Beranda / Romansa / Dikejar Lagi Oleh Suamiku / Bab 6 Bayi Milik Suamiku

Share

Bab 6 Bayi Milik Suamiku

last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-07 09:05:08

Ketika turun dari mobil, aku dikejutkan sebuah kenyataan menyakitkan jika Mas Birendra telah memiliki seorang bayi tampan dengan Sarayu.

"Maafkan kami ya, Nak. Kami telah bersalah menikahkan kalian."

Ibu Tari memelukku sesampainya kami di rumah dan berulang kali meminta maaf. Aku diam membisu tanpa mampu berkata apapun pasalnya begitu banyak kejutan saat ini.

"Ayah tahu kamu pasti merasa sakit hati dan kecewa pada kami. Kami yang telah memaksamu menikah dengan Birendra," sesal Ayah Dani memperlihatkan wajah kecemasannya saat aku hanya mengangguk.

"Kamu marah sama kami, Nduk?" tanya Ibu Tari menggandengku untuk masuk ke rumah.

"Kalau boleh jujur tentu saja Hira marah, tetapi bukan sama ayah dan ibu. Jika tak mau menikahi Hira untuk apa Mas Bi mau melakukannya?" tanyaku menatap Mas Bi yang sedang menggendong bayinya.

Hati siapa yang tak marah dan kecewa sekaligus? Aku meminta pada Semesta agar aku dikembalikan ke masa lalu untuk menyatukan Mas Birendra dan Sarayu, tetapi aku tak menyangka jika diriku terjebak dalam pernikahan poligami. Lucunya aku yang menjadi istri kedua.

"Maaf Nak. Kami meminta maaf. Kami benar-benar tak tahu jika Birendra telah menikahi Sarayu tanpa sepengetahuan kami," ucap Ibu penuh penyesalan.

Di kehidupan dulu bahkan akan datang pun cinta dan hati Mas Birendra tetap tak bisa aku sentuh. Hanya Sarayu yang ada di jiwanya.

"Jangan menyalahkanku. Kamu bisa menolak tawaran ayah dan ibu untuk menikah denganku. Kamu saja yang tak tahu diri," sindir Mas Birendra dengan perkataan yang menyakitkan.

"Birendra! Iya ayah tahu telah salah sama kamu. Tapi di sini jelas kamu yang salah. Kenapa kamu harus menikahi wanita itu diam-diam? Bahkan sampai kalian memiliki anak!"

"Mas, hentikan. Abi nanti terbangun," ujar Ibu mengusap punggung ayah yang naik turun menahan marah.

"Jika ayah merestui kami. Tak mungkin Sarayu meninggal dan perempuan ini pun akan bahagia dengan pria lain!"

"Jangan sebut nama itu di depan kami lagi. Dia sudah mati!"

"Tanpa ayah sadari ayah dan ibu yang telah membunuh Sarayu!"

"Birendra!"

Dua pria di depanku membuat bayi itu menangis kencang karena suara keras dari Ayah dan Mas Birendra yang saling bersahutan. Mas Birendra berusaha menenangkan bayi mungil, tetapi tangisannya semakin kencang.

"Lihatlah. Abi menangis karena kalian," ucap Mas Bi menyalahkan kami.

"Berisik. Bawa anakmu keluar dari sini!" Ayah mengusir Mas Bi lalu pergi dari hadapan kami.

"Sini berikan pada ibu."

Tetap saja bayi itu menangis meski ada sebotol susu yang dibuatkan Bik Sum. Tiba-tiba saja ada rasa ingin menimang bayi tersebut.

"Bu, sini biar Hira yang menggendongnya."

"Tidak usah. Aku tak akan biarkan anakku berada di tangan pembunuh," timpal Mas Bi menepis tanganku saat hendak meraih bayi itu dalam pelukan ibu.

"Aku tak akan membunuhnya. Mas mau anak ini menangis terus?" tanyaku menatap tajam.

"Sudah Bi. Biarkan Hira mencoba menenangkan anakmu," sahut Ibu menyerahkan bayi mungil ke dalam dekapanku.

Meski ada rasa tak suka dari Mas Birendra. Aku tetap melakukannya. Naluri sebagai seorang ibu yang belum memiliki anak membuatku ingin memeluknya.

"Lihatlah anakmu, Bi. Dia terdiam seketika saat Hira menggendongnya."

Wajah bayi tiga bulan yang tidur dalam dekapanku begitu mirip dengan Mas Birendra. Aku menimangnya setelah menangis tiada henti dan baru terdiam saat berpindah tangan ke pelukanku.

"Jangan menangis lagi ya, Nak. Ada ibu di sini." Aku menimang bayi Mas Bi pelan dan memberinya pelukan.

"Aku tak sudi jika bayiku memanggilmu---"

Aku melihat Ibu mencegat tangan Mas Birendra saat hendak mendekatiku untuk mengambil kembali anaknya.

"Tenanglah, Mas. Meski aku seorang pembunuh menurut pemikiranmu, tapi aku bukan orang yang tega menyakiti bayi sekecil ini demi keegoisan semata."

"Pergilah ke kantor sekarang. Bukankah kamu ada rapat dengan calon pembeli dari Belanda?"

"Kamu tahu dari mana aku ada rapat hari ini?"

Aku menghela napas. Terkadang aku lupa jika diriku berada di tahun 2018 di mana saat itu Mas Birendra terlambat ke kantor untuk rapat dan berakhir dengan kegagalan.

"Ya aku tahu saja. Cepat pergilah sebelum terlambat. Mereka orang yang tepat waktu dan jangan sia-siakan pertemuan kali ini," sahutku santai sambil menimang bayi.

"Pergilah, Nak. Biarkan Hira dan ibu yang menjaga Abi untukmu."

Aku dapat melihat keengganan Mas Birendra meninggalkan anaknya dalam pengasuhanku, tetapi mau tak mau dia mengalah dan memilih kembali ke kantor hari ini.

"Jika terjadi sesuatu padanya. Aku akan membuatmu menderita di penjara," ancam Mas Bi sebelum masuk mobil.

"Sudah jangan didengar perkataan Birendra. Dia begitu karena mencemaskan anaknya," ungkap Ibu menyunggingkan senyum.

Aku mengangguk. Malas menanggapi perkataan Mas Birendra. Toh aku di kehidupan ini hanya lima bulan saja. Namun sebelum waktu itu berakhir, aku harus menemukan pembunuh Sarayu.

****

"Namanya Abisatya Legawa."

Ibu memberitahuku nama bayi yang lucu dan menggemaskan ini. Sayang tak ada sosok ibu yang menemani di setiap langkahnya kelak. Hati tersentuh ketika pertama kali melihatnya seperti ada ikatan batin.

"Apa ayah sudah menerima kehadiran Sarayu, Bu?" Pertanyaanku hanya dijawab gelengan kepala Ibu.

"Ayahmu itu aneh. Dia tak mau menerima Sarayu sampai kapanpun, tetapi mau menerima Abi. Lucu, bukan?"

"Bayi selucu dan setampan ini pasti ayah akan menerimanya, Bu. Lagipula ibu dan ayah butuh penerus keluarga. Hira belum tentu memberi kalian cucu, Bu."

"Kok kamu bicara begitu, Nduk. Ibu yakin suatu hari Birendra akan menerima dan mencintaimu sebagai seorang istri. Bersabarlah," ucap Ibu memberiku semangat.

Aku harus bersabar sampai kapan? Waktuku hanya sebentar di tahun ini. Selain mengungkap kematian Sarayu, apakah aku sanggup membuka hati Mas Birendra hanya untukku? Entahlah aku tak yakin.

"Ibu keluar dulu ya. Kamu di sini saja beristirahat selagi Abi tidur. Ini sekarang kamarmu dan Birendra," beritahu Ibu sembari keluar dari kamar.

Ketika aku masih kecil, Mas Bi selalu mengajakku ke kamarnya hanya untuk mengajariku belajar atau membacakan sebuah cerita dengan kisah yang lucu dan membuatku tertawa.

Kini pria itu menjelma menjadi sosok yang tak bisa aku kenali lagi. Dia berubah sejak kami dijodohkan. Tak ada lagi canda dan bila bertemu hanya perkataan ketus yang terlontar.

"Sayang, jika kamu jadi diriku. Apa yang akan kamu lakukan?" Aku menanyai Abi yang tertidur nyenyak di boks bayi.

Aku menyentuh jari kecilnya dan senyumku tersungging kala jemari milik Abi merespon tanganku.

"Tapi ibu tidak boleh menyerah dan lelah, bukan? Ibu akan mencari tahu kebenaran di balik kematian ibu kandungmu. Ibu tahu ayahmu tak akan menerima kehadiran ibu selamanya."

"Hanya ibumu yang ada di hatinya. Jangan khawatir, Abi. Ibu akan mengembalikan semuanya."

Aku menemani bayi kecil ini hingga tanpa sadar aku pun turut tertidur. Entah berapa lama mata ini terpejam hingga aku mendengar suara yang tak asing bagiku.

Di antara ambang kesadaran, ada pembicaraan seorang wanita dan pria di luar pintu kamar. Aku tak bisa membuka mata saking mengantuknya. Hanya beberapa kalimat saja yang masuk ke telingaku.

"Jangan sampai Mahira ingat dengan kecelakaan itu."

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
dokter dungu yg mau diperlakukan begitu dan tetap bertahan. cinta boleh njing tapi bukan dg cara membiarkan diri dihina.
goodnovel comment avatar
Vyvel Laras
ktnya dokter kok goblok mau nikah dengan orang yg benci dengan dirinya
goodnovel comment avatar
Andre W Rico
Memangnya kenapa dgn kecelakaan tersebut?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 7 Raga Dan Hatimu Bukan Untukku

    Aku terbangun bertepatan dengan tangisan Abisatya dan ternyata sudah sore. Aku tertidur terlalu lama rupanya hingga tak menyadari bayi ini ada di dalam dekapanku. "Kamu pasti haus ya, Nak. Tunggu ibu siapkan susu," kataku sambil menggendong Abi dan menenangkannya. "Kamu pasti menganggap ibu adalah ibu kandungmu ya? Kamu langsung diam saat digendong." Aku memang tak akan pernah memiliki anak dari Mas Birendra, karena dia enggan menyentuhku seakan tubuh dan jiwanya hanya untuk Sarayu. Namun bukan berarti aku tak menyayangi anak-anak, aku menyukai mereka bahkan diriku menjadi dokter anak sekarang. "Tunggu ya, Nak." Aku membaringkannya ke tempat tidur lalu menuju keluar mencari air panas. "Kenapa sepi sekali? Ke mana ayah dan ibu?" Di rumah ini sepi seolah tak ada penghuni. Aku bergegas ke dapur dan mendapati Bik Sum sedang mempersiapkan makan malam dibantu Maya. Mereka adalah ibu dan anak yang bekerja di rumah mertua sejak Mas Wisnu masih kecil.Maya berusia lebih muda dan dia seo

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-08
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 8 Rencana Pindah Rumah

    Malam ini aku sengaja menyiapkan masakan buatan sendiri dengan dibantu Bibik dan Maya. Aku senang memasak karena memang saat kecil aku sudah dipersiapkan oleh Bibi Kinar agar menjadi perempuan yang serba bisa. "Wah kamu masak apa, Nduk?" tanya Ibu menghampiriku di dapur. "Masak sup iga kesukaan Mas Bi dan Ayah, Bu. Juga ada semur iga kesukaan Ibu dan Mas Wisnu," sahutku menunjukkan hasil masakanku yang sudah tersaji. "Pantas kamu menyuruh ibu tidak memasak hari ini. Ternyata kamu memasak kesukaan kami," ucap Ibu tampak senang dan menghirup aroma masakanku. "Sudah sekarang kamu mandi dulu. Biar Abisatya ibu yang jaga." Untunglah selama memasak ada Ibu yang menjaga bayi tampan itu. Aku segera melangkah menuju kamar dan bersiap-siap mengguyur tubuhku yang sudah berkeringat. "Jelek banget kamu seperti pembantu," ejek Mas Birendra dengan tatapan yang menusuk saat aku masuk kamar. "Bagusan Maya daripada kamu," sindirnya lagi sambil merapikan meja kerjanya yang menyatu dengan kamar.

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-09
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 9 Keributan Menjelang Pindah Rumah

    Aku terbangun dengan kepala terasa berat dan masih lemas. Saat kubuka mata ada Ibu yang tampak cemas juga Ayah memeriksa denyut jantungku. Aku tak tahu berapa lama diri ini tak sadarkan diri. "Apa yang terjadi, Nak?" Ibu membantuku duduk dan bersandar pada tempat tidur. "Hira merasa pusing tadi, Bu," jawabku tak mau jujur. Aku sadar betul yang kualami tadi. Saat aku menyentuh benda gantungan milik Maya tadi terasa seperti kabut tebal yang tak bisa ditembus oleh pandangan mataku. Peristiwa demi peristiwa terpampang, tetapi sayang aku tak mampu melihat nyata. "Detak jantungmu normal. 99 permenit. Mungkin kamu kelelahan, Hira." "Kepalamu masih berat atau penglihatanmu terganggu?" tanya Ayah sembari memeriksa mataku. "Tidak Yah. Cuma kepala Hira seperti dihantam batu," jawabku jujur. Memang saat ini kepalaku sangat sakit. "Suruh Parman beli obat, Dek. Ini resepnya," kata Ayah pada Ibu dengan lembut. Ibu pun langsung keluar dari kamar dan menyuruh suami Bik Sum membeli obat yang dir

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-10
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 10 Berita Tengah Malam

    "Bagaimana hasil pemeriksaanmu, Nak?""Untuk saat ini perawatan jalan saja dulu dan terapi agar kepala Hira tidak sakit terus, Yah."Ayah dan Bibi Kinar yang menemaniku ke dokter hari ini, karena Mas Birendra ataupun Mas Wisnu tak bisa mengantar atau menjemput. Jika Mas Wisnu tak mau aku bisa memaklumi, tetapi rasanya sakit hati bila diabaikan suami sendiri."Tapi kepalamu tidak ada yang terluka di bagian dalam?" tanya Ayah mencemaskanku."Ya sudah tidak ada toh, Mas. Kan ayah mertuanya yang mengoperasi Hira. Untung saja kecelakaan itu tak membuat kami kehilanganmu. Bibi takut kalau terjadi sesuatu denganmu," keluh Bibi yang sedari tadi memang tak berhenti mengoceh soal kecelakaan."Tidak akan terjadi sesuatu pada Hira kok, Bi. Buktinya Hira masih hidup kan? Meski ingatan Hira ada yang hilang.""Lebih baik begitu daripada kamu ingat peristiwa yang menyakitkan sebelum kecelakaan," timpal Bibi Kinar spontan."Bahkan ayahmu saja enggan mengingat," imbuh Bibi lagi tanpa memerhatikan dirik

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-11
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 11 Aku Bukan Pembawa Sial

    "Maaf kami sudah berusaha menyelamatkan Pak Dani. Tim medis kami sudah melakukan segala upaya yang terbaik untuk menyelamatkan nyawa Pak Dani." Ucapan dokter menghentakkan seluruh syaraf pendengaran ketiga orang yang baru saja datang. Kabar tersebut mengejutkan mereka di tengah malam. "Lalu bagaimana dengan ibu kami, Pak?" Birendra menyela menanyakan kondisi sang ibu. "Ibu Tari dalam keadaan kritis dan tim kami masih menangani beliau di ruang operasi," ucap dokter berjubah biru sembari menepuk bahu Birendra. "Dok, tolong selamatkan ibu saya." Tumpah tangis Wisnu yang dipendamnya sejak tadi. "Dokter Haris, tolong selamatkan ibu mertua saya. Berjanjilah jika anda bisa menyelamatkannya," ucap Mahira dengan memohon. "Kami tidak bisa menjanjikan apapun, Mahira. Kami hanya sebagai penyelamat dan yang menentukan semua kuasa Tuhan." Dokter Haris adalah senior Mahira hingga Mahira memohon agar sang ibu mertua bisa diselamatkan. Di hari ini Mahira sudah tahu apa yang akan terjadi. Sekera

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-13
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 12 Wasiat Sang Ibu Mertua

    ["Tetaplah bersama Birendra, Nak."] "Ayah Dani ..." Tersentak oleh sebuah suara yang terdengar begitu jelas Mahira terbangun dari tidurnya. Dia sempat memejamkan mata di kala menunggu sang ibu mertua di depan ruang ICU. Di dalam ruangan ber-AC di belakangnya ada Birendra yang terus menjaga sang ibu sedangkan dirinya tak diperkenankan masuk. "Bagaimana keadaan ibu ya?" "Aku hanya ingin melihat sekali lagi." Mahira berdiri dan mencoba melihat dari kaca untuk memastikan kondisi sang ibu mertua, tetapi sayang dia tak dapat melihat apapun yang ada di dalam ruangan sana. Hatinya dilanda kecemasan. "Ayah Dani, Hira kangen dengar suara ayah," gumamnya dalam hati. "Tolong sampaikan permintaan Hira pada Allah, Yah. Jangan biarkan ibu pergi. Kami masih memerlukan ibu." Tak sanggup rasanya jika Hira harus kehilangan Tari, karena sosok wanita bersahaja dan lembut tutur katanya itu sudah dianggapnya sebagai ibu kandung sendiri setelah wanita tak tahu diri itu kabur bersama pria kaya. Mahi

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-14
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 13 Siapa Wanita Yang Ingin Mengambil Abisatya

    Mahira diliputi rasa bersalah sepeninggal kedua mertuanya. Takdir tak bisa diubah, kematian tetap menghampiri ayah ibu yang disayanginya. Mahira mengira jika dia bisa membalik keadaan dan mengharapkan mereka tak mengalami kecelakaan, tetapi tidak sesuai keinginannya. "Andai aku tak meminta kembali ke masa lalu. Mungkin tak akan seperti ini. Mas Birendra semakin menyalahkanku." "Dia itu akan selalu menyalahkan siapapun, Hira. Jangan kamu pikirkan dan juga jangan merasa bersalah karena kecelakaan ayah dan ibu." Helaan napas terdengar di samping Mahira, Wisnu terbangun dari tidurnya. Sejak malam tadi hingga subuh ini Mahira dan Wisnu ada di bandara menunggu kedatangan adik dari sang ibu mertua dari Belanda. Birendra memilih tinggal di rumah sambil menyambut para tamu yang bertandang untuk berdoa bersama sementara kedua jenazah masih di rumah sakit sampai para saudara datang. Pemakaman tak boleh dilakukan jika semua anggota tak berkumpul. Itu pesan wasiat dari sang ibu mertua sebelum

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-15
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 14 Wanita Yang Datang Di Pagi Hari

    Mahira tak memiliki pikiran sampai sejauh ini jika Birendra mengajaknya pindah bukan ke rumah yang dibeli oleh sang ayah mertua melainkan ke kediaman Birendra bersama Sarayu ketika mereka menikah dulu.Birendra menolak menempati rumah ayah ibunya yang kini menjadi alih fungsi kantor dirinya sedangkan Wisnu memilih berada di apartemen. Para pengurus tetap bekerja di rumah lama sedangkan Maya dan Sum mengikuti Birendra."Non, yakin mau pindah ke sini?" Maya berbisik sesampainya mereka di rumah Birendra."Seorang istri harus mengikuti suaminya, bukan?" Mahira mencoba tersenyum ketika memberi jawaban."Iya kalau suaminya itu baik. Coba kalau suaminya nona sebaik Mas Wisnu nggak mungkin seperti ini, Non," bisiknya lagi seraya menurunkan tas dan koper."Sudah yuk masuk aja. Kasihan Abi kalau di luar," ajak Mahira menggendong Abisatya yang mengantuk."Sejuk ya rumahnya, May," kata Mahira sembari berjalan memasuki halaman."Kalau rumah dipenuhi cinta mah sejuk, Non," balas Maya cemberut karen

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-16

Bab terbaru

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 157 Bertahanlah, Dokter Arya

    Tanpa disadari oleh Fatma, seorang polisi diam-diam berjalan di belakangnya. Polisi tersebut mendekati Fatma dengan sigap dan sebelum dia bisa melakukan sesuatu yang lebih berbahaya, polisi berhasil melumpuhkannya."Sudahi permainan anda, Ibu Fatma!""Tidak ... aku tak berakhir seperti ini!" Fatma berteriak tidak terima.Pistol yang dia genggam jatuh dengan bunyi keras ke lantai beton. Bayi Abisatya yang hampir terlepas dari genggamannya langsung diselamatkan oleh seorang petugas polisi dan dengan hati-hati diserahkan kembali kepada Mahira.Mahira meraih Abisatya dengan tangan gemetar, dan begitu dia mendekap putranya, air mata mengalir deras di pipinya. Rasa syukur dan kebahagiaan meluap-luap di hatinya setelah berhari-hari terjebak dalam mimpi buruk ini."Ibu di sini, Sayang. Kamu aman sekarang," kata Mahira memeluk erat Abisatya."Jangan menangis lagi. Kita pulang ya sekarang," imbuh Mahira sembari mencium wajah Abisatya yang sudah berhenti menangis.Birendra dengan cepat menghampi

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 156 Serahkan Dirimu, Fatma

    Mahira berdiri terpaku, tangan gemetar saat menatap pisau di hadapannya. Fatma menunggunya membuat keputusan, tetapi bagaimana mungkin ia bisa memilih? Di satu sisi ada Abisatya, putranya yang bahkan belum bisa berbicara. Di sisi lain, ada Sanur, yang meski bukan siapa-siapa baginya secara pribadi, tetaplah seseorang yang berharga bagi Wisnu."Kenapa anda begitu menginginkan kematianku, Bibi Fatma?" tanya Mahira sengaja untuk mengalihkan pembicaraan.Fatma mendengkus kesal, dia menatap Mahira dengan tatapan kebencian. Tidak ada rasa iba pada Mahira yang notebene adalah keponakannya. Rasa bencinya telah mengakar di hatinya."Karena dengan kematianmu, aku bisa mewarisi harta ibumu. Semua yang dia miliki seharusnya jatuh kepadaku bukan kepada ibumu. Sejak kecil aku diabaikan dan tak seorang pun menyayangiku hanya karena ibumu memiliki penyakit jantung," ucap Fatma sinis."Bukankah anda telah mengambil semuanya? Kenapa anda masih menginginkan kematianku?" ulang Mahira."Wajahmu mengingatk

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 155 Kebimbangan Mahira

    Malam semakin larut saat Mahira menyetir seorang diri di lenggangnya jalanan ibu kota. Jari-jarinya mencengkeram erat setir mobil. Ini pertama kalinya ia menyetir setelah setahun tak pernah menyentuh mobil karena trauma kecelakaan yang pernah dialaminya. Tubuhnya terasa kaku, dan setiap tarikan napasnya berat.Satu jam lalu Mahira mendapat telepon dari Fatma untuk menemuinya secara langsung di tempat yang sudah ditunjuknya. Mahira awalnya ingin menolak, tetapi ancaman Fatma membuat dia harus menghadap.["Jika kau tak ke sini sendirian, jangan harap kamu akan bertemu dengan salah satu dari mereka."]Suara dingin Fatma memerintahkannya datang sendiri tanpa ditemani siapa pun. Jika Mahira membawa polisi atau siapa saja, salah satu sandera — anaknya, Abisatya atau akan dilukai. Tidak ada waktu untuk berpikir panjang. Tanpa memberitahu Birendra ataupun Wisnu, Mahira mengambil kunci mobil dan pergi di tengah malam yang sunyi.Angin malam menyapu wajahnya saat dia membuka sedikit jendela mob

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 154 Pilih Abisatya Atau Sanur

    "Maafkan saya, Non Mahira. Seharusnya nona tidak pernah mengasuh bayi itu. Saya begitu tak suka saat nona mau mengasuh anak dari pelakor.""Lebih baik lupakan saja anak ini, Nona Mahira."Empat hari sudah sejak hilangnya Abisatya dan polisi masih kesulitan menemukan jejak Maya dan Fatma. Kedua wanita itu begitu pandai bersembunyi, meninggalkan pihak berwenang kebingungan. Setiap harapan yang dimiliki Mahira dan Birendra mulai pudar."Aku berharap setelah ibu Fatma mendapatkan uangnya. Aku bisa pergi dari kota ini dan memberikan anak ini pada orang lain."Maya dan Fatma berganti lokasi tempat persembunyian. Kali ini anak buah Fatma menemukan rumah kosong di pinggiran kota meski harus masuk gang sempit, kedua wanita itu tak peduli asal mereka bisa menghindari pihak polisi."Makanya jangan cari masalah denganku. Kalau kamu diam, aku tak akan melakukan ini!"Dari luar, Maya mendengar suara keras Fatma. Maya segera meninggalkan Abisatya dengan botol susunya yang sengaja dia beli agar bayi

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 153 Dua Pilihan Sulit

    "Birendra akan membawa Abisatya, Mahira. Jadi serahkan semua padanya ya."Dokter Agustin dan Arya datang ke rumah Mahira untuk memberi dukungan. Mereka tahu jika Mahira membutuhkan seseorang untuk menguatkan di kala susah seperti ini."Tapi bagaimana jika tak berhasil, Dok?" tanya Mahira menatap dokter Agustin penuh kesedihan."Sampai sekarang Mas Birendra tak meneleponku," lanjutnya."Tenanglah, Mahira. Dia akan memberi kabar pada kita," sahut Arya.Matanya terus melirik ke ponsel di atas meja yang tak henti-hentinya bergetar dengan notifikasi, tetapi tak satu pun dari mereka membawa kabar baik yang ditunggunya. Ruangan itu terasa begitu sunyi, hanya ada suara jam dinding yang berdetak pelan.Arya tak tahu bagaimana dia harus menghibur Mahira yang saat ini sedang dirundung masalah. Sejak awal bertemu dengannya, Arya merasa kehidupan Mahira sungguh berat dan tak ada bahagia."Kita harus sabar, Mahira," ujar dokter Agustin dengan suara yang lembut."Birendra pasti tahu apa yang dia lak

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 152 Kembalikan Anakku!

    Abisatya terbangun, matanya mencari keberadaan seseorang yang selalu memberinya dekapan di pagi hari dan menggendongnya dengan bernyanyi. Saat dia tak menemukan sosok tersebut, Abisatya menangis kencang.Tangisannya yang melengking membuat Maya terjaga dari tidurnya, dia lelah setelah semalam harus menenangkan bayi rewel itu. Tangannya gemetar, napasnya tersengal-sengal, dan wajahnya mulai memerah oleh frustrasi."Ada apa lagi sih?" Maya bertanya dengan nada emosi seraya berjalan menuju salah satu ruangan.Bayi di depannya tidak juga berhenti menangis, suaranya seakan menusuk telinga Maya yang sudah lelah dan kesal. Dengan gerakan cepat, tanpa berpikir panjang, Maya mencubit lengan kecil Abisatya."Diam!" bisiknya dengan suara tinggi dengan matanya yang melebar menatap Abisatya.Bayi itu menangis semakin keras, tubuhnya yang mungil bergetar dan wajahnya memerah seiring dengan tangisannya yang tak mereda. Maya menarik napas panjang, menyandarkan punggung ke dinding, seolah-olah mencoba

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 151 Penculikan Abisatya

    Perasaan seorang ibu yang kehilangan anaknya dirasa Mahira saat ini. Matanya terus memandangi ponsel di tangannya. Jari-jarinya gemetar ketika dia berulang kali membuka aplikasi pesan, berharap ada kabar dari Abisatya.Mahira masih berharap jika Abisatya dibawa oleh sang bibi Kinar atau ayahnya. Pihak polisi pun sudah mencari sosok wanita yang membawa bayi tersebut. Kini dia dan Birendra tetap menunggu. Birendra berdiri di samping jendela, melihat keluar dengan tatapan kosong. Sesekali dia menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri."Kita sudah mencari Abi ke manapun, tapi masih belum ada kabar," suara Birendra terdengar pelan. Bahunya tampak kaku seolah menahan beban yang sangat berat.Mahira mendongak, menatap Birendra dengan mata berkaca-kaca. "Mas Birendra, aku takut terjadi yang membuat Abi menangis," bisiknya."Bagaimana kalau sesuatu yang buruk terjadi pada Abisatya?"Birendra menoleh, menghampiri Mahira dan duduk di sampingnya. Dia meraih tangan Mahira dan mencoba menena

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 150 Di Mana Kamu, Nak

    "Coba jelaskan padaku, Agustin. Kenapa Hira ada di rumahmu?""Kamu tahu aku dan dokter Arya tak tahu lagi mau ke mana mencari Hira. Ternyata dia ada di sini."Birendra dan Arya tak pernah sekalipun menyangka jika Mahira datang ke rumah Agustin siang kemarin. Kini mereka berdua mendapat telepon jika Mahira sedang dalam keadaan tak baik-baik pagi ini."Kemarin siang Mahira datang ke rumahku. Dia terlihat lelah, tapi aku tidak menyangka kondisinya seburuk itu. Ketika aku mengajak masuk ke rumah, dia tiba-tiba jatuh pingsan.""Aku tak sempat menelepon, Bi. Jadi aku pikir kubawa dia masuk dan menunggu dia siuman. Saat siuman, dia melarangku untuk menghubungimu atau Arya kecuali ayahnya.""Di mana dia sekarang?" tanya Arya dan mendapat tatapan tak menyenangkan dari Birendra. Seharusnya dia yang bertanya bukan Arya."Pagi ini Pak Rahmat datang menjemput Mahira dan membawanya pulang ke rumahnya," kata Agustin memerhatikan kedua pria di depannya."Lalu bagaimana keadaannya sekarang, Agustin?"

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 149 Mahira Menghilang

    Di kantor kepolisian yang diterangi lampu neon putih, seorang penyidik duduk termenung di hadapan papan bukti. Foto-foto berserakan di mejanya, salah satunya foto Sarayu yang sudah meninggal dalam kecelakaan tragis.Andi---penyelidik itu menatap tajam pada foto Fatma dan Maya, dua perempuan yang telah lama dicari. Sudah hampir seminggu keberadaan mereka hilang. Mereka tak mungkin kabur ke luar negeri kecuali mereka kabur keluar kota."Kita harus temukan mereka," gumamnya lirih, matanya tak lepas dari peta yang menunjukkan tempat-tempat yang sudah mereka selidiki.Pintu ruangannya terbuka perlahan saat dia sedang serius. Seorang pria berpangkat kapten masuk dengan langkah tenang membawa amplop cokelat.“Saya menemukan bukti lagi, Pak," ucapnya sambil meletakkan amplop itu di atas meja.Andi meraihnya dengan cepat, membuka amplop dan menemukan beberapa foto baru. Salah satunya foto seorang wanita sedang menggendong bayi perempuan."Siapa ini?" tanyanya sambil mengernyitkan alis."Ini ib

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status