Ameera yang baru saja bekerja sebagai psikolog di salah satu rumah sakit swasta, di kota A, baru pertama kali mendapatkan pasien yang memiliki penyakit kejiwaan yang cukup complex yaitu, OLD (Obsessive Love Disorder) Pasien tersebut adalah Akbar seorang Pilot dari salah satu maskapai besar di negara ini. Keadaan menjadi sulit, ketika Akbar yang selalu denial dengan keadaannya, meski ia tahu ada yang salah dalam dirinya. Hal itu membuat Ameera semakin tertantang untuk membantu Akbar bisa kembali normal, meskipun banyak rintangan yang harus ia lalui. Di tengah usaha mereka untuk bisa membuat kondisi Akbar kembali normal, Valentine (mantan akbar) kembali masuk ke dalam kehidupannya. Membuat akbar kembali seperti kebiasaannya terdahulu. Di saat itu, Ameera sudah hampir menyerah namun ibu Akbar terus menguatkannya agar bisa membantu Akbar untuk kembali normal.
Lihat lebih banyakAmeera dan sahabatnya, Vira menyusuri lorong rumah sakit sambil sesekali membalas sapaan rekan kerja mereka yang berlalu lalang. Tepat ketika mereka sampai di lobi, Ameera menyapa salah satu suster yang tengah berkutat dengan beberapa dokumen pasien.
“Sus, saya ke kantin untuk makan siang. Kamu mau ikut?” tanya Ameera pada wanita itu.“Baik, Dok. Saya di sini saja, dok. Sudah ngemil tadi, dokter saja tidak apa. Saya sedang menyiapkan data untuk pasien terakhir nanti,” jawab suster bernama Maya itu sopan sambil menyunggingkan senyum.“Baiklah kalau begitu, saya pergi ke kantin dulu.” Ameera membalikkan tubuhnya hendak melangkahkan kakinya menuju kantin sambil memainkan ponselnya. Di belakangnya Vira menggoda Ameera yang sejak tadi fokus dengan ponsel. Jiwa ke kepoan nya kembang kempis, meski ia tahu, saat ini Ameera masih sendiri, melihat intensitas sahabatnya dengan ponsel membuat Vira menaruh curiga.“Kamu lagi apa sih? Belakangan aku perhatikan intens sekali sama hp. Jangan-jangan kamu punya pacar baru ya, Ra?” tuduh Vira. Kedua manik matanya menancap tajam ke arah Ameera. Obrolan mereka mendadak serius.“Ngaco aja kamu. Aku sedang membaca makalah. Masih banyak yang harus aku pelajari.” Ameera mengalihkan perhatiannya pada Vira. Keduanya asyik mengobrol hingga tiba-tiba saja…Bruk! Ameera merasakan tubuhnya dihantam oleh tubuh kokoh seseorang hingga ia tak sadar posisinya kini telah berubah. Ameera masih mencoba mencerna apa yang sedang terjadi. Seketika otaknya seolah berhenti bekerja. Sayup-sayup telinganya mendengar suara gaduh dan kepanikan di sekitarnya. Langkah kaki saling bersahutan mendekat. Mengerubungi Ameera yang masih mengumpulkan segenap kesadarannya. Tak hanya otaknya yang tidak bisa merespon,“Aw!” Ameera memekik kesakitan karena tubuh bagian belakangnya berhasil mendarat bebas di lantai. Rasa sakit menjalar di sekitar pinggang dan kaki Ameera. Ia mengaduh, sedangkan Vira terlihat panik hendak membantu Ameera bangkit namun, suara berat seorang pria mengalihkan niat Vira. Aroma musk menguar di sekeliling Ameera dan langsung membuat Ameera gagal fokus. Kepalanya yang tertunduk diangkat dan betapa terkejutnya ia kala melihat dada bidang yang dibalut kemeja putih dengan tiga kancing bagian atas terbuka. Mengekspos bagian bidang milik seorang pria yang putih mulus nan kokoh. Mendadak, semua orang di sana mengalihkan perhatian mereka pada sosok jelmaan malaikat di hadapan Ameera kini.raut wajah khawatir menandakan betapa pria itu merasa bersalah atas keteledorannya yang membuat Ameera harus merasakan sakit dan menahan malu. Jangan ditanya, perasaan kesal yang semula membuncah di dada Ameera perlahan surut dirampas pesona pria itu. Sepersekian detik kedua bola matanya membesar menunjukan ketertarikan yang begitu dalam.“Maaf Dok, saya tidak sengaja. Apakah anda baik-baik saja?” sebuah tangan terulur di depan wajah Ameera. Ameera yang masih kesakitan hanya bisa terdiam. Sedangkan Vira yang masih terkejut dengan kejadian barusan, langsung ikut membantu Ameera untuk berdiri.“Sekali lagi saya minta maaf,” ucap laki-laki di hadapan. Dari raut wajahnya Ameera bisa melihat sebuah penyesalan yang bertengger di sana. Yah, nyatanya pria ini sudah memberanikan diri untuk mengakui kesalahannya. Batin Ameera.“Iya, tidak apa. Saya juga minta maaf karena jalan tidak lihat-lihat.”Pria itu menyunggingkan senyum. Senyum yang diam-diam dikagumi oleh Vira yang berdiri di samping Ameera. Naluri centilnya menggebu-gebu kala melihat sosok pria tampan tiba-tiba muncul di hadapan mereka.Tak ingin melewatkan kesempatan emas, Vita mendekatkan tubuhnya pada sang sahabat. Lantas berbicara dengan suara rendah di telinga Ameera.“Cowok ganteng, nih, Ra. Kapan lagi ketemu titisan dewa Yunani?” bisik Vira. Ameera yang memang memiliki pembawaan diri yang tenang itu menyanggah.“Kamu ada-ada saja.”“Um, sebagai permintaan maaf, bagaimana jika saya mentraktir kalian untuk makan siang? Anggap saja ini sebagai itikad baik saya sekaligus menjalin pertemanan.” Pria itu sadar dirinya sedang menjadi objek pembicaraan dua wanita di depannya. Seulas senyum tak pernah lepas dari wajah tampan yang Ameera yakini tak hanya memiliki garis keturunan warga lokal. Pria itu menatap Ameera dan Vira bergantian.Ameera pun melihat ke arah Vira, namun sahabatnya itu langsung membuat keputusan sepihak. Ameera melongo mendengar pernyataan sahabatnya.“Baiklah, sepertinya tawaran menarik.” Tanpa menunggu persetujuan Ameera, Vira langsung menyetujui ajakan tersebut.“Vir?” sela Ameera cepat sebelum sahabatnya kembali berulah.“Gak apa-apa, Ra. Hitung-hitung dapat teman baru, ganteng lagi,” balas wanita berambut pendek itu. Vira mengedipkan sebelah matanya genit sebagai tanda dirinya tak menerima bantahan lagi.“Kalau begitu ayo kita ke kafe di depan rumah sakit. Saya dengar makanan disana enak-enak,” ucap pria tadi.Vira mengangguk penuh semangat, kemudian mengikuti langkah kaki pria tadi di belakangnya. Sedangkan Ameera pasrah dengan nasibnya saat ini. Ia yang mudah berbaur dengan orang baru harus menelan kenyataan dirinya menjadi tameng bagi Vira menjaring ikan pria tampan.“Kesempatan emas, Ra! Enjoy aja.” Vira kembali menggaungkan iming-iming di telinga Ameera.Suasana kafe bergaya bohemian ini baru pertama kali disambangi oleh Ameera meski ia sudah dua tahun mengabdikan diri di salah satu rumah sakit ternama di Jakarta.Setelah memesan, ketiganya duduk di salah satu meja panjang yang berada di ujung ruangan ini.Ameera masih belum bisa membaur dengan situasi yang ada, berbanding terbalik dengan Vira yang terlihat mendominasi interaksi diantara ketiganya.“Oh ya, sejak tadi kita mengobrol kita melewatkan satu hal,” ucap pria itu membuka pembicaraan. Tangannya terulur ke hadapan dua wanita itu, namun, kedua mata Ameera bisa melihat kemana arah uluran tangan itu terarah.“Perkenalkan saya Akbar,” sambungnya lagi.Vira yang menyambut salam Akbar lebih dulu. Tak ingin melewatkan momen penting dalam hidupnya.“Aku Vira, dan ini, Ameera, sahabatku,” kata Vira semangat.Pandangan pria itu beralih pada Ameera hingga pandangan keduanya bertemu.“Salam kenal, Ameera,” katanya.“Salam kenal, Akbar. Senang bertemu denganmu,” balas Ameera. Masih ada rasa sungkan yang menyelimuti hatinya.Ketiganya hanyut dalam obrolan-obrolan ringan. Vira yang menjadi bintang dalam suasana saat ini terus melontarkan topik-topik yang menuntut Ameera juga masuk ke dalam pembicaraan mereka. Ameera tak bisa membuat apapun selain menjadi pendengar. Sesekali juga Akbar menanyakan tentang dirinya, membagikan cerita-cerita lucu yang mengundang tawa.Tawa renyah Akbar menelusup ke telinga, menggoda Ameera untuk terus menatap lamat pada pria itu. Ameera mengakui pria di hadapannya saat ini begitu tampan.Sadar dirinya sedang diperhatikan, Akbar beralih menatap Ameera, sembari menunjukkan senyum manis yang disisipi oleh deretan giginya yang rata.“Ameera, kamu sendiri, apakah sudah lama bekerja di rumah sakit ini? Aku baru pertama kali melihatmu di sini,” tanya Akbar basa-basi. Ameera tercengang mendengar pernyataan itu. Dalam hati bertanya-tanya siapa Akbar sebenarnya.Suhu dingin di ruangan ini terasa menusuk bagi Ameera. Entah kenapa sekujur tubuhnya terasa lemas. Ameera menggeliat di atas kasur besar yang ia tempati saat ini. Kepala pening dan berat tubuh yang kehilangan banyak tenaga, ada apa ini sebenarnya? Ia mencoba membuka mata, melihat ke sekeliling dengan pandangan yang masih belum fokus. Kini ia berada di sebuah kamar yang terasa asing baginya. Kamar ini juga baru pertama kali ia singgahi. “Apakah aku masih di vila milik Akbar?” Ameera bergumam sendiri. Sadar tidak ada orang lain selain dirinya di sana. Pintu kamar terkunci rapat. Nuansa kamar yang serba putih ini membuat Ameera cukup kesulitan menyeimbangkan kinerja otaknya setelah bangun tidur. Dengan langkah tertatih, Ameera berjalan menuju pintu. Kepalanya masih terasa berat seolah ada benda yang membebaninya saat ini. Di luar sepi, tidak ada tanda-tanda kehidupan lain selain suara sandal yang dipakai Ameera. Ia menatap sekeliling namun tidak menemukan satupun tanda Akbar ada di
Tubuh Ameera terhuyung ke belakang setelah sebuah tamparan melandas mulus di pipinya. Untuk beberapa saat Ameera mencoba menyesuaikan diri dengan situasi yang sedang ia hadapi. Suara tamparan yang begitu keras membuat kesadaran Akbar terpulihkan. Ameera berdiri di depannya sambil menatapnya bingung. “Ameera? Kenapa kamu yang di sini?” tanya Akbar tak kalah bingung. Semua kejadian yang melibatkan mereka berdua tadi ternyata hanya ilusi semata. Akbar mengusap kedua matanya berusaha menetralkan pandangan yang sebelumnya buram. “Aku di sini sejak tadi. Menemani kamu melewati banyak hal. Tapi aku rasa kamu terlalu fokus dengan Valentine sehingga tidak ingat ada aku di sini.” Ameera bicara dengan nada yang sedikit dinaikkan. Mendengar betapa Ameera berusaha keras untuk menahan emosinya, Akbar menunjukkan sedikit rasa bersalah di wajah tampan pria itu.“Jadi.. Valentine yang aku lihat tadi..” “Dia hanya halusinasimu,” sela Ameera cepat menampar balik pria itu agar sadar dengan keadaan ya
Ameera memandangi sebuah rumah di depannya dengan pandangan yang tak biasa. Di sekitar rumah itu dikelilingi dengan taman bunga yang nampak indah. Ia tidak menyangka Akbar akan membawanya ke sini setelah insiden yang mendebarkan terjadi.“‘Masuklah. Setidaknya di sini aman,” kata Akbar setelah mengunci mobilnya. Pria itu berjalan tergopoh sambil memegangi tangannya yang luka. “Perlahan saja, aku juga merasa di sini aman,” balas Ameera. Ia membantu Akbar yang kesakitan untuk menaiki tangga menuju teras rumah itu. Akbar termangu melihat perlakuan Ameera yang begitu lembut padanya. “Arggh!” “Kamu tunggu sini, aku akan mencari kotak P3K untuk menangani lukamu.” Ameera bergegas pergi menyusuri setiap sudut rumah ini. Tidak peduli apakah Akbar akan mengizinkannya atau tidak. Bagi Ameera, keselamatan Akbar saat ini adalah yang utama. Rumah ini terbagi menjadi beberapa bagian. Ruang tengah di dominasi dengan cat dinding berwarna biru yang menyejukkan. Seperti rumah pada umumnya, ruang ten
Akbar melenggang pergi dari hadapan Ameera dengan obat-obatan yang ia abaikan.Sebagai orang yang berniat untuk membantu, tentu ada rasa tersinggung akan sikap Akbaryang terkesan seenaknya.“Kalau kamu tidak meminum obat ini, kamu akan terus dihantui perasaan gelisah. Tidak adasalahnya untuk rileks sebentar, Akbar,” kata Ameera mencoba membujuk.“Aku bukan orang gila, Ameera. Harus berapa kali aku katakan padamu?” balas Akbardengan nada sedikit tinggi.“Baiklah kalau begitu. Kita pulang sekarang. Aku akan mengantarmu sampai ke rumah.”Ameera bangkit dari tempatnya, menarik lengan Akbar dan menyeret pria itu keluar darikamar hotel.Sebelum benar-benar meninggalkan hotel, Ameera harus menyelesaikan tanggung jawabatas ulah yang dilakukan Akbar. Membayar denda untuk aset hotel yang hancur karenalampiasan emosi Akbar.Sedangkan Akbar sendiri hanya diam termangu menatap ke sekitar dengan pandanganmalas. Benar-benar seperti orang yang tak berniat untuk hidup.“Totalnya j
Beberapa hari sudah berlalu setelah pertemuan terakhir Ameera dengan Valentine waktu itu.Ameera melanjutkan hari-harinya dengan perasaan gelisah.Semenjak itu pula Akbar kembali menghilangkan jejak. Pikir Ameera, mungkin saja pria itusedang sibuk dengan pekerjaannya. Terakhir kali informasi yang Ameera dapatkan, Akbarmulai aktif kembali untuk menjalankan tugasnya sebagai pilot. Setidaknya dengan informasiyang ia dapatkan itu Ameera bisa sedikit membuatnya tenang.“Bu Ameera, apakah anda masih menangani klien atas nama Akbar?” Seorang suster yangduduk di depan Ameera bertanya di sela-sela jam istirahat mereka. Ameera yang hendakmenyuapkan makanan menghentikan niatnya.“Beliau masih menjadi klienku, sus. Tapi beberapa waktu ini beliau ada kesibukan. Ada apa,sus?” Ameera bertanya balik.“Tidak apa, bu. Kemarin saya lihat beliau sempat mengunjungi rumah sakit. Saya pikir beliaumau konsultasi dengan Bu Ameera, tapi ternyata menjemput seorang wanita yang dokterobgyn,”
Kamu hati-hati di jalan ya.” Vira menempelkan kedua pipinya secara bergantian di wajah Ameera. Jam praktik mereka sudah habis dan waktunya untuk pulang.“Iya, kamu juga hati-hati. Aku duluan ya.” Ameera pamit sembari melanjutkan langkahnya menuju parkiran. Mobil putih miliknya terparkir di area paling ujung. Membuat Ameera mau tak mah harus berjalan lebih jauh dari biasanya. Setelah bercengkrama dengan Vira, rasanya sebagian besar bebannya terangkat meski Ameera tidak menceritakan dengan gamblang masalahnya.“Ameera.” Langkah Ameera terhenti saat seseorang memanggil namanya. Ameera tidak langsung membalikkan tubuhnya untuk mencari tahu siapa orang itu. Ia memilih diam. Tak sedikitpun berkutik. Derap langkah kaki orang itu terdengar semakin jelas dan dekat. Rasanya, Ameera harus menunjukkan sikap lebih waspada sebelum berbagai hal tak diinginkan terjadi.“Ameera, apakah kamu sudah mau pulang?” tanya orang itu sambil menepuk pundak Ameera. Tubuh Ameera seketika menegang.“Ameera ini
Suasana hati Ameera mendadak kacau karena rencana yang tadi malam dicanangkan oleh mamanya. Beban pikiran semakin bertambah dikala Ameera tak memiliki pilihan lain. Lalu, bagaimana ia bisa mengatasi semuanya? Sepertinya kapasitas otaknya tak mampu lagi menahan beban pikiran yang semakin menumpuk. Wajahnya terlihat semakin frustasi. Tak tahu lagi bagaimana ia harus bersikap saat ini. Deretan data pasien sudah menjadi makanannya sehari-hari. Namun masalah di luar pekerjaan justru yang paling dirasa berat bagi Ameera.“Wajah kamu kusut banget. Ada apa?” Vira tiba-tiba datang dari ruang konsultasi di sebelah ruangan Ameera yang hanya dibatasi oleh tirai. “Astaga, sejak kapan kamu di sana, Vira?” ucap Ameera terkejut. Sebelah tangannya mengelus dada. Vira nyengir kuda. Memampang raut wajah tak bersalah di depan Ameera. “Ku lihat sejak tadi pagi sahabatku begitu frustasi. Apa yang sedang mengganggu pikiranmu wahai sobat?” Goda Vira sambil mengedipkan sebelah matanya. Jangan heran deng
Bukan aku yang mau mencari masalah denganmu. Tapi kamu yang memulai masalah,” jawab Ameera ketus. Tak ada lagi rasa takut dan khawatir yang hinggap di dalam dirinya. Satu hal yang paling penting baginya saat ini adalah, mengamankan Valentine dari segala macam ancaman bahaya yang mungkin saja Akbar rencanakan.Persetan dengan apapun yang ada dipikiran Akbar. Ia hanya ingin semuanya selamat. Tidak peduli juga pria itu akan membenci Ameera setelah ini.“Ameera, tolong bawa pergi pacarmu ini. Aku tidak sudi kembali dengannya,” pungkas Valentine setengah memohon.Sorot matanya menunjukkan betapa wanita itu ingin lepas dari jeratan Akbar. Ameera sebagai sesama wanita pun menaruh iba padanya.“Sudahlah, Akbar. Lebih baik kita pergi dari sini sebelum aksimu menjadi bulan-bulanan warga komplek.” “Tidak. Aku tidak akan pulang tanpa Valentine. Kamu memang kekasihku tapi bukan berarti kaku bisa mengaturku, Ameera,” tandas Akbar kejam. Tak hanya Ameera, Valentine pun terkejut dengan reaksi yang
Bukan aku yang mau mencari masalah denganmu. Tapi kamu yang memulai masalah,” jawab Ameera ketus. Tak ada lagi rasa takut dan khawatir yang hinggap di dalam dirinya. Satu hal yang paling penting baginya saat ini adalah, mengamankan Valentine dari segala macam ancaman bahaya yang mungkin saja Akbar rencanakan.Persetan dengan apapun yang ada dipikiran Akbar. Ia hanya ingin semuanya selamat. Tidak peduli juga pria itu akan membenci Ameera setelah ini.“Ameera, tolong bawa pergi pacarmu ini. Aku tidak sudi kembali dengannya,” pungkas Valentine setengah memohon.Sorot matanya menunjukkan betapa wanita itu ingin lepas dari jeratan Akbar. Ameera sebagai sesama wanita pun menaruh iba padanya.“Sudahlah, Akbar. Lebih baik kita pergi dari sini sebelum aksimu menjadi bulan-bulanan warga komplek.” “Tidak. Aku tidak akan pulang tanpa Valentine. Kamu memang kekasihku tapi bukan berarti kamu bisa mengaturku, Ameera,” tandas Akbar kejam. Tak hanya Ameera, Valentine pun terkejut dengan reaksi yang d
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen