Vina berjalan sempoyongan. Ia merangkul Sean menuju unit apartemennya. Sesampainya di depan pintu, Vina bingung karena tidak tahu apa pasword-nya."Sean, Pasword-nya apa?" Vina menepuk-nepuk pipi Sean. "Sean!" hardik Vina karena Sean sama sekali tak menggubrisnya, pria itu justru meracau tak jelas sedari tadi.Kaki Vina sudah pegal, ia bingung harus bagaimana. Kunci tidak ada, kartu akses juga tidak ada. Pasword pun Vina tidak tahu. Vina mengembuskan napas kasar. Sepertinya tak ada pilihan lain, mau tidak mau Vina membawa Sean ke dalam unitnya."Sean!! Lo bisa diem gak si?!" Vina benar-benar gondok dengan Sean. Pria itu terus menduselkan kepalanya di ceruk leher Vina. "Sean!!""Hm." Sean mengangkat wajahnya, bau alkohol menyeruak ke hidung Vina.Vina mendesis, berniat menjauhkan tubuhnya namun Sean justru menarik pinggang Vina hingga keduanya jatuh di atas ranjang. Posisi yang sangat tidak menguntungkan bagi Vina, karena Sean terjatuh tepat di atasnya."Minggir!" Bukannya minggir Sean
Selepas kepergian Vina, Sean memutar kursinya menghadap keluar gedung berdinding kaca. Sean menghela napasnya, memejamkan mata sejenak. Bayangan bibir Vina terus mengusik otak kotornya. Sepertinya Sean perlu jasa rukiyah, agar jiwa mesumnya tak semakin menggila."Gue bukan Rey, tapi makin ke sini kenapa gue berhasrat buat jadi seperti Rey," gumam Sean.Ceo mesum!Sean berdecih, ketika hal itu terlintas di otaknya. "Gak, gue gak boleh jadi mesum." Sean menggelengkan kepalanya. "Aisshh, Davina!" geram Sean ketika mendengar derit pintu yang terbuka."Apalagi si, Vina ...!" Sean tercekat ketika memutar kursinya. Bukan Vina yang masuk, melainkan sosok Kimmy."Vina?" Kimmy berdecak, tak suka. "Siapa Vina? Wanita mana lagi yang buat kamu goyah?"Sean memutar bola matanya, malas menanggapi ocehan Kimmy. Ia beranjak dari duduknya, suara Kimmy membuat telinganya pengang tak karuan."Ngapain si lo ke sini?""Aku bawain kamu makan siang. Aku baru aja belajar resep baru," ucap Kimmy sembari menata
"Lepas! Sean ... sakit," cicit Vina, ketika tangannya di tarik Sean. "Lo apa-apaan si?"Sean sama sekali tidak menanggapi ocehan Vina. Ia terus menyeret Vina menuju parkiran."Sean!!" Habis sudah kesabaran Vina, ia menghempaskan tangan Sean dari pergerlangan tangannya. "Lo kenapa si?"Vina tak mengerti dengan sikap Sean yang main tarik dirinya saja, padahal Vina belum sempat say hello dengan Reyvan. Pasti pria itu masih berdiri di sana, sendirian.Bukankah sikap Sean berlebihan?"Kita pulang!" tukas Sean, kembali meraih tangan Vina namun langsung ditepis oleh Vina."Gak! Gue mau susulin Rey ... Sean!!" Vina berontak karena Sean lagi-lagi menyeretnya secara paksa."Lo gak denger omongan gue, kita pulang!""Gak mau! Emangnya lo siapa? Bisa atur-atur gue seenak jidat!" protes Vina, berusaha menahan kakinya yang terus terseret.Sean berhenti, berbalik menghadap Vina. Tatapannya yang tajam seolah mengintimidasi Vina."Gue bos lo. Dan lo gak lupa kan? Omongan bos mutlak, bawahan gak boleh p
Hallo gaess, aku balik lagi. ☺Seneng gak? 😅Makasih yang udah do'ain aku. Alhamdulilah udah mendingan, cuma efek obatnya emang benar-benar bikin aku ngantuk dan seharian kemarin aku banyak tidur setiap kali abis minum obat.Semalem sampe minum kopi, tapi ternyata gak ngaruh apa-apa. Tiap nulis ketiduran jadi maaf ya kemarin gak update.Kebetulan pas kebangun jam 12, dan gak bisa tidur lagi. Akhirnya aku mutusin buat nulis 🤭Semoga kalian suka sama part ini. Tolong tahan emosi, takut Darting.Siapa yang baca ini jam 01.40?Backsound - Rosa - hati yang kau sakiti. Biar kaya di sinetron azab 😝😜————Happy Reading————Vina membasuh wajahnya dengan kasar. Ia memandangi wajahnya yang basah di cermin. Napasnya masih memburu, Vina masih tak percaya dengan apa yang baru saja dialaminya.Lagi-lagi Sean menciumnya! Lebih gilanya di depan banyak karyawan kantor!"Apa si kampret itu tidak tahu, kalau ciumannya beresiko bikin jantungan, tekanan darah tinggi, gagal napas! Kalau gue mati muda gim
Sudah hampir tiga jam Sean memandangi kafe di depannya, bahkan sampai kafe itu sudah tutup. Sean turun dari mobilnya, melangkahkan kakinya masuk ke dalam."Maaf, kafe kami sudah tu ... tup." Reyvan tercekat, ketika melihat kedatangan Sean tanpa diundang. "Ngapain lo?" Sikap Reyvan berubah jadi ketus."Ada yang pengen gue bicarain sama lo," ucap Sean."Tentang kita atau tentang Vina?" Reyvan kembali bebenah, membiarkan Sean berdiri di depan pintu. "Kalau ini tentang Vina, lo dateng ke orang yang salah," lanjut Reyvan."Tapi ini ada hubungannya sama lo!" tukas Sean.Reyvan mendengus, melempar lap yang sedang digunakannya ke atas meja. "Gue?" Reyvan tersenyum kecut. "Ego lo, bukan gue!" Reyvan menunjuk-nunjuk dada Sean."Jangan mancing kemarahan gue Rey, gue datang ke sini udah ngalahin ego gue, martabat gue, bahkan harga diri gue. Gue lupain itu semua buat nginjekin kaki di sini!" Sean berusaha menahan amarah yang bergejolak, tapi tanggapan Reyvan justru tertawa terbahak-bahak seolah ka
"I love you, Davina," bisik Sean sebelum akhirnya terjatuh, tak sadarkan diri."Sean!!" Vina menepuk-nepuk pipi Sean yang bersandar di bahunya, tapi tak mendapat respon. "Pake segala pingsan, lagi!"Vina berdecak, susah payah menyeret Sean menuju kamarnya. Vina menjatuhkan Sean di atas ranjang. Sesaat ia terdiam, melihat wajah Sean yang penuh luka membuat hatinya bertanya-tanya.Digebukin preman?Vina mengambil kotak obat lalu duduk di tepi ranjang. "Lo berantem? Muka udah jelek makin jelek aja," gerutu Vina, tangannya begitu telaten mengobati luka Sean. "Pantes aja Reyvan panik nanyain lo, jadi karena lo berantem. Sama siapa? Jangan bilang sama dia?"Vina menghela napas pendek, ia sudah selesai mengobati luka Sean. Baru saja ia berdiri, tiba-tiba Sean menahan lengannya."Vin," gumam Sean."Malam ini aja, gue izinin lo nginep di sini. Tapi besok-besok jangan harap." Vina melepaskan tautan tangan Sean, namun bukannya lepas Sean justru menariknya sampai Vina terjatuh ke atas tubuhnya."
Davina mengerjapkan mata, baru saja ia terpejam namun suara ponselnya begitu berisik memekakkan telinga. Vina memaksa matanya terbuka, melihat siapa yang menelepon.Bunda?Vina mengernyitkan dahi, heran. Kenapa bunda meneleponnya di pagi buta seperti ini."Halo." Vina mendekatkan ponselnya ke telinga. "Apa?" pekik Vina, ketika orang di seberang telepon memberitahu jika bunda nya sakit. "Iya, aku usahain pulang."Vina menghela napas, menyandarkan kepalanya sejenak. Ia memijit pelipisnya yang mulai berdenyut. Rasa cemas dan khawatir saling bersahutan. Namun hal lain mengganggu otaknya, bagaimana ia meminta izin cuti pada Sean.Akankah Sean mengizinkannya? Setelah kejadian semalam? Vina tidak yakin. Mengingat sifat Sean, pria itu pasti akan menahannya tetap di sini.Astaga! Kenapa serumit ini.Tiba-tiba ponselnya kembali berbunyi, Vina melirik layar ponselnya yang menyala. Mengembuskan napas kasar saat tahu siapa yang menelepon."Panjang umur juga si setan!" Dengan ogah-ogahan Vina menga
Nungguin yaaa,, 🤭Gua gabut nih dua harian mager nulis, apalagi liat komen sebelumnya gak rame. 😢Terus gue gak bisa tidur, bingung mau ngapain akhirnya nyoba buat nulis part ini 😅Siapa yang baca ini jam 02.00?Komen tiap baris ya, jangan lupa VOTE.pokoknya kalo kalian komennya antusias, gue bakal semangat update cepet.Liat komen kalian tuh kadang nimbulin ide buat bikin part selanjutnya 🤣🤣🤣Jadi jangan sungkan buat komen Oke.. Inget tiap baris biar komennya banyak, 🤭🤭🤭_____Happy Reading_____"Nah itu calon tunanganmu datang juga," ucap ayah Vina, membuat semua orang menoleh.Vina berhenti melangkah. Ia terpaku dengan bola mata melebar saking kagetnya. Bukan karena pekikan Sean, melainkan sosok pria yang duduk di hadapan ayahnya.Davin?Ya Tuhan, kenapa hidupnya tidak bisa lepas dari para fakboi!Vina rasanya ingin mengubur diri hidup-hidup, dari pada harus berada di situasi seperti ini. Tidak! Vina gak boleh nyerah, tunduk dan pasrah pada perjodohan ini. Please, deh! In