"Lepas! Sean ... sakit," cicit Vina, ketika tangannya di tarik Sean. "Lo apa-apaan si?"Sean sama sekali tidak menanggapi ocehan Vina. Ia terus menyeret Vina menuju parkiran."Sean!!" Habis sudah kesabaran Vina, ia menghempaskan tangan Sean dari pergerlangan tangannya. "Lo kenapa si?"Vina tak mengerti dengan sikap Sean yang main tarik dirinya saja, padahal Vina belum sempat say hello dengan Reyvan. Pasti pria itu masih berdiri di sana, sendirian.Bukankah sikap Sean berlebihan?"Kita pulang!" tukas Sean, kembali meraih tangan Vina namun langsung ditepis oleh Vina."Gak! Gue mau susulin Rey ... Sean!!" Vina berontak karena Sean lagi-lagi menyeretnya secara paksa."Lo gak denger omongan gue, kita pulang!""Gak mau! Emangnya lo siapa? Bisa atur-atur gue seenak jidat!" protes Vina, berusaha menahan kakinya yang terus terseret.Sean berhenti, berbalik menghadap Vina. Tatapannya yang tajam seolah mengintimidasi Vina."Gue bos lo. Dan lo gak lupa kan? Omongan bos mutlak, bawahan gak boleh p
Hallo gaess, aku balik lagi. ☺Seneng gak? 😅Makasih yang udah do'ain aku. Alhamdulilah udah mendingan, cuma efek obatnya emang benar-benar bikin aku ngantuk dan seharian kemarin aku banyak tidur setiap kali abis minum obat.Semalem sampe minum kopi, tapi ternyata gak ngaruh apa-apa. Tiap nulis ketiduran jadi maaf ya kemarin gak update.Kebetulan pas kebangun jam 12, dan gak bisa tidur lagi. Akhirnya aku mutusin buat nulis 🤭Semoga kalian suka sama part ini. Tolong tahan emosi, takut Darting.Siapa yang baca ini jam 01.40?Backsound - Rosa - hati yang kau sakiti. Biar kaya di sinetron azab 😝😜————Happy Reading————Vina membasuh wajahnya dengan kasar. Ia memandangi wajahnya yang basah di cermin. Napasnya masih memburu, Vina masih tak percaya dengan apa yang baru saja dialaminya.Lagi-lagi Sean menciumnya! Lebih gilanya di depan banyak karyawan kantor!"Apa si kampret itu tidak tahu, kalau ciumannya beresiko bikin jantungan, tekanan darah tinggi, gagal napas! Kalau gue mati muda gim
Sudah hampir tiga jam Sean memandangi kafe di depannya, bahkan sampai kafe itu sudah tutup. Sean turun dari mobilnya, melangkahkan kakinya masuk ke dalam."Maaf, kafe kami sudah tu ... tup." Reyvan tercekat, ketika melihat kedatangan Sean tanpa diundang. "Ngapain lo?" Sikap Reyvan berubah jadi ketus."Ada yang pengen gue bicarain sama lo," ucap Sean."Tentang kita atau tentang Vina?" Reyvan kembali bebenah, membiarkan Sean berdiri di depan pintu. "Kalau ini tentang Vina, lo dateng ke orang yang salah," lanjut Reyvan."Tapi ini ada hubungannya sama lo!" tukas Sean.Reyvan mendengus, melempar lap yang sedang digunakannya ke atas meja. "Gue?" Reyvan tersenyum kecut. "Ego lo, bukan gue!" Reyvan menunjuk-nunjuk dada Sean."Jangan mancing kemarahan gue Rey, gue datang ke sini udah ngalahin ego gue, martabat gue, bahkan harga diri gue. Gue lupain itu semua buat nginjekin kaki di sini!" Sean berusaha menahan amarah yang bergejolak, tapi tanggapan Reyvan justru tertawa terbahak-bahak seolah ka
"I love you, Davina," bisik Sean sebelum akhirnya terjatuh, tak sadarkan diri."Sean!!" Vina menepuk-nepuk pipi Sean yang bersandar di bahunya, tapi tak mendapat respon. "Pake segala pingsan, lagi!"Vina berdecak, susah payah menyeret Sean menuju kamarnya. Vina menjatuhkan Sean di atas ranjang. Sesaat ia terdiam, melihat wajah Sean yang penuh luka membuat hatinya bertanya-tanya.Digebukin preman?Vina mengambil kotak obat lalu duduk di tepi ranjang. "Lo berantem? Muka udah jelek makin jelek aja," gerutu Vina, tangannya begitu telaten mengobati luka Sean. "Pantes aja Reyvan panik nanyain lo, jadi karena lo berantem. Sama siapa? Jangan bilang sama dia?"Vina menghela napas pendek, ia sudah selesai mengobati luka Sean. Baru saja ia berdiri, tiba-tiba Sean menahan lengannya."Vin," gumam Sean."Malam ini aja, gue izinin lo nginep di sini. Tapi besok-besok jangan harap." Vina melepaskan tautan tangan Sean, namun bukannya lepas Sean justru menariknya sampai Vina terjatuh ke atas tubuhnya."
Davina mengerjapkan mata, baru saja ia terpejam namun suara ponselnya begitu berisik memekakkan telinga. Vina memaksa matanya terbuka, melihat siapa yang menelepon.Bunda?Vina mengernyitkan dahi, heran. Kenapa bunda meneleponnya di pagi buta seperti ini."Halo." Vina mendekatkan ponselnya ke telinga. "Apa?" pekik Vina, ketika orang di seberang telepon memberitahu jika bunda nya sakit. "Iya, aku usahain pulang."Vina menghela napas, menyandarkan kepalanya sejenak. Ia memijit pelipisnya yang mulai berdenyut. Rasa cemas dan khawatir saling bersahutan. Namun hal lain mengganggu otaknya, bagaimana ia meminta izin cuti pada Sean.Akankah Sean mengizinkannya? Setelah kejadian semalam? Vina tidak yakin. Mengingat sifat Sean, pria itu pasti akan menahannya tetap di sini.Astaga! Kenapa serumit ini.Tiba-tiba ponselnya kembali berbunyi, Vina melirik layar ponselnya yang menyala. Mengembuskan napas kasar saat tahu siapa yang menelepon."Panjang umur juga si setan!" Dengan ogah-ogahan Vina menga
Nungguin yaaa,, 🤭Gua gabut nih dua harian mager nulis, apalagi liat komen sebelumnya gak rame. 😢Terus gue gak bisa tidur, bingung mau ngapain akhirnya nyoba buat nulis part ini 😅Siapa yang baca ini jam 02.00?Komen tiap baris ya, jangan lupa VOTE.pokoknya kalo kalian komennya antusias, gue bakal semangat update cepet.Liat komen kalian tuh kadang nimbulin ide buat bikin part selanjutnya 🤣🤣🤣Jadi jangan sungkan buat komen Oke.. Inget tiap baris biar komennya banyak, 🤭🤭🤭_____Happy Reading_____"Nah itu calon tunanganmu datang juga," ucap ayah Vina, membuat semua orang menoleh.Vina berhenti melangkah. Ia terpaku dengan bola mata melebar saking kagetnya. Bukan karena pekikan Sean, melainkan sosok pria yang duduk di hadapan ayahnya.Davin?Ya Tuhan, kenapa hidupnya tidak bisa lepas dari para fakboi!Vina rasanya ingin mengubur diri hidup-hidup, dari pada harus berada di situasi seperti ini. Tidak! Vina gak boleh nyerah, tunduk dan pasrah pada perjodohan ini. Please, deh! In
Davin melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh, tak peduli lagi akan makian dan umpatan pengendara lain. Emosinya sudah menggebu-gebu, menguasai otak dan hati.Kejadian tadi pagi di meja makan membuatnya uring-uringan sedari tadi. Semua rencana yang ia susun dengan rapi hancur sudah karena kedatangan Sean sialan!Ucapan Vina tadi pagi pun terus terngiang, berputar-putar di kepalanya seperti kaset rusak."Yah, jadi perjodohan aku sama Davin dibatalin aja ya. Kan sudah ada Sean," ucap Vina tiba-tiba."Memangnya kalian serius?" tanya sang ayah, menatap Vina dan Sean penuh selidik."Serius lah Om, masa becanda," jawab Sean. "Kalau Om merestui saya siap kok gantiin Davin."Davin mengepalkan tangannya, sorot matanya tajam menatap Sean. Tapi Sean seakan tak peduli ia justru tersenyum miring seolah sengaja mengejek dirinya.Sial! Umpat Davin dalam hati, menyumpah serapah Sean."Bawa orangtua kamu ke sini, kalau emang kamu serius," kata ayah Vina."Tapi Om ...." Davin akhirnya bersuara, ketik
"Sean gak macem-macem Ma, kami akan menikah karena Vina hamil."What?Kini bukan hanya kedua orangtua Sean dan Kimmy yang terkejut tapi juga Vina yang rasanya seperti terkena serangan jantung mendadak.Hamil?Sean sudah gila! Kenapa dia tidak kompromi dulu si? Sungguh pembohongan publik. Bagaimana Vina akan menghadapi kemurkaan mama Sean?Ya Tuhan, tolong hamba. Disaat seperti ini Vina berharap memiliki jurus menghilang seperti Naruto agar bisa lari dari kenyataan."Hamil?" Revina menaikkan sebelah alisnya, menatap Sean dan Vina bergantian dengan tatapan membunuh.Mungkin jika mata Revina bisa mengeluarkan peluru, maka sekali tatap saja Vina akan terkapar dengan rongga dada yang bolong. Jantungnya seolah mati mendadak saat Revina berjalan mendekat, tubuhnya seakan menggigil. Vina terus meremas sepuluh jarinya, menyalurkan rasa gugup, takut, dan kesal yang bercampur satu jadi seperti es campur.Huft! Ngomongin es campur, tenggorokan Vina jadi meronta-ronta minta asupan air. Ia menelan