Home / Pernikahan / Diperistri Mas Duda / 4. Dia itu Duda Keren

Share

4. Dia itu Duda Keren

"A--anda mau apa?" Kinan tak berani menatap mata Devan. Bukan karena ia malu atau berdebar, tapi karena ia merasa risih.

Devan tak menjawab. Pria itu justru semakin mendekatkan wajahnya pada Kinan. Sedikit menggoda gadis ini akan menciptakan hiburan di sini, batin Devan.

"Kamu pintar memberi saya panggilan."

"Ha? Maksudnya?"

"Om. Itu yang kamu panggilkan untuk saya tadi kan? Seorang om om diruangan berdua saja dengan seorang gadis. Kira-kira akan terjadi apa?"

Kinan menatap Devan. Tatapan Kinan terlihat polos. Sungguh, ini memang tatapan polos. Otak cantiknya entah kenapa tak berfungsi sama sekali dalam mencerna kalimat yang Devan sebut.

Devan tersenyum sinis. Ia hendak kembali mendekat namun suara ketukan pintu mengejutkan keduanya.

Kinan ingin turun namun dilarang oleh Devan. Pria itu mengancam akan benar-benar membuat Kinan lemas di dalam ruangan ini jika Kinan berani membantah.

"Masuk!!" Teriak Devan.

"Om, minggir dulu...!" Kinan mencoba mendorong tubuh Devan, namun tubuh tersebut tak beranjak sesentipun.

Suara pintu terbuka terdengar di indra pendengaran Kinan.  Ia yakin posisinya saat ini sangat tak indah untuk dilihat.

"Ada apa,?" Tanya Devan sinis.

"Saya mau antarkan dokumen yang harus anda tanda-tangani pak."

Suara perempuan. Kinan bisa mendengarnya.

"Bawa ke sini!"

Kinan meninju perut Devan kesal. Ia mencoba menyembunyikan wajahnya saat wanita itu mendekat.

"Ini pak." Ucap wanita itu.

"Baiklah, kamu boleh keluar..!" Titah Devan. Tak berapa lama, Kinan mendengar suara pintu tertutup.

Dengan kesal, ia memejamkan matanya kuat lalu menggigit bibir bawahnya, dan langsung mendorong Devan sekuat mungkin membuat pria itu akhirnya beranjak dari posisinya.

Tatapan tajam Kinan saat ia berhasil turun tak digubris sedikitpun oleh Devan. Bahkan Devan sedikit mendorong tubuh Kinan agar menjauh dari mejanya.

"Kamu duduk di sana, tunggu saya selesai bekerja..!!"

"Anda pikir saya murahan?"

Kalimat Kinan membuat kedua alis tebal Devan menyatu. "Anda pikir saya gadis yang bisa anda permalukan?"

"Tidak. Saya hanya berbuat apa yang saya mau."

"Anda bajingan!!" Kinan melangkah menuju pintu keluar. Devan yang melihat itu langsung berjalan cepat mencegat ,"Mau kemana?" Tanyanya.

"Bukan urusan anda."

"Akan jadi urusan saya Kinan. Jangan ke mana-mana. Kamu duduk di sini."

"Saya bukan asisten anda. Bahkan sebelumnya kita nggak kenal. Jaga sikap anda om."

Devan tersenyum sinis. Ia memiringkan kepalanya sembari menatap Kinan, "Saya bukan manusia yang mudah diajak kompromi Kinan. Harusnya yang Kamu lakukan, adalah menarik perhatian saya. Karena saya akan jadi suami kamu."

"Cih! Mimpi jangan ketinggian om. Kalau jatuh, akan sakit!"

"Saya yang akan buat kamu jatuh Kinan. Simpan kata-kata saya baik-baik."

*****

Kinan tertawa sembari menatap ponselnya. sudah hampir satu jam ia diruangan ini. setelah keributannya dengan Devan, ia pun berakhir pasrah di sofa ruang kerja Devan. memilih membaca percakapan tak berfaedah dari teman-temannya. hal itu membuat Devan yang tadi masih fokus langsung mengarahkan pandangannya pada Kinan.

ini gila. tak pernah ia seperti ini pada seorang perempuan. bahkan saat ia dijodohkan dengan Reisya mendiang istrinya, ia tak seperti ini. hanya pada Kinan ia begini. apa ini karena masa lalunya yang bersangkutan dengan Kinan? tapi Kinan yang dulu sangat berbeda dengan Kinan yang ia dekati saat ini. Kinan yang sekarang jauh lebih bar bar dan selalu menjawab apa yang ia katakan. seperti susah di atur.

ia masih ingat saat Riko bercerita padanya tentang sikap Kinan yang berubah dan suka keluar masuk diskotik bersama teman-temannya. bahkan Kinan sulit dinasehati sampai ada ancaman akan diputuskan semua fasilitas yang orang tua Kinan berikan pada Kinan namun Kinan tetap tak berubah. saat Riko mengatakan jika mamanya ingin mencarikan jodoh untuk Kinan, dengan gilanya, ia mengajukan diri. gila bukan? sangat gila. tapi seperti itulah faktanya.

Dan, Ya. Kegilaannya inilah yang membuatnya berhasil menarik Kinan ke sini. Kinan yang dulu selalu ia lihat diam-diam, kini duduk manis sembari tertawa di sofa ruangan kerjanya. Namun bagaimanapun, membuat Kinan luluh padanya tidak bisa dengan kelembutan. Sepertinya gadis itu menyukai sifat dingin dan pemaksa.

Devan tersenyum tipis sebelum kembali fokus pada dokumen serta komputer yang ada di depannya. tanda tangan dokumen yang tadi sudah selesai setengah jam yang lalu dan ia juga sedang menunggu dokumen masuk selanjutnya yang harus ia tanda-tangani.

Asik bermain dengan komputernya, ia dikejutkan dengan suara ketukan pintu.

"Masuk!" teriaknya.

Tak lama berselang, pintu terbuka memunculkan seorang perempuan seksi dengan pakaian super ketatnya sedang melenggak-lenggok masuk ke dalam ruangan Devan sambil membawa Map berwarna putih.

Aksi perempuan itu tak luput dari pandangan Kinan yang sudah menghentikan kegiatannya dari ponsel. Pandangan gadis itu tak lepas dari bokong si cewek yang terlihat begitu menonjol di balik rok kerjanya yang begitu sempit. Pandangan Kinan beralih pada bagian depan kemeja perempuan itu.

Kancing kemeja yang terbuka dua di atas, memperlihatkan belahan dada yang begitu menonjol. Dada perempuan itu cukup besar. Bahkan bra yang dia kenakan tak cukup mampu menampung daging kenyal itu hingga membuatnya tumpah keluar.

Apa dikantor ini ada perempuan dengan pakaian segila ini?, batin Kinan.

Kinan melupakan ponselnya sejenak. ia menatap wanita tersebut. 'Apa ini wanita yang tadi masuk ke ruangan ini saat Devan mendudukkannya di meja tadi? tapi sepertinya tidak.  warna bajunya berbeda.

"Ini Boss, dokumen kedua yang boss minta tadi." Ucap si perempuan dengan nada yang sengaja dibuat menggoda dan sexy.

"baiklah. Kamu bisa letakkan di meja dan keluar dari ruangan saya."

Kinan sedikit mencibir melihat reaksi Devan. Mengusir tanpa melihat? Pencitraan sekali dia. Parah ni om om.

Kinan kembali melihat wanita tadi dan ia bisa melihat raut kesal terpancar dari si perempuan. Dengan sedikit mendumal, perempuan itu berjalan keluar namun langkahnya terhenti saat suara Kinan mengalihkan perhatiannya.

"Nggak kasihan Mbak?" tanya Kinan sedikit meringis. Devan yang sedari tadi masih fokus dengan kegiatannya seketika menatap Kinan penasaran.

"Maksud anda?"

"itu, baju sempit banget. Menjerit mbak dadanya. Kesakitan katanya mbak." Celetuk Kinan membuat wajah si perempuan memerah seketika. Sedangkan Devan nyaris saja tertawa mendengar celetukan dari calon istrinya itu. ia kembali menatap pada Kinan, menantikan kalimat ajaib apa yang akan Kinan keluarkan setelah ini.

"Terserah saya mau pakai baju apa!" geram perempuan itu.

"Iya saya tahu. Mbak pikir saya nggak tahu juga tujuan mbak bergaya begituan. Pasti buat godain boss nya kan? Tapi sayang nggak direspon."

"Kamu!!"

"besok-besok, pakenya yang longgar-longgar aja mbak. Jangan sampai nanti meledak tu dada. Kalau asli bagus, kalau silikon kan takut Duaarr.."

"Buahahahaahah-" Devan tak sanggup lagi menahan tawanya. perutnya geli dan sulit menghentikan tawanya. Namun berbeda dengan reaksi Devan, si perempuan justru menatap Kinan sangat tajam. Dengan perasaan emosi yang begitu besar, perempuan itu akhirnya keluar.

Tawa Devan belum juga reda. Malah bahkan semakin menjadi. Membuat Kinan sedikit kesal. "Puas banget ketawanya Om?" tanya Kinan dengan sedikit ledekan dan memanggil Devan Om.

Devan mendelik mendengar panggilan Kinan padanya. "Om om gini banyak yang ngantri."

"Ih pede banget."

"Nggak percaya? Tu tadi buktinya ada."

Kinan memilih diam. Ia tak berniat membalas ucapan Devan karena jika dibalas akan semakin menjadi. Duda itu sepertinya punya Pede yang tinggi mengalahkan langit ke tujuh.

"Tapi kenapa tadi nggak direspon? Seksi gitu."

"Emang kamu mau?"

"Mau apa?"

"Calon suaminya digoda?"

Seketika Kinan menatap D vandengan tatapan horror. Sedangkan Devan hanya menaikkan satu alisnya menanggapinya reaksi Kinan.

Cukup lama mereka terdiam sampai Kinan memutuskan untuk berdiri dan berjalan menuju pintu.

"Mau kemana?" tanya Devan cepat.

"Keluar. Ketemu teman."

"Duduk Kinan!"

"Tapi om-"

"Duduk!"

"Om aku bosan."

"Kamu bisa bermain dengan ponselmu seperti tadi!"

"Tidak! Aku mau keluar.!"

Kinan tak mengindahkan ucapan Devan. Gadis itu segera berjalan ke arah pintu kembali namun pergelangan tangannya segera ditahan oleh Devan dan memutar tubuh Kinan kebelakang hingga membuat Ia menubruk dada bidang Devan.

"Iihh om. Apa-apaan sih! Lepasin!! Om--" kinan berteriak tertahan saat Devan tiba-tiba mengangkat tubuhnya lalu membawanya menuju meja kerja tempat ia didudukkan tadi. Devan kembali mendudukkannya di sana. Sedangkan Devan duduk di kursi di depannya. "O--om?"

"Saya bilang jangan membantah Kinan! Jangan pancing emosi saya kalau kamu mau aman!"

Kinan terdiam saat Devan menatapnya dengan tatapan intimidasi. Namun yang membuat Kinan terdiam bukan karena tatapan Devan padanya, melainkan posisi mereka saat ini. Devan bahkan sudah masuk ke dalam sela antara dua paha Kinan dan memeluk pinggul gadis yang kini sedang duduk di atas meja kerja pria itu.

Kalian bisa membayangkan bagaimana posisinya kan? Dan hal itu disengajai oleh Devan. Pria itu sengaja membuka lebar kedua paha Kinan lalu mendekatkan tubuhnya pada sela-sela paha gadis bar bar yang akan ia jadikan istri tersebut.

"O-om?"

"Masih mau membantah?" Tatapan dingin Devan begitu mengintimidasi bahkan membuat Kinan tanpa sadar menggeleng cepat. Terlalu bahaya untuk membantah Devan sekarang. "Bagus.! Karena jangan sampai saya menertibkanmu dengan cara saya sendiri!"

GLEK!

Sungguh. Kinan sungguh kesusahan meneguk salivanya sendiri. Seolah tengah menelan batu besar di kerongkongannya. Jantungnya berdegup kencang, suasana hatinya sudah tak menentu. Dan dia yakin wajahnya sudah merona saat ini.

Pandangan mata mereka saling bertemu. Saling menatap satu sama lain.

'Ya Tuhaaaan. Ini duda kenapa sih. Bisa jantungan gue kalau gini terus.' Ucap Kinan membatin.

"Jangan berbicara dalam hati Kin. Kamu tahu, itu akan menyebabkan kesalahpahaman." Bisik Devan pelan. Bahkan bisa dibilang lembut.

Devan masih belum melepaskan pelukannya dari pinggul gadis itu. Malah kini tangan Devan semakin naik memeluk pinggang Kinan. Devan menyentak tubuh Kinan ke depan membuat gadis itu terkejut dan terdorong ke depan membuat kedua tangan Kinan langsung tertumpu pada pundak Devan.

Karena ulah jahil Devan tadi, kini jarak wajah mereka hanya berkisar satu jengkal. Hembusan aroma Mint dari nafas Devan bahkan bisa tercium jelas oleh Kinan.

"Eggheem.." Kinan berdehem mencoba menenangkan dirinya.

"Bisa jadi gadis penurut?" tanya Devan sembari berbisik lembut namun masih tegas.

Kinan terdiam menatap lekat ke mata Devan. Seolah terhipnotis, gadis itu akhirnya mengangguk. "Bagus. Sekarang duduk diam di sini!" titah Devan yang tiba-tiba kembali berubah dingin dan penuntut.

Devan melanjutkan pekerjaannya dengan Kinan yang masih duduk di depannya. Bahkan Devan menjadikan paha Kinan sebagai alas untuk ia menandatangani dokumen yang tadi diantar oleh sekretarisnya.

Om Duda ini punya dua kepribadian. Lo harus hati-hati Kinan. Hidup Lo dalam bahaya.

*****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status