”Selamat malam semua!” sapa sosok tegap itu yang kini melemparkan senyumannya untuk semua orang.
Meyra terperangah untuk beberapa saat terlebih saat mendapati sosok pirang itu sudah duduk di sampingnya dengan sangat santai.
Lelaki itu mengarahkan sepasang matanya birunya pada Meyra yang masih memandangnya dengan kaget.
”Ken, perkenalkan mereka adalah Nehan dan Meyra, Nehan adalah sepupumu dari Indonesia sementara di sampingnya itu adalah istrinya,” jelas Sony ketika melihat tatapan anak keduanya yang tampak dalam menelisik pada sosok Meyra yang sekarang menjadi terlihat agak canggung.
Kenrich segera mengulurkan tangannya kemudian tersenyum penuh arti kepada Meyra yang kini masih saja diam membisu sementara Nehan telah membalas sapaan saudara sepupunya itu dengan sangat ramah.
”Jadi bagaimana dengan kuliah hukummu, apakah kamu sudah menyelesaikannya?” tanya Nehan yang nyatanya memang mengetahui sedikit banyak tentang saudara sepupunya yang mengambil kuliah hukum di Paris tapi memiliki hobi membuat sketsa perhiasan.
”Aku cukup pintar untuk melakoni beberapa pekerjaan dalam waktu bersamaan, dan tentu saja aku bisa menyelesaikan kuliahku itu tepat waktu, karenanya sekarang aku bisa kembali ke Swiss untuk merayakan tahun baru bersama keluargaku,” jelas Kenrich sembari melirik pada Meyra yang masih saja merasa rikuh.
”Tampaknya istrimu sangat pendiam, apa kamu melarangnya untuk berbicara dengan orang asing?” sindir Kenrich pada Nehan.
Nehan menyunggingkan senyumannya sembari menatap wajah cantik istrinya.
”Istriku adalah orang yang ramah jika sudah kenal dekat dengan seseorang, dia hanya canggung saja karena kalian baru pertama kali bertemu, bahkan kita juga sebelumnya sangat jarang bertemu kan, terakhir kita bertemu itu saat kamu datang ke Indonesia pada ulang tahunku yang ke sepuluh,” jelas Nehan sembari mengurai senyuman lebih lebar.
Sementara Kenrich malah menatap Meyra lebih intens.
”Jadi kamu belum mengatakan pada sepupuku ini jika tadi kita baru saja bertemu dan kita bermain ski bersama?” Kenric malah mengungkapkan tentang pertemuan mereka tadi di Zermatt.
”Aku tak menyangka kamu membiarkan istrimu sendirian berkendara ke luar kota untunglah dia memakai mobil terbaik dari koleksi milikku,” ungkap Kenrich sembari tersenyum simpul.
Kini Meyra segera paham kenapa lelaki itu menegaskan padanya tadi bahwa mereka akan segera bertemu lagi, karena memang ia meminjam mobil milik Kenrich sesuatu yang tidak Meyra ketahui.
”Tapi aku tadi sudah meminjamnya pada Aunty Jane, dan ia memilihkan mobil itu untukku,” jelas Meyra membela diri.
Sementara Jane malah mengembangkan senyumnya lebih lebar.
”Jangan kamu permasalahkan itu my dear, Kenrich memang seperti itu, kamu jangan kaget, dia memang suka menggoda siapapun bahkan kakaknya sendiri sudah sangat bosan mendapatkan godaan darinya,” sahut Jane cepat, wanita yang merupakan istri Sony seorang pengusaha berlian yang masih terlihat begitu cantik di usianya yang nyaris memasuki kepala lima.
”Jadi Mom yang sudah meminjamkan mobil kesayanganku itu, untunglah wanita cantik ini sangat terampil menyetir karena biasanya aku tak mudah meminjamkan mobil kesayanganku pada seorang wanita,” timpal Kenrich lagi.
”Ingat Ken, wanita cantik itu adalah istri dari sepupumu jadi jaga mata dan ucapanmu,” tegas Sony mulai berseloroh.
Saat ini lelaki paruh baya itu merasa begitu bahagia karena anak keduanya itu akhirnya kembali ke rumah setelah sebelumnya mereka sempat bertengkar hebat ketika dia memaksa Kenrich untuk masuk kuliah, meski kemudian anak keduanya itu memilih mengambil hukum, bukan jurusan bisnis seperti yang ia harapkan setidaknya Kenrich melanjutkan sekolahnya dan bukan terus menenggelamkan diri dengan hobi melukisnya yang seringkali tak Sony setujui.
Kenrich kembali menelisik wajah cantik Meyra mengagumi bibir indahnya yang tampak merah alami, bagai kuncup bunga yang menggemaskan. Sejak awal melihat Kenrich sudah merasakan kekagumannya dan ia menganggap sosok Meyra adalah wanita istimewa yang membuat hatinya merasakan debaran yang tak wajar.
Sayangnya Kenrich harus menahan perasaannya itu karena nyatanya wanita yang membuatnya tertarik ini adalah istri dari sepupunya sendiri.
”Tapi jika aku tak bisa mengendalikan diriku bagaimana? Karena nyatanya sepupuku ini memiliki seorang istri yang begitu menawan,” gumam Kenrich dengan gayanya yang santai. Meski ia menyatakan yang sebenarnya tapi semua orang tetap menganggapnya sedang melemparkan sebuah lelucon.
”Berhati-hatilah dengan ucapanmu Boy,” sergah Nehan dengan bercanda.
Tapi tidak dengan Meyra, wanita berkulit bersih itu menegaskan tatapannya karena ia bisa merasakan jika sosok itu sejak awal sepertinya menunjukkan sikap yang istimewa padanya.
Walau begitu Meyra memilih mengabaikannya dan menganggap dia tak mengetahui apapun.
Setelah itu makan malam terus saja berlangsung hangat bahkan selanjutnya mereka masih saja meneruskan perbincangan hingga jauh malam sembari menunggu kembang api dilontarkan di langit Zurich ketika jam sudah menunjukkan pukul dua belas yang menandakan pergantian tahun.
***
Keesokan paginya Nehan memutuskan untuk terbang ke Indonesia sementara Meyra masih bertahan di Zurich, sampai malam hari untuk menunggu penerbangannya sendiri yang akan membawanya kembali ke New York.
Selama menunggu Meyra menghabiskan waktunya di dalam rumah keluarga Sony meski Sony dan istrinya memiliki agenda sendiri di saat libur tahun baru seperti sekarang. Sementara anak pertama mereka juga telah kembali ke rumah suaminya sendiri, maka tinggallah Meyra bersama Kenrich di rumah besar itu.
Walau Kenrich menunjukkan sikapnya yang sopan tapi Meyra merasa masih tak nyaman. Namun demikian Meyra tetap berusaha meladeni dengan ramah percakapan lelaki beriris biru itu, yang ternyata memiliki wawasan yang sangat luas dan mereka dengan mudah menjadi akrab.
”Jadi selain kuliah di kedokteran kamu juga suka mendongeng untuk anak-anak? Itu kegiatan kamu selama tinggal di New York?” tanya Kenrich mengunggah tanya yang lain dengan nada bicaranya yang ringan dan akrab.
Sepertinya lelaki itu sudah mencaritahu tentang Meyra sesuatu yang sekarang malah membuat sedikit kurang nyaman.
”Itu memang aktivitasku selama mendampingi Mas Nehan di New York,” jawab Meyra datar.
”Sepertinya dia begitu sibuk selama di sana?” Kenrich kembali melirik pada sosok menarik yang sedang duduk di hadapannya sedang melemparkan tatapannya ke arah luar memandangi halaman yang masih bersalju di balik kaca jendela ruang tengah.
”Tapi dia selalu bisa membagi waktunya dengan baik, Mas Nehan adalah suami terbaik dan dia selalu bisa menghadirkan momen romantis jika bersamaku.”
”Apa dia mencintaimu?”
Meyra segera mengernyit tidak suka pada Kenrich yang dianggapnya terlalu lancang seakan meragukan cinta Nehan pada dirinya.
”Tentu saja Mas Nehan mencintaiku,” tegas Meyra tak ragu.
“Kuharap dia akan tetap selalu mencintaimu,” gumam Kenrich yang malah membuat Meyra bertanya-tanya meski ia tak mengungkapkannya secara gamblang.
Meyra semakin tak bisa merasa nyaman menghabiskan waktu bersama sosok bermata biru itu padahal sebelumnya mereka membicarakan banyak hal dengan begitu santai tapi ketika mengulik tentang Nehan mendadak ucapan Kenrich menjadi sangat sarkas.
“Apa dia tak mengatakan apapun tentang kepulangannya ke Indonesia? Kenapa dia tak mengajakmu padahal saat ini maminya sedang sakit, seharusnya kamu pergi dengan dia ke sana kan?” Kenrich sekarang malah mencecar Meyra dengan pertanyaan demi pertanyaan.
Untuk beberapa saat Meyra hanya diam tak langsung menjawab, semakin lama ia merasa tak nyaman karena Kenrich terus saja mengusiknya dengan pertanyaan yang terlalu didesakkan.
“Meski kamu dan Mas Nehan adalah sepupu tapi kamu tak perlu terlalu ikut campur dengan urusan rumah tanggaku.”
Kenrich semakin menegaskan tatapannya pada sosok cantik di depannya. Nyatanya Kenrich malah mengulangi pertanyaannya.
“Katakan saja alasan apa yang sudah dikatakan suamimu itu hingga dia melarangmu untuk ikut bersamanya?”
***
Buat yang baru mampir di novel pertamaku di GN ini, moga kalian betah ya, jangan lupa ikuti terus sampai tamat. masih banyak kejutan yang akan menyapa kalian
Meyra mendesah jengah menjadi semakin gusar karena mendapati lelaki yang baru dikenalnya dua hari itu memaksakan pertanyaan demi pertanyaan untuk dijawabnya. “Mas Nehan tak ingin aku terlalu lelah karena sebentar lagi aku harus melanjutkan spesialisasiku. Dia tak mau konsentrasiku. Aku harus menyelesaikan kuliahku tepat waktu agar kami bisa segera kembali ke Indonesia dan tinggal di negeri asal kami, terlebih sekarang Mas Nehan sudah memulai usahanya di sana.” “Iya, dengan dibantu oleh daddyku. Kamu tahu jika daddy melakukannya karena atas permintaan Tante Cyntia, maminya Nehan. Dia sangat ingin putra kesayangannya itu kembali bersamanya.” Meyra mengernyit resah. Ia masih saja tak bisa menemukan korelasi atas apa yang sedang Kenrich sampaikan saat ini. “Sebenarnya apa yang akan kamu katakan padaku? Kamu terdengar sedang menyudutkan Mas Nehan. Memangnya salah jika Om Sony memberikan bantuan pada suamiku, dan memangnya salah juga kalau mami meminta Om Sony membantu Mas Nehan?” sergah
”Katakan apa yang sudah kamu ketahui? Jangan membuatku seperti orang bodoh,” sergah Meyra tegas dengan tatapan nyalang yang segera membuat Kenrich merasa sedikit tersudut. Meski pada akhirnya lelaki itu bisa kembali menampakkan sikapnya yang wajar dengan menyunggingkan segaris senyuman datar yang selalu tampak arogan di mata Meyra. ”Tak ada yang terjadi, tak ada apapun, aku hanya sembarangan menebak karena tadi aku sempat mendengar apa yang kalian bicarakan,” jawab Kenrich biasa. Meyra mengernyitkan dahinya masih merasa tak yakin dengan kejujuran Kenrich. ”Aku merasa kamu sedang menyembunyikan sesuatu. Aku tadi bahkan berbicara dengan memakai bahasa Indonesia dengan sahabatku itu, bagaimana kamu bisa tahu dengan apa yang kami bicarakan.” Kenrich mengangkat sebelah sudut bibirnya membentuk senyuman yang terlihat sarkas. ”Apa kamu pikir tak menguasai bahasa Indonesia?” Meyra menarik nafas panjang, rupanya ia salah duga. Bukankah Sony berasal dari Indonesia dan bisa dipastikan jika
Meyra menangkap sosok seseorang yang memakai baju bercorak flora tampak sedang melintas di belakang sang suami yang saat ini sedang duduk menerima panggilan video darinya. Ada sebuah keresahan yang kian menjalar di hati Meyra, mulai menyeret Meyra dalam praduga yang membuatnya semakin tidak tenang. Tapi nyatanya di seberang sana Meyra melihat wajah sang suami yang masih mengunggah sebuah ketenangan tanpa melirik sedikitpun ke belakang untuk melihat siapa sosok yang bersamanya saat ini. [”Siapa itu tadi Mas?”] tanya Meyra mengulangi pertanyaannya. [”Itu tadi mami, apa kamu ingin bicara dengan mami?”] tawar Nehan dengan cepat. [”Apa mami sekarang sudah benar-benar sehat?”] tanya Meyra lagi. Untuk beberapa hari ini ia masih belum bisa berbicara dengan ibu mertuanya karena Nehan selalu mengatakan jika ibunya sedang diharuskan untuk banyak beristirahat. Tapi ketika melihat sosok yang ia lihat sebentar dan hanya menunjukkan tubuh bagian bawah saja dengan memakai rok bermotif flora Mey
Kenrich malah mengedikkan bahunya dan mengunggah segaris senyum. Ingin rasanya ia mengungkapkan kekagumannya dengan gamblang tapi ia yakin apa yang dikatakannya itu hanya akan membuat semuanya rusak, yang hanya akan membuat wanita yang dikaguminya itu semakin menjaga jarak dan bersikap semakin waspada. ”Aku hanya ingin melihat caramu memasak,” ucap Kenrich tak sepenuhnya berterus terang. Meyra menipiskan bibir indahnya itu yang selalu ranum bagai kuncup mawar, malah menampakkan daya tarik yang semakin menggelisahkan seorang Kenrich yang masih saja tak berhenti memindainya. ”Apa kamu sudah begitu lapar hingga terus menungguku seperti ini?” Meyra sama sekali tak terseret dalam kecurigaan, ia masih menganggap wajar tatapan sepupu suaminya itu. Meyra berusaha memasak secepat kilat bukan demi menuruti lelaki bermata biru itu yang tampak kelaparan tapi agar bisa segera mengusir lelaki itu dari rumahnya, supaya ia bisa segera beristirahat karena saat ini ia menjadi sangat lelah setelah ak
Demi memenuhi rasa ingin tahunya Meyra segera membuka pintu. Kedua matanya membeliak ketika melihat sosok yang tak pernah diduganya kini berdiri di hadapannya dengan menyajikan segaris senyum sempurna yang membuat hatinya berbunga bahagia. ”Bunda!” seru Meyra sembari segera menghambur ke dalam pelukan sosok yang sudah merawatnya sejak bertahun-tahun silam sejak ibu kandungnya sendiri sudah tak bisa menjalankan peran sebagai ibu, dan beberapa saat setelah peristiwa yang menghancurkan hidupnya terjadi. Meyra merasakan pelukan bundanya terlalu erat seperti disertai sebuah perasaan yang teramat dalam yang untuk beberapa saat bahkan tak bisa Meyra eja. Tapi Meyra selalu merasa bahagia bila mendapati sosok yang selama ini sudah membesarkannya dengan penuh kasih sayang itu, membersamainya. Ketika akhirnya pelukan mereka terlepas, Meyra sempat melihat tetes bening di wajah sang bunda, meski wanita yang selalu berpenampilan elegan itu menghapusnya dengan cepat. Meyra kembali merasa ada sesu
Meyra semakin tak bisa mengenyahkan segala prasangka yang kini meraja di hatinya. Rasa rindu yang bersarang di hatinya membuat hatinya lebih sensitif. Dia yang biasanya selalu bisa tegar menghadapi apapun kini malah tak bisa menahan air matanya. Di saat ia berbaring sendirian seperti ini di dalam kamarnya, tanpa kehadiran sosok Nehan yang sangat dicintainya membuat wanita itu merapuh. Untuk beberapa saat Meyra membiarkan dirinya menangis. Sampai akhirnya ia merasa lelah dan mulai jatuh tertidur dengan sendirinya. Meyra terbangun saat alarm yang selalu dipasangnya itu berbunyi. Meyra memaksa tubuhnya yang masih terasa lelah itu untuk bangkit. Ia dipaksa dengan tuntutan kewajiban yang harus dilaksanakannya di rumah sakit. Setelah menjalankan kewajibannya sebagai seorang muslim, Meyra kemudian bergegas bersiap, dan pagi-pagi sekali ia sudah tampak rapi. Selanjutnya Meyra bergegas turun dari kamarnya untuk menuju dapur demi menyiapkan sarapan. Meyra sudah terbiasa untuk mengisi perutn
”Mas Nehan!” seru Meyra sangat antusias ketika mendapati sosok yang begitu ia rindukan sudah berdiri di ambang pintu dengan melemparkan segaris senyum lebar penuh aura kebahagiaan. Meyra sontak bangkit dan menghambur ke dalam pelukan sang suami. Untuk beberapa lama mereka saling berpelukan. Sementara Kenrich dan Rida hanya melihat mereka dengan tatapan yang tak bisa diartikan. Setelah melepas rindu untuk beberapa saat mereka segera mendekat dan duduk di bersama di sofa ruang tamu. Meyra tak dapat menyembunyikan aura bahagia terus saja menempel pada sang suami, masih merasakan rindunya yang sangat menggebu. Tapi kemudian suasana malah menjadi hening. Meyra menjadi tak mengerti mengapa sekarang bundanya malah menatap pada suaminya dengan tatapannya yang begitu tegas, bahkan juga Kenrich yang sekarang bersikap acuh di hadapan Nehan. Meyra sama sekali tak bisa mencerna apa yang sedang terjadi di antara mereka semua saat ini. Ada sesuatu yang luput dari perhatiannya hingga membuat Me
Untuk beberapa saat Nehan menentang tatapan mertuanya. Sementara Meyra semakin gelisah menyaksikan semua itu. Ia semakin bisa merasakan bahwa sesuatu sedang terjadi di antara mereka sekarang. Tapi mereka masih saja tak mengatakan apapun pada Meyra. ”Katakan ada apa sebenarnya? Apa yang kalian sembunyikan dariku sekarang?” Meyra mengunggah rasa ingin tahunya dengan lugas. Nehan dan Rida kembali berpandangan meski kemudian mereka kembali memalingkan wajah. Tapi kemudian Rida memilih bangkit dari duduknya dan melangkah begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Meyra sontak mengalihkan tatapannya pada sang suami. ”Katakan Mas apa yang sedang kalian sembunyikan?” Nehan terdiam sesaat lalu menarik nafas panjang. ”Kurasa semua ini hanya sebuah salah paham. Bunda tak bisa melihatku terus meninggalkan kamu, mungkin itu yang menjadi alasan beliau bersikap seperti ini.” Meyra mengernyitkan dahinya sesaat memandang wajah sang suami dengan sangat lekat. Meyra tak menemukan sesuatu y
Meyra sungguh tak menduga Kenrich akan mempersiapkan pesta pernikahan yang begitu luar biasa seperti saat ini. Walau sebenarnya Meyra agak enggan menyetujui nyatanya ia tak bisa mengabaikan keinginan semua orang jika pernikahannya yang kedua ini digelar dengan meriah di salah satu hotel terbaik di Ibukota. Pesta pernikahan yang mengundang banyak orang bahkan juga mengundang anak-anak yatim dari beberapa panti asuhan itu berlangsung dengan sangat meriah. Semua orang memasang aura bahagianya, bahkan Meyra terus menerus mengumbar senyumnya. Namun ketika melihat sosok yang tak diundangnya ikut datang pada pesta pernikahannya ini, wajah Meyra segera berubah tegang. Saat melihat gurat kecewanya Meyra mendadak merasa resah. Kenrich yang berada di sisinya langsung mendekat meraih tangan Meyra dan menggenggamnya erat seakan menegaskan keberadaan dirinya yang akan selalu mendampingi. “Aku tahu cepat atau lambat kalian pasti akan melakukan ini,” tukas Nehan dengan terus mengunggah raut kecew
“Jangan sampai kamu menyesal jika Kenrich memilih yang lain karena ia sudah terlampau lelah menunggumu.”Rida kembali memberi peringatan kepada putrinya.Meyra termangu semakin galau dengan apa yang sudah ia dengar.Meski kemudian Meyra memilih untuk menyunggingkan segaris senyum walau tampak samar dan ragu.“Sudahlah Bun, aku sudah memasrahkan semuanya pada kehendakNya, jika memang Tuhan menakdirkan aku kembali menikah dan orang itu adalah Kenrich, aku akan menerimanya.”Rida menggeleng tampak sangat tak puas dengan jawaban Meyra.“Tapi jika kamu tak memberikan isyarat bahwa kamu mau menerima Kenrich, aku yakin dia tetap akan berpaling. Ingat Mey, takdir manusia meski sudah ditetapkan tapi Tuhan juga mengharuskan hambaNya untuk berusaha. Kamu seharusnya berusaha untuk menunjukkan penerimaanmu terhadap cinta Kenrich, bukan terus menerus menolaknya.”Rida kemudian menegaskan tatapannya pada Meyra yang kini tampak mulai gamang..“Aku sudah memperingatkan kamu, jangan salahkan aku kalau
“Sekar,” gumam Meyra ketika mendapati seorang wanita hamil mulai mendekat ke arah dirinya.Meyra melihat perubahan dari wanita yang sekarang sedang menghampirinya itu tampak begitu luruh dengan tubuh yang lebih kurus terlihat kontras dengan perutnya yang membuncit.Meyra menyusut sejenak bening di matanya dan memusatkan perhatian pada wanita yang pernah menjadi madu di dalam rumah tangganya bersama sang mantan suami dulu, sesuatu yang sebenarnya sudah tak ingin Meyra ingat lagi.“Aku turut berbela sungkawa atas meninggalnya Tante Lia,” gumam Sekar yang memang selalu memanggil ibu Meyra dengan sebutan Tante Lia.Meyra menganggukkan kepalanya dan merasa gamang dengan kesedihan yang terunggah di wajah wanita yang pernah menjadi seteru juga sahabatnya itu.Kesedihan yang ditampakkan Sekar saat ini memancing tanya di dalam Meyra atas kehidupan wanita itu yang s
Meyra benar-benar mengikuti kemauan Kenrich tanpa berkata apapun lagi.Kenrich segera membantu Meyra berkemas.Bahkan lelaki itu tampak sangat sibuk tak membiarkan Meyra melakukan apapun.Dalam diam Meyra menyaksikan bagaimana lelaki itu menyiapkan segala keperluannya.Dalam hatinya Meyra memendam kekaguman meski selalu saja ada rasa takut menggayuti setiap kali Kenrich mengulik tentang pernikahan.Meyra masih terlalu takut untuk memulai hubungan baru dengan keadaan dirinya yang selalu dikatakan sebagai wanita yang tidak sempurna.Meyra selalu tak bisa mempercayai Kenrich bisa menerima dirinya. Karena nyatanya dulu Nehan juga pernah mengucapkan hal yang sama tapi segalanya tetap tak berjalan dengan benar.Meyra terus saja menolak meski hatinya diliputi rasa bersalah juga pada Kenrich yang bahkan pernah hampir mengorbankan nyawanya ketika
Suara yang terdengar tegas dengan nada sarkas yang terunggah itu segera membuyarkan pelukan Meyra dan Nehan.Mereka sontak memandang ke arah Sekar yang sedang mendekat dengan menyajikan gurat sinis di wajahnya.“Kumohon jangan salah paham dulu, Sekar,” gumam Nehan yang seketika gelisah ketika mendapati kedatangan Sekar yang tak terduga.Bahkan wanita yang berstatus sebagai istri keduanya itu tadi belum ada mendampingi saat sidang awal tadi.Sekar masih memberikan tatapan sarkas bahkan menyergap Meyra dengan kesinisan.“Apa kamu masih belum bisa merelakan Mas Nehan? Bukankah sebentar lagi sidang putusan perceraian kalian akan ditetapkan lalu kenapa kamu masih sengaja menggoda Mas Nehan?”Sekar mencecar dengan tuduhan yang picik.Meyra membalasnya dengan tatapan yang sama nyalangnya.Dirinya suda
“Mey kita harus bicara sebentar!”Nehan mengutarakan keinginannya tanpa ragu.“Apa yang mesti dibicarakan?” Meyra menanggapi dengan datar ajakan Nehan.Nehan memandang lurus pada sosok yang sebentar lagi akan menjadi mantan istrinya itu. Tapi lelaki itu sekarang menampakkan kesabarannya yang besar.“Mey, maafkan aku sebelumnya, tolong beri aku kesempatan untuk berbicara.”Nehan mulai memohon.Meyra melirik dengan memendam kebimbangan.Meski kemudian ia mengiyakan dengan memberi isyarat anggukan kepala yang ringan.Pada akhirnya mereka menepi di sebuah tempat yang lebih sepi, di dekat sebuah taman.“Katakan saja apa yang ingin kamu bicarakan Mas,” ungkap Meyra ketika mendapati Nehan masih saja diam dan hanya memandanginya dengan lekat.
“Ayah Hilman!” seru Kenrich spontan sembari segera mempersilakan pria paruh baya itu segera masuk ke dalam apartemennya.Kenrich sempat terlupa jika ia memiliki janji dengan Hilman, ayah tiri Meyra yang memang sudah ia ijinkan untuk membantunya saat ia usai menjalani proses khitan.Bahkan seharusnya pria itu juga ikut mendampinginya saat masih di klinik tadi.“Maaf tadi mendadak aku ada urusan yang tak bisa ditunda jadi aku tak bisa memenuhi janjiku untuk menemani kamu di klinik.”Hilman kemudian mulai memindai seluruh detail diri Kenrich dengan lebih lekat.“Bagaimana keadaan kamu?” tanya Hilman mengunggah rasa khawatirnya.“Aku baik-baik saja.”Kenrich menjawab dengan sedikit canggung, karena ia ragu dengan respon yang akan ditunjukkan Hilman saat lelaki itu tahu jika saat ini ia sedang be
“Menurutmu dokter itu melarang kita melakukan apa?”Mendengar pertanyaan Kenrich yang ambigu segera membuat wajah Meyra bersemu merah.“Aku tak perlu menerjemahkannya untukmu,” sergah Meyra kesal sembari memalingkan mukanya yang sudah seperti kepiting rebus.“Untuk sementara, selama satu hari ini sebaiknya Anda beristirahat di rumah, jangan terlalu banyak bergerak dulu.”Dokter paruh baya yang menangani Kenrich kembali memberikan pengarahan.“Tolong diperhatikan kesehatan suaminya dengan baik, saya akan resepkan obat-obatan untuk mempercepat kesembuhan lukanya.”Setelah menerima resep obat itu, Meyra kemudian segera membantu Kenrich untuk melangkah keluar dari ruang praktek dokter.Langkah Kenrich agak tertatih yang membuat mereka segera menjadi pusat perhatian pada pasien yang sedang menung
Pagi-pagi sekali ketika Meyra sedang asyik berkebun di taman depan, mendadak ia melihat mobil Kenrich memasuki halaman rumah.Meyra meletakkan sejenak pekerjaannya dan mengarahkan tatapannya pada sosok tampan yang kini sudah keluar dari dalam mobil dengan melemparkan pandangan pada dirinya.Ketika akhirnya Kenrich mulai melangkah mendekat, Meyra perlahan mulai berdiri sembari menarik sarung tangannya yang kotor penuh tanah.Kenrich melontarkan senyum terbaiknya ketika melihat tatapan Meyra yang terlihat intens.“Kurasa kamu sudah melupakan janji kamu semalam.”Meyra mengernyit tak paham sembari menautkan kedua alis indahnya.“Janji apa?”Kenrich tersenyum santai sembari ia melepaskan kacamata hitamnya hingga menampakkan dengan lugas gurat ketampanan dari sepasang matanya bercahaya.“Aku d