ホーム / Romansa / Dikejar Lagi Oleh Suamiku / Bab 1 Adakah Aku Di Hatimu

共有

Dikejar Lagi Oleh Suamiku
Dikejar Lagi Oleh Suamiku
著者: Sherly Monicamey

Bab 1 Adakah Aku Di Hatimu

著者: Sherly Monicamey
last update 最終更新日: 2024-10-29 19:42:56

Denting sendok yang beradu dengan piring terdengar jelas sekali di ruang makan saat ini. Tak ada perbincangan di antara aku dan suamiku. Bukan karena sebuah aturan yang mengharuskan kami untuk tak bicara saat sedang makan.

Namun memang demikian keadaannya, Mas Birendra suamiku tak pernah suka denganku sejak kami menikah. Dia menganggapku bukan istri melainkan orang asing yang memasuki kehidupannya.

"Mas, nanti bisa pulang lebih awal?" tanyaku saat kami sudah selesai sarapan.

"Tidak bisa," jawabnya singkat.

"Untuk kali ini saja ya?" Aku mencoba bertanya lagi. Berharap dia mau melakukannya sekali ini saja.

"Aku sibuk, Mahira. Tolong jangan memaksaku," sahutnya seraya beranjak berdiri dari kursi lalu melangkahkan kakinya menuju ruang depan.

"Tapi Mas, kamu sudah berjanji padaku dulu. Apa kamu telah lupa?" Tak ada sahutan darinya.

Aku mengantarkannya sampai ke garasi mobil. Dia membuka pintu lebar-lebar sengaja untuk memperlihatkan sebuah foto berbingkai yang ada di jok depan. Foto Mas Bi tersenyum bersama wanita yang sedang memegangi perut buncitnya.

"Halo Sayang. Ya sebentar lagi Mas sampai di sana. Mau titip apa? Bubur ayam kesukaanmu ya?"

Mas Bi tak pernah memperlihatkan senyumnya padaku. Dia selalu berwajah datar dan sinis saat bicara, berbeda saat dia berbincang dengan istri keduanya yang selalu senang dan tutur katanya menyiratkan cinta.

"Mas lebih memilih bersamanya daripada pergi memenuhi permintaanku?" Aku bertanya dengan tatapan tajam.

"Bukankah kamu sudah tahu jawabannya? Untuk apa lagi aku harus menjawabnya?" Dia balik bertanya seraya menutup pintu mobilnya keras.

Sampai kapanpun aku tahu Mas Bi tak akan memilihku untuk berada di rumah hatinya. Perjodohan ini membuatku tersiksa karena hanya aku yang mencintainya.

****

"Non, Tuan sudah pulang. Apa masakannya mau bibi panaskan?"

"Tidak usah, Bi. Buat besok saja. Mas Bi tak akan makan malam jika sudah larut."

Aku melihat pria melalui jendela samping yang sudah bersamaku selama enam tahun berjalan memasuki rumah malam ini dengan senyuman yang bahagia ketika menelepon seseorang melalui panggilan video.

Mas Bi tak menyadari jika aku sudah berada berdiri di depan pintu menyambut kedatangannya yang sudah dua hari tak pulang ke rumah ini seakan kehadiranku tiada artinya.

"Sudah pulang, Mas?" tanyaku mencoba untuk tersenyum.

"Kamu? Kok belum tidur?" Dia terkejut mendapatiku berdiri di depan pintu menyambutnya.

"Aku menunggu kamu, Mas," jawabku menahan rasa pedih saat kulihat dia sedang menelepon kekasih hatinya.

"Aku matikan dulu ya, Yang. Jaga kehamilanmu," ucapnya tak tahu malu ketika mengakhiri percakapan mereka.

"Kamu menemuinya lagi, Mas?" tanyaku ingin tahu sembari mengikuti langkahnya menaiki anak tangga.

"Bukankah kamu sudah tahu jawabannya, Mahira?" Mas Bi balik bertanya dengan ketusnya.

Sebagai seorang istri tentu saja aku marah dan tak terima jika suami yang sangat kucintai malah memilih kembali kepada cinta pertamanya daripada mengunjungi makam kedua orang tuanya. Dia menikahi perempuan itu sehari setelah mempersuntingku karena perjodohan.

"Apa yang telah kamu lakukan dua hari ini, Mas? Apa kamu tak ingat jika ada aku di sini?" tanyaku lirih.

"Kau tak perlu tahu apa yang aku lakukan dua hari ini. Lagipula kamu sudah tahu jawabannya," ujar Mas Bi sengit sambil membuka pintu kamar dan membiarkan aku memasuki ruangan pribadinya.

"Aku mohon jauhi dia, Mas! Sebelum---"

"Sebelum apa, Mahira? Apa kamu menginginkan kematiannya?" Ia bertanya marah kepadaku sambil meninggikan suaranya.

"Tak pernah sekalipun aku ada niatan menginginkan kematian Sarayu, Mas. Bahkan selama ini sampai kematian kedua orang tuamu pun mereka tidak tahu jika kamu memiliki dua istri," kataku menahan amarah.

Jika tahu begini keadaannya aku akan menolak perjodohan ini dan membiarkan Mas Bi memilih cintanya. Namun permintaan ibunya Mas Bi tak bisa kuhindari menjelang kematian bibi, aku harus menikah dengan putranya.

"Oh ya? Bagaimana dengan orang suruhanmu yang melempari batu ke rumah Sarayu? Caramu licik, Mahira," tuduhnya padaku sembari menunjukkan jarinya.

"Aku tak pernah melakukan tindakan serendah itu, Mas. Sekalipun tak pernah dalam hidupku selama enam tahun berbuat hal jahat padanya meski dia telah merebutmu dariku," kataku mencoba bertahan untuk berdiri tegak.

"Kamu yang merebutku dari Sarayu, Mahira. Apa kamu tak ingat enam tahun lalu kamu menerima perjodohan ini?"

"Ya ... aku salah. Aku salah, Mas. Tapi belum cukupkah kamu menghukumku selama enam tahun ini dan membuat batinku tersiksa?" Aku benar-benar tak sanggup lagi harus bertahan dalam rumah tangga seperti ini.

"Kamu tak menyadari jika selama enam tahun ini kamu sudah menghancurkan semuanya, Mas?"

"Apa belum cukup kamu menyakiti aku terus, Mas?" Aku terus menanyakan keberadaan diriku di hatinya.

"Terserah kau berkata apa, Mahira? Aku sudah lelah dengan dirimu selama ini." Perkataannya menohok sekali.

"Lelah denganku, Mas?" Aku tertawa getir.

"Jika kau sudah lelah denganku mengapa kau tak menceraikan aku saja? Bukankah itu lebih baik daripada hidup seperti ini?"

"Semua ada alasannya," jawab Mas Bi tak memberitahu padahal aku sudah tahu jawabannya.

"Iya aku tahu jawabannya karena perjanjian yang kamu buat dengan ayahmu, bukan? Jika kamu tak sudi menikah denganku maka warisan akan jatuh kepada Mas Wi adikmu yang bengal itu."

"Tidak usah membahas lagi. Nikmati saja posisimu sebagai istri pertama yang tak tergantikan," kata Mas Birendra menatapku tajam lalu menyuruhku keluar dari kamarnya.

Awal pernikahan kami sepakat untuk tidur berpisah kecuali jika orang tua kami datang. Selama itu pula Mas Bi tak pernah sekalipun menyentuhku sebagai istrinya dan tempat pelariannya ada pada Sarayu. Wanita yang dia sangat cintai.

"Apa di hatimu tak ada tempat kedua untukku, Mas?" tanyaku di depan pintu kamarnya. Aku yakin dia mendengar sebab rumah ini terasa sepi dan sunyi.

"Maaf kalau aku terpaksa menyetujui pernikahan ini hingga membuat kalian tak bisa bersatu."

Aku berdiam cukup lama di depan pintu sama seperti malam-malam yang lalu dan berharap dia membukanya lalu mempersilakan diriku masuk ke hatinya. Sayangnya penantianku sia-sia.

****

["Antar dokumen yang ada di meja ruang tamu. Aku lupa. Cepat dan jangan lama."]

"Iya Mas. Setengah jam lagi aku tiba di lobby kantormu."

Sebenarnya aku bisa saja mengabaikan permintaannya yang terkesan memaksa, tetapi ternyata aku tak mampu bersikap abai. Bodoh memang diriku. Aku lelah menghadapi perlakuan Mas Bi.

Aku segera mengambil kunci sepeda motor untuk pergi bekerja sekaligus mengantarkan dokumen ke kantornya. Kebetulan tempat kerjaku dekat dengan gedung tempat Mas Bi bekerja.

"Hari ini untungnya tidak ada jadwal operasi. Jadi bisa agak santai aku tiba."

Aku segera melajukan sepeda motor dengan kecepatan sedang karena tak mau Mas Bi sampai marah. Sebetulnya aku punya mobil yang dibelikan ayah mertua, tetapi karena Mas Bi memintaku naik kendaraan beroda dua saja agar cepat.

Beginilah hidupku. Pagi hingga malam berada di rumah sakit dan berbicara dengan banyak pasien lalu pulang ke rumah hanya melepas lelah. Jangan bertanya soal Mas Bi, dia lebih senang menghabiskan waktunya bersama Sarayu.

"Mas Bi ...."

Di perempatan lampu merah, mataku tertuju pada dua orang pasangan naik sepeda motor di depan. Sang wanita duduk miring dengan tangan yang memeluk pinggang sang pria. Itu Sarayu dan Mas Bi.

"Ternyata kalian sudah berani menunjukkan kemesraan di depan umum."

"Tega kamu, Mas Bi." Aku mengeluh sekaligus kesal. Mas Bi tidak sibuk, tetapi dia memilih masuk siang ke kantor.

"Kamu egois, Mas. Jika kamu mencintai Sarayu lebih baik ceraikan saja aku," kataku dengan getir.

Aku memerhatikan tangan Mas Bi yang mengapit mesra tangan Sarayu. Ah sial ... kenapa lampu merah di sini begitu lama? Tak mungkin aku memutar arah hanya karena tak ingin melihat mereka.

Jarak kami hanya terhalang dua sepeda motor di depan. Jika bisa aku ingin menghampiri mereka dan memarahi Mas Bi, tetapi tak bisa aku lakukan hanya karena tak mau dilihat banyak orang di jalanan.

Saat lampu menyala hijau, semua kendaraan bersiap melaju begitu juga dengan sepeda motor Mas Bi yang berbelok ke kanan menuju kantornya. Aku mengikuti mereka.

"Mas Bi ...."

Namun secara tiba-tiba datang sebuah mobil hitam melaju cepat menghantam bagian belakang sepeda motornya. Aku dan beberapa pengendara terkena imbasnya, tetapi hanya sepeda motor Mas Bi yang parah.

"Mas Bi ..." Aku tak memedulikan rasa sakit akibat terjatuh dari sepeda motor. Aku ingin melihat kondisi Mas Bi.

Aku belari menghampiri mereka berdua dan melakukan pertolongan pertama. Sesakitnya apapun aku melihat mereka, tetapi sebagai seorang dokter aku tak bisa menghiraukan keadaan korban.

"Cepat hubungi ambulan. Siapapun tolong telepon sekarang!" Aku memerintah orang-orang di jalan yang sedang melihat kejadian.

"Pergi kamu Mahira! Jangan sentuh dia!"

Aku terkejut melihat reaksi Mas Bi ketika aku ingin melihat kondisi Sarayu yang tergolek bersimbah da**h di jalan sedangkan Mas Bi meski ada luka, tetapi dia berusaha untuk meraih Sarayu dalam dekapannya.

"Aku bukan istrimu di sini. Aku dokter yang akan menangani korban selagi ambulan datang," kataku tegas.

"Jangan berani kamu menyentuhnya. Kamu perempuan kejam!" Mas Bi berteriak lantang dan membuat semua orang menoleh.

Mas Bi mendorong tubuhku dan membentak dengan kalimat kasar. Dia menudingku telah mencelakai mereka. Aku menggeleng tak terima dengan tuduhannya.

"Lebih baik kamu yang mati!"

Aku tersenyum kecut dan mengangguk. Baiklah jika itu yang diinginkannya. Lagipula aku juga sudah lelah terikat pernikahan ini.

"Baik aku pergi, Mas. Aku harap kamu bahagia."

Semua orang di jalan menyuruhku untuk menepi dulu karena ada luka di lenganku, tetapi aku memilih pergi menaiki taksi saja. Perasaanku benar-benar hancur saat ini.

"Mbak ... awas!"

Bersamaan dengan teriakan orang-orang di jalanan, tubuhku terhantam mobil. Aku memang salah telah menyeberang tanpa melihat lalu lalang kendaraan.

"Andai aku diberi kesempatan kedua kembali ke masa lalu. Aku tak akan mengambil hatimu dari Sarayu, Mas."

Aku berucap disertai batuk dan ada cairan kental keluar. Sebagai seorang dokter aku tahu luka yang kualami parah.

"Ibu ... bisa mendengar saya?"

Sebelum kesadaranku hilang, aku melihat petugas medis menghampiriku lalu pandanganku berubah gelap disertai sayup-sayup suara yang semakin lama semakin menghilang.

***

Aku membuka mata perlahan dan kurasakan rasa sakit luar biasa pada tubuh ini. Aku yakin kini diriku berada di rumah sakit. Bau familiar yang sering kutangkap di indera penciuman saban hari.

"Kamu sudah sadar, Nak? Ya Allah terima kasih."

"Satu jam lalu kamu terbangun sebentar. Ibu takut kamu akan koma lagi."

Aku mendengar suara yang kukenal. Perlahan kubuka mata dan memandang langit yang tampak putih, aku masih mengamati sekitar dan merasa bingung akan keberadaanku ini. Pandanganku beralih ke samping kanan kepada suara yang memanggil sedari tadi.

"Ibu ...." Antara sadar dan kebingungan langsung menyergap pikiran.

"Iya ini Ibu, Nak." Wanita penyayang dan berhati lembut itu mengecup keningku.

"Ibu, kenapa ibu di sini? Ini di mana?" tanyaku beruntun.

Ini pasti mimpi, bukan? Aku tak mempercayai yang kulihat dan kudengar sekarang.

=Bersambung=

コメント (1)
goodnovel comment avatar
Nathan Ryuu
dih kok gt si bi
すべてのコメントを表示

関連チャプター

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 2 Kesempatan Kedua

    "Ibu ...." Antara sadar dan kebingungan langsung menyergap pikiran. "Iya ini Ibu, Nak." Wanita penyayang dan berhati lembut itu mengecup keningku. "Ibu, kenapa ibu di sini? Ini di mana?" tanyaku beruntun. Benarkah ini Bibi Tari yang kupanggil Ibu? Bukankah Ibu sudah meninggal lima tahun lalu? Sebenarnya aku berada di mana? Di alam baka atau di tempat lain? Aku menyentuh lengan Ibu dan terasa hangat. "Kamu di rumah sakit. Kamu habis terserempet sepeda motor di jalan dan kamu tertidur seminggu, Nak," beritahu Ibu yang mengejutkanku. "Ibu tidak bercanda, bukan? Hira tadi----" Tunggu ... kenapa aku tak ingat peristiwa yang kualami? Aku hanya bisa mengingat diriku bertengkar dengan Mas Bi malam kemarin lalu setelahnya aku tak tahu apapun seakan otakku ini kosong. Aku mencoba bangun dibantu Ibu. Kulihat ruangan rawat inap kelas 1 dan tampak tak asing. Ruangan rawat ini pernah dipakai Sarayu ketika sakit demam berdarah setahun lalu. Mas Bi tak pulang waktu itu selama seminggu.

    最終更新日 : 2024-10-29
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 3 Aku Tetap Menjadi Yang Kedua

    Kedua bocah yang ada di taman rumah sakit saat ini mengingatkanku ketika aku dan Mas Bi masih kecil. Usia kami yang terpaut enam tahun membuat Mas Bi menyayangiku sebagai adik. Perasaanku tumbuh perlahan kepadanya. Lebih tepatnya saat kami sudah mulai tumbuh remaja, aku menyukainya sedangkan dia menganggapku tak lebih dari sekedar adik. "Aku masih menganggap kembalinya diriku bagaikan mimpi." "Apa yang ingin semesta lakukan padaku?" Aku kira jika kembali ke masa lalu, aku bisa mengembalikan semua keadaan. Namun ternyata aku keliru, justru masalah semakin rumit saja. Aku dianggap pembunuh oleh Mas Bi dan menjadi istri kedua. "Hai melamun aja. Awas kesambet setan rumah sakit kamu," celetuk seorang pria yang baru datang dan langsung duduk di sebelahku. "Mas Wisnu? Bukannya Mas---?" Di ingatanku Mas Wisnu anak bengal dan susah diatur oleh kedua orang tuanya hingga diusir dari rumah karena pernah membuat rusuh rumah tangga pernikahan tetangga. Ayah Dani malu lalu menyur

    最終更新日 : 2024-10-29
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 4 Siapa Pelaku Sesungguhnya

    Seperti yang dikatakan Mas Birendra kemarin akhirnya pernikahan kami hanya di catatan sipil, tetapi setelah aku sembuh total maka pesta pernikahan harus diselenggarakan. Aku sebenarnya sudah menyerah dan tak mau membubuhi tinta tanda tangan di atas surat pernikahan. Namun kulihat Ibu begitu gembira sejak pagi, ibu yang meriasku hingga membantuku memakai pakaian yang cantik. "Ibu tak sabar menjadikanmu menantu keluarga ini, Nak. Sejak kecil Ibu ingin sekali kamu menjadi anak Ibu." "Terima kasih sudah menyetujui pernikahan ini ya, Nduk. Meski Birendra belum bisa melupakan Sarayu, tetapi Ibu yakin suatu saat nanti dia akan mencintaimu." Aku bukanlah orang jahat dan langsung menolak permintaan Ibu yang sudah aku anggap sebagai ibu sendiri sejak perempuan yang melahirkanku memilih pergi bersama pria lain. "Doakan saja Hira ya Bu. Biar Mas Bi mau menerima Hira sebagai istrinya," ucapku sembari memeluk Ibu. "Sudah jangan menangis kalian ini. Hari bahagia tidak boleh mengelua

    最終更新日 : 2024-10-29
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 5 Aku Bukan Pembunuh

    Seharusnya aku sudah diperbolehkan pulang kemarin, tetapi banjir dan kemacetan menjadi satu di ibu kota hingga tak ada yang menjemputku. Pagi ini aku terpaksa mengurus kepulanganku sendiri. Tak apa-apa sejak kecil Ayah maupun Bibi tak pernah ada untukku. "Ibu Mahira, suami anda menelepon kami. Jangan pulang dulu karena suami anda akan menjemput," ujar perawat yang datang memberitahuku di ruang rawat inap. Aku mengenal perawat berwajah manis dan kuning langsat itu dengan baik sebab di masa depan dia adalah menjadi kepala suster di bagian anak. Dia orang yang ramah dan disukai pasien. "Terima kasih, Suster Arini," kataku tersenyum dan mengangguk. "Ibu tahu nama saya? Saya baru datang ditugaskan dua hari lalu," sahut perempuan berseragam putih dan berkerudung biru dengan bingung. "Tentu saja. Saya seorang dokter di sini, Suster Arini." Aku menjawab lalu menatapnya. Terkesan aneh menurutku jika dipertemukan dengan orang-orang yang berada di masa lalu. "Oh maaf. Saya tidak tahu

    最終更新日 : 2024-10-29
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 6 Bayi Milik Suamiku

    Ketika turun dari mobil, aku dikejutkan sebuah kenyataan menyakitkan jika Mas Birendra telah memiliki seorang bayi tampan dengan Sarayu. "Maafkan kami ya, Nak. Kami telah bersalah menikahkan kalian." Ibu Tari memelukku sesampainya kami di rumah dan berulang kali meminta maaf. Aku diam membisu tanpa mampu berkata apapun pasalnya begitu banyak kejutan saat ini. "Ayah tahu kamu pasti merasa sakit hati dan kecewa pada kami. Kami yang telah memaksamu menikah dengan Birendra," sesal Ayah Dani memperlihatkan wajah kecemasannya saat aku hanya mengangguk. "Kamu marah sama kami, Nduk?" tanya Ibu Tari menggandengku untuk masuk ke rumah. "Kalau boleh jujur tentu saja Hira marah, tetapi bukan sama ayah dan ibu. Jika tak mau menikahi Hira untuk apa Mas Bi mau melakukannya?" tanyaku menatap Mas Bi yang sedang menggendong bayinya. Hati siapa yang tak marah dan kecewa sekaligus? Aku meminta pada Semesta agar aku dikembalikan ke masa lalu untuk menyatukan Mas Birendra dan Sarayu, tetapi aku tak m

    最終更新日 : 2024-10-29
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 7 Raga Dan Hatimu Bukan Untukku

    Aku terbangun bertepatan dengan tangisan Abisatya dan ternyata sudah sore. Aku tertidur terlalu lama rupanya hingga tak menyadari bayi ini ada di dalam dekapanku. "Kamu pasti haus ya, Nak. Tunggu ibu siapkan susu," kataku sambil menggendong Abi dan menenangkannya. "Kamu pasti menganggap ibu adalah ibu kandungmu ya? Kamu langsung diam saat digendong." Aku memang tak akan pernah memiliki anak dari Mas Birendra, karena dia enggan menyentuhku seakan tubuh dan jiwanya hanya untuk Sarayu. Namun bukan berarti aku tak menyayangi anak-anak, aku menyukai mereka bahkan diriku menjadi dokter anak sekarang. "Tunggu ya, Nak." Aku membaringkannya ke tempat tidur lalu menuju keluar mencari air panas. "Kenapa sepi sekali? Ke mana ayah dan ibu?" Di rumah ini sepi seolah tak ada penghuni. Aku bergegas ke dapur dan mendapati Bik Sum sedang mempersiapkan makan malam dibantu Maya. Mereka adalah ibu dan anak yang bekerja di rumah mertua sejak Mas Wisnu masih kecil.Maya berusia lebih muda dan dia seo

    最終更新日 : 2024-10-29
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 8 Rencana Pindah Rumah

    Malam ini aku sengaja menyiapkan masakan buatan sendiri dengan dibantu Bibik dan Maya. Aku senang memasak karena memang saat kecil aku sudah dipersiapkan oleh Bibi Kinar agar menjadi perempuan yang serba bisa. "Wah kamu masak apa, Nduk?" tanya Ibu menghampiriku di dapur. "Masak sup iga kesukaan Mas Bi dan Ayah, Bu. Juga ada semur iga kesukaan Ibu dan Mas Wisnu," sahutku menunjukkan hasil masakanku yang sudah tersaji. "Pantas kamu menyuruh ibu tidak memasak hari ini. Ternyata kamu memasak kesukaan kami," ucap Ibu tampak senang dan menghirup aroma masakanku. "Sudah sekarang kamu mandi dulu. Biar Abisatya ibu yang jaga." Untunglah selama memasak ada Ibu yang menjaga bayi tampan itu. Aku segera melangkah menuju kamar dan bersiap-siap mengguyur tubuhku yang sudah berkeringat. "Jelek banget kamu seperti pembantu," ejek Mas Birendra dengan tatapan yang menusuk saat aku masuk kamar. "Bagusan Maya daripada kamu," sindirnya lagi sambil merapikan meja kerjanya yang menyatu dengan kamar.

    最終更新日 : 2024-10-29
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 9 Keributan Menjelang Pindah Rumah

    Aku terbangun dengan kepala terasa berat dan masih lemas. Saat kubuka mata ada Ibu yang tampak cemas juga Ayah memeriksa denyut jantungku. Aku tak tahu berapa lama diri ini tak sadarkan diri. "Apa yang terjadi, Nak?" Ibu membantuku duduk dan bersandar pada tempat tidur. "Hira merasa pusing tadi, Bu," jawabku tak mau jujur. Aku sadar betul yang kualami tadi. Saat aku menyentuh benda gantungan milik Maya tadi terasa seperti kabut tebal yang tak bisa ditembus oleh pandangan mataku. Peristiwa demi peristiwa terpampang, tetapi sayang aku tak mampu melihat nyata. "Detak jantungmu normal. 99 permenit. Mungkin kamu kelelahan, Hira." "Kepalamu masih berat atau penglihatanmu terganggu?" tanya Ayah sembari memeriksa mataku. "Tidak Yah. Cuma kepala Hira seperti dihantam batu," jawabku jujur. Memang saat ini kepalaku sangat sakit. "Suruh Parman beli obat, Dek. Ini resepnya," kata Ayah pada Ibu dengan lembut. Ibu pun langsung keluar dari kamar dan menyuruh suami Bik Sum membeli obat yang dir

    最終更新日 : 2024-10-29

最新チャプター

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 111 Sanur Dan Wisnu

    Di gedung rumah susun yang tak tampak mewah dengan penerangan minim dan spanduk bertuliskan 'Akan Dirobohkan' terpampang di setiap dinding gedung tersebut. Di sana ada dua wanita sedang bercakap-cakap serius seolah tak ingin ada yang tahu keberadaan mereka.Fatma dengan sorot mata tajam dan gerakan penuh percaya diri, duduk berhadapan dengan seorang wanita muda. Keduanya tampak puas. Di depan mereka ada dua cangkir kopi yang hampir habis, sementara tumpukan kertas tua tersebar di meja kayu."Polisi akhirnya menutup kasus itu, Yun. Tidak ada yang menyangka kecelakaan itu bukan murni kebetulan."Dia mengetukkan jari-jarinya ke meja dan wajahnya bercahaya dengan kemenangan. Fatma menyilangkan tangan di dada.senyum tipis menghiasi bibirnya.Ayunita duduk di seberang Fatma dengan tersenyum gugup sambil melirik ke sekeliling ruangan. Tempat yang selalu menjadi pertemuan mereka jika sedang membahas sesuatu."Aku masih tak percaya kita bisa melewati ini tanpa dicurigai. Sarayu ... benar-benar

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 110 Mas Birendra Tak Mau Bercerai

    Aku terbangun dengan sakit kepala menusuk. Rasanya seperti ada palu kecil yang mengetuk bagian belakang kepalaku berulang kali. Kuusap pelipisku demi mencoba meringankan rasa nyeri. Di sampingku, tempat tidur yang biasanya dipenuhi gerakan kecil Abisatya kini kosong. Rasa cemas tiba-tiba menjalari dadaku."Abi?" panggilku, setengah berbisik. Tidak ada jawaban."Tak mungkin dia berjalan sendiri," kataku dengan cemas.Aku bangkit dan langkahku berderap cepat menuju pintu kamar. Saat kubuka pintu, aroma masakan yang tak asing langsung menyambutku. Aku membeku di ambang pintu ruang makan. Di sana ada Mas Birendra berdiri di dapur, dia mengenakan kemeja putih yang digulung hingga siku. Dia tampak sibuk menuangkan sesuatu ke dalam mangkuk.Aku mengerutkan kening. Bagaimana dia bisa masuk? Aku yakin pintu apartemenku terkunci tadi malam."Selamat pagi," ucapnya ringan. Dia menoleh dengan wajahnya yang dihiasi senyuman kecil seolah tak ada yang salah.“Apa yang kamu lakukan di sini, Mas?” tan

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 109 Kebohongan Sanur

    Aku duduk di meja kafe dengan jari-jariku yanb mengetuk pelan permukaan kayu. Aku tahu ini bukan urusanku, tapi kebohongan itu terlalu besar untuk diabaikan sejak aku tahu kebohongan Sanur. Seharusnya aku tidak peduli, tapi ketika menyangkut Mas Birendra, aku selalu terjebak di antara prinsip dan perasaan.Siang ini aku sengaja memanggil Sanur untuk bertemu dan mengajak bicara agar dia jujur walau besar kemungkinan suaraku tak akan dia indahkan, tetapi aku tetap mencobanya.Aku melihat Sanur masuk dan matanya langsung tertuju padaku. Senyumnya canggung, tangannya menggenggam perutnya seolah menunjukkan jika dia yang berhak menjadi istri Mas Birendra."Halo Mahira, ada apa kamu menghubungiku?""Meminta bantuanku agar kamu bisa kembali ke rumah?" Sanur berkata sok baik di hadapanku."Tidak, Mbak Sanur. Aku juga tak berniat kembali ke sana," ucapku dengan santai."Lalu apa yang kamu ingin bicarakan denganku?" tanyanya kembali dengan bersidekap."Bagaimana dengan kehamilan, Mbak Sanur?" A

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 108 Kehamilan Sanur

    Sesuai yang Wisnu katakan pada Mahira, Wisnu menemui sang kakak di kantornya. Dia ingin meminta penjelasan mengenai hubungan Birendra dan Mahira."Apa kamu ke sini untuk membicarakan Mahira?"Wisnu duduk di sofa, jari-jarinya mengetuk sandaran lengan kursi dengan ritme gelisah. Matanya menatap tajam ke arah Birendra yang berdiri di dekat jendela, memegang segelas minuman yang isinya nyaris tak tersentuh."Jadi ... kamu benar-benar mengusir Mahira, Mas? Tega sekali kamu ya," ujar Wisnu dengan gaya bicara yang terkesan dingin."Kamu membuat dia berjalan di malam hari bersama Abisatya. Hati nuranimu sudah mati rupanya," tambah Wisnu yang kesal pada Birendra."Dia hampir menampar Sanur hanya demi membela Maya." Birendra menjawab dengan menghela napas panjang."Mahira menampar Sanur?" Ada rasa tak percaya yang diperlihatkan Wisnu."Iya aku melihatnya sendiri. Dia hampir menampar Sanur jika aku tak datang tepat waktu.""Tak mungkin Mahira melakukannya, Mas. Dia tak suka mencari keributan de

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 107 Keputusan Mahira Menghancurkan Hati Birendra

    Mahira duduk di kursi pemeriksaan dengan punggung tegak. Tatapannya kosong, hanya sesekali ia melirik luka lecet di telapak tangannya yang perih. Arya dengan wajah tenang dan gerakan terlatih, membersihkan luka di tangannya dengan kapas beralkohol."Kok bisanya kamu jatuh seperti ini, Dok?" tanya Arya terheran-heran melihat Mahira datang bekerja dalam keadaan lecet."Ibu Fatma mendorongku hingga semua belanjaanku jatuh ke aspal. Dia bilang ke satpam nggak sengaja." Untuk pertama kalinya Mahira menggerutu di hadapan Arya.Tidak ada rasa malu meski dirinya kini di ruang gawat darurat akibat insiden memalukan di halaman parkir supermarket. Dia ingat dengan jelas tatapan penuh amarah Fatma saat tubuhnya terdorong jatuh ke tanah."Karena apa wanita tua itu mendorongmu?" Arya penasaran akan cerita sebenarnya."Dia menyindir dan mengejekku duluan, Dok. Aku membalas perkataannya, tapi jadinya aku mengalami hal ini," omel Mahira merasa kesal sekali."Kok dokter bisa tertawa sih? Memangnya lu

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 106 Mantap Bercerai

    Sanur merasa nyaman dengan kehidupannya sekarang. Dia bersyukur pada Fatma yang membawanya ke sini hanya untuk menikahi suami dari adiknya sendiri meski pada akhirnya Fatma memeras dan menginginkan lebih.Namun Sanur tak mau dikendalikan oleh Fatma, dia memutuskan untuk mengakhiri hubungan tersebut dan ingin menguasai harta Birendra."Akhirnya, semua ini adalah milikku. Tidak ada yang bisa merebutnya dariku lagi.""Aku tak mau berbagi apapun kepada Mahira."Sanur berdiri di tengah ruang tamu yang luas, mengenakan gaun elegan yang menonjolkan status barunya. Wajahnya berseri-seri, senyuman lebar penuh kemenangan menghiasi bibirnya.Matanya berkilat dengan rasa puas saat menyapu pandangan ke sekeliling rumah yang kini sepenuhnya menjadi miliknya. Dia menyentuh meja marmer di dekatnya dengan jemari yang gemulai seolah ingin memastikan bahwa semua ini nyata."Ternyata menjadi kaya itu menyenangkan. Pantas saja bibi Fatma menginginkan kekayaan keluarga ini," ucapnya dalam hati."Aku ingin

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 105 Keputusan Yang Tepat Pilihan Mahira

    "Ingat Mahira. Jika terjadi sesuatu segera hubungi aku.""Iya Dok. Terima kasih," jawab Mahira sesampainya di depan pintu apartemen."Tadi kebetulan aku beli makan malam, tolong terimalah dan isi perutmu. Aku bisa membelinya lagi nanti," kata Arya tahu jika Mahira belum makan malam dengan melihat penampilannya."Sekarang beristirahatlah. Aku pulang dulu," pamitnya tak ingin menganggu Mahira bersama Abisatya."Sekali lagi terima kasih, Dok," sahut Mahira tersenyum simpul akan kebaikan Arya."Masuklah. Jangan biarkan Abisatya terlalu lama di luar," ujar Arya berlalu dari hadapan Mahira.Mahira menggenggam kunci apartemennya erat sambil berusaha menenangkan diri. Setelah perjalanan panjang dan emosional, dia akhirnya sampai di depan pintu apartemen yang terasa seperti satu-satunya tempat aman. Dengan Abisatya yang tertidur dalam pelukannya, Mahira menarik napas panjang dan mencoba memasukkan kunci ke dalam lubang.“Mahira?”Sebuah suara familiar terdengar dari samping. Mahira mendongak d

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 104 Mahira Terusir Karena Sanur

    Sanur berdiri dengan ekspresi kesal sambil mengetukkan jarinya di meja dapur, menunggu susu hamilnya. Maya terburu-buru datang dengan nampan berisi segelas susu yang baru saja dibuatnya."Lama sekali! Kamu ingin aku dan bayiku mati kehausan, ya?" Sanur mengomel dengan melipat tangan dan menatap tajam."Ini apa? Aku kan minta yang cokelat bukan yang putih!""Sana buatkan lagi!"Maya menunduk, menahan kesal yang sudah lama dia pendam. Dia melangkah cepat ke dapur lagi dan membuat susu yang dipinta Sanur. Tak ada yang bisa melawan perkataan Sanur saat ini.“Lama sekali kamu membuatnya, Maya!” Sanur menjerit. Dengan gerakan cepat, dia mengayunkan tangan, memukul kening Maya hingga perempuan itu tersentak mundur.“Maaf, Mbak ...” suara Maya bergetar, menahan air mata."Panggil saya Nyonya, bukan Mbak!" Matanya menyalang menatap Maya.Mahira baru saja pulang dari rumah sakit dengan lelah yang tampak di wajahnya. Begitu melangkah masuk, dia langsung menyaksikan kejadian itu. Mata Mahira mele

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 104 Aku Juga Berhak Bahagia

    "Akhirnya sampai rumah juga!" Aku berseru melepaskan rasa lelah setelah seharian bekerja dan membantu dokter senior di ruang operasi."Malam, Non Mahira," sapa Pak San sopir pribadi Mas Birendra."Malam juga, Pak." Aku membalas sapaannya."Oh ya Pak. Saya ada roti buat dimakan bersama-sama, Pak.""Waduh Non Mahira selalu membuat kami kekenyangan di kalau di malam hari. Jadi gagal diet nih," imbuh pak satpam yang bertubuh gemuk."Tidak apa-apa, Pak."Aku meniru kebiasaan alm mertua yang selalu membawakan kami dan para pekerja di rumah camilan setiap malam. Menurut Ayah Dani sebagai bentuk rasa terima kasih sudah mau bekerja dengan baik."Saya masuk dulu ya, Pak."Iya Non. Cepat makan malam dan beristirahat," ucap Pak San seperti ucapan Ayah Dani padaku dulu.Udara dingin malam ini membuatku menarik mantel lebih rapat. Namun langkahku terhenti saat melihat Sanur berdiri di depan pintu masuk, melipat tangan di dadanya dengan ekspresi tegang."Kita perlu bicara, Mahira," kata Sanur dengan

DMCA.com Protection Status