Home / Romansa / Dikejar Lagi Oleh Suamiku / Bab 3 Aku Tetap Menjadi Yang Kedua

Share

Bab 3 Aku Tetap Menjadi Yang Kedua

last update Last Updated: 2024-05-04 09:05:09

Kedua bocah yang ada di taman rumah sakit saat ini mengingatkanku ketika aku dan Mas Bi masih kecil. Usia kami yang terpaut enam tahun membuat Mas Bi menyayangiku sebagai adik.

Perasaanku tumbuh perlahan kepadanya. Lebih tepatnya saat kami sudah mulai tumbuh remaja, aku menyukainya sedangkan dia menganggapku tak lebih dari sekedar adik.

"Aku masih menganggap kembalinya diriku bagaikan mimpi."

"Apa yang ingin semesta lakukan padaku?"

Aku kira jika kembali ke masa lalu, aku bisa mengembalikan semua keadaan. Namun ternyata aku keliru, justru masalah semakin rumit saja. Aku dianggap pembunuh oleh Mas Bi dan menjadi istri kedua.

"Hai melamun aja. Awas kesambet setan rumah sakit kamu," celetuk seorang pria yang baru datang dan langsung duduk di sebelahku.

"Mas Wisnu? Bukannya Mas---?"

Di ingatanku Mas Wisnu anak bengal dan susah diatur oleh kedua orang tuanya hingga diusir dari rumah karena pernah membuat rusuh rumah tangga pernikahan tetangga. Ayah Dani malu lalu menyuruh Mas Wisnu pindah ke rumah neneknya. Sejak saat itu dia tak pernah pulang.

"Ada apa denganku?" tanya Mas Wisnu menaruh satu rantang masakan di pangkuanku.

"Ah tidak apa-apa, Mas," sahutku cepat.

"Mas apa kabar?" Aku mengalihkan pembicaraan saat tatapannya menyiratkan sesuatu.

"Kabarku baik luar biasa kecuali kamu."

"Untung ya luka kamu nggak sampai membuatmu koma bertahun-tahun," kata Mas Wisnu tak berniat menyindir. Begitulah Mas Wisnu jika bicara tak pernah disaring dan aku maklum.

"Berharapnya sih bertahun-tahun agar tidak mendengar beritanya Sarayu," balasku.

"Oh kamu udah tahu ya? Keterlaluan memang si pria bengkok hati itu."

"Heh? Pria bengkok hati? Maksudnya Mas Birendra?" Aku menatap Mas Wisnu dan menggeleng. Ada-ada saja memanggil kakaknya seenak bibirnya.

"Siapa lagi? Dia kan hatinya bengkok ke sana ke mari," jawabnya santai sembari memainkan ponsel.

Pada saat Mas Wisnu memegang ponselnya, aku melihat gantungan aksesoris tengkorak dan samar-samar ada bayangan aku pernah melihat benda itu, tetapi aku lupa di mana tepatnya.

"Ada apa? Tatapanmu mengerikan," ucap Mas Wisnu menyingkirkan ponselnya dariku.

"Mas dapat dari mana gantungan itu?" Aku menunjuk ponsel yang dipegangnya.

"Aku buat sendiri. Kamu kan tahu aku ini suka dengan seni pahat, sayangnya ayah tak menyetujui bakatku ini."

"Kenapa kamu bertanya seperti itu? Mau aku buatkan?"

"Aku pernah melihat gantungan itu, tapi aku lupa di mana," kataku menatapnya lalu pandanganku beralih pada gantungan ponselnya.

"Tak mungkinlah, Hira. Ini baru kemarin aku buat kok. Itu dampak dari kamu tidur seminggu jadi mengingat hal tak jelas," jawab Mas Wisnu menggelengkan kepala.

"Sudah yuk. Masuk ke kamarmu. Ibu menyuruhku mengantarkan makan siang untukmu."

Aku sangat yakin sekali jika aku pernah melihat gantungan ponsel itu di sebuah mobil yang melaju. Namun aku tidak tahu ingatanku ini berada di tahun ini atau di masa depan?

****

Hari ini aku masih belum boleh pulang dari rumah sakit, karena ada pemeriksaan lanjutan takutnya terjadi sesuatu pada otakku akibat kecelakaan. Aku benar-benar tak ingat sama sekali kejadian yang menimpa diriku.

Satu hal yang kuingat hanya pertengkaran dengan Mas Bi di malam hari itu dan kejadian selanjutnya seolah hilang dalam ingatanku. Aneh sekali menurutku. Aku ingat semua hal yang terjadi padaku selama ini.

"Mungkinkah kembalinya aku ke masa lalu mengubah semua takdir?"

"Apa bisa aku membatalkan pernikahan ini?"

Aku berbicara sendiri dan tak sadar jika Ayah berdiri di ambang pintu rawat inap. Ayah menyunggingkan senyumnya, tetapi berbeda dengan pria di belakangnya. Dia terlihat tak menyukai kedatangannya ke sini.

"Ayah ..." Aku antara terkejut dan senang melihat Ayah ada di sini.

"Biar ayah yang ke sana," ucap Ayah mendekat dan langsung memelukku.

"Ayah kangen kamu, Nduk," kata Ayah lagi tak hentinya membelai rambutku. Tindakan yang sering Ayah lakukan dulu ketika aku kecil.

Sudah lama aku tak berjumpa dengan Ayah hanya melalui panggilan video saja. Terakhir kami bertemu saat Ayah menjadi wali nikahku dan beberapa hari kemudian Ayah akan kembali ke Abu Dhabi.

"Hira juga kangen sama Ayah. Ayah dijemput siapa?" tanyaku sambil mencari keberadaan Mas Bi yang pergi entah ke mana.

"Dijemput sama Birendra. Sebenarnya Nak Wisnu yang mau jemput Ayah, tetapi yang datang Birendra," ujar Ayah membuka tas kain dan tercium aroma buah jeruk.

"Tadi Birendra membeli jeruk. Katanya kamu suka. Tak seperti biasanya kamu ingin makan ini," imbuh Ayah mengeluarkan buah tersebut.

"Yah, nanti saja dibukanya ya. Sekarang Hira ingin berbincang dengan Ayah," kataku mencegah Ayah mengupas buah jeruk itu.

Aku tak pernah menyukai buah jeruk sejak dulu dan Mas Birendra tahu, tetapi mungkin dia lupa sekarang atau memang sengaja membelinya untukku.

Selama aku dan Ayah melepas rindu, Mas Birendra tak menunjukkan dirinya. Entah dia ke mana dan saat jam kunjungan selesai dia baru muncul. Sebegitu tidak sukanya dia kepadaku hingga tak mau berdekatan denganku?

"Besok Ayah ke sini lagi. Bukankah kalian akan menikah? Jaga kesehatan, Nak. Jangan sampai sakit," pesan Ayah sebelum pamit pulang.

"Kamu temani calon istrimu dulu. Jangan mengantarkan Ayah. Ayah masih ingin jalan-jalan di sekitar kota ini."

Ayah lebih memilih pulang menaiki ojek online dan menyuruh Mas Birendra untuk tetap di sini menemaniku. Namun aku ragu, dia tidak akan bakalan mau melakukannya.

"Jika bukan permintaan orang tua kita. Aku tak akan sudi menemani di sini," tutur Mas Bi sembari duduk di sofa dan memilih melihat ponsel daripada membantuku mengambil air.

"Jika begitu lebih baik Mas pulang saja. Aku bisa sendiri di sini," jawabku penuh penegasan.

Mas Birendra menatapku tajam dan dia pun langsung berdiri hendak menuju pintu. Jika tak suka perkataannya dilawan dan akan tersinggung. Aku tak peduli dia mau marah atau kesal.

"Jeruk itu kesukaan Sarayu, bukan?" tanyaku tiba-tiba sebelum Mas Bi membuka pintu keluar.

"Jika kau tak suka buang saja," sahutnya ketus.

"Bukan masalah tak suka. Tapi sejak dulu Mas Bi tahu jika aku memiliki alergi buah jeruk. Apa Mas sudah lupa?"

Jauh sebelum mengenal Sarayu, Mas Birendra selalu perhatian kepadaku layaknya saudara. Dia tahu jika aku memiliki alergi makanan dan selalu waspada jika kami makan di luar.

Namun kini dia berubah, dia lupa semua hal yang pernah dia lakukan padaku dulu. Mas Birendra bukanlah sosok yang kukenal. Dia jauh berbeda.

"Aku tak ingat."

"Kok bisa ya kesukaan kawan kecilnya dilupakan. Padahal dulu dia berjanji akan menjaga dan melindungiku. Kini dia melanggarnya sendiri," sindirku dengan tertawa. Terserah dia mau tersinggung.

"Kita bukan lagi anak kecil, Hira. Jadi bersikaplah dewasa," ucapnya tanpa melihat ke arahku. Dia sibuk dengan ponselnya.

"Aku harus pergi sekarang," sambungnya membuka pintu.

"Mas, sebelum kamu pergi. Aku mau bertanya satu hal. Jika Sarayu tak ada di dunia ini, apa aku masih menjadi yang kedua di hatimu?"

Mas Birendra hanya menoleh sesaat kepadaku lalu dia diam tanpa mau menjawab pertanyaanku. Dia langsung menutup pintu dan pergi begitu saja.

Ternyata masih sama seperti dulu. Di matanya tak pernah Mas Bi menganggapku sebagai seorang wanita melainkan sosok asing yang hadir di hidupnya. Jika begini lebih baik aku mengambil keputusan tegas.

"Lebih baik kuberikan saja jeruk ini kepada perawat daripada alergiku kambuh."

Sayang jeruk sebagus ini dibiarkan begitu saja jadi kuberikan saja pada perawat di luar. Saat aku hendak melangkah keluar pintu, kulihat masih ada Mas Bi sedang melihat taman dan dia menelepon seseorang.

"Iya. Tolong jaga dia dulu. Jangan sampai ketahuan oleh Mahira."

"Tunggu waktunya saja. Biar dia merasakan yang dirasakan Sarayu."

"Aku ingin Mahira mengalami penyiksaan ketika menikah denganku nanti."

Aku menutup kembali pintu kamar agar tak ketahuan olehnya. Apakah Mas Bi ingin membalas dendam kepadaku karena kematian Sarayu? Sebenarnya apa yang terjadi? Apa benar aku ini telah membunuh Sarayu?

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Andre W Rico
kenapa kamu menuduh istrimu sendiri? cari bukti, Bi
goodnovel comment avatar
Nathan Ryuu
lho lho lho? mo ngapain kamu heh, birendra?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 4 Siapa Pelaku Sesungguhnya

    Seperti yang dikatakan Mas Birendra kemarin akhirnya pernikahan kami hanya di catatan sipil, tetapi setelah aku sembuh total maka pesta pernikahan harus diselenggarakan. Aku sebenarnya sudah menyerah dan tak mau membubuhi tinta tanda tangan di atas surat pernikahan. Namun kulihat Ibu begitu gembira sejak pagi, ibu yang meriasku hingga membantuku memakai pakaian yang cantik. "Ibu tak sabar menjadikanmu menantu keluarga ini, Nak. Sejak kecil Ibu ingin sekali kamu menjadi anak Ibu." "Terima kasih sudah menyetujui pernikahan ini ya, Nduk. Meski Birendra belum bisa melupakan Sarayu, tetapi Ibu yakin suatu saat nanti dia akan mencintaimu." Aku bukanlah orang jahat dan langsung menolak permintaan Ibu yang sudah aku anggap sebagai ibu sendiri sejak perempuan yang melahirkanku memilih pergi bersama pria lain. "Doakan saja Hira ya Bu. Biar Mas Bi mau menerima Hira sebagai istrinya," ucapku sembari memeluk Ibu. "Sudah jangan menangis kalian ini. Hari bahagia tidak boleh mengelua

    Last Updated : 2024-05-04
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 5 Aku Bukan Pembunuh

    Seharusnya aku sudah diperbolehkan pulang kemarin, tetapi banjir dan kemacetan menjadi satu di ibu kota hingga tak ada yang menjemputku. Pagi ini aku terpaksa mengurus kepulanganku sendiri. Tak apa-apa sejak kecil Ayah maupun Bibi tak pernah ada untukku. "Ibu Mahira, suami anda menelepon kami. Jangan pulang dulu karena suami anda akan menjemput," ujar perawat yang datang memberitahuku di ruang rawat inap. Aku mengenal perawat berwajah manis dan kuning langsat itu dengan baik sebab di masa depan dia adalah menjadi kepala suster di bagian anak. Dia orang yang ramah dan disukai pasien. "Terima kasih, Suster Arini," kataku tersenyum dan mengangguk. "Ibu tahu nama saya? Saya baru datang ditugaskan dua hari lalu," sahut perempuan berseragam putih dan berkerudung biru dengan bingung. "Tentu saja. Saya seorang dokter di sini, Suster Arini." Aku menjawab lalu menatapnya. Terkesan aneh menurutku jika dipertemukan dengan orang-orang yang berada di masa lalu. "Oh maaf. Saya tidak tahu

    Last Updated : 2024-05-04
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 6 Bayi Milik Suamiku

    Ketika turun dari mobil, aku dikejutkan sebuah kenyataan menyakitkan jika Mas Birendra telah memiliki seorang bayi tampan dengan Sarayu. "Maafkan kami ya, Nak. Kami telah bersalah menikahkan kalian." Ibu Tari memelukku sesampainya kami di rumah dan berulang kali meminta maaf. Aku diam membisu tanpa mampu berkata apapun pasalnya begitu banyak kejutan saat ini. "Ayah tahu kamu pasti merasa sakit hati dan kecewa pada kami. Kami yang telah memaksamu menikah dengan Birendra," sesal Ayah Dani memperlihatkan wajah kecemasannya saat aku hanya mengangguk. "Kamu marah sama kami, Nduk?" tanya Ibu Tari menggandengku untuk masuk ke rumah. "Kalau boleh jujur tentu saja Hira marah, tetapi bukan sama ayah dan ibu. Jika tak mau menikahi Hira untuk apa Mas Bi mau melakukannya?" tanyaku menatap Mas Bi yang sedang menggendong bayinya. Hati siapa yang tak marah dan kecewa sekaligus? Aku meminta pada Semesta agar aku dikembalikan ke masa lalu untuk menyatukan Mas Birendra dan Sarayu, tetapi aku tak m

    Last Updated : 2024-08-07
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 7 Raga Dan Hatimu Bukan Untukku

    Aku terbangun bertepatan dengan tangisan Abisatya dan ternyata sudah sore. Aku tertidur terlalu lama rupanya hingga tak menyadari bayi ini ada di dalam dekapanku. "Kamu pasti haus ya, Nak. Tunggu ibu siapkan susu," kataku sambil menggendong Abi dan menenangkannya. "Kamu pasti menganggap ibu adalah ibu kandungmu ya? Kamu langsung diam saat digendong." Aku memang tak akan pernah memiliki anak dari Mas Birendra, karena dia enggan menyentuhku seakan tubuh dan jiwanya hanya untuk Sarayu. Namun bukan berarti aku tak menyayangi anak-anak, aku menyukai mereka bahkan diriku menjadi dokter anak sekarang. "Tunggu ya, Nak." Aku membaringkannya ke tempat tidur lalu menuju keluar mencari air panas. "Kenapa sepi sekali? Ke mana ayah dan ibu?" Di rumah ini sepi seolah tak ada penghuni. Aku bergegas ke dapur dan mendapati Bik Sum sedang mempersiapkan makan malam dibantu Maya. Mereka adalah ibu dan anak yang bekerja di rumah mertua sejak Mas Wisnu masih kecil.Maya berusia lebih muda dan dia seo

    Last Updated : 2024-08-08
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 8 Rencana Pindah Rumah

    Malam ini aku sengaja menyiapkan masakan buatan sendiri dengan dibantu Bibik dan Maya. Aku senang memasak karena memang saat kecil aku sudah dipersiapkan oleh Bibi Kinar agar menjadi perempuan yang serba bisa. "Wah kamu masak apa, Nduk?" tanya Ibu menghampiriku di dapur. "Masak sup iga kesukaan Mas Bi dan Ayah, Bu. Juga ada semur iga kesukaan Ibu dan Mas Wisnu," sahutku menunjukkan hasil masakanku yang sudah tersaji. "Pantas kamu menyuruh ibu tidak memasak hari ini. Ternyata kamu memasak kesukaan kami," ucap Ibu tampak senang dan menghirup aroma masakanku. "Sudah sekarang kamu mandi dulu. Biar Abisatya ibu yang jaga." Untunglah selama memasak ada Ibu yang menjaga bayi tampan itu. Aku segera melangkah menuju kamar dan bersiap-siap mengguyur tubuhku yang sudah berkeringat. "Jelek banget kamu seperti pembantu," ejek Mas Birendra dengan tatapan yang menusuk saat aku masuk kamar. "Bagusan Maya daripada kamu," sindirnya lagi sambil merapikan meja kerjanya yang menyatu dengan kamar.

    Last Updated : 2024-08-09
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 9 Keributan Menjelang Pindah Rumah

    Aku terbangun dengan kepala terasa berat dan masih lemas. Saat kubuka mata ada Ibu yang tampak cemas juga Ayah memeriksa denyut jantungku. Aku tak tahu berapa lama diri ini tak sadarkan diri. "Apa yang terjadi, Nak?" Ibu membantuku duduk dan bersandar pada tempat tidur. "Hira merasa pusing tadi, Bu," jawabku tak mau jujur. Aku sadar betul yang kualami tadi. Saat aku menyentuh benda gantungan milik Maya tadi terasa seperti kabut tebal yang tak bisa ditembus oleh pandangan mataku. Peristiwa demi peristiwa terpampang, tetapi sayang aku tak mampu melihat nyata. "Detak jantungmu normal. 99 permenit. Mungkin kamu kelelahan, Hira." "Kepalamu masih berat atau penglihatanmu terganggu?" tanya Ayah sembari memeriksa mataku. "Tidak Yah. Cuma kepala Hira seperti dihantam batu," jawabku jujur. Memang saat ini kepalaku sangat sakit. "Suruh Parman beli obat, Dek. Ini resepnya," kata Ayah pada Ibu dengan lembut. Ibu pun langsung keluar dari kamar dan menyuruh suami Bik Sum membeli obat yang dir

    Last Updated : 2024-08-10
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 10 Berita Tengah Malam

    "Bagaimana hasil pemeriksaanmu, Nak?""Untuk saat ini perawatan jalan saja dulu dan terapi agar kepala Hira tidak sakit terus, Yah."Ayah dan Bibi Kinar yang menemaniku ke dokter hari ini, karena Mas Birendra ataupun Mas Wisnu tak bisa mengantar atau menjemput. Jika Mas Wisnu tak mau aku bisa memaklumi, tetapi rasanya sakit hati bila diabaikan suami sendiri."Tapi kepalamu tidak ada yang terluka di bagian dalam?" tanya Ayah mencemaskanku."Ya sudah tidak ada toh, Mas. Kan ayah mertuanya yang mengoperasi Hira. Untung saja kecelakaan itu tak membuat kami kehilanganmu. Bibi takut kalau terjadi sesuatu denganmu," keluh Bibi yang sedari tadi memang tak berhenti mengoceh soal kecelakaan."Tidak akan terjadi sesuatu pada Hira kok, Bi. Buktinya Hira masih hidup kan? Meski ingatan Hira ada yang hilang.""Lebih baik begitu daripada kamu ingat peristiwa yang menyakitkan sebelum kecelakaan," timpal Bibi Kinar spontan."Bahkan ayahmu saja enggan mengingat," imbuh Bibi lagi tanpa memerhatikan dirik

    Last Updated : 2024-08-11
  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 11 Aku Bukan Pembawa Sial

    "Maaf kami sudah berusaha menyelamatkan Pak Dani. Tim medis kami sudah melakukan segala upaya yang terbaik untuk menyelamatkan nyawa Pak Dani." Ucapan dokter menghentakkan seluruh syaraf pendengaran ketiga orang yang baru saja datang. Kabar tersebut mengejutkan mereka di tengah malam. "Lalu bagaimana dengan ibu kami, Pak?" Birendra menyela menanyakan kondisi sang ibu. "Ibu Tari dalam keadaan kritis dan tim kami masih menangani beliau di ruang operasi," ucap dokter berjubah biru sembari menepuk bahu Birendra. "Dok, tolong selamatkan ibu saya." Tumpah tangis Wisnu yang dipendamnya sejak tadi. "Dokter Haris, tolong selamatkan ibu mertua saya. Berjanjilah jika anda bisa menyelamatkannya," ucap Mahira dengan memohon. "Kami tidak bisa menjanjikan apapun, Mahira. Kami hanya sebagai penyelamat dan yang menentukan semua kuasa Tuhan." Dokter Haris adalah senior Mahira hingga Mahira memohon agar sang ibu mertua bisa diselamatkan. Di hari ini Mahira sudah tahu apa yang akan terjadi. Sekera

    Last Updated : 2024-08-13

Latest chapter

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 155 Kebimbangan Mahira

    Malam semakin larut saat Mahira menyetir seorang diri di lenggangnya jalanan ibu kota. Jari-jarinya mencengkeram erat setir mobil. Ini pertama kalinya ia menyetir setelah setahun tak pernah menyentuh mobil karena trauma kecelakaan yang pernah dialaminya. Tubuhnya terasa kaku, dan setiap tarikan napasnya berat.Satu jam lalu Mahira mendapat telepon dari Fatma untuk menemuinya secara langsung di tempat yang sudah ditunjuknya. Mahira awalnya ingin menolak, tetapi ancaman Fatma membuat dia harus menghadap.["Jika kau tak ke sini sendirian, jangan harap kamu akan bertemu dengan salah satu dari mereka."]Suara dingin Fatma memerintahkannya datang sendiri tanpa ditemani siapa pun. Jika Mahira membawa polisi atau siapa saja, salah satu sandera — anaknya, Abisatya atau akan dilukai. Tidak ada waktu untuk berpikir panjang. Tanpa memberitahu Birendra ataupun Wisnu, Mahira mengambil kunci mobil dan pergi di tengah malam yang sunyi.Angin malam menyapu wajahnya saat dia membuka sedikit jendela mob

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 154 Pilih Abisatya Atau Sanur

    "Maafkan saya, Non Mahira. Seharusnya nona tidak pernah mengasuh bayi itu. Saya begitu tak suka saat nona mau mengasuh anak dari pelakor.""Lebih baik lupakan saja anak ini, Nona Mahira."Empat hari sudah sejak hilangnya Abisatya dan polisi masih kesulitan menemukan jejak Maya dan Fatma. Kedua wanita itu begitu pandai bersembunyi, meninggalkan pihak berwenang kebingungan. Setiap harapan yang dimiliki Mahira dan Birendra mulai pudar."Aku berharap setelah ibu Fatma mendapatkan uangnya. Aku bisa pergi dari kota ini dan memberikan anak ini pada orang lain."Maya dan Fatma berganti lokasi tempat persembunyian. Kali ini anak buah Fatma menemukan rumah kosong di pinggiran kota meski harus masuk gang sempit, kedua wanita itu tak peduli asal mereka bisa menghindari pihak polisi."Makanya jangan cari masalah denganku. Kalau kamu diam, aku tak akan melakukan ini!"Dari luar, Maya mendengar suara keras Fatma. Maya segera meninggalkan Abisatya dengan botol susunya yang sengaja dia beli agar bayi

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 153 Dua Pilihan Sulit

    "Birendra akan membawa Abisatya, Mahira. Jadi serahkan semua padanya ya."Dokter Agustin dan Arya datang ke rumah Mahira untuk memberi dukungan. Mereka tahu jika Mahira membutuhkan seseorang untuk menguatkan di kala susah seperti ini."Tapi bagaimana jika tak berhasil, Dok?" tanya Mahira menatap dokter Agustin penuh kesedihan."Sampai sekarang Mas Birendra tak meneleponku," lanjutnya."Tenanglah, Mahira. Dia akan memberi kabar pada kita," sahut Arya.Matanya terus melirik ke ponsel di atas meja yang tak henti-hentinya bergetar dengan notifikasi, tetapi tak satu pun dari mereka membawa kabar baik yang ditunggunya. Ruangan itu terasa begitu sunyi, hanya ada suara jam dinding yang berdetak pelan.Arya tak tahu bagaimana dia harus menghibur Mahira yang saat ini sedang dirundung masalah. Sejak awal bertemu dengannya, Arya merasa kehidupan Mahira sungguh berat dan tak ada bahagia."Kita harus sabar, Mahira," ujar dokter Agustin dengan suara yang lembut."Birendra pasti tahu apa yang dia lak

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 152 Kembalikan Anakku!

    Abisatya terbangun, matanya mencari keberadaan seseorang yang selalu memberinya dekapan di pagi hari dan menggendongnya dengan bernyanyi. Saat dia tak menemukan sosok tersebut, Abisatya menangis kencang.Tangisannya yang melengking membuat Maya terjaga dari tidurnya, dia lelah setelah semalam harus menenangkan bayi rewel itu. Tangannya gemetar, napasnya tersengal-sengal, dan wajahnya mulai memerah oleh frustrasi."Ada apa lagi sih?" Maya bertanya dengan nada emosi seraya berjalan menuju salah satu ruangan.Bayi di depannya tidak juga berhenti menangis, suaranya seakan menusuk telinga Maya yang sudah lelah dan kesal. Dengan gerakan cepat, tanpa berpikir panjang, Maya mencubit lengan kecil Abisatya."Diam!" bisiknya dengan suara tinggi dengan matanya yang melebar menatap Abisatya.Bayi itu menangis semakin keras, tubuhnya yang mungil bergetar dan wajahnya memerah seiring dengan tangisannya yang tak mereda. Maya menarik napas panjang, menyandarkan punggung ke dinding, seolah-olah mencoba

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 151 Penculikan Abisatya

    Perasaan seorang ibu yang kehilangan anaknya dirasa Mahira saat ini. Matanya terus memandangi ponsel di tangannya. Jari-jarinya gemetar ketika dia berulang kali membuka aplikasi pesan, berharap ada kabar dari Abisatya.Mahira masih berharap jika Abisatya dibawa oleh sang bibi Kinar atau ayahnya. Pihak polisi pun sudah mencari sosok wanita yang membawa bayi tersebut. Kini dia dan Birendra tetap menunggu. Birendra berdiri di samping jendela, melihat keluar dengan tatapan kosong. Sesekali dia menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri."Kita sudah mencari Abi ke manapun, tapi masih belum ada kabar," suara Birendra terdengar pelan. Bahunya tampak kaku seolah menahan beban yang sangat berat.Mahira mendongak, menatap Birendra dengan mata berkaca-kaca. "Mas Birendra, aku takut terjadi yang membuat Abi menangis," bisiknya."Bagaimana kalau sesuatu yang buruk terjadi pada Abisatya?"Birendra menoleh, menghampiri Mahira dan duduk di sampingnya. Dia meraih tangan Mahira dan mencoba menena

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 150 Di Mana Kamu, Nak

    "Coba jelaskan padaku, Agustin. Kenapa Hira ada di rumahmu?""Kamu tahu aku dan dokter Arya tak tahu lagi mau ke mana mencari Hira. Ternyata dia ada di sini."Birendra dan Arya tak pernah sekalipun menyangka jika Mahira datang ke rumah Agustin siang kemarin. Kini mereka berdua mendapat telepon jika Mahira sedang dalam keadaan tak baik-baik pagi ini."Kemarin siang Mahira datang ke rumahku. Dia terlihat lelah, tapi aku tidak menyangka kondisinya seburuk itu. Ketika aku mengajak masuk ke rumah, dia tiba-tiba jatuh pingsan.""Aku tak sempat menelepon, Bi. Jadi aku pikir kubawa dia masuk dan menunggu dia siuman. Saat siuman, dia melarangku untuk menghubungimu atau Arya kecuali ayahnya.""Di mana dia sekarang?" tanya Arya dan mendapat tatapan tak menyenangkan dari Birendra. Seharusnya dia yang bertanya bukan Arya."Pagi ini Pak Rahmat datang menjemput Mahira dan membawanya pulang ke rumahnya," kata Agustin memerhatikan kedua pria di depannya."Lalu bagaimana keadaannya sekarang, Agustin?"

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 149 Mahira Menghilang

    Di kantor kepolisian yang diterangi lampu neon putih, seorang penyidik duduk termenung di hadapan papan bukti. Foto-foto berserakan di mejanya, salah satunya foto Sarayu yang sudah meninggal dalam kecelakaan tragis.Andi---penyelidik itu menatap tajam pada foto Fatma dan Maya, dua perempuan yang telah lama dicari. Sudah hampir seminggu keberadaan mereka hilang. Mereka tak mungkin kabur ke luar negeri kecuali mereka kabur keluar kota."Kita harus temukan mereka," gumamnya lirih, matanya tak lepas dari peta yang menunjukkan tempat-tempat yang sudah mereka selidiki.Pintu ruangannya terbuka perlahan saat dia sedang serius. Seorang pria berpangkat kapten masuk dengan langkah tenang membawa amplop cokelat.“Saya menemukan bukti lagi, Pak," ucapnya sambil meletakkan amplop itu di atas meja.Andi meraihnya dengan cepat, membuka amplop dan menemukan beberapa foto baru. Salah satunya foto seorang wanita sedang menggendong bayi perempuan."Siapa ini?" tanyanya sambil mengernyitkan alis."Ini ib

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 148 Keputusan Akhir Mahira

    Ada gemuruh di hati Mahira saat ini. Beberapa jam lalu Birendra menjemputnya ketika pulang kerja dan mengatakan ingin membicarakan sesuatu. Mahira hanya mengangguk seraya memikirkan hal apa yang Birendra bicarakan.Sesampainya di rumah, Mahira hanya menyeduh teh di dapur sembari menunggu Birendra yang ada di kamar. Mahira tidak lagi berada di rumah ini dan lebih memilih menempati apartemen bersama Abisatya."Kamu tak ingin tinggal di sini lagi, Mahira?" tanya Birendra yang baru datang dan sudah berganti pakaian."Maaf, Mas. Aku tidak bisa. Dan maaf jika hak asuh Abisatya jatuh padaku meski aku tahu anak itu bukan darah dagingku.""Aku menyayanginya lebih dari apapun. Bersama dia, aku bisa menemukan kebahagian," ucap Mahira seraya menyunggingkan senyum."Aku tahu kamu bisa merawatnya. Lagipula aku tak bisa merawat atau menjaga Abisatya. Bik Sum sudah pulang kampung sedangkan Maya menghilang.""Terima kasih, Mas sudah percaya sama aku mengasuh Abisatya."Duduk berdua di teras membuat Ma

  • Dikejar Lagi Oleh Suamiku   Bab 147 Dapatkah Aku Bertahan Hidup

    Arya duduk di ruang istirahat rumah sakit dengan matan yang tidak lepas dari sosok Mahira yang tengah memeriksa hasil lab di ujung ruangan seolah wanita itu tak mengalami apapun. Arya menghela napas dalam, ada rasa cemas yang terus membayangi pikirannya. Arya tahu Mahira sangat keras kepala, tapi hematoma yang memburuk di tubuh rekan kerjanya itu bisa membawa konsekuensi serius jika tidak segera ditangani. Arya menggenggam cangkir kopi di tangannya lebih erat, memutar-mutar gagangnya seolah berusaha menenangkan pikirannya saat ini. Mahira merapikan dokumen dan berjalan keluar, wajahnya tetap tenang meski ada kerutan tipis di dahinya. Arya bangkit dari kursinya seraya melangkah cepat menyusul Mahira sebelum wanita itu sempat pergi lebih jauh. "Mahira, aku ingin bicara sebentar denganmu. Jangan keluar dulu," kata Arya dengan tatapan lembutnya. "Kamu baik-baik saja?" tanyanya terdengar tenang. Mahira berhenti sambil menghela napas pelan lalu berbalik menghadap Arya. "Dokter Arya

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status