Davina mengerjapkan mata, baru saja ia terpejam namun suara ponselnya begitu berisik memekakkan telinga. Vina memaksa matanya terbuka, melihat siapa yang menelepon.Bunda?Vina mengernyitkan dahi, heran. Kenapa bunda meneleponnya di pagi buta seperti ini."Halo." Vina mendekatkan ponselnya ke telinga. "Apa?" pekik Vina, ketika orang di seberang telepon memberitahu jika bunda nya sakit. "Iya, aku usahain pulang."Vina menghela napas, menyandarkan kepalanya sejenak. Ia memijit pelipisnya yang mulai berdenyut. Rasa cemas dan khawatir saling bersahutan. Namun hal lain mengganggu otaknya, bagaimana ia meminta izin cuti pada Sean.Akankah Sean mengizinkannya? Setelah kejadian semalam? Vina tidak yakin. Mengingat sifat Sean, pria itu pasti akan menahannya tetap di sini.Astaga! Kenapa serumit ini.Tiba-tiba ponselnya kembali berbunyi, Vina melirik layar ponselnya yang menyala. Mengembuskan napas kasar saat tahu siapa yang menelepon."Panjang umur juga si setan!" Dengan ogah-ogahan Vina menga
Nungguin yaaa,, 🤭Gua gabut nih dua harian mager nulis, apalagi liat komen sebelumnya gak rame. 😢Terus gue gak bisa tidur, bingung mau ngapain akhirnya nyoba buat nulis part ini 😅Siapa yang baca ini jam 02.00?Komen tiap baris ya, jangan lupa VOTE.pokoknya kalo kalian komennya antusias, gue bakal semangat update cepet.Liat komen kalian tuh kadang nimbulin ide buat bikin part selanjutnya 🤣🤣🤣Jadi jangan sungkan buat komen Oke.. Inget tiap baris biar komennya banyak, 🤭🤭🤭_____Happy Reading_____"Nah itu calon tunanganmu datang juga," ucap ayah Vina, membuat semua orang menoleh.Vina berhenti melangkah. Ia terpaku dengan bola mata melebar saking kagetnya. Bukan karena pekikan Sean, melainkan sosok pria yang duduk di hadapan ayahnya.Davin?Ya Tuhan, kenapa hidupnya tidak bisa lepas dari para fakboi!Vina rasanya ingin mengubur diri hidup-hidup, dari pada harus berada di situasi seperti ini. Tidak! Vina gak boleh nyerah, tunduk dan pasrah pada perjodohan ini. Please, deh! In
Davin melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh, tak peduli lagi akan makian dan umpatan pengendara lain. Emosinya sudah menggebu-gebu, menguasai otak dan hati.Kejadian tadi pagi di meja makan membuatnya uring-uringan sedari tadi. Semua rencana yang ia susun dengan rapi hancur sudah karena kedatangan Sean sialan!Ucapan Vina tadi pagi pun terus terngiang, berputar-putar di kepalanya seperti kaset rusak."Yah, jadi perjodohan aku sama Davin dibatalin aja ya. Kan sudah ada Sean," ucap Vina tiba-tiba."Memangnya kalian serius?" tanya sang ayah, menatap Vina dan Sean penuh selidik."Serius lah Om, masa becanda," jawab Sean. "Kalau Om merestui saya siap kok gantiin Davin."Davin mengepalkan tangannya, sorot matanya tajam menatap Sean. Tapi Sean seakan tak peduli ia justru tersenyum miring seolah sengaja mengejek dirinya.Sial! Umpat Davin dalam hati, menyumpah serapah Sean."Bawa orangtua kamu ke sini, kalau emang kamu serius," kata ayah Vina."Tapi Om ...." Davin akhirnya bersuara, ketik
"Sean gak macem-macem Ma, kami akan menikah karena Vina hamil."What?Kini bukan hanya kedua orangtua Sean dan Kimmy yang terkejut tapi juga Vina yang rasanya seperti terkena serangan jantung mendadak.Hamil?Sean sudah gila! Kenapa dia tidak kompromi dulu si? Sungguh pembohongan publik. Bagaimana Vina akan menghadapi kemurkaan mama Sean?Ya Tuhan, tolong hamba. Disaat seperti ini Vina berharap memiliki jurus menghilang seperti Naruto agar bisa lari dari kenyataan."Hamil?" Revina menaikkan sebelah alisnya, menatap Sean dan Vina bergantian dengan tatapan membunuh.Mungkin jika mata Revina bisa mengeluarkan peluru, maka sekali tatap saja Vina akan terkapar dengan rongga dada yang bolong. Jantungnya seolah mati mendadak saat Revina berjalan mendekat, tubuhnya seakan menggigil. Vina terus meremas sepuluh jarinya, menyalurkan rasa gugup, takut, dan kesal yang bercampur satu jadi seperti es campur.Huft! Ngomongin es campur, tenggorokan Vina jadi meronta-ronta minta asupan air. Ia menelan
"Lo mau balikan sama gue?" Sean berbalik, menatap sendu Vina. "Will you marry me?"Hah? Vina melongo. Sean gak banget deh, masa ngelamar di dalam lift."Dasar magadir!" gerutu Vina."Hah?" Sean mengernyitkan dahinya, bingung dengan jawaban Vina. Magadir? Magadir apaan coba? "Yes or yes?"Vina mendesis, pertanyaan macam apa itu? Vina terus merutuki lift yang entah kenapa berjalan lambat, membuatnya harus terjebak lebih lama bersama Sean."Vin, jawab." Sean meraih tangan Vina tapi langsung ditepis olehnya."No!" tukas Vina, memalingkan wajahnya ke arah lain.No?Mata Sean berkedut, tak menyangka akan mendapat penolakan dari Vina. Padahal Sean sudah yakin kalau Vina pasti akan menerimanya, mengingat waktu makan malam tadi Vina begitu romantis."Why? Perasaan tadi lo so sweet banget, bukannya lo juga masih ada rasa sama gue?"Vina memutar bola matanya, kenapa mahluk bernama Sean ini tingkat kepedeannya sangat tinggi."Tadi kan akting gimana si lo?" Vina berdecak, rasanya ia ingin cepat ke
Tidak seperti pagi biasanya, kali ini Vina tidak datang ke apartemen Sean. Ia langsung berangkat ke kantor tanpa mau peduli bagaimana keadaan pria itu."Gak papa kok sekali saja, lagian gue bukan babby sitter dia ini." Vina turun dari busway, ia terus bergumam meyakinkan diri kalau tindakannya benar."Tapi ... apa gak apa-apa ya?" Vina berhenti melangkah kembali kepikiran dengan bosnya. "Aish, dia bisa beli sarapan di luar. Kenapa gue jadi pusing mikirin dia si?" Vina mengibaskan tangannya, berusaha menghempas kekhawatirannya.Saat Vina melangkahkan kaki di kantor, atmosfirnya jadi berubah seperti di dalam tungku api. Panas dan bikin gerah!Vina berusaha mengabaikan tatapan sinis yang mencemooh dirinya, menulikan pendengaran dari mereka yang selalu bergibah tentang dirinya.Vina menghela napas panjang, semenjak ia jadi sekretaris Sean. Orang-orang di kantor jadi berubah sikap padanya, mereka kini memandang rendah Vina. Terlebih setelah skandal di dalam lift. Rasanya Vina mau operasi p
Bunyi ponsel berdering nyaring mengusik Kimmy yang tengah terlelap. Kimmy menggerakkan badannya yang terasa pegal, tangannya meraba-raba sekitar mencari keberadaan ponselnya dengan mata masih terpejam.Saat menemukannya, Kimmy langsung mendekatkan ke telinga. "Halo."Tante Revina!Mata Kimmy terbuka lebar, ia seketika terbangun sementara tangannya masih memegangi ponsel di telinga."Eh, i—ya tante." Kimmy gelagapan ketika suara tante Revina menyentaknya dari lamunan. "Sean di rumah sakit?"Kening Kimmy berkerut, merasakan denyutan di kepala yang cukup menyiksa. Ditambah suara tante Revina yang terdengar panik, membuat kepala Kimmy serasa dibor."Lo udah bangun?"Kimmy terkesiap saat suara bass itu masuk ke gendang telinganya, ia menoleh dan mendapati seorang pria berdiri di dekatnya.Pria?Siapa?Kepala Kimmy semakin berdenyut kencang. Matanya menatap ke sekeliling dan ia baru menyadari jika dirinya terdampar di tempat asing.Astaga! Dimana ini?Mata Kimmy kembali mengerjap lalu beral
Atmosfir di ruangan begitu terasa panas, meski AC dinyalakan. Aura gelap menyelimuti, membuat suasana jadi sangat mencekam.Vina duduk di hadapan kedua orangtua Sean yang sedari tadi menatapnya dengan instens. Ia menundukkan kepala, meremas ke sepuluh jarinya menyalurkan kegugupan dan rasa takut yang menyergap.Rasanya Vina seperti maling yang baru saja terciduk mencuri dan siap untuk dihakimi. Entah hukuman apa yang akan ia terima, melihat tatapan mama Sean yang tak bersahabat----membuat nyali Vina menciut."Ma." Suara Sean menggema di tengah keheningan yang masih mencekam. "Mama ngapain ke sini? Sean baik-baik saja kok."Revina mendengus, tapi sorot matanya masih menatap tajam tersangka di depannya. Yang jelas ia harus memberi pelajaran pada wanita itu. Berani-beraninya menodai anaknya yang masih polos."Jadi, sudah berapa kali?"Vina mendongak, matanya mengerjap berulang kali saat bersitatap dengan mata Revina.Pertanyaan macam apa itu? Apanya yang berapa kali? Vina tak paham maksu