"Siapa?" Tanya Yuna.
Kinan tak menjawab. Ia hanya fokus pada Devan yang mulai mendekat ke arahnya."Kinan, siapa Kin? Lo nggak bilang punya kenalan ganteng subhanallah begini sama gue. Lee min hoo mah lewat Kin." Ucap Yuna yang mulai menggatal.Devan berhenti di depan Kinan. Belum Devan bicara,Yuna sudah meraih jemari Devan untuk ia salami. "Kenalin, saya Yuna sahabat dekatnya Kinan." Ucap Yuna yang masih terlihat terpesona.Kinan menatap Yuna dengan tatapan horor. Kenapa Yuna mendadak ganjen begini?, batinnya.Kinan melihat jemari Devan yang digenggam Yuna. Devan menarik kuat tangannya karena Yuna menggenggamnya terlalu erat. Bukannya menjawab pertanyaan Yuna, Devan justru tersenyum pada sahabat calon istrinya itu."Ikut aku!" Perintah Devan dingin saat ia kembali melirik Kinan."Kemana? Nggak mau. Saya masih mau di sini." Tolak Kinan berani."Ikut saya atau kamu dapat masalah setelah ini," Kinan melotot kaget.Apa? Apa ia baru saja diancam?, batinnya.Ia menatap Devan kesal, "Nggak mau. Maksa banget sih." tolaknya kembali.Egheemm. Yuna berdehem untuk memisahkan pertengkaran tersebut, "Permisi. Kalau boleh tahu, mas ganteng ini siapanya Kinan? Kok bisa kenal si pecicilan ini?" Ucap Yuna dengan santainya membuat Kinan melotot kesal padanya.Devan menatap Yuna lalu menatap Kinan sejenak. Calon istrinya itu sedang membuang muka darinya."Saya Devan." Ucapnya singkat dan masih dengan sikap dinginnya. Namun bukannya takut, Yuna justru meleleh melihat Devan yang terlihat seperti pria-pria di novel-novel yang selalu ia baca ."A mas Devan, saya--" belum juga Yuna menyelesaikan kalimatnya, ia sudah dibuat syok dan langsung menutup mulutnya tak percaya. "WHAT? Si--siapa tadi namanya?""Devan." Jawab Devan santai."O my god! DEVAN DUDA BANGKOTAN ITU?"Plaaak!"Aww. Sakit Kinan. Lo main geplak aja." Teriak Yuna sembari mengusap lengannya yang terasa panas. ia masih menatap Devan dengan tatapan yang begitu mempesona."Lagian mulut Lo, pengen gue jahit!"." Tegur Kinan berbisik."Ya mana gue tahu kalau ternyata si Devan Devan itu setampan ini. Lo sih nggak ngomong. Lo bilang dia tua bangkotan.""Mana ada gue bilang? gue nggak ngomong apa-apa tentang pria ini. lo nya aja yang asal nyablak." bela Kinan pada dirinya sendiri yang merasa dituduh.Yuna kembali menatap Devan. ia tak peduli sama sekali dengan yang Kinan katakan bahkan Senyum terbaiknya masih Yuna berikan pada Devan."Mas Devan calonnya Kinan ya? Ya Tuhan, cakep banget sih. Mau dong yang begini juga. Masa Kinan bilangnya tua bangkotan. Kalau tua bangkotannya begini, Yuna mah mau juga. Ada kembaran nggak mas?" Celoteh Yuna yang benar-benar membuat Kinan geli.Untuk kedua kalinya, Kinan mencubit pinggang Yuna. Dan lagi-lagi gadis itu mengaduh.Kinan kini menatap nyalang pada Devan, "Mau apa anda ke sini? Kurang kerjaan?" Tanya Kinan pada Devan. Seketika Kinan langsung ditatap horor oleh Yuna."Saya mau bawa kamu ke suatu tempat.""Sorry, Saya sibuk." Tolak Kinan."Ini permintaan mama kamu." Ucap Devan yang tentu saja hanya alasan."Bilang sama mama, saya sibuk. Mama saja yang ikut anda."Yuna menoel lengan Kinan, "Kinan! Lo benar-benar ya. Setampan ini Lo anggurin.""Lo aja yang nikah sama dia." Kinan menatap Yuna kesal. Ia lalu berjalan meninggalkan Devan dan Yuna berdua. Namun Devan tak tinggal diam. Pria itu langsung mengejar Kinan dan menarik tangan gadis itu untuk ikut dengannya masuk ke dalam mobil.Kinan tentu saja berontak. "Apaan sih! Lepasin nggak!" Ia bahkan memukul lengan Devan namun tak mempan sama sekali."Tidak sebelum kamu patuh sama saya.""Ih, siapa anda sampai-sampai saya harus patuh sama anda!" Langkah Devan terhenti. Ia menatap Kinan dengan tatapan tajam. Kinan takut? Sama sekali tidak. Gadis itu justru ikut menatap Devan tajam.Devan kembali menarik Kinan menuju mobilnya. Ia membuka pintu samping dan langsung mendorong Kinan masuk ke dalam. Setelahnya, giliran Devan yang berlari menuju pintu pengemudi dan masuk ke dalam mobil."Pasang sabuk pengamannya!" Perintah Devan. Namun tak diindahkan oleh Kinan. "Kamu punya telinga nggak sih? atau itu cuma pajangan saja?" Kinan menatap Devan tajam. smirk yang pria itu tunjukkan membuat Kinan ingin mencakar wajah Devan sampai rusak."Silahkan pasang sabuknya, atau jangan salahkan saya kalau kamu akan terlempar ke sana ke mari selama saya menyetir." Lagi-lagi Devan mengancamnya. Kinan menghembuskan nafasnya kesal."Laki-laki tapi sukanya mengancam." gerutu Kinan namun tetap memasang seatbelt nya walaupun dengan sedikit kasar. "Sudah." teriaknya gemas.Devan belum mau melajukan mobilnya. pria itu mengarahkan duduknya mengahdap Kinan. "Jangan pancing emosi saya, Kinan. jujur, sejak kamu bawa mendiang istri saya saat pertemuan itu, saya sudah sedikit kesal dengan kamu. jangan sampai saya emosi dan berbuat yang aneh-aneh sama kamu." ucap Devan dengan wajah datar namun terkesan dingin. ancaman Devan ini dijadikan Kinan sebagai alarm berbahaya. Kinan bahkan sampai menyilangkan tangannya di dada, "Jangan macam-macam. saya bisa laporkan anda pada bang Riko atau papa saya." ucap Kinan yang kali ini bernada ancaman. namun bukannya takut, Devan justru gemas. pria itu mendekatkan wajahnya pada Kinan membuat Kinan langsung menahan nafasnya kaget, "Sekarang saya mau bilang sama kamu, Minta mamamu untuk batalkan perjodohan ini jika memang kamu tak suka atau menolak. gunakan hak dan kuasamu sebagi anak pada kereka. Jika mereka mau, saya tak akan menikah denganmu. Tapi jika kamu tak bisa melakukannya, jangan pernah bantah apa yang saya katakan. Kamu paham? gadis seperti kamu harus diberi pelajaran sekali-sekali biar tak semena-mena dengan ucapan. " Jarak wajah mereka kembali jauh. Namun Kinan masih membeku ditempatnya.Sementara Devan, pria itu sudah menstater mobilnya dan melajukan mobil tersebut dengan kecepatan sedang membelah jalan raya yang saat itu cukup padat dengan pengendara mobil.Selama di perjalanan, Kinan tak bicara sepatah katapun. otaknya selalu bertengkar perihal dari mana orang tuanya mendapatkan pria seperti ini. jika memang temannya bang Riko dan kenal juga dengannya, harusnya ia tahu bukan? tapi ini, ia tak mengenal sama sekali siapa Devan, bahkan tak ingat.Mobil Devan memasuki halaman sebuah perusahaan. Devan memarkirkan mobilnya pada bagian VIP. Setelah aman, ia pun turun.Devan berjalan menuju pintu Kinan dan membukanya, "Keluarlah!" Perintah Devan.Kinan menatap Devan dengan tatapan kesal. ia masih tak terlalu mengindahkan ucapan Devan membuat Devan kembali menghela nafas kasar. Kinan begitu sulit dibilang. Kinan ternyata bukan gadis penurut seperti yang ia bayangkan. akan butuh tenaga ekstra baginya untuk menaklukkan Kinan agar patuh padanya.Devan meletakkan lengannya di atas pintu mobil yang ia buka lalu menatap Kinan yang masih santai duduk, "Keluar!" perintah Devan lagi."saya nggak mau!" tolak Kinan."Turun Kinan!""Saya bilang nggak mau ya nggak mau.""Kinan turun cepat atau nggak saya cium kamu di sini!" Teriakan Devan mengejutkan Kinan. Gadis itu bahkan langsung melihat ke sekeliling dan semua orang yang ada di sekitarnya saat ini sedang menatap ke arahnya.Kinan menatap tajam Devan. Namun Devan tak peduli. Pria itu menggoyangkan kepalanya memberi perintah pada Kinan untuk keluar.Dengan kesal dan menggerutu, Kinan keluar dari dalam mobil. Ia bahkan menghentakkan kakinya kesal setelah ia sampai di luar."Apa lihat lihat!!!" Bentak Kinan pada orang-orang yang masih menatap ke arahnya. Devan ikut menatap semua orang dan tatapan Devan membuat semua yang ada di sana langsung bubar jalan.Kinan kesal setengah mati. Ingin rasanya ia menjambak rambut Devan dan membuat Devan botak.Huuhh, sabar Kinan. Batinnya.Ia berjalan mengikuti Devan. Pria itu masuk ke dalam lewat lift yang ada di dekat parkiran lantai dasar."Khusus direktur? Hey, anda melanggar aturan. Ini khusus direktur!" Berontak Kinan. Ia tak mau ditegur hanya karena pria gila di depannya nekat masuk lewat pintu direktur."Tak perlu kamu hiraukan itu.""Mana bisa. Nanti kalau kita dicegat bagaimana?""Tak akan ada yang berani mencegat.""Tapi--""Masuk!""Tapi ini kan--""Masuk Kinan!" Bagaikan di cucuk hidungnya, Kinan pun menurut. Dalam hatinya ia berdoa agar tak ada security yang berjaga di lantai tempat mereka akan keluar nanti.Devan menatap Kinan yang tertunduk. Devan tersenyum tipis. Kemana nyali besar gadis bar bar di sampingnya ini? Tadi Kinan terlihat begitu berani.Lift berdenting dan pintu pun terbuka.Kinan nyaris terpekik saat ia melihat satpam berdiri di pintu lift. Namun pekikan itu berganti dengan keterkejutan saat security tersebut justru memberi salam pada Devan.Keterkejutan Kinan semakin bertambah saat setiap ia bertemu dengan karyawan kantor, mereka selalu memberi salam pada Devan. Bahkan memanggil Devan dengan sebutan pak bos."Anda bos di sini?" Tanya Kinan penasaran."Apa kamu akan percaya jika saya katakan saya bos di sini?"Kinan tersenyum sinis, "Mana mungkin. sama sekali tak ada wajah bos sedikitpun." Bisik Kinan namun masih bisa didengar oleh Devan. pria itu tak mau berdebat lagi dengan Kinan. alhasil Devan hanya diam mendengar celotehan Kinan.Devan melangkah mendekati sebuah ruangan dan masuk ke dalam tanpa mengetuk. Sementara Kinan mengikuti saja dari belakang. Ingin kabur, ia tak bisa. Alhasil harus ikut.Saat keduanya sampai di ruangan kerja Devan, Kinan dibuat takjub dengan pemandangan yang terpampang nyata dari balik dinding kaca ruangan tersebut. Pemandangan Jakarta dan pantai."Indah banget." Seru Kinan tanpa sadar. Ia ingin melangkah mendekati jendela kaca tersebut namun langsung terkejut saat jendela tersebut tiba-tiba berubah gelap."Kamu ke sini saya ajak bukan untuk ini. Duduk di sana!" Devan menunjuk sofa. Kinan menatap sofa tersebut sekilas lalu kembali menatap Devan."Pelit banget sih om.""What? Kamu panggil saja apa?""Kenapa? Penasaran?""Ulangi Kinan.""Dengan senang hati om. Om Devan. Pedofil, penjahat kelamin, duda sok keren, Om Devan."Rentetan kata tersebut berhasil memancing emosi Devan. Pria itu melangkah mendekati Kinan lalu menarik lengan Kinan, mendorong tubuh Kinan ke mejanya dan tanpa aba-aba langsung mengangkat tubuh Kinan sampai terduduk di meja kerja Devan.Kinan ingin turun namun posisi Devan yang ada di depannya dan itu begitu dekat membuatnya mengurungkan niat."Ingin tahu nona apa arti pedofil dan penjahat kelamin sebenarnya?" Tatapan mata tajam dan aura dingin yang terlihat dari Devan membuat Kinan benar-benar menciut.**********"A--anda mau apa?" Kinan tak berani menatap mata Devan. Bukan karena ia malu atau berdebar, tapi karena ia merasa risih.Devan tak menjawab. Pria itu justru semakin mendekatkan wajahnya pada Kinan. Sedikit menggoda gadis ini akan menciptakan hiburan di sini, batin Devan."Kamu pintar memberi saya panggilan.""Ha? Maksudnya?""Om. Itu yang kamu panggilkan untuk saya tadi kan? Seorang om om diruangan berdua saja dengan seorang gadis. Kira-kira akan terjadi apa?"Kinan menatap Devan. Tatapan Kinan terlihat polos. Sungguh, ini memang tatapan polos. Otak cantiknya entah kenapa tak berfungsi sama sekali dalam mencerna kalimat yang Devan sebut.Devan tersenyum sinis. Ia hendak kembali mendekat namun suara ketukan pintu mengejutkan keduanya.Kinan ingin turun namun dilarang oleh Devan. Pria itu mengancam akan benar-benar membuat Kinan lemas di dalam ruangan ini jika Kinan berani membantah."Masuk!!" Teriak Devan. "Om, minggir dulu...!" Kinan mencoba mendorong tubuh Devan, namun tubuh tersebu
Jam sudah menunjukkan pukul lima sore. dan selama itu pula Kinan ada di kantor Devan. bosan? tentu saja. jangan ditanya lagi betapa bosannya gadis itu selama menunggu Devan bekerja. tapi untungnya, tiap satu atau dua jam sekali, asisten Devan mengantarkan makanan yang menggugah selera ke ruangan. Kinan yang memang doyan makan, bisa membantu melepas masa bosannya sampai akhirnya Devan selesai bekerja.Devan melirik Kinan yang sedang asik berbaring di sofa sembari memainkan ponsel. secara perlahan Devan mendekat dan tanpa diketahui Kinan, pria itu menunduk tepat di atas kepala Kinan dan mengintip Kinan sedang melakukan apa dengan ponselnya. namun belum juga Devan sampai jongkok, Kinan sudah menyadari kehadiran Devan. gadis itu terkejut bahkan nyaris memukul Devan jika pria itu tak sigap menangkat tangan calon istrinya itu."Ih, Om. ngagetin tahu nggak. ngapain sih di sana?" tanya Kinan kesal. Devan tak menjawab. ia berdiri dan kembali melangkah menuju meja kerjanya. jujur, ia sebenarn
Devan meraih jemari Kinan. Walaupun Kinan mencoba menariknya kembali, namun pria itu menahannya lebih erat membuat Kinan akhirnya pasrah.Pria itu menarik Kinan masuk ke sebuah tempat yang tertutup. Awalnya Kinan ragu namun Devan meyakinkan jika dirinya akan baik-baik saja. Mengikuti langkah Devan, Kinan di bawa masuk ke dalam. Dan seketika tatapan Kinan langsung tak berkedip. Gadis itu dibuat takjub. Festival makanan? Apa ini festival makanan? Kinan menatap ke sekelilingnya. Di mana-mana ia bisa melihat banyak stand makanan yang berjejer rapi dan juga banyak pengunjung yang membeli. Pantas saja ia tadi tak melihat banyak orang di luar sementara banyak mobil dan motor yang parkir.Kinan menatap Devan yang berdiri di sampingnya, "Kamu tahu tempat ini di mana?" Tanya Kinan yang masih takjub. Ia sebagai manusia yang mencintai makanan, sangat tak sanggup melepaskan kesempatan berharga ini. "Kamu benar tak tahu tempat ini?" Tanya Devan dengan nada sedikit mengejek."Ck! Jangan mulai Om.
"Devan." Devan menghentikan langkahnya seketika saat ia mendengar suara mamanya memanggilnya.Devan melirik jam di tangannya, "Mama belum tidur?" Tanya Devan yang langsung mendekat dan menyalami wanita itu. Rianti menatap anak semata wayangnya itu. "Mama mau bicara sebentar. Kamu belum mau tidur kan?"Devan paham hal apa yang akan mamanya bicarakan padanya. Namun ia tak mungkin menolak. Devan mengangguk. Ia melangkah mengikuti mamanya yang sudah berjalan lebih dulu menuju ruang keluarga. Rianti duduk di salah satu sofa dan diikuti oleh Devan."Ada apa Ma?" tanya Devan sedikit berbasa-basi. Rianti terlihat sedikit canggung untuk memulai percakapan dengan anaknya. pasalnya ia sangat yakin Devan tak akan suka dengan apa yang akan ia bahas."Begini Devan, masalah pernikahan kamu dengan anaknya Ayu. Apa kamu nggak mau berpikir ulang lagi nak."Devan menghela nafas panjang. Tebakannya benar. Ia tak tahu harus bagaimana lagi caranya untuk meyakinkan mamanya ini. Memang semua terjadi karena
Kinan menatap Devan yang sedang bersiap di sampingnya. Setelah Devan berpamitan dengan Ayu, pria itu langsung membawa Kinan masuk ke dalam mobilnya. Kinan menatap lekat Devan."Om, om ini aneh ya." Ucapnya."Aneh gimana?""Ya aneh aja. di mana-mana itu, pasti mau calon istrinya itu pinter, lulusan terbaik, rajin dalam belajar biar bisa berguna bagi nusa dan bangsa. ini malah kebalik. masa disuruh bolos."Devan tertawa tipis. Pria itu menstater mobilnya dan mulai melajukan mobil tersebut secara perlahan."Sebenarnya sih Iya. tapi buat kamu itu pengecualian.""Ih apaan pengecualian. Om mau aku jadi gadis yang bodoh.?""Ya enggaklah.""Makanya, hari ini antar aku ke kampus. Aku mau kuliah. aku ada jadwal kuliah pagi ini. kalau nggak, aku bakalan digorok sama dosen aku."Devan mengernyit, "Sadis banget dosennya. Ya udah Mas anterin kamu ke kampus, tapi setelah pulang kuliah kamu harus ikut sama mas.""Ikut ke mana sih? bilang aja kenapa.""Anaknya Bu Ayu yang katanya cantik, tahu kata rah
Devan menghentikan mobilnya di sebuah resto yang berada cukup jauh dari pusat kota. sejak perjalanan menuju ke sini, Kinan sudah bertanya dan protes sedari tadi dengan arah tujuan Devan. dan sekarang, Gadis itu justru dibuat takjub dengan tempat yang Devan pilih. sebuah resto dengan konsep alam. balkon-balok yang diletakkan meja serta kursi untuk makan menghadap pada bukit kecil dengan sungai dangkal di dekatnya. benar-benar bernuansa alam. bahkan aroma dedaunan tercium begitu menyegarkan. tak hanya itu, di sekitaran resto juga ditanam bambu kuning yang berkelompok. jadi setiap daun bambu tertiup angin, akan menciptakan suara seperti dedaunan kering yang salin beradu satu sama lain. Kinan masih terpaku dengan pemandangan di depannya. bahkan ia sampai melupakan Devan yang berdiri di sampingnya."Kamu suka?" tanya Devan berbisik di telinga Kinan. spontan Kinan mengangguk lalu menatap Devan dan terseyum, "Bagus banget. kok om bisa tahu tempat ini?" Kinan melangkah ke depan. ia berjala
Satu bulan pun berlalu setelah Devan mengajak Kinan makan di resto bernuansa alam tersebut. Hubungan Kinan dan Devan sudah mulai membaik dan secara perlahan pria itu mulai mengerti bagaimana cara menghadapi Kinan. Tak hanya itu ia juga berhasil meyakinkan mamanya untuk menerima Kinan menjadi menantu. Hari ini Kinan baru saja selesai pada kuliah siangnya. Dan sudah sejak 5 menit yang lalu ia berdiri di parkiran kampus untuk menunggu Devan yang berjanji menjemputnya. Seperti sebelum-sebelumnya, Devan selalu mempunyai kejutan tak terduga untuknya dan kali ini ia tak tahu apa alasan Devan membawanya. Ia berharap tujuan Devan bukan untuk membuat jantungnya mendadak berhenti.Suara klakson mobil mengagetkan Kinan. Gadis itu langsung mendapati mobil Devan sudah berada tak jauh dari ia berdiri. Dengan cepat Kinan berlari dan masuk ke dalam mobil tersebut."Hari ini mau ke mana?" tanya Kinan sembari mengenakan seat belt. "Ke suatu tempat dan aku yakin kamu suka."Kinan hanya mengangguk. sete
Berdiam sendirian di ruangannya, otak Devan tiba-tiba berputar pada memori 3 bulan yang lalu sebelum ia menikahi Kinan. Di mana Ia yang berjuang untuk mendekati Kinan. memang beberapa geraknya adalah saran dari Riko, namun sebagian lagi adalah inisiatif dirinya sendiri. Termasuk mengajak Kinan makan malam di kuliner malam saat itu. Tapi kenapa saat ia sudah sah menjadi suami Kinan, semuanya berubah lagi? Bukan karena ia menyesal sudah menikahi Kinan, namun karena ia takut Kinan tak mau ia sentuh. Ia tak mau terburu-buru karena takut akan membuat Kinan marah padanya. Ia sangat yakin jika Kinan belum bisa sepenuhnya menerima dirinya sebagai seorang suami. Semua pikirannya ini didasari dengan Kinan yang masih muda, kuliah, dan harus rela melepaskan masa mudanya bersama teman-teman untuk mengabdi sebagai istrinya.Devan mengambil kembali cincin pernikahannya yang ia simpan dalam kantong celananya. Memandang cincin berlian tersebut lalu sebuah senyuman manis terbit di bibirnya."Aku baha
Waktu pun berlalu. Hari berganti minggu minggu pun berganti bulan. Dan hari ini kemeriahan baru saja terjadi di kampung Harapan. Yuna dan Rama baru saja melangsungkan pernikahannya dan sudah sah menjadi sepasang suami istri. Pernikahan Yuna juga dihadiri oleh Riko. Dan sering berjalannya waktu juga Riko dan Rossa akhirnya berkomitmen untuk berpacaran. Dan hubungan mereka sudah berjalan 4 bulan. Tentu saja tanpa sepengetahuan keluarga Riko. Karena ia sendiri tak mau direkcoki lagi oleh orang tuanya. Rossa sendiri sudah mengetahui bagaimana hubungan Riko dengan kedua orang tuanya. Walaupun Rossa tidak menuntut namun Gadis itu selalu mengingatkan Riko untuk tetap menjalin hubungan baik dengan keluarga besar Riko. "Selamat ya." Ucap Riko pada Yuna dan Rama. "Lo jaga baik-baik Yuna. Awas kalau lu sakit tidur berhubungan sama gue." Ucap Riko membuat Rossa langsung cemberut."Tuh yayang bebeb kamu marah tuh."Riko langsung melirik ke arah Rossa yang merajuk menatapnya. "Hahahaha. Nggak ap
Sudah 1 jam Riko berada di Bandung. Dan sudah satu jam pula ia, Yuna dan Rama saling berbincang-bincang tentang banyak hal. Awalnya Yuna benar-benar merasa tidak enak dengan Rama , namun pria itu bisa meyakinkan Yuna kalau baginya tidak ada masalah tentang masa lalu Yuna dengan Riko. Masa lalu ya sebatas masa lalu, sekarang adalah masa depan dirinya dan Yuna, jadi tidak ada sakit hati atau kecewa dan sebagainya. Bahkan Riko pun tidak membahas lagi tentang masa lalunya dengan Yuna, Jadi mereka hanya bicara tentang sekarang. Jam sudah menunjukkan pukul 11.00 siang. "Di sini ada yang jual makanan gak sih, laper aku." Ucap Riko sembari bertanya. Karena memang dari pagi ia belum makan. "Lapar? Kamu belum makan?" "Belum. Didatangi pagi-pagi cuma buat digambar bikin nafsu makan hilang." Rutuknya ."Ck! Kasihan banget sih hidup lu bro. Ya udah ke rumah gue yuk. Kebetulan ibu gue tadi masak banyak.""Eh, nggak usah. gue beli makanan di luar aja." "Nggak apa-apa sekalian Lo kenalan sama i
Kinan masih terdiam di dalam ruang rawatnya. Mulai dari ia siuman tadi sampai sekarang, ia belum melihat kehadiran abangnya Riko datang ke sini. Apa sekecewa itu abangnya padanya. Bahkan sampai ia dirawat seperti ini pun Riko tak melihatnya sama sekali.Ia juga tak berniat bertanya kepada suaminya karena ia sudah yakin Apa jawaban yang akan Mas Devan berikan padanya. "Sayang..." Devan mengejutkan Kinan karena muncul secara tiba-tiba. "Mas, mas Devan dari mana?" "Mas dari ruangan dokter." Jawabnya, "Apa kamu butuh sesuatu?" Tanyanya lagi dengan khawatir. Kinan menggeleng, "enggak mas. Cuma lagi mikir aja kenapa Bang Riko nggak ke sini. Apa sebenci itu bang Riko sama aku.""Sssttt.. udah Mas bilang jangan dipikirin dulu. Nanti terjadi sesuatu lagi sama kandungan kamu. Dokter bilang kamu harus jaga kandungan kamu agar anak kita di dalam juga nggak ikutan stres. Kalau urusan Riko sudah diurus sama papa. Jadi biar papa Yang menyelesaikan semua masalah dengan Riko.""Tapi sampai kapan M
Riko Baru saja sampai di rumah adiknya. Ia cukup terkejut mendengar Yuna mengatakan jika dirinya harus memberitahu Kinan untuk tak datang lagi ke kontrakan Yuna. Apa maksud Yuna? Apa Kinan pernah ke tempat tinggal Yuna?.Langit sudah mulai gelap saat Riko sampai di kediaman adiknya itu. Ia langsung nyelonong masuk tanpa permisi. "Kinan!" Teriak Riko membuat Kinan yang tadinya sedang bersantai di ruang tv langsung terkejut."Bang Riko?""Oh, kebetulan kamu di sini. Sepertinya kita perlu bicara Kinan." Ucapnya cukup sinis pada adiknya itu. Kinan yang melihat raut wajah Riko mendadak ketakutan. Beruntung di rumah sudah ada suaminya."Riko? Ada perlu apa ke sini?" Tanya Devan yang keluar dari dalam kamar."Gue nggak mau basa-basi di sini. Karena gua masih banyak urusan." Ucapnya. Riko lalu kembali melirik ke arah Kinan, "Abang mau tanya sama kamu Kinan, sejauh mana kamu ikut campur urusan Abang dengan Yuna?"Kinan tergugu. Ia tak tahu harus menjawab pertanyaan Abangnya seperti apa."Hey b
Yuna masih terisak sedih. Ia benar-benar tak bisa mengontrol hatinya. Ia benar-benar terluka dengan apa yang tadi Riko lakukan padanya. Ia tak menyangka Riko akan seperti itu. Pria itu sangat jahat."Sudah. Jangan berpikir yang aneh-aneh lagi. Semua sudah selesai.""Tapi aku nggak nyangka Rama kalau dia sampai sejahat itu. Ngancam bongkar aib aku kalau aku nggak mau ikut dia." Isaknya.Rama menatap Yuna yang masih menunduk. Ia tersenyum lucu. Rama meletakkan tangannya di atas kepala Yuna dan sedikit menunduk untuk bisa mensejajarkan wajahnya dengan Yuna, "Jangan pikirkan lagi. Kamu tahu, aku nggak peduli soal dia. Tapi aku pastikan, dia tak akan berani lagi untuk seperti tadi sama kamu." Ucap Rama penuh yakin.Yuna menatap penuh mata Rama dan itu membuat kepercayaan diri-annya kembali lagi. Ia lalu mengangguk. "Sekarang, hapus air mata kamu, kita ke rumahku." Yuna kembali mengangguk. Ia mulai kembali melangkah, walaupun langkahnya ada sedikit keraguan namun ia mencoba meyakinkan diri
Seperti janjinya pada ibunya, pagi-pagi sekali Rama sudah bersiap untuk menjemput Yuna dan membawanya ke rumah. Tentu saja kegigihan Rama ini mendapat godaan dari orang tuanya. Dan fakta bahagia yang Rama terima lagi pagi ini adalah bahwa ayahnya juga tidak mempermasalahkan tentang status keluarga Yuna. Yang jelas yang mereka tahu Yuna adalah anak baik-baik. Yuna adalah gadis yang penuh dengan sopan santun. apalagi sapaan Yuna pada warga sekitar sangat ramah dan lembut. Jika Yuna tidak mau berhubungan lagi dengan masa lalunya, tidak apa-apa. mereka akan dengan senang hati menerima Yuna di kampung ini. Bahkan mereka akan senang hati menerima sebagai menantunya.Rama berjalan kaki untuk sampai di rumah Yuna. Bahkan pria itu tak menyadari jika Yuna masih tertidur. Rama mencoba menghubungi ponsel Yuna. "Halo..." Sapa Yuna dari seberang sana dengan suara yang masih serak membuat Rama tertawa. "Kamu masih tidur? ya ampun Maaf aku ganggu ya.""Siapa ini?"Tawar Rama kembali meledak. Bahka
PLAAKK!!"Kamu benar-benar kurang ajar Riko!!!" Teriakan Hartono pada Anak laki-laki semata wayangnya itu. Tamparan keras baru saja ia layangkan pada Riko yang kini sudah terlihat seperti orang gila. Sangat tak terurus.Sementara Ayu, wanita itu menatap anaknya dengan tatapan frustasi. Ia selalu menangis setiap Riko kembali dalam keadaan mabuk."Mau sampai kapan kamu seperti ini terus? Kamu ingin perusahaan ini hancur?" Teriak Hartono lagi.Riko yang tadi terdiam karena rasa panas dari tamparan keras itu belum hilang di pipinya, tiba-tiba tertawa menakutkan."Apa yang papa mau dari aku? Anak laki-laki yang sempurna? Bawa Yuna padaku dulu.""RIKO!!" Kali ini giliran Ayu yang berteriak. "Kamu jangan gila Riko. Mau dikemanain muka kami kalau kamu sama perempuan tak jelas itu!!""Ma, ini hidup Riko. Riko yang jalani semuanya. kenapa Mama dan papa yang ngatur. Riko berhak pilih masa depan Riko sendiri ma." "Kamu memang berhak Riko, tapi tidak dengan perempuan itu.""Emangnya kenapa? Yuna
Terkadang apa yang kita rencanakan dengan begitu matang tidak bisa kita realisasikan di dalam kehidupan kita. karena memang Tuhan yang tidak mengizinkan. Terkadang ada pula kita tidak menginginkan hal itu tapi Tuhan memberikan itu. Jadi mau tidak mau, kita harus menerimanya bagaimanapun kondisinya.Seperti yang saat ini Yuna rasakan. Ia tak menginginkan kehidupan seperti ini. Banyak kehidupan yang indah yang sudah ia khayalkan untuk masa depannya namun Tuhan tidak mengizinkan kehidupan indah itu masuk dalam hidupnya.Jadi mau tidak mau, ia harus menerima semua takdir yang Tuhan tuliskan untuknya. menerimanya dengan lapang dada tanpa protes apapun.Ini ia harus menatap ke depan. Menata kehidupannya untuk menjadi yang lebih baik. Walaupun nanti rintangan akan datang, ia harus bisa melalui semua itu. Mengakui kesalahan dihadapan Tuhan itu jauh lebih baik. Dan mau berubah agar mendapatkan kehidupan yang lebih layak. Yuna kini menatap lurus pria yang saat ini mulai memetik beberapa straw
Pagi menyapa. Yuna masih asik bergelung nyaman dalam selimut tebalnya yang baru ia beli kemarin. Dan hari ini, ia ada janji bertemu dengan Rama. Oh ya, dua hari sudah berlalu sejak kejadian ciuman panas waktu subuh di teras kontrakan Yuna. Dan sejak saat itu juga, hubungan Yuna dan Rama kembali mencair. Rama bahkan semakin gencar memberikan perhatian pada Yuna walaupun sesekali pria itu juga terus mengatakan jika cintanya terluka karena Yuna. Tapi Yuna selalu menganggapnya sebagai lelucon dari Rama.Yuna menggeliat. Hari ini hari Minggu dan ia berencana untuk ke kebun strawberry milik Rama lagi. Ia ingin memetiknya kembali. Dan ia sudah janji dengan Rama ke sana pukul delapan nanti. Yuna melirik jam di ponsel kecilnya dan masih menunjukkan pukul tujuh pagi. Tapi ia akan bersiap. Hari ini ia juga berencana akan ikut masak bersama dengan para ibu-ibu di sini karena nanti sore ada acara silaturahmi kampung. Kata Rama, acara itu biasanya akan dimeriahkan dengan karaoke kecil-kecilan di