Meyra memandang lepas pada deretan pegunungan Alpen yang selalu diselimuti salju. Udara beku yang menyelimuti membuatnya kian merapatkan mantel tebal yang menutup tubuh tropisnya.
Dari kereta gantung yang dinaikinya yang akan mengantarkannya pada tempat yang lebih tinggi sebelum dirinya memulai petualangan berselancarnya, Meyra terus memadang takjub pada kekokohan Alpen yang memutih di musim dingin.
Meyra akan memulai petualangan berselancarnya hari ini. Meski dilakukan seorang diri, tapi Meyra tetap tak kehilangan semangatnya. Saat ini sang suami masih sibuk dengan lobi-lobi bisnisnya. Bukankah sejak awal Nehan sudah menegaskan bahwa perjalanan ini bukan sepenuhnya perjalanan bulan madu mereka, yang sudah ke sekian kali mereka lakukan.
”Sepertinya Nona sangat mengagumi Alpen.” Mendadak seseorang yang berada di depan Meyra menegur wanita cantik itu yang sejak tadi melemparkan pandangan pada pegunungan bersalju yang memutih itu.
Meyra menoleh sejenak dan memandang pada sosok pria kaukasoid dengan sepasang mata birunya yang tampak sangat jernih.
Teguran lelaki itu segera menyadarkan dirinya jika saat ini ia naik kereta gantung ini bersama sesosok asing lain yang tanpa dia sadari memperhatikannya sejak tadi.
Meyra hanya menyunggingkan segaris senyuman tipis, karena ia sangat tak terbiasa bersikap terlalu akrab dengan sosok asing yang belum pernah ditemui sebelumnya.
”Apa ini perjalanan pertama Nona di Swiss?” tanya sosok berambut pirang itu membuka percakapan lagi.
Meyra hanya menjawab dengan sebuah anggukan. Ia masih membatasi dirinya. Meyra selalu berhati-hati apalagi saat ini suaminya tak bersamanya. Nehan masih sibuk dengan lobi bisnisnya sementara Meyra terlalu bosan tinggal di rumah tanpa melakukan apapun meski di rumah Sony, dirinya masih bisa berbincang dengan istri Sony yang sejak awal menyambutnya dengan ramah.
Tapi Meyra bersikeras karena sejak awal Meyra berniat ingin mencicipi pengalaman bermain ski di Matterhorn Glacier Paradise, di salah satu bagian pegunungan Swiss yang sudah sangat terkenal seantero dunia, meski itu harus dilakukannya tanpa didampingi Nehan.
”Apa Nona sendirian?”
Meyra mendesah pelan. Ia merasa terusik dengan pertanyaan yang terus terlontar.
Sampai akhirnya Meyra merasa perlu menunjukkan cincin yang tersemat di jari manisnya.
”Maaf sebaiknya Anda tak memanggilku nona, karena aku sekarang adalah seorang wanita yang sudah bersuami,” tegasku dengan maksud agar sosok asing itu tak sedikit menjauh, tak lagi mengusikku dengan sikapnya yang terkesan ingin mendekatiku.
Lelaki bersurai pirang itu melebarkan bibirnya memandangku dengan lebih lekat.
”Aku bisa mengira wanita secantik kamu, tentu pasti sudah ada yang memilikinya. Maaf jika aku sudah mengusikmu tadi,” ucapnya ringan.
Meyra menanggapi dengan seulas senyum.
Sampai kemudian kereta gantung yang mereka naiki sudah berhenti setelah sampai di bagian yang lebih tinggi. Selanjutnya mereka mulai bersiap untuk melakukan peluncuran.
Melihat tebing yang curam, sejenak Meyra kehilangan rasa percaya diri. Wanita cantik itu mematung beberapa saat setelah memasang semua perlengkapan ski.
Di tengah keraguannya mendadak sosok pirang itu kembali mendekat.
”Apa kamu membutuhkan bantuan ...?”
Lelaki itu sedang menunggu Meyra untuk menyebutkan namanya.
”Meyra,” sebut Meyra singkat.
Pria beriris biru itu kembali mengulas senyumnya.
”Kalau begitu panggil saja aku Ken, Kenric,” ucap lelaki itu lembut.
Meyra menanggapinya dengan sebuah anggukan pelan dan setelahnya ia kembali berkonsentrasi. Ia sungguh ingin merasakan berseluncur sesuatu yang sebelumnya sudah berulangkali ia lakukan dan sekarang ia ingin lakukan lagi, meski bukan di tempat yang terlalu curam seperti ini.
”Aku akan mendampingiku, kita akan meluncur bersama-sama,” ucap Kenric berusaha meyakinkan Meyra.
Wanita cantik itu melirik sekilas pada sosok tegap di sampingnya, mulai memberikan rasa percayanya.
Hingga akhirnya mereka meluncur bersama dengan kedua tangan Meyra memegang stik untuk mempertahankan keseimbangan.
Meyra segera tersenyum lebar, merasakan sensasi meluncur yang dahsyat yang sebelumnya tak ia rasakan ketika meluncur di area ice skating di dalam ruangan.
Meyra merasa sangat senang, yang membuatnya tawanya lepas dengan ringan.
Sementara Kenric mulai sesekali melirik pada ekspresi Meyra yang girang yang sekarang malah membesut perhatian lelaki itu.
Kenric merasa sosok wanita yang baru dijumpainya itu memiliki pesona yang tak biasa hingga mampu menarik atensinya, sangat berbeda dengan wanita-wanita lain yang pernah lelaki itu temui.
Dengan cepat Kenric menjadi tertarik meski ia harus menjaga batasan karena nyatanya sosok menawan itu telah memiliki pasangan.
Akhirnya mereka bisa menyelesaikan peluncuran, dan beberapa kali Kenric memberikan arahan pada Meyra yang membuatnya bisa meluncur dengan selamat hingga sampai di bawah.
”Terima kasih, kamu benar-benar membantuku tadi.”
Kenric menjawab dengan kedikan bahu ringan.
”Kamu sendiri yang bisa melakukannya dengan baik, tampaknya kamu memiliki bakat untuk bermain ski,” puji Kenric lugas.
Meyra menanggapi dengan senyuman lebar. Kedua matanya agak menyipit malah tampak semakin cantik di mata Kenric yang sejak awal telah dibuatnya terpesona.
”Aku hanya senang saja berseluncur, rasanya aku bisa sangat bebas,” ucap Meyra apa adanya.
”Apa kamu mau melakukannya lagi?” tawar Kenric bersemangat.
Meyra malah terlihat ragu, bahkan wanita itu melirik pada jam tangannya.
”Sepertinya tidak, aku harus kembali pulang, mungkin saja suamiku sudah pulang sekarang.”
Meyra mulai membalikkan badan setelah melucuti semua perlengkapan.
Sementara Kenrich masih saja mengikuti.
”Apa kamu sudah lama tinggal di Swiss?” tanya Kenrich yang masih tak rela menyudahi pertemuan mereka yang untuk pertama kalinya ini.
”Kami hanya tinggal sementara di sini, karena sebenarnya kami masih tinggal di New York karena aku masih melanjutkan sekolahku di sana sementara suamiku juga sedang ada pekerjaan.”
”Kalau begitu apa kamu berasal dari Asia?” Kenrich terus saja mencecar sembari mengikuti langkah Meyra menuju area parkir.
”Aku berasal dari Indonesia,” jawab Meyra cepat dengan langkah yang juga sama cepatnya.
”Kamu sepertinya sedang terburu-buru, aku harap lain kali kita bisa berjumpa lagi.”
Meyra yang sedang memasukkan perlengkapannya di dalam bagasi mobil hanya melirik Kenrich datar.
”Kurasa kita tidak akan bertemu lagi karena kami mempersingkat kunjungan kami karena suamiku harus kembali ke Indonesia untuk menengok ibunya yang sakit,” jawab Meyra dengan sedikit menyunggingkan senyumnya.
Nyatanya Kenrich menatap Meyra lebih intens.
”Tapi aku berpikir sebaliknya, setelah ini kita akan bertemu lagi, dan itu tidak akan lama lagi,” ucap Kenric sembari menelisik mobil yang dipakai Meyra saat ini.
Tatapan lelaki itu menyiratkan sesuatu yang tersembunyi tapi Meyra hanya mengabaikan semua itu. Karena ia sedang tergesa-gesa dan ingin segera kembali karena suaminya sudah mengatakan padanya akan makan malam di rumah bersama anggota keluarga yang lain.
Setelah itu Meyra benar-benar pergi tak lagi mempedulikan pada lelaki asing yang tadi sudah membantunya bermain ski.
***
Meyra bersyukur bisa sampai di rumah sebelum suaminya datang. Jadi ia memiliki waktu untuk menyiapkan dirinya dan sedikit memberikan bantuan di dapur.
Sampai akhirnya sosok yang ia nantikan tiba, yang membuat Meyra segera menyongsong suaminya dengan menyajikan wajah bahagia.
Sementara Nehan menyambut istrinya dengan memberikan seulas senyuman, dan seperti biasa dia akan memberikan sedikit kecupan pada bibir indah istrinya yang selalu ia sukai.
”Apa kamu menikmati bermain ski tadi?” tanya Nehan penuh perhatian ketika dia sudah duduk di kursi meja makan bersiap untuk melakukan santap malam sembari menunggu kedatangan anggota keluarga yang lain.
”Sangat menyenangkan tadi,” jawab Meyra singkat tanpa ia menyebutkan pertemuan dengan lelaki yang memperkenalkan dirinya dengan nama Kenric itu.
”Maaf sayang, aku sudah membiarkan kamu sendirian padahal seharusnya ini menjadi acara liburan kita berdua tapi aku malah sibuk dengan persiapan untuk pendirian perusahaanku sendiri.”
Meyra mengulas senyumnya dengan lembut.
”Bukankah kamu melakukan ini untuk masa depan kita?”
Nehan tercenung sesaat sembari memandang wajah istrinya dengan lembut.
”Tentu saja sayang, aku melakukan ini semua untuk kita,” ucap Nehan sembari memberikan pelukan singkatnya pada tubuh sang istri, sosok wanita yang begitu ia cintai.
Sejurus kemudian satu persatu anggota keluarga Sony mulai masuk ke ruang makan, ikut bergabung bersama mereka.
Tapi ketika mereka akan memulai makan malam mendadak seseorang datang memberikan sapaan kepada semua orang. Bahkan juga kepada Meyra yang segera menjadi ternganga kaget, ketika melihat sosok itu.
***
”Selamat malam semua!” sapa sosok tegap itu yang kini melemparkan senyumannya untuk semua orang. Meyra terperangah untuk beberapa saat terlebih saat mendapati sosok pirang itu sudah duduk di sampingnya dengan sangat santai. Lelaki itu mengarahkan sepasang matanya birunya pada Meyra yang masih memandangnya dengan kaget. ”Ken, perkenalkan mereka adalah Nehan dan Meyra, Nehan adalah sepupumu dari Indonesia sementara di sampingnya itu adalah istrinya,” jelas Sony ketika melihat tatapan anak keduanya yang tampak dalam menelisik pada sosok Meyra yang sekarang menjadi terlihat agak canggung. Kenrich segera mengulurkan tangannya kemudian tersenyum penuh arti kepada Meyra yang kini masih saja diam membisu sementara Nehan telah membalas sapaan saudara sepupunya itu dengan sangat ramah. ”Jadi bagaimana dengan kuliah hukummu, apakah kamu sudah menyelesaikannya?” tanya Nehan yang nyatanya memang mengetahui sedikit banyak tentang saudara sepupunya yang mengambil kuliah hukum di Paris tapi memil
Meyra mendesah jengah menjadi semakin gusar karena mendapati lelaki yang baru dikenalnya dua hari itu memaksakan pertanyaan demi pertanyaan untuk dijawabnya. “Mas Nehan tak ingin aku terlalu lelah karena sebentar lagi aku harus melanjutkan spesialisasiku. Dia tak mau konsentrasiku. Aku harus menyelesaikan kuliahku tepat waktu agar kami bisa segera kembali ke Indonesia dan tinggal di negeri asal kami, terlebih sekarang Mas Nehan sudah memulai usahanya di sana.” “Iya, dengan dibantu oleh daddyku. Kamu tahu jika daddy melakukannya karena atas permintaan Tante Cyntia, maminya Nehan. Dia sangat ingin putra kesayangannya itu kembali bersamanya.” Meyra mengernyit resah. Ia masih saja tak bisa menemukan korelasi atas apa yang sedang Kenrich sampaikan saat ini. “Sebenarnya apa yang akan kamu katakan padaku? Kamu terdengar sedang menyudutkan Mas Nehan. Memangnya salah jika Om Sony memberikan bantuan pada suamiku, dan memangnya salah juga kalau mami meminta Om Sony membantu Mas Nehan?” sergah
”Katakan apa yang sudah kamu ketahui? Jangan membuatku seperti orang bodoh,” sergah Meyra tegas dengan tatapan nyalang yang segera membuat Kenrich merasa sedikit tersudut. Meski pada akhirnya lelaki itu bisa kembali menampakkan sikapnya yang wajar dengan menyunggingkan segaris senyuman datar yang selalu tampak arogan di mata Meyra. ”Tak ada yang terjadi, tak ada apapun, aku hanya sembarangan menebak karena tadi aku sempat mendengar apa yang kalian bicarakan,” jawab Kenrich biasa. Meyra mengernyitkan dahinya masih merasa tak yakin dengan kejujuran Kenrich. ”Aku merasa kamu sedang menyembunyikan sesuatu. Aku tadi bahkan berbicara dengan memakai bahasa Indonesia dengan sahabatku itu, bagaimana kamu bisa tahu dengan apa yang kami bicarakan.” Kenrich mengangkat sebelah sudut bibirnya membentuk senyuman yang terlihat sarkas. ”Apa kamu pikir tak menguasai bahasa Indonesia?” Meyra menarik nafas panjang, rupanya ia salah duga. Bukankah Sony berasal dari Indonesia dan bisa dipastikan jika
Meyra menangkap sosok seseorang yang memakai baju bercorak flora tampak sedang melintas di belakang sang suami yang saat ini sedang duduk menerima panggilan video darinya. Ada sebuah keresahan yang kian menjalar di hati Meyra, mulai menyeret Meyra dalam praduga yang membuatnya semakin tidak tenang. Tapi nyatanya di seberang sana Meyra melihat wajah sang suami yang masih mengunggah sebuah ketenangan tanpa melirik sedikitpun ke belakang untuk melihat siapa sosok yang bersamanya saat ini. [”Siapa itu tadi Mas?”] tanya Meyra mengulangi pertanyaannya. [”Itu tadi mami, apa kamu ingin bicara dengan mami?”] tawar Nehan dengan cepat. [”Apa mami sekarang sudah benar-benar sehat?”] tanya Meyra lagi. Untuk beberapa hari ini ia masih belum bisa berbicara dengan ibu mertuanya karena Nehan selalu mengatakan jika ibunya sedang diharuskan untuk banyak beristirahat. Tapi ketika melihat sosok yang ia lihat sebentar dan hanya menunjukkan tubuh bagian bawah saja dengan memakai rok bermotif flora Mey
Kenrich malah mengedikkan bahunya dan mengunggah segaris senyum. Ingin rasanya ia mengungkapkan kekagumannya dengan gamblang tapi ia yakin apa yang dikatakannya itu hanya akan membuat semuanya rusak, yang hanya akan membuat wanita yang dikaguminya itu semakin menjaga jarak dan bersikap semakin waspada. ”Aku hanya ingin melihat caramu memasak,” ucap Kenrich tak sepenuhnya berterus terang. Meyra menipiskan bibir indahnya itu yang selalu ranum bagai kuncup mawar, malah menampakkan daya tarik yang semakin menggelisahkan seorang Kenrich yang masih saja tak berhenti memindainya. ”Apa kamu sudah begitu lapar hingga terus menungguku seperti ini?” Meyra sama sekali tak terseret dalam kecurigaan, ia masih menganggap wajar tatapan sepupu suaminya itu. Meyra berusaha memasak secepat kilat bukan demi menuruti lelaki bermata biru itu yang tampak kelaparan tapi agar bisa segera mengusir lelaki itu dari rumahnya, supaya ia bisa segera beristirahat karena saat ini ia menjadi sangat lelah setelah ak
Demi memenuhi rasa ingin tahunya Meyra segera membuka pintu. Kedua matanya membeliak ketika melihat sosok yang tak pernah diduganya kini berdiri di hadapannya dengan menyajikan segaris senyum sempurna yang membuat hatinya berbunga bahagia. ”Bunda!” seru Meyra sembari segera menghambur ke dalam pelukan sosok yang sudah merawatnya sejak bertahun-tahun silam sejak ibu kandungnya sendiri sudah tak bisa menjalankan peran sebagai ibu, dan beberapa saat setelah peristiwa yang menghancurkan hidupnya terjadi. Meyra merasakan pelukan bundanya terlalu erat seperti disertai sebuah perasaan yang teramat dalam yang untuk beberapa saat bahkan tak bisa Meyra eja. Tapi Meyra selalu merasa bahagia bila mendapati sosok yang selama ini sudah membesarkannya dengan penuh kasih sayang itu, membersamainya. Ketika akhirnya pelukan mereka terlepas, Meyra sempat melihat tetes bening di wajah sang bunda, meski wanita yang selalu berpenampilan elegan itu menghapusnya dengan cepat. Meyra kembali merasa ada sesu
Meyra semakin tak bisa mengenyahkan segala prasangka yang kini meraja di hatinya. Rasa rindu yang bersarang di hatinya membuat hatinya lebih sensitif. Dia yang biasanya selalu bisa tegar menghadapi apapun kini malah tak bisa menahan air matanya. Di saat ia berbaring sendirian seperti ini di dalam kamarnya, tanpa kehadiran sosok Nehan yang sangat dicintainya membuat wanita itu merapuh. Untuk beberapa saat Meyra membiarkan dirinya menangis. Sampai akhirnya ia merasa lelah dan mulai jatuh tertidur dengan sendirinya. Meyra terbangun saat alarm yang selalu dipasangnya itu berbunyi. Meyra memaksa tubuhnya yang masih terasa lelah itu untuk bangkit. Ia dipaksa dengan tuntutan kewajiban yang harus dilaksanakannya di rumah sakit. Setelah menjalankan kewajibannya sebagai seorang muslim, Meyra kemudian bergegas bersiap, dan pagi-pagi sekali ia sudah tampak rapi. Selanjutnya Meyra bergegas turun dari kamarnya untuk menuju dapur demi menyiapkan sarapan. Meyra sudah terbiasa untuk mengisi perutn
”Mas Nehan!” seru Meyra sangat antusias ketika mendapati sosok yang begitu ia rindukan sudah berdiri di ambang pintu dengan melemparkan segaris senyum lebar penuh aura kebahagiaan. Meyra sontak bangkit dan menghambur ke dalam pelukan sang suami. Untuk beberapa lama mereka saling berpelukan. Sementara Kenrich dan Rida hanya melihat mereka dengan tatapan yang tak bisa diartikan. Setelah melepas rindu untuk beberapa saat mereka segera mendekat dan duduk di bersama di sofa ruang tamu. Meyra tak dapat menyembunyikan aura bahagia terus saja menempel pada sang suami, masih merasakan rindunya yang sangat menggebu. Tapi kemudian suasana malah menjadi hening. Meyra menjadi tak mengerti mengapa sekarang bundanya malah menatap pada suaminya dengan tatapannya yang begitu tegas, bahkan juga Kenrich yang sekarang bersikap acuh di hadapan Nehan. Meyra sama sekali tak bisa mencerna apa yang sedang terjadi di antara mereka semua saat ini. Ada sesuatu yang luput dari perhatiannya hingga membuat Me
Meyra sungguh tak menduga Kenrich akan mempersiapkan pesta pernikahan yang begitu luar biasa seperti saat ini. Walau sebenarnya Meyra agak enggan menyetujui nyatanya ia tak bisa mengabaikan keinginan semua orang jika pernikahannya yang kedua ini digelar dengan meriah di salah satu hotel terbaik di Ibukota. Pesta pernikahan yang mengundang banyak orang bahkan juga mengundang anak-anak yatim dari beberapa panti asuhan itu berlangsung dengan sangat meriah. Semua orang memasang aura bahagianya, bahkan Meyra terus menerus mengumbar senyumnya. Namun ketika melihat sosok yang tak diundangnya ikut datang pada pesta pernikahannya ini, wajah Meyra segera berubah tegang. Saat melihat gurat kecewanya Meyra mendadak merasa resah. Kenrich yang berada di sisinya langsung mendekat meraih tangan Meyra dan menggenggamnya erat seakan menegaskan keberadaan dirinya yang akan selalu mendampingi. “Aku tahu cepat atau lambat kalian pasti akan melakukan ini,” tukas Nehan dengan terus mengunggah raut kecew
“Jangan sampai kamu menyesal jika Kenrich memilih yang lain karena ia sudah terlampau lelah menunggumu.”Rida kembali memberi peringatan kepada putrinya.Meyra termangu semakin galau dengan apa yang sudah ia dengar.Meski kemudian Meyra memilih untuk menyunggingkan segaris senyum walau tampak samar dan ragu.“Sudahlah Bun, aku sudah memasrahkan semuanya pada kehendakNya, jika memang Tuhan menakdirkan aku kembali menikah dan orang itu adalah Kenrich, aku akan menerimanya.”Rida menggeleng tampak sangat tak puas dengan jawaban Meyra.“Tapi jika kamu tak memberikan isyarat bahwa kamu mau menerima Kenrich, aku yakin dia tetap akan berpaling. Ingat Mey, takdir manusia meski sudah ditetapkan tapi Tuhan juga mengharuskan hambaNya untuk berusaha. Kamu seharusnya berusaha untuk menunjukkan penerimaanmu terhadap cinta Kenrich, bukan terus menerus menolaknya.”Rida kemudian menegaskan tatapannya pada Meyra yang kini tampak mulai gamang..“Aku sudah memperingatkan kamu, jangan salahkan aku kalau
“Sekar,” gumam Meyra ketika mendapati seorang wanita hamil mulai mendekat ke arah dirinya.Meyra melihat perubahan dari wanita yang sekarang sedang menghampirinya itu tampak begitu luruh dengan tubuh yang lebih kurus terlihat kontras dengan perutnya yang membuncit.Meyra menyusut sejenak bening di matanya dan memusatkan perhatian pada wanita yang pernah menjadi madu di dalam rumah tangganya bersama sang mantan suami dulu, sesuatu yang sebenarnya sudah tak ingin Meyra ingat lagi.“Aku turut berbela sungkawa atas meninggalnya Tante Lia,” gumam Sekar yang memang selalu memanggil ibu Meyra dengan sebutan Tante Lia.Meyra menganggukkan kepalanya dan merasa gamang dengan kesedihan yang terunggah di wajah wanita yang pernah menjadi seteru juga sahabatnya itu.Kesedihan yang ditampakkan Sekar saat ini memancing tanya di dalam Meyra atas kehidupan wanita itu yang s
Meyra benar-benar mengikuti kemauan Kenrich tanpa berkata apapun lagi.Kenrich segera membantu Meyra berkemas.Bahkan lelaki itu tampak sangat sibuk tak membiarkan Meyra melakukan apapun.Dalam diam Meyra menyaksikan bagaimana lelaki itu menyiapkan segala keperluannya.Dalam hatinya Meyra memendam kekaguman meski selalu saja ada rasa takut menggayuti setiap kali Kenrich mengulik tentang pernikahan.Meyra masih terlalu takut untuk memulai hubungan baru dengan keadaan dirinya yang selalu dikatakan sebagai wanita yang tidak sempurna.Meyra selalu tak bisa mempercayai Kenrich bisa menerima dirinya. Karena nyatanya dulu Nehan juga pernah mengucapkan hal yang sama tapi segalanya tetap tak berjalan dengan benar.Meyra terus saja menolak meski hatinya diliputi rasa bersalah juga pada Kenrich yang bahkan pernah hampir mengorbankan nyawanya ketika
Suara yang terdengar tegas dengan nada sarkas yang terunggah itu segera membuyarkan pelukan Meyra dan Nehan.Mereka sontak memandang ke arah Sekar yang sedang mendekat dengan menyajikan gurat sinis di wajahnya.“Kumohon jangan salah paham dulu, Sekar,” gumam Nehan yang seketika gelisah ketika mendapati kedatangan Sekar yang tak terduga.Bahkan wanita yang berstatus sebagai istri keduanya itu tadi belum ada mendampingi saat sidang awal tadi.Sekar masih memberikan tatapan sarkas bahkan menyergap Meyra dengan kesinisan.“Apa kamu masih belum bisa merelakan Mas Nehan? Bukankah sebentar lagi sidang putusan perceraian kalian akan ditetapkan lalu kenapa kamu masih sengaja menggoda Mas Nehan?”Sekar mencecar dengan tuduhan yang picik.Meyra membalasnya dengan tatapan yang sama nyalangnya.Dirinya suda
“Mey kita harus bicara sebentar!”Nehan mengutarakan keinginannya tanpa ragu.“Apa yang mesti dibicarakan?” Meyra menanggapi dengan datar ajakan Nehan.Nehan memandang lurus pada sosok yang sebentar lagi akan menjadi mantan istrinya itu. Tapi lelaki itu sekarang menampakkan kesabarannya yang besar.“Mey, maafkan aku sebelumnya, tolong beri aku kesempatan untuk berbicara.”Nehan mulai memohon.Meyra melirik dengan memendam kebimbangan.Meski kemudian ia mengiyakan dengan memberi isyarat anggukan kepala yang ringan.Pada akhirnya mereka menepi di sebuah tempat yang lebih sepi, di dekat sebuah taman.“Katakan saja apa yang ingin kamu bicarakan Mas,” ungkap Meyra ketika mendapati Nehan masih saja diam dan hanya memandanginya dengan lekat.
“Ayah Hilman!” seru Kenrich spontan sembari segera mempersilakan pria paruh baya itu segera masuk ke dalam apartemennya.Kenrich sempat terlupa jika ia memiliki janji dengan Hilman, ayah tiri Meyra yang memang sudah ia ijinkan untuk membantunya saat ia usai menjalani proses khitan.Bahkan seharusnya pria itu juga ikut mendampinginya saat masih di klinik tadi.“Maaf tadi mendadak aku ada urusan yang tak bisa ditunda jadi aku tak bisa memenuhi janjiku untuk menemani kamu di klinik.”Hilman kemudian mulai memindai seluruh detail diri Kenrich dengan lebih lekat.“Bagaimana keadaan kamu?” tanya Hilman mengunggah rasa khawatirnya.“Aku baik-baik saja.”Kenrich menjawab dengan sedikit canggung, karena ia ragu dengan respon yang akan ditunjukkan Hilman saat lelaki itu tahu jika saat ini ia sedang be
“Menurutmu dokter itu melarang kita melakukan apa?”Mendengar pertanyaan Kenrich yang ambigu segera membuat wajah Meyra bersemu merah.“Aku tak perlu menerjemahkannya untukmu,” sergah Meyra kesal sembari memalingkan mukanya yang sudah seperti kepiting rebus.“Untuk sementara, selama satu hari ini sebaiknya Anda beristirahat di rumah, jangan terlalu banyak bergerak dulu.”Dokter paruh baya yang menangani Kenrich kembali memberikan pengarahan.“Tolong diperhatikan kesehatan suaminya dengan baik, saya akan resepkan obat-obatan untuk mempercepat kesembuhan lukanya.”Setelah menerima resep obat itu, Meyra kemudian segera membantu Kenrich untuk melangkah keluar dari ruang praktek dokter.Langkah Kenrich agak tertatih yang membuat mereka segera menjadi pusat perhatian pada pasien yang sedang menung
Pagi-pagi sekali ketika Meyra sedang asyik berkebun di taman depan, mendadak ia melihat mobil Kenrich memasuki halaman rumah.Meyra meletakkan sejenak pekerjaannya dan mengarahkan tatapannya pada sosok tampan yang kini sudah keluar dari dalam mobil dengan melemparkan pandangan pada dirinya.Ketika akhirnya Kenrich mulai melangkah mendekat, Meyra perlahan mulai berdiri sembari menarik sarung tangannya yang kotor penuh tanah.Kenrich melontarkan senyum terbaiknya ketika melihat tatapan Meyra yang terlihat intens.“Kurasa kamu sudah melupakan janji kamu semalam.”Meyra mengernyit tak paham sembari menautkan kedua alis indahnya.“Janji apa?”Kenrich tersenyum santai sembari ia melepaskan kacamata hitamnya hingga menampakkan dengan lugas gurat ketampanan dari sepasang matanya bercahaya.“Aku d