"Siapa?" Tanya Yuna.
Kinan tak menjawab. Ia hanya fokus pada Devan yang mulai mendekat ke arahnya."Kinan, siapa Kin? Lo nggak bilang punya kenalan ganteng subhanallah begini sama gue. Lee min hoo mah lewat Kin." Ucap Yuna yang mulai menggatal.Devan berhenti di depan Kinan. Belum Devan bicara,Yuna sudah meraih jemari Devan untuk ia salami. "Kenalin, saya Yuna sahabat dekatnya Kinan." Ucap Yuna yang masih terlihat terpesona.Kinan menatap Yuna dengan tatapan horor. Kenapa Yuna mendadak ganjen begini?, batinnya.Kinan melihat jemari Devan yang digenggam Yuna. Devan menarik kuat tangannya karena Yuna menggenggamnya terlalu erat. Bukannya menjawab pertanyaan Yuna, Devan justru tersenyum pada sahabat calon istrinya itu."Ikut aku!" Perintah Devan dingin saat ia kembali melirik Kinan."Kemana? Nggak mau. Saya masih mau di sini." Tolak Kinan berani."Ikut saya atau kamu dapat masalah setelah ini," Kinan melotot kaget.Apa? Apa ia baru saja diancam?, batinnya.Ia menatap Devan kesal, "Nggak mau. Maksa banget sih." tolaknya kembali.Egheemm. Yuna berdehem untuk memisahkan pertengkaran tersebut, "Permisi. Kalau boleh tahu, mas ganteng ini siapanya Kinan? Kok bisa kenal si pecicilan ini?" Ucap Yuna dengan santainya membuat Kinan melotot kesal padanya.Devan menatap Yuna lalu menatap Kinan sejenak. Calon istrinya itu sedang membuang muka darinya."Saya Devan." Ucapnya singkat dan masih dengan sikap dinginnya. Namun bukannya takut, Yuna justru meleleh melihat Devan yang terlihat seperti pria-pria di novel-novel yang selalu ia baca ."A mas Devan, saya--" belum juga Yuna menyelesaikan kalimatnya, ia sudah dibuat syok dan langsung menutup mulutnya tak percaya. "WHAT? Si--siapa tadi namanya?""Devan." Jawab Devan santai."O my god! DEVAN DUDA BANGKOTAN ITU?"Plaaak!"Aww. Sakit Kinan. Lo main geplak aja." Teriak Yuna sembari mengusap lengannya yang terasa panas. ia masih menatap Devan dengan tatapan yang begitu mempesona."Lagian mulut Lo, pengen gue jahit!"." Tegur Kinan berbisik."Ya mana gue tahu kalau ternyata si Devan Devan itu setampan ini. Lo sih nggak ngomong. Lo bilang dia tua bangkotan.""Mana ada gue bilang? gue nggak ngomong apa-apa tentang pria ini. lo nya aja yang asal nyablak." bela Kinan pada dirinya sendiri yang merasa dituduh.Yuna kembali menatap Devan. ia tak peduli sama sekali dengan yang Kinan katakan bahkan Senyum terbaiknya masih Yuna berikan pada Devan."Mas Devan calonnya Kinan ya? Ya Tuhan, cakep banget sih. Mau dong yang begini juga. Masa Kinan bilangnya tua bangkotan. Kalau tua bangkotannya begini, Yuna mah mau juga. Ada kembaran nggak mas?" Celoteh Yuna yang benar-benar membuat Kinan geli.Untuk kedua kalinya, Kinan mencubit pinggang Yuna. Dan lagi-lagi gadis itu mengaduh.Kinan kini menatap nyalang pada Devan, "Mau apa anda ke sini? Kurang kerjaan?" Tanya Kinan pada Devan. Seketika Kinan langsung ditatap horor oleh Yuna."Saya mau bawa kamu ke suatu tempat.""Sorry, Saya sibuk." Tolak Kinan."Ini permintaan mama kamu." Ucap Devan yang tentu saja hanya alasan."Bilang sama mama, saya sibuk. Mama saja yang ikut anda."Yuna menoel lengan Kinan, "Kinan! Lo benar-benar ya. Setampan ini Lo anggurin.""Lo aja yang nikah sama dia." Kinan menatap Yuna kesal. Ia lalu berjalan meninggalkan Devan dan Yuna berdua. Namun Devan tak tinggal diam. Pria itu langsung mengejar Kinan dan menarik tangan gadis itu untuk ikut dengannya masuk ke dalam mobil.Kinan tentu saja berontak. "Apaan sih! Lepasin nggak!" Ia bahkan memukul lengan Devan namun tak mempan sama sekali."Tidak sebelum kamu patuh sama saya.""Ih, siapa anda sampai-sampai saya harus patuh sama anda!" Langkah Devan terhenti. Ia menatap Kinan dengan tatapan tajam. Kinan takut? Sama sekali tidak. Gadis itu justru ikut menatap Devan tajam.Devan kembali menarik Kinan menuju mobilnya. Ia membuka pintu samping dan langsung mendorong Kinan masuk ke dalam. Setelahnya, giliran Devan yang berlari menuju pintu pengemudi dan masuk ke dalam mobil."Pasang sabuk pengamannya!" Perintah Devan. Namun tak diindahkan oleh Kinan. "Kamu punya telinga nggak sih? atau itu cuma pajangan saja?" Kinan menatap Devan tajam. smirk yang pria itu tunjukkan membuat Kinan ingin mencakar wajah Devan sampai rusak."Silahkan pasang sabuknya, atau jangan salahkan saya kalau kamu akan terlempar ke sana ke mari selama saya menyetir." Lagi-lagi Devan mengancamnya. Kinan menghembuskan nafasnya kesal."Laki-laki tapi sukanya mengancam." gerutu Kinan namun tetap memasang seatbelt nya walaupun dengan sedikit kasar. "Sudah." teriaknya gemas.Devan belum mau melajukan mobilnya. pria itu mengarahkan duduknya mengahdap Kinan. "Jangan pancing emosi saya, Kinan. jujur, sejak kamu bawa mendiang istri saya saat pertemuan itu, saya sudah sedikit kesal dengan kamu. jangan sampai saya emosi dan berbuat yang aneh-aneh sama kamu." ucap Devan dengan wajah datar namun terkesan dingin. ancaman Devan ini dijadikan Kinan sebagai alarm berbahaya. Kinan bahkan sampai menyilangkan tangannya di dada, "Jangan macam-macam. saya bisa laporkan anda pada bang Riko atau papa saya." ucap Kinan yang kali ini bernada ancaman. namun bukannya takut, Devan justru gemas. pria itu mendekatkan wajahnya pada Kinan membuat Kinan langsung menahan nafasnya kaget, "Sekarang saya mau bilang sama kamu, Minta mamamu untuk batalkan perjodohan ini jika memang kamu tak suka atau menolak. gunakan hak dan kuasamu sebagi anak pada kereka. Jika mereka mau, saya tak akan menikah denganmu. Tapi jika kamu tak bisa melakukannya, jangan pernah bantah apa yang saya katakan. Kamu paham? gadis seperti kamu harus diberi pelajaran sekali-sekali biar tak semena-mena dengan ucapan. " Jarak wajah mereka kembali jauh. Namun Kinan masih membeku ditempatnya.Sementara Devan, pria itu sudah menstater mobilnya dan melajukan mobil tersebut dengan kecepatan sedang membelah jalan raya yang saat itu cukup padat dengan pengendara mobil.Selama di perjalanan, Kinan tak bicara sepatah katapun. otaknya selalu bertengkar perihal dari mana orang tuanya mendapatkan pria seperti ini. jika memang temannya bang Riko dan kenal juga dengannya, harusnya ia tahu bukan? tapi ini, ia tak mengenal sama sekali siapa Devan, bahkan tak ingat.Mobil Devan memasuki halaman sebuah perusahaan. Devan memarkirkan mobilnya pada bagian VIP. Setelah aman, ia pun turun.Devan berjalan menuju pintu Kinan dan membukanya, "Keluarlah!" Perintah Devan.Kinan menatap Devan dengan tatapan kesal. ia masih tak terlalu mengindahkan ucapan Devan membuat Devan kembali menghela nafas kasar. Kinan begitu sulit dibilang. Kinan ternyata bukan gadis penurut seperti yang ia bayangkan. akan butuh tenaga ekstra baginya untuk menaklukkan Kinan agar patuh padanya.Devan meletakkan lengannya di atas pintu mobil yang ia buka lalu menatap Kinan yang masih santai duduk, "Keluar!" perintah Devan lagi."saya nggak mau!" tolak Kinan."Turun Kinan!""Saya bilang nggak mau ya nggak mau.""Kinan turun cepat atau nggak saya cium kamu di sini!" Teriakan Devan mengejutkan Kinan. Gadis itu bahkan langsung melihat ke sekeliling dan semua orang yang ada di sekitarnya saat ini sedang menatap ke arahnya.Kinan menatap tajam Devan. Namun Devan tak peduli. Pria itu menggoyangkan kepalanya memberi perintah pada Kinan untuk keluar.Dengan kesal dan menggerutu, Kinan keluar dari dalam mobil. Ia bahkan menghentakkan kakinya kesal setelah ia sampai di luar."Apa lihat lihat!!!" Bentak Kinan pada orang-orang yang masih menatap ke arahnya. Devan ikut menatap semua orang dan tatapan Devan membuat semua yang ada di sana langsung bubar jalan.Kinan kesal setengah mati. Ingin rasanya ia menjambak rambut Devan dan membuat Devan botak.Huuhh, sabar Kinan. Batinnya.Ia berjalan mengikuti Devan. Pria itu masuk ke dalam lewat lift yang ada di dekat parkiran lantai dasar."Khusus direktur? Hey, anda melanggar aturan. Ini khusus direktur!" Berontak Kinan. Ia tak mau ditegur hanya karena pria gila di depannya nekat masuk lewat pintu direktur."Tak perlu kamu hiraukan itu.""Mana bisa. Nanti kalau kita dicegat bagaimana?""Tak akan ada yang berani mencegat.""Tapi--""Masuk!""Tapi ini kan--""Masuk Kinan!" Bagaikan di cucuk hidungnya, Kinan pun menurut. Dalam hatinya ia berdoa agar tak ada security yang berjaga di lantai tempat mereka akan keluar nanti.Devan menatap Kinan yang tertunduk. Devan tersenyum tipis. Kemana nyali besar gadis bar bar di sampingnya ini? Tadi Kinan terlihat begitu berani.Lift berdenting dan pintu pun terbuka.Kinan nyaris terpekik saat ia melihat satpam berdiri di pintu lift. Namun pekikan itu berganti dengan keterkejutan saat security tersebut justru memberi salam pada Devan.Keterkejutan Kinan semakin bertambah saat setiap ia bertemu dengan karyawan kantor, mereka selalu memberi salam pada Devan. Bahkan memanggil Devan dengan sebutan pak bos."Anda bos di sini?" Tanya Kinan penasaran."Apa kamu akan percaya jika saya katakan saya bos di sini?"Kinan tersenyum sinis, "Mana mungkin. sama sekali tak ada wajah bos sedikitpun." Bisik Kinan namun masih bisa didengar oleh Devan. pria itu tak mau berdebat lagi dengan Kinan. alhasil Devan hanya diam mendengar celotehan Kinan.Devan melangkah mendekati sebuah ruangan dan masuk ke dalam tanpa mengetuk. Sementara Kinan mengikuti saja dari belakang. Ingin kabur, ia tak bisa. Alhasil harus ikut.Saat keduanya sampai di ruangan kerja Devan, Kinan dibuat takjub dengan pemandangan yang terpampang nyata dari balik dinding kaca ruangan tersebut. Pemandangan Jakarta dan pantai."Indah banget." Seru Kinan tanpa sadar. Ia ingin melangkah mendekati jendela kaca tersebut namun langsung terkejut saat jendela tersebut tiba-tiba berubah gelap."Kamu ke sini saya ajak bukan untuk ini. Duduk di sana!" Devan menunjuk sofa. Kinan menatap sofa tersebut sekilas lalu kembali menatap Devan."Pelit banget sih om.""What? Kamu panggil saja apa?""Kenapa? Penasaran?""Ulangi Kinan.""Dengan senang hati om. Om Devan. Pedofil, penjahat kelamin, duda sok keren, Om Devan."Rentetan kata tersebut berhasil memancing emosi Devan. Pria itu melangkah mendekati Kinan lalu menarik lengan Kinan, mendorong tubuh Kinan ke mejanya dan tanpa aba-aba langsung mengangkat tubuh Kinan sampai terduduk di meja kerja Devan.Kinan ingin turun namun posisi Devan yang ada di depannya dan itu begitu dekat membuatnya mengurungkan niat."Ingin tahu nona apa arti pedofil dan penjahat kelamin sebenarnya?" Tatapan mata tajam dan aura dingin yang terlihat dari Devan membuat Kinan benar-benar menciut.**********"A--anda mau apa?" Kinan tak berani menatap mata Devan. Bukan karena ia malu atau berdebar, tapi karena ia merasa risih.Devan tak menjawab. Pria itu justru semakin mendekatkan wajahnya pada Kinan. Sedikit menggoda gadis ini akan menciptakan hiburan di sini, batin Devan."Kamu pintar memberi saya panggilan.""Ha? Maksudnya?""Om. Itu yang kamu panggilkan untuk saya tadi kan? Seorang om om diruangan berdua saja dengan seorang gadis. Kira-kira akan terjadi apa?"Kinan menatap Devan. Tatapan Kinan terlihat polos. Sungguh, ini memang tatapan polos. Otak cantiknya entah kenapa tak berfungsi sama sekali dalam mencerna kalimat yang Devan sebut.Devan tersenyum sinis. Ia hendak kembali mendekat namun suara ketukan pintu mengejutkan keduanya.Kinan ingin turun namun dilarang oleh Devan. Pria itu mengancam akan benar-benar membuat Kinan lemas di dalam ruangan ini jika Kinan berani membantah."Masuk!!" Teriak Devan. "Om, minggir dulu...!" Kinan mencoba mendorong tubuh Devan, namun tubuh tersebu
Jam sudah menunjukkan pukul lima sore. dan selama itu pula Kinan ada di kantor Devan. bosan? tentu saja. jangan ditanya lagi betapa bosannya gadis itu selama menunggu Devan bekerja. tapi untungnya, tiap satu atau dua jam sekali, asisten Devan mengantarkan makanan yang menggugah selera ke ruangan. Kinan yang memang doyan makan, bisa membantu melepas masa bosannya sampai akhirnya Devan selesai bekerja.Devan melirik Kinan yang sedang asik berbaring di sofa sembari memainkan ponsel. secara perlahan Devan mendekat dan tanpa diketahui Kinan, pria itu menunduk tepat di atas kepala Kinan dan mengintip Kinan sedang melakukan apa dengan ponselnya. namun belum juga Devan sampai jongkok, Kinan sudah menyadari kehadiran Devan. gadis itu terkejut bahkan nyaris memukul Devan jika pria itu tak sigap menangkat tangan calon istrinya itu."Ih, Om. ngagetin tahu nggak. ngapain sih di sana?" tanya Kinan kesal. Devan tak menjawab. ia berdiri dan kembali melangkah menuju meja kerjanya. jujur, ia sebenarn
Devan meraih jemari Kinan. Walaupun Kinan mencoba menariknya kembali, namun pria itu menahannya lebih erat membuat Kinan akhirnya pasrah.Pria itu menarik Kinan masuk ke sebuah tempat yang tertutup. Awalnya Kinan ragu namun Devan meyakinkan jika dirinya akan baik-baik saja. Mengikuti langkah Devan, Kinan di bawa masuk ke dalam. Dan seketika tatapan Kinan langsung tak berkedip. Gadis itu dibuat takjub. Festival makanan? Apa ini festival makanan? Kinan menatap ke sekelilingnya. Di mana-mana ia bisa melihat banyak stand makanan yang berjejer rapi dan juga banyak pengunjung yang membeli. Pantas saja ia tadi tak melihat banyak orang di luar sementara banyak mobil dan motor yang parkir.Kinan menatap Devan yang berdiri di sampingnya, "Kamu tahu tempat ini di mana?" Tanya Kinan yang masih takjub. Ia sebagai manusia yang mencintai makanan, sangat tak sanggup melepaskan kesempatan berharga ini. "Kamu benar tak tahu tempat ini?" Tanya Devan dengan nada sedikit mengejek."Ck! Jangan mulai Om.
"Devan." Devan menghentikan langkahnya seketika saat ia mendengar suara mamanya memanggilnya.Devan melirik jam di tangannya, "Mama belum tidur?" Tanya Devan yang langsung mendekat dan menyalami wanita itu. Rianti menatap anak semata wayangnya itu. "Mama mau bicara sebentar. Kamu belum mau tidur kan?"Devan paham hal apa yang akan mamanya bicarakan padanya. Namun ia tak mungkin menolak. Devan mengangguk. Ia melangkah mengikuti mamanya yang sudah berjalan lebih dulu menuju ruang keluarga. Rianti duduk di salah satu sofa dan diikuti oleh Devan."Ada apa Ma?" tanya Devan sedikit berbasa-basi. Rianti terlihat sedikit canggung untuk memulai percakapan dengan anaknya. pasalnya ia sangat yakin Devan tak akan suka dengan apa yang akan ia bahas."Begini Devan, masalah pernikahan kamu dengan anaknya Ayu. Apa kamu nggak mau berpikir ulang lagi nak."Devan menghela nafas panjang. Tebakannya benar. Ia tak tahu harus bagaimana lagi caranya untuk meyakinkan mamanya ini. Memang semua terjadi karena
Kinan menatap Devan yang sedang bersiap di sampingnya. Setelah Devan berpamitan dengan Ayu, pria itu langsung membawa Kinan masuk ke dalam mobilnya. Kinan menatap lekat Devan."Om, om ini aneh ya." Ucapnya."Aneh gimana?""Ya aneh aja. di mana-mana itu, pasti mau calon istrinya itu pinter, lulusan terbaik, rajin dalam belajar biar bisa berguna bagi nusa dan bangsa. ini malah kebalik. masa disuruh bolos."Devan tertawa tipis. Pria itu menstater mobilnya dan mulai melajukan mobil tersebut secara perlahan."Sebenarnya sih Iya. tapi buat kamu itu pengecualian.""Ih apaan pengecualian. Om mau aku jadi gadis yang bodoh.?""Ya enggaklah.""Makanya, hari ini antar aku ke kampus. Aku mau kuliah. aku ada jadwal kuliah pagi ini. kalau nggak, aku bakalan digorok sama dosen aku."Devan mengernyit, "Sadis banget dosennya. Ya udah Mas anterin kamu ke kampus, tapi setelah pulang kuliah kamu harus ikut sama mas.""Ikut ke mana sih? bilang aja kenapa.""Anaknya Bu Ayu yang katanya cantik, tahu kata rah
Devan menghentikan mobilnya di sebuah resto yang berada cukup jauh dari pusat kota. sejak perjalanan menuju ke sini, Kinan sudah bertanya dan protes sedari tadi dengan arah tujuan Devan. dan sekarang, Gadis itu justru dibuat takjub dengan tempat yang Devan pilih. sebuah resto dengan konsep alam. balkon-balok yang diletakkan meja serta kursi untuk makan menghadap pada bukit kecil dengan sungai dangkal di dekatnya. benar-benar bernuansa alam. bahkan aroma dedaunan tercium begitu menyegarkan. tak hanya itu, di sekitaran resto juga ditanam bambu kuning yang berkelompok. jadi setiap daun bambu tertiup angin, akan menciptakan suara seperti dedaunan kering yang salin beradu satu sama lain. Kinan masih terpaku dengan pemandangan di depannya. bahkan ia sampai melupakan Devan yang berdiri di sampingnya."Kamu suka?" tanya Devan berbisik di telinga Kinan. spontan Kinan mengangguk lalu menatap Devan dan terseyum, "Bagus banget. kok om bisa tahu tempat ini?" Kinan melangkah ke depan. ia berjala
Satu bulan pun berlalu setelah Devan mengajak Kinan makan di resto bernuansa alam tersebut. Hubungan Kinan dan Devan sudah mulai membaik dan secara perlahan pria itu mulai mengerti bagaimana cara menghadapi Kinan. Tak hanya itu ia juga berhasil meyakinkan mamanya untuk menerima Kinan menjadi menantu. Hari ini Kinan baru saja selesai pada kuliah siangnya. Dan sudah sejak 5 menit yang lalu ia berdiri di parkiran kampus untuk menunggu Devan yang berjanji menjemputnya. Seperti sebelum-sebelumnya, Devan selalu mempunyai kejutan tak terduga untuknya dan kali ini ia tak tahu apa alasan Devan membawanya. Ia berharap tujuan Devan bukan untuk membuat jantungnya mendadak berhenti.Suara klakson mobil mengagetkan Kinan. Gadis itu langsung mendapati mobil Devan sudah berada tak jauh dari ia berdiri. Dengan cepat Kinan berlari dan masuk ke dalam mobil tersebut."Hari ini mau ke mana?" tanya Kinan sembari mengenakan seat belt. "Ke suatu tempat dan aku yakin kamu suka."Kinan hanya mengangguk. sete
Berdiam sendirian di ruangannya, otak Devan tiba-tiba berputar pada memori 3 bulan yang lalu sebelum ia menikahi Kinan. Di mana Ia yang berjuang untuk mendekati Kinan. memang beberapa geraknya adalah saran dari Riko, namun sebagian lagi adalah inisiatif dirinya sendiri. Termasuk mengajak Kinan makan malam di kuliner malam saat itu. Tapi kenapa saat ia sudah sah menjadi suami Kinan, semuanya berubah lagi? Bukan karena ia menyesal sudah menikahi Kinan, namun karena ia takut Kinan tak mau ia sentuh. Ia tak mau terburu-buru karena takut akan membuat Kinan marah padanya. Ia sangat yakin jika Kinan belum bisa sepenuhnya menerima dirinya sebagai seorang suami. Semua pikirannya ini didasari dengan Kinan yang masih muda, kuliah, dan harus rela melepaskan masa mudanya bersama teman-teman untuk mengabdi sebagai istrinya.Devan mengambil kembali cincin pernikahannya yang ia simpan dalam kantong celananya. Memandang cincin berlian tersebut lalu sebuah senyuman manis terbit di bibirnya."Aku baha