum padanya."Nyebelin banget sih." Panggilan pun terputus. Kinan dengan kesal turun ke bawah Bahkan ia tak mengindahkan abangnya Riko yang sedang duduk di ruang tv.Saat Kinan sampai di pintu depan, ia menatap Devan kesal. Walaupun begitu, Kinan tetap melangkah mendekati Devan. "Mau ngapain sih?" Tanyanya.Devan tersenyum, "Mau kasih ciuman sama kamu." Jawabnya namun berhasil membuat Kinan menganga. "Kondisikan wajahmu Kinan. Kau terlihat sedikit bodoh dengan wajah seperti itu." Kinan semakin dibuat terkejut.Dia bilang apa tadi? Bodoh? Waahh, dasar duda kurang ajar. Geramnya dalam hati.Kinan berkacak pinggang, "Bilang apa tadi?" Tanyanya lagi."Bodoh. Kenapa?""Santai banget tu mulut bilang bodoh."Devan tak menjawab. Pria itu justru tersenyum sembari mengedipkan sebelah matanya pada Kinan membuat Kinan membola.Kinan cemberut kesal."Woi, lama banget sih perginya. Gerah nih suasana." Teriakan Riko mengejutkan Kinan namun justru membuat Devan tertawa."Bang Riko? Ih apaan sih pakai ngintip segala.""Makanya buruan pergi. Lo bikin matahari balik lagi dek. Panas nih."Kinan menatap Riko horor."Hahaha. Ya sudah. Gue pamit ya. Gue bawa Kinan bentar.""Silahkan silahkan. Lo nikahin malam ini juga bagus. Lebih teratur hidupnya." Celetuk Riko yang semakin membuat Devan tertawa."Ih bang Riko apaan sih. Jomblo ya jomblo aja Jangan godain orang.""Dih, Emang lu nggak jomblo dek?""Ya enggaklah." Jawab Kinan spontan namun Gadis itu belum sadar dengan apa yang ia debatkan bersama Riko."Mana buktinya kalau lo nggak jomblo? Lo itu masih jomblo Kinan.""Ini buk---" ucapan Kinan terhenti seketika namun sialnya jemari Gadis itu sudah menunjuk ke arah Devan. Kinan memejamkan matanya kesal sembari menggigit bibir bawahnya. Ia lagi-lagi terjebak dengan jebakan abangnya tersebut. Dengan cepat Kinan menatap Riko dan tatapan Kinan begitu tajam pada Abang semata wayangnya itu.Sementara Riko yang berhasil menjebak Kinan langsung tertawa dan mengejek adiknya tersebut dengan mengatakan Kinan yang sudah jatuh cinta dengan Devan dan mengakui Devan sebagai calon suami."Gengsi lu tinggi! bilang aja suka." Ejek Riko sebelum masuk ke dalam. Kinan langsung menatap ke arah Devan. Sementara pria itu tersenyum geli menatapnya. "Apa senyum-senyum? gila ya!" kesalnya. Kinan hendak berbalik badan dan masuk ke dalam namun dengan cepat Devan menahannya."Apa lagi sih?""Temenin.!""Temenin ke mana? sama Bang Riko aja sana.!""Ngapain sama Riko? aku masih normal. ngapain harus sama Riko.""Kalian kan sama mama gila." Ketusnya. Dan lagi-lagi Devan tertawa geli melihat tingkah Kinan."Jangan gitu. Riko itu kan Abang kamu.""Mana ada abang begitu? kelakuannya sama sama kelakuan Om.""Kok panggil Om lagi sih?""Biarin! terserah aku! mulut-mulut aku.!"Devan menghela nafas panjang. Ia memutuskan untuk menyerah mendebati Kinan perihal panggilan gadis tersebut padanya. perutnya lapar, ia butuh makan dan ia juga butuh teman untuk menemaninya malam ini."Ya udah maaf ya! Jangan ngambek lagi. Aku laper Kinan, aku ke sini minta kamu untuk temenin makan, bukan buat dengerin kamu ceramah. ujung-ujungnya cacing di perut aku bisa mati duluan denger kamu ceramah sepanjang ini." Devan memegang jemari Kinan membuat jantung Kinan berdebar kembali."Maafin mas ya." ucapnya namun berhasil membuat Kinan ingin terbang ke langit ketujuh. Panggilan 'Mas' yang Devan selipkan untuk menyebut dirinya sendiri membuat Kinan merinding seketika.Kinan tak berani bicara lagi. Ia pun memilih untuk menurut saja dan masuk ke dalam mobil Devan.Setelah Kinan masuk, Devan pun ikut masuk ke dalam."Kita mau ke mana?" tanya Kinan lagi."Kita cari tempat makan. jujur aku laper Kinan.""Kalau laper ya kenapa nggak makan sih? Kenapa harus ke sini?""Karena aku mau kamu temenin aku makan.""Kalau aku nggak mau gimana? kamu mau tahan makannya?" Devan mengangguk membuat Kinan menatapnya horor, "Ih, sama ya sama bang Riko. Sama-sama gila." Gumamnya namun terdengar oleh Devan."Bagus dong. Jadi ipar aku se frekuensi sama aku."Kinan memutar tubuhnya menghadap Devan, "Om, om mau makan kan? Yuk pergi yuk. Ntar keburu malam." Kinan berkata dengan kalimat dan nada bicara yang super lembut. Ia tak mau berdebat lagi dengan Devan. Duda di depannya ini sangat menyebalkan baginya.Devan tersenyum lalu mengangguk. Pria itu menstater mobilnya dan melajukan mobil tersebut membelah jalan raya yang memang tak terlalu ramai pengendara. Selama perjalanan menuju tempat makan yang ingin Devan tuju, Kinan hanya memilih untuk bermain dengan ponselnya. Ia tak tertarik untuk mengajak Devan berbicara sementara pria itu selalu mencuri pandang pada Kinan lewat sudut matanya.Devan menghentikan mobilnya diparkiran sebuah lapangan. Membuat perhatian Kinan tertarik untuk melihat ke sekelilingnya."Turun yuk!" Perintah Devan.Kinan belum mau menuruti keinginan Devan. Gadis itu masih fokus untuk melihat ke sekelilingnya. di depannya ada lapangan luas, sementara di belakang mobil tak ada apa-apa melainkan jalan kecil yang juga dijadikan sebagai tempat parkir."Ini di mana?" Tanya Kinan."Tempat makan.""Ha? Tempat makan?" Kinan lagi-lagi mengitari pandangannya ke sekeliling mobil. tak ada ia lihat restoran di sekitarnya. yang ada hanya parkiran mobil, mobil yang berjejer, motor yang berjajar dan beberapa pedagang kaki lima di depannya. "Mau makan di mana?""Makanya, dari tadi jangan sibuk main HP terus." Sindirnya. "Turun dulu." Devan keluar lebih dulu. walaupun sedikit ragu Kinan akhirnya memutuskan untuk turun dan langsung mengejar Devan yang sudah melangkah menjauhi mobil."Jangan ditinggalin Kenapa sih.""Habisnya kamu lama.""Kamu yang bawa cari makannya ke jauhan. Kenapa nggak langsung ke Eropa aja sana.""Ide bagus. Sekalian bulan madu.""Ha? Dasar duda gila." Kinan melaju meninggalkan Devan."Ck. Itu mulut Sepertinya harus sering-sering ditertibkan." Gumam Devan sembari melirik ke arah punggung Kinan yang semakin menjauh.Devan melangkah cepat mensejajarkan posisinya dengan Kinan. Menggoda gadis kecil itu membuat suasana hatinya sedikit membaik. pasalnya tadi Ia di rumah dibuat suntuk sesuntuk-suntuknya karena perkataan bundanya tentang Kinan.Bukan apa-apa, sejak pertemuan pertama kali di rumah Kinan, bundanya langsung memandang Kinan sebelah mata. Entah kenapa malaikatnya itu berfikir jika Kinan adalah seorang gadis yang tak punya adab dan etika. Dan berkat kenekatan Kinan malam itu, ia harus mendapatkan tugas sekali lagi yaitu meyakinkan bundanya jika Kinan adalah pasangan yang pantas untuknya.Dan itu adalah tugas yang cukup sulit ia lakukan. Namun ia yakin ia bisa melakukan itu. Demi gadis yang saat ini sedang melangkah tak jauh di depannya dan demi sebuah rasa yang ingin kembali lagi.*****Devan meraih jemari Kinan. Walaupun Kinan mencoba menariknya kembali, namun pria itu menahannya lebih erat membuat Kinan akhirnya pasrah.Pria itu menarik Kinan masuk ke sebuah tempat yang tertutup. Awalnya Kinan ragu namun Devan meyakinkan jika dirinya akan baik-baik saja. Mengikuti langkah Devan, Kinan di bawa masuk ke dalam. Dan seketika tatapan Kinan langsung tak berkedip. Gadis itu dibuat takjub. Festival makanan? Apa ini festival makanan? Kinan menatap ke sekelilingnya. Di mana-mana ia bisa melihat banyak stand makanan yang berjejer rapi dan juga banyak pengunjung yang membeli. Pantas saja ia tadi tak melihat banyak orang di luar sementara banyak mobil dan motor yang parkir.Kinan menatap Devan yang berdiri di sampingnya, "Kamu tahu tempat ini di mana?" Tanya Kinan yang masih takjub. Ia sebagai manusia yang mencintai makanan, sangat tak sanggup melepaskan kesempatan berharga ini. "Kamu benar tak tahu tempat ini?" Tanya Devan dengan nada sedikit mengejek."Ck! Jangan mulai Om.
"Devan." Devan menghentikan langkahnya seketika saat ia mendengar suara mamanya memanggilnya.Devan melirik jam di tangannya, "Mama belum tidur?" Tanya Devan yang langsung mendekat dan menyalami wanita itu. Rianti menatap anak semata wayangnya itu. "Mama mau bicara sebentar. Kamu belum mau tidur kan?"Devan paham hal apa yang akan mamanya bicarakan padanya. Namun ia tak mungkin menolak. Devan mengangguk. Ia melangkah mengikuti mamanya yang sudah berjalan lebih dulu menuju ruang keluarga. Rianti duduk di salah satu sofa dan diikuti oleh Devan."Ada apa Ma?" tanya Devan sedikit berbasa-basi. Rianti terlihat sedikit canggung untuk memulai percakapan dengan anaknya. pasalnya ia sangat yakin Devan tak akan suka dengan apa yang akan ia bahas."Begini Devan, masalah pernikahan kamu dengan anaknya Ayu. Apa kamu nggak mau berpikir ulang lagi nak."Devan menghela nafas panjang. Tebakannya benar. Ia tak tahu harus bagaimana lagi caranya untuk meyakinkan mamanya ini. Memang semua terjadi karena
Kinan menatap Devan yang sedang bersiap di sampingnya. Setelah Devan berpamitan dengan Ayu, pria itu langsung membawa Kinan masuk ke dalam mobilnya. Kinan menatap lekat Devan."Om, om ini aneh ya." Ucapnya."Aneh gimana?""Ya aneh aja. di mana-mana itu, pasti mau calon istrinya itu pinter, lulusan terbaik, rajin dalam belajar biar bisa berguna bagi nusa dan bangsa. ini malah kebalik. masa disuruh bolos."Devan tertawa tipis. Pria itu menstater mobilnya dan mulai melajukan mobil tersebut secara perlahan."Sebenarnya sih Iya. tapi buat kamu itu pengecualian.""Ih apaan pengecualian. Om mau aku jadi gadis yang bodoh.?""Ya enggaklah.""Makanya, hari ini antar aku ke kampus. Aku mau kuliah. aku ada jadwal kuliah pagi ini. kalau nggak, aku bakalan digorok sama dosen aku."Devan mengernyit, "Sadis banget dosennya. Ya udah Mas anterin kamu ke kampus, tapi setelah pulang kuliah kamu harus ikut sama mas.""Ikut ke mana sih? bilang aja kenapa.""Anaknya Bu Ayu yang katanya cantik, tahu kata rah
Devan menghentikan mobilnya di sebuah resto yang berada cukup jauh dari pusat kota. sejak perjalanan menuju ke sini, Kinan sudah bertanya dan protes sedari tadi dengan arah tujuan Devan. dan sekarang, Gadis itu justru dibuat takjub dengan tempat yang Devan pilih. sebuah resto dengan konsep alam. balkon-balok yang diletakkan meja serta kursi untuk makan menghadap pada bukit kecil dengan sungai dangkal di dekatnya. benar-benar bernuansa alam. bahkan aroma dedaunan tercium begitu menyegarkan. tak hanya itu, di sekitaran resto juga ditanam bambu kuning yang berkelompok. jadi setiap daun bambu tertiup angin, akan menciptakan suara seperti dedaunan kering yang salin beradu satu sama lain. Kinan masih terpaku dengan pemandangan di depannya. bahkan ia sampai melupakan Devan yang berdiri di sampingnya."Kamu suka?" tanya Devan berbisik di telinga Kinan. spontan Kinan mengangguk lalu menatap Devan dan terseyum, "Bagus banget. kok om bisa tahu tempat ini?" Kinan melangkah ke depan. ia berjala
Satu bulan pun berlalu setelah Devan mengajak Kinan makan di resto bernuansa alam tersebut. Hubungan Kinan dan Devan sudah mulai membaik dan secara perlahan pria itu mulai mengerti bagaimana cara menghadapi Kinan. Tak hanya itu ia juga berhasil meyakinkan mamanya untuk menerima Kinan menjadi menantu. Hari ini Kinan baru saja selesai pada kuliah siangnya. Dan sudah sejak 5 menit yang lalu ia berdiri di parkiran kampus untuk menunggu Devan yang berjanji menjemputnya. Seperti sebelum-sebelumnya, Devan selalu mempunyai kejutan tak terduga untuknya dan kali ini ia tak tahu apa alasan Devan membawanya. Ia berharap tujuan Devan bukan untuk membuat jantungnya mendadak berhenti.Suara klakson mobil mengagetkan Kinan. Gadis itu langsung mendapati mobil Devan sudah berada tak jauh dari ia berdiri. Dengan cepat Kinan berlari dan masuk ke dalam mobil tersebut."Hari ini mau ke mana?" tanya Kinan sembari mengenakan seat belt. "Ke suatu tempat dan aku yakin kamu suka."Kinan hanya mengangguk. sete
Berdiam sendirian di ruangannya, otak Devan tiba-tiba berputar pada memori 3 bulan yang lalu sebelum ia menikahi Kinan. Di mana Ia yang berjuang untuk mendekati Kinan. memang beberapa geraknya adalah saran dari Riko, namun sebagian lagi adalah inisiatif dirinya sendiri. Termasuk mengajak Kinan makan malam di kuliner malam saat itu. Tapi kenapa saat ia sudah sah menjadi suami Kinan, semuanya berubah lagi? Bukan karena ia menyesal sudah menikahi Kinan, namun karena ia takut Kinan tak mau ia sentuh. Ia tak mau terburu-buru karena takut akan membuat Kinan marah padanya. Ia sangat yakin jika Kinan belum bisa sepenuhnya menerima dirinya sebagai seorang suami. Semua pikirannya ini didasari dengan Kinan yang masih muda, kuliah, dan harus rela melepaskan masa mudanya bersama teman-teman untuk mengabdi sebagai istrinya.Devan mengambil kembali cincin pernikahannya yang ia simpan dalam kantong celananya. Memandang cincin berlian tersebut lalu sebuah senyuman manis terbit di bibirnya."Aku baha
Devan baru saja keluar dari kamar mandi saat Kinan masuk ke dalam kamarnya. Gadis itu baru saja selesai melepas teman-temannya pulang. Sebenarnya teman-teman Kinan masih ingin berlama-lama bersama Kinan, namun mereka sendiri juga tak menyangka jika Devan pulang secepat itu dari kantor."Mas Kenapa pulang cepat? apa ada masalah?" Tanya Kinan yang sebenarnya sudah penasaran Saya dari tadi."Nggak." "Terus kenapa pulangnya cepat? ""Apa tak boleh?""Bukannya nggak boleh, tapi.... ya udah deh terserah kamu saja. Susah kalau debat sama om-om." ucap Kinan memelankan suaranya pada kalimat terakhirnya.Kinan keluar dari kamar. Ia memilih untuk membereskan semua yang ditinggalkan oleh teman-temannya. membersihkan satu persatu peralatan makan yang kotor. sebenarnya Yuna tadi sudah menawarkan diri untuk membantu membersihkannya juga, namun Kinan melarangnya.15 menit waktu yang Kinan pakai untuk membereskan semuanya. Ia juga menyiapkan kopi hangat untuk Devan dan membawanya ke kamar."Kamu ikut
"Sini!" Devan memukul tempat tidur di sampingnya.Kinan menurut. Ia berjalan mendekati Devan dan ikut berbaring di samping suaminya tersebut. Devan menarik Kinan dalam pelukannya. Memeluk perempuan yang ia nikahi dengan cara perjodohan itu. Ia menepuk pelan punggung Kinan. "Jangan pernah menghilang lagi." Bisiknya."Aku menghilang bukan tanpa sebab mas.""Mas tahu. Semua ini karena apa yang ada di ruang kerja mas kan? Kamu tahu Kinan? Kamu menikahi seorang duda dimana status dudanya ia dapatkan dari kematian istrinya. Menemukan masa lalunya yang belum terbuang sempurna itu wajar. Tapi mas minta sama kamu, jika ada yang seperti ini lagi, kabari dan bicara. Jangan kabur seperti ini. Bagaimanapun juga, sekarang kamu adalah tanggung jawab mas." Kinan masih diam dalam pelukan Devan. Ia menghirup aroma tubuh Devan yang membuatnya nyaman. Devan menjangkau ponselnya. Ia telentang dengan Kinan yang ikut telentang berbantalkan lengannya Devan."Lihat ini." Devan membuka layar ponselnya. Kinan