Dikejar Lagi Oleh Suamiku

Dikejar Lagi Oleh Suamiku

Oleh:  Sherly Monicamey  Baru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
1 Peringkat
48Bab
193Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Permintaan Mahira hanya satu pada Semesta yaitu mengembalikan sang suami kepada cinta pertamanya saat dia meninggal hari ini. Dan Semesta memberinya kesempatan kembali ke enam tahun silam, tetapi ada sesuatu yang tak bisa dia hindari. Mahira tetap menjadi seorang istri dari Birendra, tetapi dirinya adalah istri kedua yang dijodohkan. Mahira adalah istri kedua dari suaminya yang sekarang. Sedangkan kakak madunya dinyatakan meninggal karena kecelakaan. "Kau yang menyebabkan Sarayu meninggal. Sekarang kau harus menanggung akibatnya." Karena tak tahu apapun. Mahira memilih belajar bersikap cuek, abai dan tak peduli kepada Birendra hingga membuat pria itu kebingungan. Di satu sisi, Mahira dicintai oleh rekan kerjanya yang mencintainya secara diam-diam. Pilihan apa yang dibuat Mahira? Kembali rujuk dengan sang suami atau menjalin hubungan yang baru? Mampukah Mahira mengungkap insiden yang mengakibat dirinya kembali ke masa lalu dan meninggalnya Sarayu?

Lihat lebih banyak
Dikejar Lagi Oleh Suamiku Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Nathan Ryuu
semangat up nya tor! ayok, ditunggu crazy up! semangat jg utk Hira ;"))
2024-09-13 19:09:54
0
48 Bab

Bab 1 Adakah Aku Di Hatimu

Denting sendok yang beradu dengan piring terdengar jelas sekali di ruang makan saat ini. Tak ada perbincangan di antara aku dan suamiku. Bukan karena sebuah aturan yang mengharuskan kami untuk tak bicara saat sedang makan. Namun memang demikian keadaannya, Mas Birendra suamiku tak pernah suka denganku sejak kami menikah. Dia menganggapku bukan istri melainkan orang asing yang memasuki kehidupannya. "Mas, nanti bisa pulang lebih awal?" tanyaku saat kami sudah selesai sarapan. "Tidak bisa," jawabnya singkat. "Untuk kali ini saja ya?" Aku mencoba bertanya lagi. Berharap dia mau melakukannya sekali ini saja. "Aku sibuk, Mahira. Tolong jangan memaksaku," sahutnya seraya beranjak berdiri dari kursi lalu melangkahkan kakinya menuju ruang depan. "Tapi Mas, kamu sudah berjanji padaku dulu. Apa kamu telah lupa?" Tak ada sahutan darinya. Aku mengantarkannya sampai ke garasi mobil. Dia membuka pintu lebar-lebar sengaja untuk memperlihatkan sebuah foto berbingkai yang ada di jok depan.
Baca selengkapnya

Bab 2 Kesempatan Kedua

"Ibu ...." Antara sadar dan kebingungan langsung menyergap pikiran. "Iya ini Ibu, Nak." Wanita penyayang dan berhati lembut itu mengecup keningku. "Ibu, kenapa ibu di sini? Ini di mana?" tanyaku beruntun. Benarkah ini Bibi Tari yang kupanggil Ibu? Bukankah Ibu sudah meninggal lima tahun lalu? Sebenarnya aku berada di mana? Di alam baka atau di tempat lain? Aku menyentuh lengan Ibu dan terasa hangat. "Kamu di rumah sakit. Kamu habis terserempet sepeda motor di jalan dan kamu tertidur seminggu, Nak," beritahu Ibu yang mengejutkanku. "Ibu tidak bercanda, bukan? Hira tadi----" Tunggu ... kenapa aku tak ingat peristiwa yang kualami? Aku hanya bisa mengingat diriku bertengkar dengan Mas Bi malam kemarin lalu setelahnya aku tak tahu apapun seakan otakku ini kosong. Aku mencoba bangun dibantu Ibu. Kulihat ruangan rawat inap kelas 1 dan tampak tak asing. Ruangan rawat ini pernah dipakai Sarayu ketika sakit demam berdarah setahun lalu. Mas Bi tak pulang waktu itu selama seminggu.
Baca selengkapnya

Bab 3 Aku Tetap Menjadi Yang Kedua

Kedua bocah yang ada di taman rumah sakit saat ini mengingatkanku ketika aku dan Mas Bi masih kecil. Usia kami yang terpaut enam tahun membuat Mas Bi menyayangiku sebagai adik. Perasaanku tumbuh perlahan kepadanya. Lebih tepatnya saat kami sudah mulai tumbuh remaja, aku menyukainya sedangkan dia menganggapku tak lebih dari sekedar adik. "Aku masih menganggap kembalinya diriku bagaikan mimpi." "Apa yang ingin semesta lakukan padaku?" Aku kira jika kembali ke masa lalu, aku bisa mengembalikan semua keadaan. Namun ternyata aku keliru, justru masalah semakin rumit saja. Aku dianggap pembunuh oleh Mas Bi dan menjadi istri kedua. "Hai melamun aja. Awas kesambet setan rumah sakit kamu," celetuk seorang pria yang baru datang dan langsung duduk di sebelahku. "Mas Wisnu? Bukannya Mas---?" Di ingatanku Mas Wisnu anak bengal dan susah diatur oleh kedua orang tuanya hingga diusir dari rumah karena pernah membuat rusuh rumah tangga pernikahan tetangga. Ayah Dani malu lalu menyur
Baca selengkapnya

Bab 4 Siapa Pelaku Sesungguhnya

Seperti yang dikatakan Mas Birendra kemarin akhirnya pernikahan kami hanya di catatan sipil, tetapi setelah aku sembuh total maka pesta pernikahan harus diselenggarakan. Aku sebenarnya sudah menyerah dan tak mau membubuhi tinta tanda tangan di atas surat pernikahan. Namun kulihat Ibu begitu gembira sejak pagi, ibu yang meriasku hingga membantuku memakai pakaian yang cantik. "Ibu tak sabar menjadikanmu menantu keluarga ini, Nak. Sejak kecil Ibu ingin sekali kamu menjadi anak Ibu." "Terima kasih sudah menyetujui pernikahan ini ya, Nduk. Meski Birendra belum bisa melupakan Sarayu, tetapi Ibu yakin suatu saat nanti dia akan mencintaimu." Aku bukanlah orang jahat dan langsung menolak permintaan Ibu yang sudah aku anggap sebagai ibu sendiri sejak perempuan yang melahirkanku memilih pergi bersama pria lain. "Doakan saja Hira ya Bu. Biar Mas Bi mau menerima Hira sebagai istrinya," ucapku sembari memeluk Ibu. "Sudah jangan menangis kalian ini. Hari bahagia tidak boleh mengelua
Baca selengkapnya

Bab 5 Aku Bukan Pembunuh

Seharusnya aku sudah diperbolehkan pulang kemarin, tetapi banjir dan kemacetan menjadi satu di ibu kota hingga tak ada yang menjemputku. Pagi ini aku terpaksa mengurus kepulanganku sendiri. Tak apa-apa sejak kecil Ayah maupun Bibi tak pernah ada untukku. "Ibu Mahira, suami anda menelepon kami. Jangan pulang dulu karena suami anda akan menjemput," ujar perawat yang datang memberitahuku di ruang rawat inap. Aku mengenal perawat berwajah manis dan kuning langsat itu dengan baik sebab di masa depan dia adalah menjadi kepala suster di bagian anak. Dia orang yang ramah dan disukai pasien. "Terima kasih, Suster Arini," kataku tersenyum dan mengangguk. "Ibu tahu nama saya? Saya baru datang ditugaskan dua hari lalu," sahut perempuan berseragam putih dan berkerudung biru dengan bingung. "Tentu saja. Saya seorang dokter di sini, Suster Arini." Aku menjawab lalu menatapnya. Terkesan aneh menurutku jika dipertemukan dengan orang-orang yang berada di masa lalu. "Oh maaf. Saya tidak tahu
Baca selengkapnya

Bab 6 Bayi Milik Suamiku

Ketika turun dari mobil, aku dikejutkan sebuah kenyataan menyakitkan jika Mas Birendra telah memiliki seorang bayi tampan dengan Sarayu. "Maafkan kami ya, Nak. Kami telah bersalah menikahkan kalian." Ibu Tari memelukku sesampainya kami di rumah dan berulang kali meminta maaf. Aku diam membisu tanpa mampu berkata apapun pasalnya begitu banyak kejutan saat ini. "Ayah tahu kamu pasti merasa sakit hati dan kecewa pada kami. Kami yang telah memaksamu menikah dengan Birendra," sesal Ayah Dani memperlihatkan wajah kecemasannya saat aku hanya mengangguk. "Kamu marah sama kami, Nduk?" tanya Ibu Tari menggandengku untuk masuk ke rumah. "Kalau boleh jujur tentu saja Hira marah, tetapi bukan sama ayah dan ibu. Jika tak mau menikahi Hira untuk apa Mas Bi mau melakukannya?" tanyaku menatap Mas Bi yang sedang menggendong bayinya. Hati siapa yang tak marah dan kecewa sekaligus? Aku meminta pada Semesta agar aku dikembalikan ke masa lalu untuk menyatukan Mas Birendra dan Sarayu, tetapi aku tak m
Baca selengkapnya

Bab 7 Raga Dan Hatimu Bukan Untukku

Aku terbangun bertepatan dengan tangisan Abisatya dan ternyata sudah sore. Aku tertidur terlalu lama rupanya hingga tak menyadari bayi ini ada di dalam dekapanku. "Kamu pasti haus ya, Nak. Tunggu ibu siapkan susu," kataku sambil menggendong Abi dan menenangkannya. "Kamu pasti menganggap ibu adalah ibu kandungmu ya? Kamu langsung diam saat digendong." Aku memang tak akan pernah memiliki anak dari Mas Birendra, karena dia enggan menyentuhku seakan tubuh dan jiwanya hanya untuk Sarayu. Namun bukan berarti aku tak menyayangi anak-anak, aku menyukai mereka bahkan diriku menjadi dokter anak sekarang. "Tunggu ya, Nak." Aku membaringkannya ke tempat tidur lalu menuju keluar mencari air panas. "Kenapa sepi sekali? Ke mana ayah dan ibu?" Di rumah ini sepi seolah tak ada penghuni. Aku bergegas ke dapur dan mendapati Bik Sum sedang mempersiapkan makan malam dibantu Maya. Mereka adalah ibu dan anak yang bekerja di rumah mertua sejak Mas Wisnu masih kecil.Maya berusia lebih muda dan dia seo
Baca selengkapnya

Bab 8 Rencana Pindah Rumah

Malam ini aku sengaja menyiapkan masakan buatan sendiri dengan dibantu Bibik dan Maya. Aku senang memasak karena memang saat kecil aku sudah dipersiapkan oleh Bibi Kinar agar menjadi perempuan yang serba bisa. "Wah kamu masak apa, Nduk?" tanya Ibu menghampiriku di dapur. "Masak sup iga kesukaan Mas Bi dan Ayah, Bu. Juga ada semur iga kesukaan Ibu dan Mas Wisnu," sahutku menunjukkan hasil masakanku yang sudah tersaji. "Pantas kamu menyuruh ibu tidak memasak hari ini. Ternyata kamu memasak kesukaan kami," ucap Ibu tampak senang dan menghirup aroma masakanku. "Sudah sekarang kamu mandi dulu. Biar Abisatya ibu yang jaga." Untunglah selama memasak ada Ibu yang menjaga bayi tampan itu. Aku segera melangkah menuju kamar dan bersiap-siap mengguyur tubuhku yang sudah berkeringat. "Jelek banget kamu seperti pembantu," ejek Mas Birendra dengan tatapan yang menusuk saat aku masuk kamar. "Bagusan Maya daripada kamu," sindirnya lagi sambil merapikan meja kerjanya yang menyatu dengan kamar.
Baca selengkapnya

Bab 9 Keributan Menjelang Pindah Rumah

Aku terbangun dengan kepala terasa berat dan masih lemas. Saat kubuka mata ada Ibu yang tampak cemas juga Ayah memeriksa denyut jantungku. Aku tak tahu berapa lama diri ini tak sadarkan diri. "Apa yang terjadi, Nak?" Ibu membantuku duduk dan bersandar pada tempat tidur. "Hira merasa pusing tadi, Bu," jawabku tak mau jujur. Aku sadar betul yang kualami tadi. Saat aku menyentuh benda gantungan milik Maya tadi terasa seperti kabut tebal yang tak bisa ditembus oleh pandangan mataku. Peristiwa demi peristiwa terpampang, tetapi sayang aku tak mampu melihat nyata. "Detak jantungmu normal. 99 permenit. Mungkin kamu kelelahan, Hira." "Kepalamu masih berat atau penglihatanmu terganggu?" tanya Ayah sembari memeriksa mataku. "Tidak Yah. Cuma kepala Hira seperti dihantam batu," jawabku jujur. Memang saat ini kepalaku sangat sakit. "Suruh Parman beli obat, Dek. Ini resepnya," kata Ayah pada Ibu dengan lembut. Ibu pun langsung keluar dari kamar dan menyuruh suami Bik Sum membeli obat yang dir
Baca selengkapnya

Bab 10 Berita Tengah Malam

"Bagaimana hasil pemeriksaanmu, Nak?""Untuk saat ini perawatan jalan saja dulu dan terapi agar kepala Hira tidak sakit terus, Yah."Ayah dan Bibi Kinar yang menemaniku ke dokter hari ini, karena Mas Birendra ataupun Mas Wisnu tak bisa mengantar atau menjemput. Jika Mas Wisnu tak mau aku bisa memaklumi, tetapi rasanya sakit hati bila diabaikan suami sendiri."Tapi kepalamu tidak ada yang terluka di bagian dalam?" tanya Ayah mencemaskanku."Ya sudah tidak ada toh, Mas. Kan ayah mertuanya yang mengoperasi Hira. Untung saja kecelakaan itu tak membuat kami kehilanganmu. Bibi takut kalau terjadi sesuatu denganmu," keluh Bibi yang sedari tadi memang tak berhenti mengoceh soal kecelakaan."Tidak akan terjadi sesuatu pada Hira kok, Bi. Buktinya Hira masih hidup kan? Meski ingatan Hira ada yang hilang.""Lebih baik begitu daripada kamu ingat peristiwa yang menyakitkan sebelum kecelakaan," timpal Bibi Kinar spontan."Bahkan ayahmu saja enggan mengingat," imbuh Bibi lagi tanpa memerhatikan dirik
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status