Beranda / Romansa / Dikejar Lagi Oleh Suamiku / Bab 3 Aku Tetap Menjadi Yang Kedua

Share

Bab 3 Aku Tetap Menjadi Yang Kedua

last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-04 09:05:09

Kedua bocah yang ada di taman rumah sakit saat ini mengingatkanku ketika aku dan Mas Bi masih kecil. Usia kami yang terpaut enam tahun membuat Mas Bi menyayangiku sebagai adik.

Perasaanku tumbuh perlahan kepadanya. Lebih tepatnya saat kami sudah mulai tumbuh remaja, aku menyukainya sedangkan dia menganggapku tak lebih dari sekedar adik.

"Aku masih menganggap kembalinya diriku bagaikan mimpi."

"Apa yang ingin semesta lakukan padaku?"

Aku kira jika kembali ke masa lalu, aku bisa mengembalikan semua keadaan. Namun ternyata aku keliru, justru masalah semakin rumit saja. Aku dianggap pembunuh oleh Mas Bi dan menjadi istri kedua.

"Hai melamun aja. Awas kesambet setan rumah sakit kamu," celetuk seorang pria yang baru datang dan langsung duduk di sebelahku.

"Mas Wisnu? Bukannya Mas---?"

Di ingatanku Mas Wisnu anak bengal dan susah diatur oleh kedua orang tuanya hingga diusir dari rumah karena pernah membuat rusuh rumah tangga pernikahan tetangga. Ayah Dani malu lalu menyuruh Mas Wisnu pindah ke rumah neneknya. Sejak saat itu dia tak pernah pulang.

"Ada apa denganku?" tanya Mas Wisnu menaruh satu rantang masakan di pangkuanku.

"Ah tidak apa-apa, Mas," sahutku cepat.

"Mas apa kabar?" Aku mengalihkan pembicaraan saat tatapannya menyiratkan sesuatu.

"Kabarku baik luar biasa kecuali kamu."

"Untung ya luka kamu nggak sampai membuatmu koma bertahun-tahun," kata Mas Wisnu tak berniat menyindir. Begitulah Mas Wisnu jika bicara tak pernah disaring dan aku maklum.

"Berharapnya sih bertahun-tahun agar tidak mendengar beritanya Sarayu," balasku.

"Oh kamu udah tahu ya? Keterlaluan memang si pria bengkok hati itu."

"Heh? Pria bengkok hati? Maksudnya Mas Birendra?" Aku menatap Mas Wisnu dan menggeleng. Ada-ada saja memanggil kakaknya seenak bibirnya.

"Siapa lagi? Dia kan hatinya bengkok ke sana ke mari," jawabnya santai sembari memainkan ponsel.

Pada saat Mas Wisnu memegang ponselnya, aku melihat gantungan aksesoris tengkorak dan samar-samar ada bayangan aku pernah melihat benda itu, tetapi aku lupa di mana tepatnya.

"Ada apa? Tatapanmu mengerikan," ucap Mas Wisnu menyingkirkan ponselnya dariku.

"Mas dapat dari mana gantungan itu?" Aku menunjuk ponsel yang dipegangnya.

"Aku buat sendiri. Kamu kan tahu aku ini suka dengan seni pahat, sayangnya ayah tak menyetujui bakatku ini."

"Kenapa kamu bertanya seperti itu? Mau aku buatkan?"

"Aku pernah melihat gantungan itu, tapi aku lupa di mana," kataku menatapnya lalu pandanganku beralih pada gantungan ponselnya.

"Tak mungkinlah, Hira. Ini baru kemarin aku buat kok. Itu dampak dari kamu tidur seminggu jadi mengingat hal tak jelas," jawab Mas Wisnu menggelengkan kepala.

"Sudah yuk. Masuk ke kamarmu. Ibu menyuruhku mengantarkan makan siang untukmu."

Aku sangat yakin sekali jika aku pernah melihat gantungan ponsel itu di sebuah mobil yang melaju. Namun aku tidak tahu ingatanku ini berada di tahun ini atau di masa depan?

****

Hari ini aku masih belum boleh pulang dari rumah sakit, karena ada pemeriksaan lanjutan takutnya terjadi sesuatu pada otakku akibat kecelakaan. Aku benar-benar tak ingat sama sekali kejadian yang menimpa diriku.

Satu hal yang kuingat hanya pertengkaran dengan Mas Bi di malam hari itu dan kejadian selanjutnya seolah hilang dalam ingatanku. Aneh sekali menurutku. Aku ingat semua hal yang terjadi padaku selama ini.

"Mungkinkah kembalinya aku ke masa lalu mengubah semua takdir?"

"Apa bisa aku membatalkan pernikahan ini?"

Aku berbicara sendiri dan tak sadar jika Ayah berdiri di ambang pintu rawat inap. Ayah menyunggingkan senyumnya, tetapi berbeda dengan pria di belakangnya. Dia terlihat tak menyukai kedatangannya ke sini.

"Ayah ..." Aku antara terkejut dan senang melihat Ayah ada di sini.

"Biar ayah yang ke sana," ucap Ayah mendekat dan langsung memelukku.

"Ayah kangen kamu, Nduk," kata Ayah lagi tak hentinya membelai rambutku. Tindakan yang sering Ayah lakukan dulu ketika aku kecil.

Sudah lama aku tak berjumpa dengan Ayah hanya melalui panggilan video saja. Terakhir kami bertemu saat Ayah menjadi wali nikahku dan beberapa hari kemudian Ayah akan kembali ke Abu Dhabi.

"Hira juga kangen sama Ayah. Ayah dijemput siapa?" tanyaku sambil mencari keberadaan Mas Bi yang pergi entah ke mana.

"Dijemput sama Birendra. Sebenarnya Nak Wisnu yang mau jemput Ayah, tetapi yang datang Birendra," ujar Ayah membuka tas kain dan tercium aroma buah jeruk.

"Tadi Birendra membeli jeruk. Katanya kamu suka. Tak seperti biasanya kamu ingin makan ini," imbuh Ayah mengeluarkan buah tersebut.

"Yah, nanti saja dibukanya ya. Sekarang Hira ingin berbincang dengan Ayah," kataku mencegah Ayah mengupas buah jeruk itu.

Aku tak pernah menyukai buah jeruk sejak dulu dan Mas Birendra tahu, tetapi mungkin dia lupa sekarang atau memang sengaja membelinya untukku.

Selama aku dan Ayah melepas rindu, Mas Birendra tak menunjukkan dirinya. Entah dia ke mana dan saat jam kunjungan selesai dia baru muncul. Sebegitu tidak sukanya dia kepadaku hingga tak mau berdekatan denganku?

"Besok Ayah ke sini lagi. Bukankah kalian akan menikah? Jaga kesehatan, Nak. Jangan sampai sakit," pesan Ayah sebelum pamit pulang.

"Kamu temani calon istrimu dulu. Jangan mengantarkan Ayah. Ayah masih ingin jalan-jalan di sekitar kota ini."

Ayah lebih memilih pulang menaiki ojek online dan menyuruh Mas Birendra untuk tetap di sini menemaniku. Namun aku ragu, dia tidak akan bakalan mau melakukannya.

"Jika bukan permintaan orang tua kita. Aku tak akan sudi menemani di sini," tutur Mas Bi sembari duduk di sofa dan memilih melihat ponsel daripada membantuku mengambil air.

"Jika begitu lebih baik Mas pulang saja. Aku bisa sendiri di sini," jawabku penuh penegasan.

Mas Birendra menatapku tajam dan dia pun langsung berdiri hendak menuju pintu. Jika tak suka perkataannya dilawan dan akan tersinggung. Aku tak peduli dia mau marah atau kesal.

"Jeruk itu kesukaan Sarayu, bukan?" tanyaku tiba-tiba sebelum Mas Bi membuka pintu keluar.

"Jika kau tak suka buang saja," sahutnya ketus.

"Bukan masalah tak suka. Tapi sejak dulu Mas Bi tahu jika aku memiliki alergi buah jeruk. Apa Mas sudah lupa?"

Jauh sebelum mengenal Sarayu, Mas Birendra selalu perhatian kepadaku layaknya saudara. Dia tahu jika aku memiliki alergi makanan dan selalu waspada jika kami makan di luar.

Namun kini dia berubah, dia lupa semua hal yang pernah dia lakukan padaku dulu. Mas Birendra bukanlah sosok yang kukenal. Dia jauh berbeda.

"Aku tak ingat."

"Kok bisa ya kesukaan kawan kecilnya dilupakan. Padahal dulu dia berjanji akan menjaga dan melindungiku. Kini dia melanggarnya sendiri," sindirku dengan tertawa. Terserah dia mau tersinggung.

"Kita bukan lagi anak kecil, Hira. Jadi bersikaplah dewasa," ucapnya tanpa melihat ke arahku. Dia sibuk dengan ponselnya.

"Aku harus pergi sekarang," sambungnya membuka pintu.

"Mas, sebelum kamu pergi. Aku mau bertanya satu hal. Jika Sarayu tak ada di dunia ini, apa aku masih menjadi yang kedua di hatimu?"

Mas Birendra hanya menoleh sesaat kepadaku lalu dia diam tanpa mau menjawab pertanyaanku. Dia langsung menutup pintu dan pergi begitu saja.

Ternyata masih sama seperti dulu. Di matanya tak pernah Mas Bi menganggapku sebagai seorang wanita melainkan sosok asing yang hadir di hidupnya. Jika begini lebih baik aku mengambil keputusan tegas.

"Lebih baik kuberikan saja jeruk ini kepada perawat daripada alergiku kambuh."

Sayang jeruk sebagus ini dibiarkan begitu saja jadi kuberikan saja pada perawat di luar. Saat aku hendak melangkah keluar pintu, kulihat masih ada Mas Bi sedang melihat taman dan dia menelepon seseorang.

"Iya. Tolong jaga dia dulu. Jangan sampai ketahuan oleh Mahira."

"Tunggu waktunya saja. Biar dia merasakan yang dirasakan Sarayu."

"Aku ingin Mahira mengalami penyiksaan ketika menikah denganku nanti."

Aku menutup kembali pintu kamar agar tak ketahuan olehnya. Apakah Mas Bi ingin membalas dendam kepadaku karena kematian Sarayu? Sebenarnya apa yang terjadi? Apa benar aku ini telah membunuh Sarayu?

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Andre W Rico
kenapa kamu menuduh istrimu sendiri? cari bukti, Bi
goodnovel comment avatar
Nathan Ryuu
lho lho lho? mo ngapain kamu heh, birendra?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 4 Siapa Pelaku Sesungguhnya

    Seperti yang dikatakan Mas Birendra kemarin akhirnya pernikahan kami hanya di catatan sipil, tetapi setelah aku sembuh total maka pesta pernikahan harus diselenggarakan. Aku sebenarnya sudah menyerah dan tak mau membubuhi tinta tanda tangan di atas surat pernikahan. Namun kulihat Ibu begitu gembira sejak pagi, ibu yang meriasku hingga membantuku memakai pakaian yang cantik. "Ibu tak sabar menjadikanmu menantu keluarga ini, Nak. Sejak kecil Ibu ingin sekali kamu menjadi anak Ibu." "Terima kasih sudah menyetujui pernikahan ini ya, Nduk. Meski Birendra belum bisa melupakan Sarayu, tetapi Ibu yakin suatu saat nanti dia akan mencintaimu." Aku bukanlah orang jahat dan langsung menolak permintaan Ibu yang sudah aku anggap sebagai ibu sendiri sejak perempuan yang melahirkanku memilih pergi bersama pria lain. "Doakan saja Hira ya Bu. Biar Mas Bi mau menerima Hira sebagai istrinya," ucapku sembari memeluk Ibu. "Sudah jangan menangis kalian ini. Hari bahagia tidak boleh mengelua

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-04
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 5 Aku Bukan Pembunuh

    Seharusnya aku sudah diperbolehkan pulang kemarin, tetapi banjir dan kemacetan menjadi satu di ibu kota hingga tak ada yang menjemputku. Pagi ini aku terpaksa mengurus kepulanganku sendiri. Tak apa-apa sejak kecil Ayah maupun Bibi tak pernah ada untukku. "Ibu Mahira, suami anda menelepon kami. Jangan pulang dulu karena suami anda akan menjemput," ujar perawat yang datang memberitahuku di ruang rawat inap. Aku mengenal perawat berwajah manis dan kuning langsat itu dengan baik sebab di masa depan dia adalah menjadi kepala suster di bagian anak. Dia orang yang ramah dan disukai pasien. "Terima kasih, Suster Arini," kataku tersenyum dan mengangguk. "Ibu tahu nama saya? Saya baru datang ditugaskan dua hari lalu," sahut perempuan berseragam putih dan berkerudung biru dengan bingung. "Tentu saja. Saya seorang dokter di sini, Suster Arini." Aku menjawab lalu menatapnya. Terkesan aneh menurutku jika dipertemukan dengan orang-orang yang berada di masa lalu. "Oh maaf. Saya tidak tahu

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-04
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 6 Bayi Milik Suamiku

    Ketika turun dari mobil, aku dikejutkan sebuah kenyataan menyakitkan jika Mas Birendra telah memiliki seorang bayi tampan dengan Sarayu. "Maafkan kami ya, Nak. Kami telah bersalah menikahkan kalian." Ibu Tari memelukku sesampainya kami di rumah dan berulang kali meminta maaf. Aku diam membisu tanpa mampu berkata apapun pasalnya begitu banyak kejutan saat ini. "Ayah tahu kamu pasti merasa sakit hati dan kecewa pada kami. Kami yang telah memaksamu menikah dengan Birendra," sesal Ayah Dani memperlihatkan wajah kecemasannya saat aku hanya mengangguk. "Kamu marah sama kami, Nduk?" tanya Ibu Tari menggandengku untuk masuk ke rumah. "Kalau boleh jujur tentu saja Hira marah, tetapi bukan sama ayah dan ibu. Jika tak mau menikahi Hira untuk apa Mas Bi mau melakukannya?" tanyaku menatap Mas Bi yang sedang menggendong bayinya. Hati siapa yang tak marah dan kecewa sekaligus? Aku meminta pada Semesta agar aku dikembalikan ke masa lalu untuk menyatukan Mas Birendra dan Sarayu, tetapi aku tak m

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-07
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 7 Raga Dan Hatimu Bukan Untukku

    Aku terbangun bertepatan dengan tangisan Abisatya dan ternyata sudah sore. Aku tertidur terlalu lama rupanya hingga tak menyadari bayi ini ada di dalam dekapanku. "Kamu pasti haus ya, Nak. Tunggu ibu siapkan susu," kataku sambil menggendong Abi dan menenangkannya. "Kamu pasti menganggap ibu adalah ibu kandungmu ya? Kamu langsung diam saat digendong." Aku memang tak akan pernah memiliki anak dari Mas Birendra, karena dia enggan menyentuhku seakan tubuh dan jiwanya hanya untuk Sarayu. Namun bukan berarti aku tak menyayangi anak-anak, aku menyukai mereka bahkan diriku menjadi dokter anak sekarang. "Tunggu ya, Nak." Aku membaringkannya ke tempat tidur lalu menuju keluar mencari air panas. "Kenapa sepi sekali? Ke mana ayah dan ibu?" Di rumah ini sepi seolah tak ada penghuni. Aku bergegas ke dapur dan mendapati Bik Sum sedang mempersiapkan makan malam dibantu Maya. Mereka adalah ibu dan anak yang bekerja di rumah mertua sejak Mas Wisnu masih kecil.Maya berusia lebih muda dan dia seo

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-08
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 8 Rencana Pindah Rumah

    Malam ini aku sengaja menyiapkan masakan buatan sendiri dengan dibantu Bibik dan Maya. Aku senang memasak karena memang saat kecil aku sudah dipersiapkan oleh Bibi Kinar agar menjadi perempuan yang serba bisa. "Wah kamu masak apa, Nduk?" tanya Ibu menghampiriku di dapur. "Masak sup iga kesukaan Mas Bi dan Ayah, Bu. Juga ada semur iga kesukaan Ibu dan Mas Wisnu," sahutku menunjukkan hasil masakanku yang sudah tersaji. "Pantas kamu menyuruh ibu tidak memasak hari ini. Ternyata kamu memasak kesukaan kami," ucap Ibu tampak senang dan menghirup aroma masakanku. "Sudah sekarang kamu mandi dulu. Biar Abisatya ibu yang jaga." Untunglah selama memasak ada Ibu yang menjaga bayi tampan itu. Aku segera melangkah menuju kamar dan bersiap-siap mengguyur tubuhku yang sudah berkeringat. "Jelek banget kamu seperti pembantu," ejek Mas Birendra dengan tatapan yang menusuk saat aku masuk kamar. "Bagusan Maya daripada kamu," sindirnya lagi sambil merapikan meja kerjanya yang menyatu dengan kamar.

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-09
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 9 Keributan Menjelang Pindah Rumah

    Aku terbangun dengan kepala terasa berat dan masih lemas. Saat kubuka mata ada Ibu yang tampak cemas juga Ayah memeriksa denyut jantungku. Aku tak tahu berapa lama diri ini tak sadarkan diri. "Apa yang terjadi, Nak?" Ibu membantuku duduk dan bersandar pada tempat tidur. "Hira merasa pusing tadi, Bu," jawabku tak mau jujur. Aku sadar betul yang kualami tadi. Saat aku menyentuh benda gantungan milik Maya tadi terasa seperti kabut tebal yang tak bisa ditembus oleh pandangan mataku. Peristiwa demi peristiwa terpampang, tetapi sayang aku tak mampu melihat nyata. "Detak jantungmu normal. 99 permenit. Mungkin kamu kelelahan, Hira." "Kepalamu masih berat atau penglihatanmu terganggu?" tanya Ayah sembari memeriksa mataku. "Tidak Yah. Cuma kepala Hira seperti dihantam batu," jawabku jujur. Memang saat ini kepalaku sangat sakit. "Suruh Parman beli obat, Dek. Ini resepnya," kata Ayah pada Ibu dengan lembut. Ibu pun langsung keluar dari kamar dan menyuruh suami Bik Sum membeli obat yang dir

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-10
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 10 Berita Tengah Malam

    "Bagaimana hasil pemeriksaanmu, Nak?""Untuk saat ini perawatan jalan saja dulu dan terapi agar kepala Hira tidak sakit terus, Yah."Ayah dan Bibi Kinar yang menemaniku ke dokter hari ini, karena Mas Birendra ataupun Mas Wisnu tak bisa mengantar atau menjemput. Jika Mas Wisnu tak mau aku bisa memaklumi, tetapi rasanya sakit hati bila diabaikan suami sendiri."Tapi kepalamu tidak ada yang terluka di bagian dalam?" tanya Ayah mencemaskanku."Ya sudah tidak ada toh, Mas. Kan ayah mertuanya yang mengoperasi Hira. Untung saja kecelakaan itu tak membuat kami kehilanganmu. Bibi takut kalau terjadi sesuatu denganmu," keluh Bibi yang sedari tadi memang tak berhenti mengoceh soal kecelakaan."Tidak akan terjadi sesuatu pada Hira kok, Bi. Buktinya Hira masih hidup kan? Meski ingatan Hira ada yang hilang.""Lebih baik begitu daripada kamu ingat peristiwa yang menyakitkan sebelum kecelakaan," timpal Bibi Kinar spontan."Bahkan ayahmu saja enggan mengingat," imbuh Bibi lagi tanpa memerhatikan dirik

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-11
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 11 Aku Bukan Pembawa Sial

    "Maaf kami sudah berusaha menyelamatkan Pak Dani. Tim medis kami sudah melakukan segala upaya yang terbaik untuk menyelamatkan nyawa Pak Dani." Ucapan dokter menghentakkan seluruh syaraf pendengaran ketiga orang yang baru saja datang. Kabar tersebut mengejutkan mereka di tengah malam. "Lalu bagaimana dengan ibu kami, Pak?" Birendra menyela menanyakan kondisi sang ibu. "Ibu Tari dalam keadaan kritis dan tim kami masih menangani beliau di ruang operasi," ucap dokter berjubah biru sembari menepuk bahu Birendra. "Dok, tolong selamatkan ibu saya." Tumpah tangis Wisnu yang dipendamnya sejak tadi. "Dokter Haris, tolong selamatkan ibu mertua saya. Berjanjilah jika anda bisa menyelamatkannya," ucap Mahira dengan memohon. "Kami tidak bisa menjanjikan apapun, Mahira. Kami hanya sebagai penyelamat dan yang menentukan semua kuasa Tuhan." Dokter Haris adalah senior Mahira hingga Mahira memohon agar sang ibu mertua bisa diselamatkan. Di hari ini Mahira sudah tahu apa yang akan terjadi. Sekera

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-13

Bab terbaru

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 138 Pertengkaran Birendra Dan Wisnu

    Setelah mendapat telepon dari Sumiati, Mahira segera bergegas menuju rumah tanpa memedulikan makan siangnya. Langkahnya dia percepat dan penuh kecemasan. Perasaannya campur aduk selama perjalanan pulang, mencoba membayangkan apa yang sebenarnya terjadi.Ketika mobil online berhenti di depan rumah, pemandangan yang dia temukan membuat dadanya semakin sesak. Polisi berjaga-jaga di halaman, dan pintu rumahnya terbuka lebar, memperlihatkan ruang tamu yang berantakan. Barang-barang berserakan seolah terjadi kerusuhan."Apa yang terjadi di sini?" tanyanya kepada seorang polisi yang berdiri di tengah ruangan. Dengan napas memburu, Mahira melangkah masuk."Maaf dengan siapa kami bicara?" tanya salah satu petugas melihat kedatangan Mahira."Saya Mahira. Istri dari Birendra pemilik rumah ini," sahut Mahira seraya menyerahkan kartu pengenalnya."Sebenarnya apa yang terjadi, Pak? Apa orang asing memasuki rumah kami?"Polisi itu menoleh dan menghela napas sebelum menjawab. "Bu Mahira, suami Anda,

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 137 Mas Birendra Mau Berubah

    Setelah perbincangan panjang dengan Dokter Arya di ruang konsultasi, aku menatap wajah Mas Birendra. Wajahnya kaku, meski bibirnya melontarkan ucapan terima kasih kepada Arya. Namun, sorot matanya yang sesekali melirik tajam ke arah Arya tidak bisa disembunyikan."Birendra, aku meminta tolong. Perhatikan kondisi istrimu. Jangan egois menjadi suami." Hanya dokter Agustin saja yang berani berbicara seperti itu pada Mas Birendra."Iya aku tahu, Agustin," seloroh Mas Birendra seraya menggandeng tanganku dengan erat."Jangan cuma bicara saja kamu ya. Awas kamu jika Mahira sampai sakit," lanjut dokter Agustin dengan bercanda.Aku melihat dokter Arya yang berdiam diri saja di samping dokter Agustin. Tatapan Mas Birendra membuat dirinya tak berani memandang ke arah kami."Lusa saya harap Pak Birendra menemani dokter Mahira berkonsultasi dengan kami di sini," ucap dokter Arya seraya membuka pintu keluar."Aku akan pastikan dia tidak jatuh atau pingsan," ucap Mas Birendra, suaranya tegas.Dokte

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 136 Pilih Aku Atau Sanur, Mas

    Mahira mengajak bicara hal yang serius dengan Wisnu hari ini. Dia menunggu pria itu di rumah sakit sekaligus memberi kabar mengenai kondisi kehamilan Sanur. Ada perasaan gelisah di pikirannya.Saat ini Mahira duduk di kursi di dekat jendela. Tangan mungilnya meremas ujung bajunya dengan cemas memandang keluar jendela ke arah langit yang suram. Tak lama, suara langkah kaki terdengar di koridor."Halo Mas .... ""Masuk Mas," kata Mahira melihat Wisnu datang seorang diri.Wisnu akhirnya tiba. Pintu terbuka dan dia masuk dengan langkah tenang, wajahnya datar tanpa ekspresi. Mata dinginnya segera bertemu dengan tatapan Mahira yang penuh keresahan.Mahira menghela napas pelan lalu berdiri untuk menyambut Wisnu."Terima kasih sudah datang, Mas Wisnu," katanya dengan suara pelan dan jelas. Dia mengangkat matanya yang penuh dengan pertanyaan."Ada apa kamu memanggilku ke sini, Hira?" tanya Wisnu seraya duduk di hadapan Mahira."Ada hal penting yang akan kusampaikan, Mas," ucap Mahira memberi s

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 135 Pergilah Dari Hidupku, Sanur

    Di balik pintu telah berdiri Sanur, wanita yang selama ini menjadi bayang-bayang dalam kehidupan rumah tangganya. Sanur melangkah masuk tanpa diundang, mengenakan gaun mahal yang tampak mencolok. Sikapnya angkuh dengan dagu terangkat dan bibir menyeringai tipis, seolah hendak menunjukkan superioritasnya."Ada keperluan apa Mbak Sanur ke sini?" tanya Mahira seraya tangannya masih menggendong Abisatya."Memangnya aku harus memberitahumu maksud kedatanganku ke sini?" Sanur balik bertanya dengan berdecih."Oh tentu saja, Mbak Sanur. Bukankah kamu datang ke rumah ini mencari Mas Birendra? Dan aku harus pun mengetahui," sahut Mahira tetap tenang."Kalau begitu ya aku tak sungkan lagi bicara denganmu," ucapnya sembari duduk."Mahira," kata Sanur, suaranya dingin dan tegas, "Kau harus menjauhi Birendra. Dia tak akan pernah sepenuhnya menjadi milikmu.""Birendra mau menceraikanku, karena ada dirimu."Mahira menatapnya dengan tenang, meski di dalam hatinya bergejolak. Matanya meneliti Sanur, me

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 134 Apa Kamu Terlibat Dalam Kecelakaanku?

    Aku memasuki apartemen dengan langkah berat, menggenggam tas di tangan sambil memijat pelipis dengan jemari. Sakit kepala yang menjalar dari pertemuanku dengan Sanur di rumah sakit belum juga reda. Rasanya seperti ada beban tak kasat mata yang terus menghimpit. Bertemu Sanur benar-benar menguras energiku. Sekarang aku butuh istirahat. Di apartemen terasa sepi karena Abisatya berada di rumah Mas Birendra kemarin dan besok aku akan menjemputnya pulang. Kami memang bergantian mengasuh dan lagipula aku tak khawatir Abisatya ada di sana karena ada Bibik Rum dan Bibik Tum. "Non Mahira ...." Ada Maya sedang berdiri di depan pintu apartemenku. "Maya? Sedang kamu di sini? Kok tidak menelepon aku dulu?" Aku melihat ponsel dan tidak ada panggilan darinya. "Mas Birendra menyuruh Bibik Tum memasak masakan Nona Mahira dan saya yang mengantarkan," ucapnya seraya memperlihatkan bag makanan di tangan kanannya. "Ya sudah masuk yuk," ajakku memutar kunci apartemen. "Kamu lama menunggu di depa

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 133 Konspirasi Tersembunyi

    Mahira memijat pelipisnya yang berdenyut. Sakit kepala yang dia alami sudah berlangsung sejak beberapa jam lalu tetapi tugasnya sebagai dokter tidak bisa ditinggalkan ketika seorang perawat tiba-tiba masuk dengan terburu-buru. "Dokter Arya ... dokter Mahira, ada korban kecelakaan, seorang wanita hamil. Luka-lukanya ringan, tapi dia terlihat panik." Mahira menarik napas panjang. “Baik, bawa ke ruang perawatan,” jawabnya tegas, meski tubuhnya terasa berat. Dia bangun dengan gerakan cepat, mencoba mengabaikan rasa sakit di kepalanya. "Tetaplah di sini. Biar aku yang menangani," ucap Arya melarang Mahira turun dari ranjang. "Aku sudah baikan, Dok. Lagipula aku tidak merasa nyaman kalau tidur-tiduran di sini," sahut Mahira dibantu Arya turun dari ranjang lalu memakai jubah dokternya. "Kamu memang keras kepala, Mahira. Jika sakitmu kambuh, aku akan menyuruh perawat membawamu ke kamar inap," kata Arya tegas seraya berjalan menuju ruang perawatan lainnya. Mahira mengikuti langkah A

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 132 Pilihan Sulit Birendra

    Birendra melangkah masuk ke ruang tunggu rumah sakit, masih merasakan perih di sudut bibirnya yang sobek akibat adu jotos dengan Wisnu. Ruangan itu sepi hanya ada beberapa pasien dan suara mesin pendingin ruangan yang mendengung pelan."Lebih baik aku ke ruangan Agustin saja." Setelah menerima perban untuk luka-lukanya Birendra melangkah menuju lift. Dia akan menemui temannya, dokter Agustin di lantai tiga.Birendra enggan pulang apalagi saat dia harus berhadapan dengan Sanur. Dia benar-benar tak ingin bicara pada wanita itu setelah mengetahui perselingkuhannya yang membuat dirinya sebagai lelaki hancur."Rudi, sudah kamu persiapkan surat cerai yang kupinta?" tanya Birendra yang menelepon Rudi sahabat sekaligus asistennya."Sudah semuanya. Kali ini tolong jangan Sanur merobeknya lagi," kata Rudi menghela napas panjang."Kamu baik-baik saja, Bi? Beritamu menyebar di surat kabar.""Atasi media yang ada hubungannya dengan Mahira. Jangan libatkan dia dalam masalahku dan Wisnu.""Ya sudah

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 131 Birendra Tahu Rahasia Wisnu

    "Beristirahatlah. Jangan bekerja dulu.""Aku lihat kamu seperti orang kebingungan sejak keluar dari rumah itu."Aku baru saja tiba di apartemen, setelah pulang dari rumah lama dan diantar oleh dokter Arya. Aku memang diam saja selama perjalanan dan tampaknya dokter Arya memahami meski dia tidak tahu masalah yang kuhadapi."Saya akan bercerita nanti, Dok," kataku membuka pintu mobil."Berceritalah jika kamu sudah siap. Oke? Sekarang masuklah," ucapnya tak memaksa dan tersenyum hangat.Aku mengangguk dan segera melangkah masuk ke apartemen. Namun pikiranku masih dipenuhi oleh kejutan di kamar Maya, di mana aku menemukan jaket biru bernoda darah. Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di kepalaku."Aku hanya berharap Maya tak terlibat dalam kecelakaan itu."Anganku melayang ke satu tahun lalu saat kecelakaan itu belum terjadi. Aku ingat jika Maya hendak ke kampus karena ada kelas lanjutan. Tak mungkin Maya melakukan itu padaku."Memangnya aku salah apa sama Maya?" Gumamku sembari melan

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 130 Jaket Biru Di Kamar Maya

    "Bibi harus membantuku. Aku tidak mau diceraikan oleh Birendra." Sanur memecah keheningan dengan suara tinggi, hampir seperti jeritan. Mata bulatnya memerah karena emosi bercampur putus asa.Sanur mengadu pada Fatma dan berharap sang bibi bisa memecahkan masalahnya. Dia tak mau sama sekali bercerai. Hidupnya sudah terlalu nyaman dengan fasilitas yang diberikan Birendra."Jika dengan bibi, dia akan menurut. Bantu aku! Aku tidak mau bercerai darinya."Sanur duduk di kursi ruang tamu dengan tubuhnya yang tegang. Jari-jarinya menggenggam erat tepi rok panjangnya, bibirnya bergetar menahan amarah yang dipendamnya sejak kemarin.Fatma berdiri di dekat jendela, pandangannya melayang jauh ke luar enggan mendengar perkataan Sanur. Wajahnya dingin, tetapi jemarinya terlihat mengepal kuat pertanda ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.“Sanur, aku tidak mau diganggu soal perceraianmu. Masalahmu, selesaikan sendiri sekarang,” katanya dengan nada tajam, tetapi matanya tidak benar-benar menatap Sa

DMCA.com Protection Status