Sebagai istri pertama Meyra mengakui kekalahannya di hadapan sang sahabat yang telah menjadi istri kedua dari suami yang sangat dicintainya. Peristiwa di masa lalu telah menjadikannya sebagai wanita yang tidak sempurna, yang membuatnya tak akan mampu mempersembahkan keturunan bagi sang suami. Meyra masih menyalahkan sang ibu, seseorang yang sudah ia anggap telah menghancurkan hidupnya sejak awal. Di tengah derita yang mendera karena harus menyaksikan indahnya pernikahan kedua suaminya dengan anak-anak yang tak pernah dia miliki, akankah Meyra menyerah dan menghentikan semuanya? Lantas bagaimanakah caranya Meyra bertahan? Atau akankah Meyra memilih untuk menyambut cinta lain yang datang, yang menawarkan kenyamanan yang sudah tak ia dapatkan di dalam pernikahannya bersama Nehan, sosok yang awalnya ia anggap sangat mencintainya?
view more“Bagaimana hasil pemeriksaan kesuburan itu?” tanya Nehan pada sang istri yang sejak tadi diam menyaksikan salju turun di awal Desember, saling berebut jatuh ke tanah juga pada pucuk-pucuk Cemara tinggi yang tumbuh berderet di sepanjang jalan.
Meyra menyaksikan semua keindahan itu di balik jendela ruangan tengah rumah mereka yang hangat dengan sepasang netranya berembun menyiratkan kesedihan yang membuncah.
Menyaksikan gurat muram di wajah sang istri membuat Nehan segera bisa paham jika hasilnya sama sekali tak baik.
Meyra bahkan kini hanya mampu menunduk tak kuasa menentang tatapan sang suami yang sedang memindainya menunjukkan rasa simpatinya yang besar.
Bahkan saat tangan hangat itu meraih tangan Meyra yang ia letakkan di atas meja di samping semangkuk sup ayam buatannya sendiri yang malah tak ia sentuh sama sekali, Meyra masih bergeming.
“Apapun hasilnya itu, tetap tidak akan merubah apapun termasuk juga perasaanku padamu.”
Meyra menarik nafas panjang, pada akhirnya tetes-tetes bening itu jatuh membasahi wajahnya yang pias.
Meski setelahnya Meyra tetap bersikeras menampilkan ketegaran di depan suaminya yang mulai terlihat lebih segar, setelah menyantap masakannya.
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Meyra memilih menyerahkan kertas hasil pemeriksaan yang semenjak tadi diselipkan di balik saku overallnya, di hadapan sang suami.
Nehan membukanya dengan perlahan, sementara saat ini wajah Meyra terlihat kian memucat. Meyra menunggu bagaimana reaksi suaminya. Kegelisahan menekan sanubarinya sangat kuat, hingga ia kini lebih memilih menunduk demi dapat menghindari gurat kecewa yang pastinya akan segera hadir di wajah suaminya sebentar lagi.
Meyra nyatanya tak mendapati itu. Aura wajah Nehan masih terlihat tenang tanpa memunculkan semburat kecewa sedikit pun, seperti yang telah ditakutkannya. Hingga Meyra dapat menatap langsung pada kedua sorot mata suaminya yang masih saja terlihat memancarkan cinta yang besar untuknya.
“Aku tak pernah mempersoalkan bagaimanapun hasil tes ini. Tidak akan ada yang berubah bagiku, kamu tetap yang terutama bagiku,” ucap Nehan sembari meraih tangan Meyra yang sedang diletakkan di atas meja.
Meyra menentang tatapan suaminya yang sama sekali tak menyiratkan keraguan sama sekali. Sepasang mata teduh itu tetap sama, memandangnya dengan tatapan memuja. Tapi tekanan yang dirasakan di batinnya masih saja terasa kuat. Meyra telah merasa bukan lagi menjadi wanita yang sempurna.
“Aku yakin Mas pasti tahu artinya infertil, kan?” Meyra tetap berusaha untuk terlihat tegar, meski semua ini terlampau sulit untuk diterima.
Nehan masih saja menatap Meyra yang gusar dengan tatapannya yang dalam penuh arti.
“Aku adalah wanita mandul Mas,” tegas Meyra dengan suara gemetar. Kedua matanya kini mulai berkaca-kaca.
Nehan hanya menarik nafas perlahan tanpa melepaskan tatapannya dari sosok wanita yang selalu dicintainya.
“Artinya aku tak akan pernah bisa menjadi seorang ibu, aku tak pernah bisa menghadirkan keturunan untuk rumah tangga kita, seorang anak yang selalu ditunggu oleh mamimu Mas,” ujar Meyra semakin lugas seakan ingin menghadirkan kesadaran atas apa yang sedang terjadi pada rumah tangga mereka saat ini.
”Aku bukan wanita yang sempurna,” tegas Meyra seakan ingin menggugah kesadaran suaminya tentang keadaan dirinya saat ini.
Lelaki bermata jernih itu masih tenang memandang istrinya, wanita cantik yang sejak awal pertemuan mereka sudah menggetarkan hatinya. Ia semakin erat menggenggam tangan istrinya seakan ingin melipur gundah yang berkecamuk hebat di dalam hati wanita yang memiliki kulit sehalus pualam itu.
“Apa kamu pikir itu akan mempengaruhiku?”
Meyra semakin gusar ketika melihat tanggapan suaminya yang terlalu tenang, bahkan semua kenyataan ini sama sekali tak memberi pengaruh untuk lelaki yang sudah menjadikannya istri lima tahun silam itu. Satu sisi hatinya yang lain merasa ikut menjadi tenang, karena Nehan masih memberinya curahan cinta yang besar, tak berubah sama sekali. Namun kesedihannya tak bisa ditepis begitu saja karena untuk selamanya dia tak pernah bisa memberikan buah cinta untuk rumah tangga mereka.
“Tapi Mas …,” ucap Meyra tertahan karena Nehan segera mengunci bibir Meyra dengan telunjuknya.
“Cukup jangan dilanjutkan,” tegas Nehan masih memberikan tatapannya yang penuh cinta. Setelah itu Nehan mendesah sesaat. “Lagipula bisa saja terjadi kesalahan dalam pemeriksaan. Kita bisa mencari second opinion, jika kamu memang masih ingin memastikan. Tapi aku sudah tidak peduli dengan semua itu. Bagiku yang terpenting adalah tetap adanya dirimu di sampingku, dengan ada atau tidaknya anak dalam rumah tangga kita.”
Meyra kini malah menjatuhkan air mata saat mendengar ucapan suaminya. Sejak awal, Nehan selalu menjaga perasaannya, begitu juga saat ini ketika Meyra mengetahui tentang ketidaksempurnaannya. Perhatian Nehan yang selalu besar untuknya kini membuat Meyra terseret rasa haru.
“Tapi ini tidak adil untukmu Mas,” gumam Meyra sedih.
“Aku tak pernah merasa seperti itu,” tegas Nehan yang menjadi semakin enggan untuk membahas hal yang kini membuat mereka berdua jatuh dalam palung kesedihan. Nehan selalu tak kuasa melihat air mata di wajah istrinya.
Meyra menggeleng keras ketika mendengar penerimaan suaminya yang selalu tulus.
“Kamu terlalu banyak berkorban untukku Mas. Bahkan sejak awal pernikahan kita, aku memang bukan wanita yang sempurna. Aku terlalu banyak memiliki kekurangan. Mas tahu, sekarang peristiwa itu memberi dampak yang sangat buruk, hingga membuatku menjadi wanita yang tak sempurna.”
Nehan mulai mengusap lembut wajah istrinya yang basah bersimbah air mata.
“Kamu tetap wanita yang sempurna untukku,” gumam Nehan tegas, sembari memberikan senyumnya demi dapat menghadirkan kembali ketegaran di wajah istrinya. “Jadi jangan lagi mengungkit tentang peristiwa yang hanya akan membuatmu sulit meraih kebahagiaan.”
Meyra masih saja diselimuti gelisah, bahkan kini air matanya jatuh kembali ketika kilatan peristiwa pahit itu kembali hadir.
”Kenapa Mas, masih saja menerimaku? Sejak awal aku sudah mengatakan padamu tentang masa laluku ini, bahwa aku bukan wanita yang suci lagi, kamu masih saja tetap menerimaku. Bahkan kini saat dokter memvonisku mandul kamu masih tak mempersoalkan apapun. Aku sudah berulangkali membuatmu kecewa Mas.”
Nehan menggeleng tegas tatapannya masih menyiratkan rasa sayangnya yang besar untuk sosok yang selama ini telah menjadi sumber kebahagiaannya.
”Kamu tidak pernah membuatku kecewa, karena aku selalu mencintai kamu bagaimanapun keadaanmu.”
Meyra kembali menyusut bening di matanya, meski setelahnya air mata tetap kembali jatuh. Ia tak dapat membayangkan tekanan berat yang akan menghantam rumah tangga dengan keadaannya sebagai seorang wanita mandul. Keadaan ini semakin menekan jiwa wanita muda itu, menelusupkan penyesalan yang teramat besar untuk peristiwa di masa lalu, yang memercikkan dendam di hatinya.
Setelahnya tatapan wanita cantik itu menerawang, mengingat kembali fragmen buruk itu, yang membuatnya harus kehilangan segalanya.
Sekarang bahkan tatapan wanita itu berubah kosong, dengan gurat muram yang terunggah lugas.
“Jika saja dia tak ….” Sekali lagi Meyra tak dapat menyelesaikan kalimatnya karena jari Nehan sudah membuat bibirnya terkatup.
“Sudah cukup, sayang, jangan dibahas soal itu.”
***
Meyra sungguh tak menduga Kenrich akan mempersiapkan pesta pernikahan yang begitu luar biasa seperti saat ini. Walau sebenarnya Meyra agak enggan menyetujui nyatanya ia tak bisa mengabaikan keinginan semua orang jika pernikahannya yang kedua ini digelar dengan meriah di salah satu hotel terbaik di Ibukota. Pesta pernikahan yang mengundang banyak orang bahkan juga mengundang anak-anak yatim dari beberapa panti asuhan itu berlangsung dengan sangat meriah. Semua orang memasang aura bahagianya, bahkan Meyra terus menerus mengumbar senyumnya. Namun ketika melihat sosok yang tak diundangnya ikut datang pada pesta pernikahannya ini, wajah Meyra segera berubah tegang. Saat melihat gurat kecewanya Meyra mendadak merasa resah. Kenrich yang berada di sisinya langsung mendekat meraih tangan Meyra dan menggenggamnya erat seakan menegaskan keberadaan dirinya yang akan selalu mendampingi. “Aku tahu cepat atau lambat kalian pasti akan melakukan ini,” tukas Nehan dengan terus mengunggah raut kecew
“Jangan sampai kamu menyesal jika Kenrich memilih yang lain karena ia sudah terlampau lelah menunggumu.”Rida kembali memberi peringatan kepada putrinya.Meyra termangu semakin galau dengan apa yang sudah ia dengar.Meski kemudian Meyra memilih untuk menyunggingkan segaris senyum walau tampak samar dan ragu.“Sudahlah Bun, aku sudah memasrahkan semuanya pada kehendakNya, jika memang Tuhan menakdirkan aku kembali menikah dan orang itu adalah Kenrich, aku akan menerimanya.”Rida menggeleng tampak sangat tak puas dengan jawaban Meyra.“Tapi jika kamu tak memberikan isyarat bahwa kamu mau menerima Kenrich, aku yakin dia tetap akan berpaling. Ingat Mey, takdir manusia meski sudah ditetapkan tapi Tuhan juga mengharuskan hambaNya untuk berusaha. Kamu seharusnya berusaha untuk menunjukkan penerimaanmu terhadap cinta Kenrich, bukan terus menerus menolaknya.”Rida kemudian menegaskan tatapannya pada Meyra yang kini tampak mulai gamang..“Aku sudah memperingatkan kamu, jangan salahkan aku kalau
“Sekar,” gumam Meyra ketika mendapati seorang wanita hamil mulai mendekat ke arah dirinya.Meyra melihat perubahan dari wanita yang sekarang sedang menghampirinya itu tampak begitu luruh dengan tubuh yang lebih kurus terlihat kontras dengan perutnya yang membuncit.Meyra menyusut sejenak bening di matanya dan memusatkan perhatian pada wanita yang pernah menjadi madu di dalam rumah tangganya bersama sang mantan suami dulu, sesuatu yang sebenarnya sudah tak ingin Meyra ingat lagi.“Aku turut berbela sungkawa atas meninggalnya Tante Lia,” gumam Sekar yang memang selalu memanggil ibu Meyra dengan sebutan Tante Lia.Meyra menganggukkan kepalanya dan merasa gamang dengan kesedihan yang terunggah di wajah wanita yang pernah menjadi seteru juga sahabatnya itu.Kesedihan yang ditampakkan Sekar saat ini memancing tanya di dalam Meyra atas kehidupan wanita itu yang s
Meyra benar-benar mengikuti kemauan Kenrich tanpa berkata apapun lagi.Kenrich segera membantu Meyra berkemas.Bahkan lelaki itu tampak sangat sibuk tak membiarkan Meyra melakukan apapun.Dalam diam Meyra menyaksikan bagaimana lelaki itu menyiapkan segala keperluannya.Dalam hatinya Meyra memendam kekaguman meski selalu saja ada rasa takut menggayuti setiap kali Kenrich mengulik tentang pernikahan.Meyra masih terlalu takut untuk memulai hubungan baru dengan keadaan dirinya yang selalu dikatakan sebagai wanita yang tidak sempurna.Meyra selalu tak bisa mempercayai Kenrich bisa menerima dirinya. Karena nyatanya dulu Nehan juga pernah mengucapkan hal yang sama tapi segalanya tetap tak berjalan dengan benar.Meyra terus saja menolak meski hatinya diliputi rasa bersalah juga pada Kenrich yang bahkan pernah hampir mengorbankan nyawanya ketika
Suara yang terdengar tegas dengan nada sarkas yang terunggah itu segera membuyarkan pelukan Meyra dan Nehan.Mereka sontak memandang ke arah Sekar yang sedang mendekat dengan menyajikan gurat sinis di wajahnya.“Kumohon jangan salah paham dulu, Sekar,” gumam Nehan yang seketika gelisah ketika mendapati kedatangan Sekar yang tak terduga.Bahkan wanita yang berstatus sebagai istri keduanya itu tadi belum ada mendampingi saat sidang awal tadi.Sekar masih memberikan tatapan sarkas bahkan menyergap Meyra dengan kesinisan.“Apa kamu masih belum bisa merelakan Mas Nehan? Bukankah sebentar lagi sidang putusan perceraian kalian akan ditetapkan lalu kenapa kamu masih sengaja menggoda Mas Nehan?”Sekar mencecar dengan tuduhan yang picik.Meyra membalasnya dengan tatapan yang sama nyalangnya.Dirinya suda
“Mey kita harus bicara sebentar!”Nehan mengutarakan keinginannya tanpa ragu.“Apa yang mesti dibicarakan?” Meyra menanggapi dengan datar ajakan Nehan.Nehan memandang lurus pada sosok yang sebentar lagi akan menjadi mantan istrinya itu. Tapi lelaki itu sekarang menampakkan kesabarannya yang besar.“Mey, maafkan aku sebelumnya, tolong beri aku kesempatan untuk berbicara.”Nehan mulai memohon.Meyra melirik dengan memendam kebimbangan.Meski kemudian ia mengiyakan dengan memberi isyarat anggukan kepala yang ringan.Pada akhirnya mereka menepi di sebuah tempat yang lebih sepi, di dekat sebuah taman.“Katakan saja apa yang ingin kamu bicarakan Mas,” ungkap Meyra ketika mendapati Nehan masih saja diam dan hanya memandanginya dengan lekat.
“Ayah Hilman!” seru Kenrich spontan sembari segera mempersilakan pria paruh baya itu segera masuk ke dalam apartemennya.Kenrich sempat terlupa jika ia memiliki janji dengan Hilman, ayah tiri Meyra yang memang sudah ia ijinkan untuk membantunya saat ia usai menjalani proses khitan.Bahkan seharusnya pria itu juga ikut mendampinginya saat masih di klinik tadi.“Maaf tadi mendadak aku ada urusan yang tak bisa ditunda jadi aku tak bisa memenuhi janjiku untuk menemani kamu di klinik.”Hilman kemudian mulai memindai seluruh detail diri Kenrich dengan lebih lekat.“Bagaimana keadaan kamu?” tanya Hilman mengunggah rasa khawatirnya.“Aku baik-baik saja.”Kenrich menjawab dengan sedikit canggung, karena ia ragu dengan respon yang akan ditunjukkan Hilman saat lelaki itu tahu jika saat ini ia sedang be
“Menurutmu dokter itu melarang kita melakukan apa?”Mendengar pertanyaan Kenrich yang ambigu segera membuat wajah Meyra bersemu merah.“Aku tak perlu menerjemahkannya untukmu,” sergah Meyra kesal sembari memalingkan mukanya yang sudah seperti kepiting rebus.“Untuk sementara, selama satu hari ini sebaiknya Anda beristirahat di rumah, jangan terlalu banyak bergerak dulu.”Dokter paruh baya yang menangani Kenrich kembali memberikan pengarahan.“Tolong diperhatikan kesehatan suaminya dengan baik, saya akan resepkan obat-obatan untuk mempercepat kesembuhan lukanya.”Setelah menerima resep obat itu, Meyra kemudian segera membantu Kenrich untuk melangkah keluar dari ruang praktek dokter.Langkah Kenrich agak tertatih yang membuat mereka segera menjadi pusat perhatian pada pasien yang sedang menung
Pagi-pagi sekali ketika Meyra sedang asyik berkebun di taman depan, mendadak ia melihat mobil Kenrich memasuki halaman rumah.Meyra meletakkan sejenak pekerjaannya dan mengarahkan tatapannya pada sosok tampan yang kini sudah keluar dari dalam mobil dengan melemparkan pandangan pada dirinya.Ketika akhirnya Kenrich mulai melangkah mendekat, Meyra perlahan mulai berdiri sembari menarik sarung tangannya yang kotor penuh tanah.Kenrich melontarkan senyum terbaiknya ketika melihat tatapan Meyra yang terlihat intens.“Kurasa kamu sudah melupakan janji kamu semalam.”Meyra mengernyit tak paham sembari menautkan kedua alis indahnya.“Janji apa?”Kenrich tersenyum santai sembari ia melepaskan kacamata hitamnya hingga menampakkan dengan lugas gurat ketampanan dari sepasang matanya bercahaya.“Aku d
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments