”Katakan apa yang sudah kamu ketahui? Jangan membuatku seperti orang bodoh,” sergah Meyra tegas dengan tatapan nyalang yang segera membuat Kenrich merasa sedikit tersudut.
Meski pada akhirnya lelaki itu bisa kembali menampakkan sikapnya yang wajar dengan menyunggingkan segaris senyuman datar yang selalu tampak arogan di mata Meyra.
”Tak ada yang terjadi, tak ada apapun, aku hanya sembarangan menebak karena tadi aku sempat mendengar apa yang kalian bicarakan,” jawab Kenrich biasa.
Meyra mengernyitkan dahinya masih merasa tak yakin dengan kejujuran Kenrich.
”Aku merasa kamu sedang menyembunyikan sesuatu. Aku tadi bahkan berbicara dengan memakai bahasa Indonesia dengan sahabatku itu, bagaimana kamu bisa tahu dengan apa yang kami bicarakan.”
Kenrich mengangkat sebelah sudut bibirnya membentuk senyuman yang terlihat sarkas.
”Apa kamu pikir tak menguasai bahasa Indonesia?”
Meyra menarik nafas panjang, rupanya ia salah duga. Bukankah Sony berasal dari Indonesia dan bisa dipastikan jika Kenrich belajar bahasa Indonesia dari ayahnya sendiri.
”Sudahlah sepertinya sekarang aku harus ke bandara,” gumam Meyra memilih untuk menghentikan perdebatan mereka itu.
Pria muda berusia berusia 25 tahun itu segera menghadang langkah Meyra ketika sosok wanita cantik yang memiliki gingsul sebelah kiri itu akan keluar dari dalam rumah.
”Aku yang akan mengantarmu ke bandara, aku sudah berjanji pada saudara sepupuku untuk memastikan kamu bisa sampai di sana dengan selamat. Sekarang kamu bisa batalkan taksi yang sudah menjemputmu itu,” tegas Kenrich.
Meyra yang enggan untuk berdebat akhirnya hanya bisa mengikuti apa yang diinginkan saudara sepupunya suaminya itu.
Ia diam ketika Kenrich membatalkan taksi pesanannya yang membuat taksi yang sudah berada di depan pintu itu berlalu pergi setelah pria muda itu memberikan semacam uang kompensasi.
”Ayo aku antar kamu ke bandara sekarang,” ajak Kenrich sembari membukakan pintu untuk wanita cantik itu sementara tangannya yang lain menggeret kopor-kopor milik Meyra.
Setelahnya dalam waktu singkat Kenrich memasukkan semua barang-barang Meyra ke dalam mobil milik lelaki itu, kemudian ia melajukannya menuju bandara.
Di tempat itu mereka akhirnya berpisah, tanpa lagi diselingi percakapan karena Meyra masih saja memikirkan firasat di hatinya, dan ia hanyut dalam pikirannya sendiri itu, yang membuatnya memilih untuk diam.
***
[”Apa tadi kamu menghubungiku, sayang?”] tanya Nehan dari seberang sana. Meyra segera menerima panggilan suaminya setelah ia baru saja sampai di rumah.
[”Iya Mas, bagaimana keadaan mami, Mas?”] tanya Meyra sambil meletakkan semua barang bawaannya di dalam rumahnya.
Setelahnya Meyra benar-benar memusatkan perhatian pada pembicaraan dengan suaminya sembari duduk di kursi dapur sambil menikmati secangkir teh yang baru saja dibuatnya sendiri tadi.
[”Mami sudah jauh lebih baik sekarang, tak ada yang perlu dikhawatirkan,”] sahut Nehan dengan suaranya yang terdengar berat.
Meyra merasakan firasatnya telah terjadi sesuatu pada suaminya saat ini.
[”Apa tidak ada yang sedang kamu sembunyikan dariku Mas, sekarang?”] tanya Meyra penuh selidik.
Terdengar sebuah helaan nafas dari seberang sana.
[”Kenapa kamu berpikir aku sedang menyembunyikan sesuatu darimu, sayang?”]
Meyra tercenung sembari mengeluarkan gelang pemberian sang suami di hari ulang tahunnya yang kini telah putus.
[”Apa benar tidak terjadi sesuatu pada mami?”] Meyra malah memikirkan tentang ibu mertuanya lagi.
[”Tidak sayang, mami sudah sehat, tak ada yang perlu dikhawatirkan. Tapi aku masih akan tinggal di sini untuk beberapa hari ke depan. Ada beberapa hal yang harus aku selesaikan.”]
[”Iya baiklah Mas, berhati-hatilah di sana dan jaga kesehatan.”]
[”Kamu juga sayang. Aku mencintaimu, selalu akan mencintaimu apapun yang terjadi dan kuharap kamu juga akan tetap mencintaiku walau apapun yang terjadi.”]
Meyra tersenyum simpul ketika mendengar kata-kata suaminya. Bahkan sekarang Meyra merasa kata-kata cinta itu diucapkan dengan penuh perasaan yang segera membuat Meyra tersentuh.
[”Aku juga mencintaimu Mas, cepat selesaikan urusan Mas, dan kembalilah bersamaku lagi.”]
[“Tentu saja aku sudah tak sabar untuk bisa kembali bersamamu lagi.”] Nehan mengucapkan kalimatnya dengan sangat lirih, sembari menarik nafas sangat dalam yang semakin menguatkan kekhawatiran Meyra pada sang suami meski ia tak bisa memastikan apapun karena nyatanya sang suami sejak tadi selalu menegaskan padanya jika tak ada yang perlu dikhawatirkan.
[“Sudah ya sayang, aku tutup dulu teleponnya, jaga dirimu dengan baik, jangan lupa untuk meminum vitamin dan pakailah mantel jika kamu keluar rumah, di sana pasti masih sangat dingin.”] Nehan menunjukkan perhatiannya yang selalu saja besar untuk sang istri.
[“Iya Mas,”] jawab Meyra singkat.
[”Aku mencintaimu, selalu mencintaimu,”] gumam Nehan lagi, setelahnya lelaki itu menutup panggilan mereka, tanpa menanti Meyra membalas kata-kata cinta itu.
Meyra tercenung untuk beberapa saat setelah panggilan itu berakhir. Ia memandangi wajah sang suami dari layar gawainya, mulai merasakan rindu yang besar meski mereka baru dua hari yang lalu berpisah.
***
Telah satu minggu berlalu dan Meyra kembali menjalani hari-harinya yang sibuk di kampus sembari melakukan pekerjaannya di rumah sakit. Menjadi seorang dokter membuat Meyra harus sangat pandai mengatur waktunya. Meski begitu ia sangat mensyukuri kesibukannya sekarang. Karena ia tak harus terlalu memikirkan sang suami yang masih bertahan di tanah air dan belum juga kembali, dengan alasan untuk mengurus segala persiapan karena rencananya memang Nehan akan memulai perusahaannya sendiri di Indonesia.
Tak ada yang bisa Meyra lakukan kecuali memberikan pengertiannya meski begitu hampir setiap saat mereka akan selalu melakukan panggilan video, untuk sekedar melepas rindu yang mengukung mereka saat ini.
[”Bagaimana dengan kuliah kamu sayang? Tentu kamu sudah menjadi sangat sibuk,”] sapa Nehan yang pada hari ini sudah ke sekian kalinya melakukan panggilan video demi bisa melihat wajah sang istri yang terlihat selalu menarik di matanya.
Meyra yang sedang menyiapkan makan malam untuk dirinya sendiri mengulas senyuman sembari menatap pada wajah sang suami yang terpampang sangat jelas di layar gawainya.
[”Bagaimana dengan perusahaan Mas itu? Lalu bagaimana dengan pekerjaan Mas di sini, ini sudah hampir satu setengah bulan Mas tidak datang bekerja?”] tanya Meyra sembari mengocok telur yang akan dijadikannya omelette.
[”Aku berpikir untuk resign meski untuk saat ini mereka masih akan memberiku kesempatan untuk beberapa hari ke depan,”] jelas Nehan.
Meyra mengernyit gelisah mulai memikirkan kemungkinan mereka akan tinggal berjauhan sementara ia masih memulai kuliahnya mengambil spesialisasinya demi bisa mendapatkan gelar sebagai seorang dokter anak. Sementara untuk menyelesaikan semua itu dia masih harus membutuhkan waktu dua tahun. Itu artinya mereka akan tinggal berjauhan lagi. Sungguh sekarang itu mulai membuat Meyra gusar.
[”Apa artinya Mas akan tinggal di Indonesia? Terus bagaimana dengan aku?”] Meyra semakin tak bisa menutupi keresahannya.
[“Kita masih tetap akan bertemu sayang.”]
Meyra mendesah jengah.
[”Tapi kita tetap tak akan bisa bersama-sama.”]
[”Tak ada yang berubah sayang, walau untuk sementara kita terpaksa tinggal berjauhan.”]
Meyra menarik nafas panjang bahkan ia sampai menghentikan kegiatan memasaknya dan memandangi wajah sang suami yang hanya bisa ia lihat dari layar gawainya.
[”Aku merindukan kamu Mas,”] gumam Meyra pada akhirnya.
Nehan tercenung memberikan tatapan yang intens untuk sang istri tercinta.
Di saat mereka saling menatap dalam mendadak Meyra menangkap bayangan sosok seseorang di belakang sang suami yang segera memantik tanya di hatinya.
[”Mas sedang bersama siapa sekarang?”]
***
Meyra menangkap sosok seseorang yang memakai baju bercorak flora tampak sedang melintas di belakang sang suami yang saat ini sedang duduk menerima panggilan video darinya. Ada sebuah keresahan yang kian menjalar di hati Meyra, mulai menyeret Meyra dalam praduga yang membuatnya semakin tidak tenang. Tapi nyatanya di seberang sana Meyra melihat wajah sang suami yang masih mengunggah sebuah ketenangan tanpa melirik sedikitpun ke belakang untuk melihat siapa sosok yang bersamanya saat ini. [”Siapa itu tadi Mas?”] tanya Meyra mengulangi pertanyaannya. [”Itu tadi mami, apa kamu ingin bicara dengan mami?”] tawar Nehan dengan cepat. [”Apa mami sekarang sudah benar-benar sehat?”] tanya Meyra lagi. Untuk beberapa hari ini ia masih belum bisa berbicara dengan ibu mertuanya karena Nehan selalu mengatakan jika ibunya sedang diharuskan untuk banyak beristirahat. Tapi ketika melihat sosok yang ia lihat sebentar dan hanya menunjukkan tubuh bagian bawah saja dengan memakai rok bermotif flora Mey
Kenrich malah mengedikkan bahunya dan mengunggah segaris senyum. Ingin rasanya ia mengungkapkan kekagumannya dengan gamblang tapi ia yakin apa yang dikatakannya itu hanya akan membuat semuanya rusak, yang hanya akan membuat wanita yang dikaguminya itu semakin menjaga jarak dan bersikap semakin waspada. ”Aku hanya ingin melihat caramu memasak,” ucap Kenrich tak sepenuhnya berterus terang. Meyra menipiskan bibir indahnya itu yang selalu ranum bagai kuncup mawar, malah menampakkan daya tarik yang semakin menggelisahkan seorang Kenrich yang masih saja tak berhenti memindainya. ”Apa kamu sudah begitu lapar hingga terus menungguku seperti ini?” Meyra sama sekali tak terseret dalam kecurigaan, ia masih menganggap wajar tatapan sepupu suaminya itu. Meyra berusaha memasak secepat kilat bukan demi menuruti lelaki bermata biru itu yang tampak kelaparan tapi agar bisa segera mengusir lelaki itu dari rumahnya, supaya ia bisa segera beristirahat karena saat ini ia menjadi sangat lelah setelah ak
Demi memenuhi rasa ingin tahunya Meyra segera membuka pintu. Kedua matanya membeliak ketika melihat sosok yang tak pernah diduganya kini berdiri di hadapannya dengan menyajikan segaris senyum sempurna yang membuat hatinya berbunga bahagia. ”Bunda!” seru Meyra sembari segera menghambur ke dalam pelukan sosok yang sudah merawatnya sejak bertahun-tahun silam sejak ibu kandungnya sendiri sudah tak bisa menjalankan peran sebagai ibu, dan beberapa saat setelah peristiwa yang menghancurkan hidupnya terjadi. Meyra merasakan pelukan bundanya terlalu erat seperti disertai sebuah perasaan yang teramat dalam yang untuk beberapa saat bahkan tak bisa Meyra eja. Tapi Meyra selalu merasa bahagia bila mendapati sosok yang selama ini sudah membesarkannya dengan penuh kasih sayang itu, membersamainya. Ketika akhirnya pelukan mereka terlepas, Meyra sempat melihat tetes bening di wajah sang bunda, meski wanita yang selalu berpenampilan elegan itu menghapusnya dengan cepat. Meyra kembali merasa ada sesu
Meyra semakin tak bisa mengenyahkan segala prasangka yang kini meraja di hatinya. Rasa rindu yang bersarang di hatinya membuat hatinya lebih sensitif. Dia yang biasanya selalu bisa tegar menghadapi apapun kini malah tak bisa menahan air matanya. Di saat ia berbaring sendirian seperti ini di dalam kamarnya, tanpa kehadiran sosok Nehan yang sangat dicintainya membuat wanita itu merapuh. Untuk beberapa saat Meyra membiarkan dirinya menangis. Sampai akhirnya ia merasa lelah dan mulai jatuh tertidur dengan sendirinya. Meyra terbangun saat alarm yang selalu dipasangnya itu berbunyi. Meyra memaksa tubuhnya yang masih terasa lelah itu untuk bangkit. Ia dipaksa dengan tuntutan kewajiban yang harus dilaksanakannya di rumah sakit. Setelah menjalankan kewajibannya sebagai seorang muslim, Meyra kemudian bergegas bersiap, dan pagi-pagi sekali ia sudah tampak rapi. Selanjutnya Meyra bergegas turun dari kamarnya untuk menuju dapur demi menyiapkan sarapan. Meyra sudah terbiasa untuk mengisi perutn
”Mas Nehan!” seru Meyra sangat antusias ketika mendapati sosok yang begitu ia rindukan sudah berdiri di ambang pintu dengan melemparkan segaris senyum lebar penuh aura kebahagiaan. Meyra sontak bangkit dan menghambur ke dalam pelukan sang suami. Untuk beberapa lama mereka saling berpelukan. Sementara Kenrich dan Rida hanya melihat mereka dengan tatapan yang tak bisa diartikan. Setelah melepas rindu untuk beberapa saat mereka segera mendekat dan duduk di bersama di sofa ruang tamu. Meyra tak dapat menyembunyikan aura bahagia terus saja menempel pada sang suami, masih merasakan rindunya yang sangat menggebu. Tapi kemudian suasana malah menjadi hening. Meyra menjadi tak mengerti mengapa sekarang bundanya malah menatap pada suaminya dengan tatapannya yang begitu tegas, bahkan juga Kenrich yang sekarang bersikap acuh di hadapan Nehan. Meyra sama sekali tak bisa mencerna apa yang sedang terjadi di antara mereka semua saat ini. Ada sesuatu yang luput dari perhatiannya hingga membuat Me
Untuk beberapa saat Nehan menentang tatapan mertuanya. Sementara Meyra semakin gelisah menyaksikan semua itu. Ia semakin bisa merasakan bahwa sesuatu sedang terjadi di antara mereka sekarang. Tapi mereka masih saja tak mengatakan apapun pada Meyra. ”Katakan ada apa sebenarnya? Apa yang kalian sembunyikan dariku sekarang?” Meyra mengunggah rasa ingin tahunya dengan lugas. Nehan dan Rida kembali berpandangan meski kemudian mereka kembali memalingkan wajah. Tapi kemudian Rida memilih bangkit dari duduknya dan melangkah begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Meyra sontak mengalihkan tatapannya pada sang suami. ”Katakan Mas apa yang sedang kalian sembunyikan?” Nehan terdiam sesaat lalu menarik nafas panjang. ”Kurasa semua ini hanya sebuah salah paham. Bunda tak bisa melihatku terus meninggalkan kamu, mungkin itu yang menjadi alasan beliau bersikap seperti ini.” Meyra mengernyitkan dahinya sesaat memandang wajah sang suami dengan sangat lekat. Meyra tak menemukan sesuatu y
Meyra sontak mengernyitkan keningnya ketika mendengar pertanyaan Kenrich yang membuat hatinya segera dihinggapi bermacam praduga. Tapi nyatanya setelah itu Kenrich malah terkekeh panjang. ”Aku rasa sekarang kamu memiliki sejuta alasan untuk mencurigai suamimu,” timpal Kenrich ringan. Meyra mendesah jengah. ”Kamu sudah membuat berpikir buruk pada suamiku.” Setelah itu Kenrich malah menatap wanita cantik yang sedang duduk di hadapannya itu. ”Apa kamu tidak lelah menjalani pernikahan yang semacam ini?” Meyra dengan tegas menggeleng. ”Kamu tak berhak untuk berkomentar mengenai pernikahan kami meski kamu adalah saudara sepupu suamiku.” Meyra semakin menegaskan tatapannya. ”Lagipula sebentar lagi kami akan bersama-sama lagi setelah aku kembali ke tanah air.” ”Jadi kamu akan benar-benar kembali ke Jakarta?” tanya Kenrich terdengar tak yakin. Meyra mengernyit gusar. ”Tentu saja aku harus kembali agar kami bisa kembali bersama-sama lagi.” Kenrich kemudian malah mendesah panjang da
”Katakan padaku kenapa Mas ingin aku menunda kepulanganku ke Indonesia?” Meyra kembali mengulangi pertanyaannya. Nehan kini bahkan tak kuasa menentang tatapan tajam dari sang istri. ”Kumohon jangan salah sangka dulu.” Nehan kembali menarik nafas panjang dan menghembuskannya kasar. ”Aku merasa belum menyiapkan apapun untuk tempat tinggal kita, bahkan kita belum melakukan apapun untuk mengurus semua dokumen yang kita butuhkan. Kurasa masih membutuhkan sedikit waktu sampai semua proses itu terlalui.” Meyra yang sudah tak bisa lagi menunggu untuk menjalani pernikahan yang wajar bersama sang suami tanpa harus tinggal berjauhan seperti selama ini, masih tak bisa menerima alasan Nehan. ”Untuk tempat tinggal kita bisa saja tinggal di rumah mami, aku nggak keberaran kok tinggal di sana. Lagian selama ini kamu juga tinggal di sana kan Mas sambil memantau kesehatan mami? Lalu untuk masalah dokumen kepindahan juga untuk urusan properti kita yang ada New York kita bisa memakai jasa agensi yang
Meyra sungguh tak menduga Kenrich akan mempersiapkan pesta pernikahan yang begitu luar biasa seperti saat ini. Walau sebenarnya Meyra agak enggan menyetujui nyatanya ia tak bisa mengabaikan keinginan semua orang jika pernikahannya yang kedua ini digelar dengan meriah di salah satu hotel terbaik di Ibukota. Pesta pernikahan yang mengundang banyak orang bahkan juga mengundang anak-anak yatim dari beberapa panti asuhan itu berlangsung dengan sangat meriah. Semua orang memasang aura bahagianya, bahkan Meyra terus menerus mengumbar senyumnya. Namun ketika melihat sosok yang tak diundangnya ikut datang pada pesta pernikahannya ini, wajah Meyra segera berubah tegang. Saat melihat gurat kecewanya Meyra mendadak merasa resah. Kenrich yang berada di sisinya langsung mendekat meraih tangan Meyra dan menggenggamnya erat seakan menegaskan keberadaan dirinya yang akan selalu mendampingi. “Aku tahu cepat atau lambat kalian pasti akan melakukan ini,” tukas Nehan dengan terus mengunggah raut kecew
“Jangan sampai kamu menyesal jika Kenrich memilih yang lain karena ia sudah terlampau lelah menunggumu.”Rida kembali memberi peringatan kepada putrinya.Meyra termangu semakin galau dengan apa yang sudah ia dengar.Meski kemudian Meyra memilih untuk menyunggingkan segaris senyum walau tampak samar dan ragu.“Sudahlah Bun, aku sudah memasrahkan semuanya pada kehendakNya, jika memang Tuhan menakdirkan aku kembali menikah dan orang itu adalah Kenrich, aku akan menerimanya.”Rida menggeleng tampak sangat tak puas dengan jawaban Meyra.“Tapi jika kamu tak memberikan isyarat bahwa kamu mau menerima Kenrich, aku yakin dia tetap akan berpaling. Ingat Mey, takdir manusia meski sudah ditetapkan tapi Tuhan juga mengharuskan hambaNya untuk berusaha. Kamu seharusnya berusaha untuk menunjukkan penerimaanmu terhadap cinta Kenrich, bukan terus menerus menolaknya.”Rida kemudian menegaskan tatapannya pada Meyra yang kini tampak mulai gamang..“Aku sudah memperingatkan kamu, jangan salahkan aku kalau
“Sekar,” gumam Meyra ketika mendapati seorang wanita hamil mulai mendekat ke arah dirinya.Meyra melihat perubahan dari wanita yang sekarang sedang menghampirinya itu tampak begitu luruh dengan tubuh yang lebih kurus terlihat kontras dengan perutnya yang membuncit.Meyra menyusut sejenak bening di matanya dan memusatkan perhatian pada wanita yang pernah menjadi madu di dalam rumah tangganya bersama sang mantan suami dulu, sesuatu yang sebenarnya sudah tak ingin Meyra ingat lagi.“Aku turut berbela sungkawa atas meninggalnya Tante Lia,” gumam Sekar yang memang selalu memanggil ibu Meyra dengan sebutan Tante Lia.Meyra menganggukkan kepalanya dan merasa gamang dengan kesedihan yang terunggah di wajah wanita yang pernah menjadi seteru juga sahabatnya itu.Kesedihan yang ditampakkan Sekar saat ini memancing tanya di dalam Meyra atas kehidupan wanita itu yang s
Meyra benar-benar mengikuti kemauan Kenrich tanpa berkata apapun lagi.Kenrich segera membantu Meyra berkemas.Bahkan lelaki itu tampak sangat sibuk tak membiarkan Meyra melakukan apapun.Dalam diam Meyra menyaksikan bagaimana lelaki itu menyiapkan segala keperluannya.Dalam hatinya Meyra memendam kekaguman meski selalu saja ada rasa takut menggayuti setiap kali Kenrich mengulik tentang pernikahan.Meyra masih terlalu takut untuk memulai hubungan baru dengan keadaan dirinya yang selalu dikatakan sebagai wanita yang tidak sempurna.Meyra selalu tak bisa mempercayai Kenrich bisa menerima dirinya. Karena nyatanya dulu Nehan juga pernah mengucapkan hal yang sama tapi segalanya tetap tak berjalan dengan benar.Meyra terus saja menolak meski hatinya diliputi rasa bersalah juga pada Kenrich yang bahkan pernah hampir mengorbankan nyawanya ketika
Suara yang terdengar tegas dengan nada sarkas yang terunggah itu segera membuyarkan pelukan Meyra dan Nehan.Mereka sontak memandang ke arah Sekar yang sedang mendekat dengan menyajikan gurat sinis di wajahnya.“Kumohon jangan salah paham dulu, Sekar,” gumam Nehan yang seketika gelisah ketika mendapati kedatangan Sekar yang tak terduga.Bahkan wanita yang berstatus sebagai istri keduanya itu tadi belum ada mendampingi saat sidang awal tadi.Sekar masih memberikan tatapan sarkas bahkan menyergap Meyra dengan kesinisan.“Apa kamu masih belum bisa merelakan Mas Nehan? Bukankah sebentar lagi sidang putusan perceraian kalian akan ditetapkan lalu kenapa kamu masih sengaja menggoda Mas Nehan?”Sekar mencecar dengan tuduhan yang picik.Meyra membalasnya dengan tatapan yang sama nyalangnya.Dirinya suda
“Mey kita harus bicara sebentar!”Nehan mengutarakan keinginannya tanpa ragu.“Apa yang mesti dibicarakan?” Meyra menanggapi dengan datar ajakan Nehan.Nehan memandang lurus pada sosok yang sebentar lagi akan menjadi mantan istrinya itu. Tapi lelaki itu sekarang menampakkan kesabarannya yang besar.“Mey, maafkan aku sebelumnya, tolong beri aku kesempatan untuk berbicara.”Nehan mulai memohon.Meyra melirik dengan memendam kebimbangan.Meski kemudian ia mengiyakan dengan memberi isyarat anggukan kepala yang ringan.Pada akhirnya mereka menepi di sebuah tempat yang lebih sepi, di dekat sebuah taman.“Katakan saja apa yang ingin kamu bicarakan Mas,” ungkap Meyra ketika mendapati Nehan masih saja diam dan hanya memandanginya dengan lekat.
“Ayah Hilman!” seru Kenrich spontan sembari segera mempersilakan pria paruh baya itu segera masuk ke dalam apartemennya.Kenrich sempat terlupa jika ia memiliki janji dengan Hilman, ayah tiri Meyra yang memang sudah ia ijinkan untuk membantunya saat ia usai menjalani proses khitan.Bahkan seharusnya pria itu juga ikut mendampinginya saat masih di klinik tadi.“Maaf tadi mendadak aku ada urusan yang tak bisa ditunda jadi aku tak bisa memenuhi janjiku untuk menemani kamu di klinik.”Hilman kemudian mulai memindai seluruh detail diri Kenrich dengan lebih lekat.“Bagaimana keadaan kamu?” tanya Hilman mengunggah rasa khawatirnya.“Aku baik-baik saja.”Kenrich menjawab dengan sedikit canggung, karena ia ragu dengan respon yang akan ditunjukkan Hilman saat lelaki itu tahu jika saat ini ia sedang be
“Menurutmu dokter itu melarang kita melakukan apa?”Mendengar pertanyaan Kenrich yang ambigu segera membuat wajah Meyra bersemu merah.“Aku tak perlu menerjemahkannya untukmu,” sergah Meyra kesal sembari memalingkan mukanya yang sudah seperti kepiting rebus.“Untuk sementara, selama satu hari ini sebaiknya Anda beristirahat di rumah, jangan terlalu banyak bergerak dulu.”Dokter paruh baya yang menangani Kenrich kembali memberikan pengarahan.“Tolong diperhatikan kesehatan suaminya dengan baik, saya akan resepkan obat-obatan untuk mempercepat kesembuhan lukanya.”Setelah menerima resep obat itu, Meyra kemudian segera membantu Kenrich untuk melangkah keluar dari ruang praktek dokter.Langkah Kenrich agak tertatih yang membuat mereka segera menjadi pusat perhatian pada pasien yang sedang menung
Pagi-pagi sekali ketika Meyra sedang asyik berkebun di taman depan, mendadak ia melihat mobil Kenrich memasuki halaman rumah.Meyra meletakkan sejenak pekerjaannya dan mengarahkan tatapannya pada sosok tampan yang kini sudah keluar dari dalam mobil dengan melemparkan pandangan pada dirinya.Ketika akhirnya Kenrich mulai melangkah mendekat, Meyra perlahan mulai berdiri sembari menarik sarung tangannya yang kotor penuh tanah.Kenrich melontarkan senyum terbaiknya ketika melihat tatapan Meyra yang terlihat intens.“Kurasa kamu sudah melupakan janji kamu semalam.”Meyra mengernyit tak paham sembari menautkan kedua alis indahnya.“Janji apa?”Kenrich tersenyum santai sembari ia melepaskan kacamata hitamnya hingga menampakkan dengan lugas gurat ketampanan dari sepasang matanya bercahaya.“Aku d