Nehan tak langsung menyahuti pertanyaan istrinya. Ia menunggu saat istrinya mulai membaca tiket trip yang sedang ia hadiahkan itu.
”Kamu sungguh-sungguh Mas?”
Wajah Meyra semakin sumringah. Tersenyum dengan sangat lebar setelah membaca apa yang ada di genggamannya.
”Kita akan jalan-jalan ke Swiss?” tanya Meyra memastikan.
”Bukankah di akhir tahun ini kamu sudah libur? Jadi kita akan liburan ke Swiss saja,” ucap Nehan terus mengunggah aura bahagia di wajahnya mengimbangi ekspresi gembira yang juga disajikan istrinya saat ini.
Meyra kembali tersenyum lebih lebar namun setelah itu ia mendekati lelaki yang selama lima tahun pernikahan mereka ini selalu saja memperlakukannya bagai seorang ratu.
Meyra lalu menjatuhkan diri pada pangkuan suaminya memberikan kecupan singkat pada bibir Nehan tak peduli meski saat ini lelaki yang dicintainya itu sedang mengunyah makan malamnya.
”Aku sekarang semakin mencintai kamu sayang,” gumam Meyra yang sekarang sudah benar-benar melupakan apa yang sudah terjadi pada dirinya beberapa waktu lalu. Bayangan buruk tentang vonis dokter itu sudah tak lagi menggayutinya. Meyra benar-benar ingin merasakan kebahagiaan karena memang suaminya selalu saja memperlakukannya dengan begitu penuh rasa sayang menjadikan segala gundah tak pernah bersemayam terlalu lama di sanubari.
Kebahagiaan yang terunggah nyata di wajah Meyra segera menerbitkan bahagia yang sama di hati Nehan, membuat lelaki berkumis tipis itu menatap sosok wanita yang memililki gingsul pada gigi bagian kiri dengan tatapan yang sangat lekat. Nehan bahagia karena mendapati suasana hati istrinya jauh lebih baik dari beberapa hari kemarin.
”Aku senang melihatmu kembali tersenyum seperti ini. Jangan lagi teteskan air matamu sayang,” desis Nehan yang masih mempertahankan tubuh istrinya di atas pangkuannya. Nehan kemudian mulai menempelkan kening mereka membuat desah nafas mereka saling beradu. ”Aku juga mencintaimu begitu mencintaimu.” Nehan menggumamkan rasa cintaku tepat pada telinga istrinya, sebelum kemudian ia mulai memagut lembut bibir kenyal yang tampak bagai kuncup mawar nan eksotik yang selalu terasa manis untuknya.
Awalnya hanya sebuah pagutan halus yang melenakan sebelum kemudian ciuman itu menjadi dalam dan sangat menuntut yang kemudian berujung pada desahan sepenuh hasrat, hingga membuat nafas mereka tertahan.
Mereka melepaskan tautan bibir mereka demi meraup udara meski hanya beberapa saat dan nyatanya mereka kembali menyatukannya mengikuti gelora hasrat yang dengan segera terunggah.
Akhirnya ciuman itu dengan cepat berakhir di atas ranjang hangat di kamar mereka, melesat lugas menjadi sebuah penyatuan seluruh diri mereka dengan menyertakan segala rasa yang membuncah di dalam dada mereka saat ini. Hingga akhirnya semua berakhir dengan sebuah pelukan posesif setelah segala gelora terpuaskan dan mereka mulai memasuki alam mimpi dengan membawa rasa bahagia itu.
***
”Apa benar kita akan di Swiss sampai dua minggu Mas?” tanya Meyra pada suaminya untuk memastikan lagi lamanya liburan mereka saat ini.
Meyra masih melakukan kegiatannya mengepak baju-baju dan perlengkapan mereka yang akan dibawa ke Swiss.
Nehan yang ikut membantu memberikan sebuah anggukan disertai senyuman tipis.
”Apa kamu masih tak percaya jika kali ini kita berlibur lebih lama dari biasanya?”
Meyra turut mengulas senyumnya meski tatapannya mengarah lurus pada sang suami yang tampak sangat serius memilah mantel-mantel yang akan dibawa.
”Bagaimana dengan pekerjaan kamu Mas?” tanya Meyra yang semakin tak bisa menutupi rasa penasarannya. ”Apa kamu memang bisa mendapatkan cuti panjang dari perusahaan?”
Nehan menghentikan kegiatannya sejenak demi bisa memusatkan perhatian pada sosok cantik yang selalu saja bergerak sejak tadi memilih-milih pakaian mereka untuk dimasukkan ke dalam kopor.
”Tak ada yang perlu kamu khawatirkan sayang. Memang aku akui kita ke Swiss bukan murni untuk melakukan liburan, aku sedang merencanakan untuk membuat bisnis sendiri. Aku sudah memiliki gambaran atas apa yang akan lakukan dan rencananya kami akan memulainya di tanah air kita sendiri. Aku akan memulainya di Indonesia. Karena itu aku membutuhkan dukunganmu sayang.”
Meyra dengan cepat meletakkan apa yang dipegangnya memberikan perhatian sepenuhnya pada sang suami yang sedang mengajaknya bicara.
”Apa kamu bersungguh-sungguh Mas untuk merealisasikan rencana itu? Kamu akan benar-benar membuka usaha properti itu? Bukankah itu membutuhkan modal awal yang besar?” Meyra kemudian mengernyitkan dahi menyergap sang suami dengan tatapan penuh tanya. ”Mas tadi menyebutkan kami, apa Mas akan mengajak orang lain bekerja sama?”
”Aku yakin kamu pasti bisa merasakan jika aku sedang merencanakan sesuatu saat ini. Baiklah aku akan berterus terang padamu. Sebenarnya kita ke Swiss itu juga untuk menemui seseorang yang menyatakan kesanggupannya untuk membantuku. Apa kamu ingat Om Sony, adik tiri ibuku yang sekarang memang tinggal di Swiss menggeluti usaha hotel dan hunian di sana? Dia juga memiliki sebuah rumah peristirahatan di salah satu desa di Swiss, dialah yang akan membantuku sepenuhnya. Jadi selama di Swiss kita akan tinggal di mansion miliknya yang letaknya tak jauh dari resort yang dikelolanya.”
Meyra memandang suaminya lebih lekat dan menemukan sebuah antusiasme di sana untuk segala yang sedang direncanakan. Meyra tentu akan selalu memberikan dukungan, pada sosok yang selama ini selalu berusaha untuk memperbaiki kehidupan mereka.
Ketika Nehan semakin mendekat dan membalas tatapan istrinya, lelaki itu memberikan segaris senyum yang lugas.
”Apa yang sedang kamu pikirkan sekarang?”
Meyra menggeleng pelan turut pula mengulas senyum yang lebih lebar.
”Aku berpikir bahwa liburan kita kali ini akan terasa lebih menyenangkan.”
Nehan tersenyum lebih gamblang sembari membawa tubuh istrinya ke dalam dekapannya.
”Aku senang jika kamu berantusias dengan liburan kita kali ini. Anggap saja ini adalah healing sebelum kamu menghadapi kesibukan kamu untuk mengejar spesialisasi sebagai dokter anak di negeri Paman Sam ini yang sangat penuh tekanan.”
Selama beberapa tahun ini Meyra sudah mendapatkan gelar dokternya dan sudah menjalankan residensi sebelum mengambil spesialisasi. Meyra memilih mengambil spesialisasinya di New York agar bisa mendampingi sang suami, yang sekarang pindah tugas di Amerika.
Bagaimanapun Meyra tak ingin jauh dari suaminya. Karena menjalani hubungan jarak jauh itu sangat berat.
Sejak dulu Meyra sangat bersikeras untuk mewujudkan cita-citanya menjadi seorang dokter anak, cita-citanya sejak ia bahkan masih sangat kecil.
Mungkin karena ia melihat sosok tantenya yang juga seorang dokter, seorang tante yang nyatanya selalu ia panggil bunda karena memang adik dari ibunya itulah yang mengasuh dirinya semenjak peristiwa itu terjadi. Ketika wanita yang sudah menghadirkannya ke dunia, yang selalu tak pernah benar-benar sadar selalu terseret dalam pengaruh narkoba yang dikonsumsinya itu, secara tak langsung sudah menjual dirinya pada pria-pria teman dari sosok yang seharusnya Meyra panggil mama itu, yang sama-sama juga pemadat.
”Terima kasih kamu sudah memberiku hadiah liburan ini, sejak dulu aku memang sangat ingin mengunjungi Swiss, dan sungguh sebuah kebetulan karena ternyata kamu memiliki saudara yang tinggal di sana.”
Nehan mengulas senyumnya lebih lebar.
”Apa kamu hanya akan mengucapkan terima kasih saja? Apa kamu tak ingin memberiku sesuatu yang lain sayang?”
Meyra mengernyit penuh dugaan meski kemudian senyumnya terunggah lagi.
”Kurasa aku tahu apa yang kamu inginkan Mas,” gumam Meyra yang sekarang sudah mengalungkan kedua tangannya pada leher sang suami sembari bergayut manja.
Nehan menanggapi dengan aura bahagia yang lugas.
”Kalau begitu berikan yang aku inginkan,” ucap Nehan sembari memandang pada bibir istrinya yang berwarna merah dengan bentuknya yang menggemaskan seperti kuncup mawar.
Tanpa menunggu lama Meyra segera menyatukan bibir mereka. Memberikan sebuah pagutan yang dalam yang langsung terbalas dengan gairah yang meletup ketika Nehan menerimanya.
Tapi secepat itu pula Meyra melepaskan pagutan mereka. Jika ia terus membalas mereka akan kembali tak terkendali.
”Sayang kita masih harus mengejar pesawat jam sepuluh ini. Bagaimana jika kita melanjutkannya setelah kita tiba di Zurrich.”
Nehan membalas dengan kerlingan di matanya.
”Aku menganggap ini sebuah janji dan segera setelah kita sampai di sana aku akan segera menagihnya.”
Meyra sontak terkekeh, terlampau bahagia mendapati sang suami yang selalu berhasrat padanya meski pernikahan mereka sudah melewati masa lima tahun.
”Kamu akan mendapatkan pelayanan terbaik dariku setelah kita sampai di sana. Ingatkan aku jika aku lupa,” ucap Meyra yang kemudian malah sengaja menggoda dengan mengerucutkan bibirnya memberi isyarat kecupan dari jarak jauh yang malah menerbitkan hasrat Nehan kembali.
Tapi ketika Nehan berniat mendekat Meyra segera menghindar dan kembali melanjutkan kegiatannya mengepak pakaian.
”Selesaikan cepat pekerjaan ini, dan setelahnya kita harus mengejar pesawat yang akan membawa kita ke Zurrich.”
”Baiklah aku akan terus mengingatkan kamu, agar kamu tidak sampai lupa saat kita sudah tiba di sana.”
Nehan berpura-pura mencebik kesal pada istrinya.
Yang langsung membuat Meyra tergelak riang.
“Setelah ini kita harus mempersiapkan diri kita, karena taksi yang akan menjemput, datang lima belas menit lagi.” Meyra kemudian kembali mengingatkan suaminya.
“Kamu benar sayang, aku akan mempercepat semuanya, persiapkan dulu mantel yang akan kamu pakai sekarang, setelah ini kita harus segera turun dari kamar kita dan menunggu taksi di depan.”
Meyra menjawab dengan sebuah anggukan, yang membuatnya semakin mempercepat pekerjaannya sampai akhirnya semuanya selesai dan mereka segera turun dari lantai atas untuk menanti taksi yang akan mengantar mereka ke bandara.
Tapi di saat Meyra sedang begitu sibuk mempersiapkan mantel yang akan mereka pakai, mendadak Nehan yang sedang sangat tergesa-gesa menggeret kopor-kopor mereka ke bawah mendapatkan panggilan telepon yang membuat Nehan segera mengambil gawai dari balik saku celananya. Ketika membaca notifikasi di layar ponselnya mendadak wajah pria beriris hitam itu berubah muram dengan ekspresi gusar yang terunggah yang seketika menghadirkan tanda tanya pada benak Meyra.
***
“Dari siapa Mas?” tanya Meyra yang menjadi tak tahan untuk memendam rasa ingin tahunya ketika mendapati gurat gelisah itu tampak semakin lugas di wajah suaminya. Nehan sedikit tersentak ketika ia mendengar pertanyaan istrinya. Bersamaan dengan itu dia segera mematikan panggilan itu tanpa berniat sedikitpun untuk menjawab. Panggilan yang berasal dari maminya jelas menyeretnya dalam gundah bila mengingat percakapan mereka semalam yang juga via ponsel, tentang desakan dari wanita yang sudah menghadirkannya ke dunia itu untuk segera memberinya cucu, juga sebuah wacana yang kemudian terumbar dengan lugas ketika maminya memintanya untuk menikahi wanita lain lagi agar keluarga Asmoro bisa segera mendapatkan generasi penerus karena mengingat dirinya yang memang seorang anak tunggal. Tak akan mungkin Nehan mengungkapkan hal ini pada istrinya, seperti juga ia tak pernah berniat untuk mencari pendamping lain. Ia terlalu mencintai Meyra dan sudah merasa cukup bahagia dengan pernikahannya saat in
Meyra memandang lepas pada deretan pegunungan Alpen yang selalu diselimuti salju. Udara beku yang menyelimuti membuatnya kian merapatkan mantel tebal yang menutup tubuh tropisnya. Dari kereta gantung yang dinaikinya yang akan mengantarkannya pada tempat yang lebih tinggi sebelum dirinya memulai petualangan berselancarnya, Meyra terus memadang takjub pada kekokohan Alpen yang memutih di musim dingin. Meyra akan memulai petualangan berselancarnya hari ini. Meski dilakukan seorang diri, tapi Meyra tetap tak kehilangan semangatnya. Saat ini sang suami masih sibuk dengan lobi-lobi bisnisnya. Bukankah sejak awal Nehan sudah menegaskan bahwa perjalanan ini bukan sepenuhnya perjalanan bulan madu mereka, yang sudah ke sekian kali mereka lakukan. ”Sepertinya Nona sangat mengagumi Alpen.” Mendadak seseorang yang berada di depan Meyra menegur wanita cantik itu yang sejak tadi melemparkan pandangan pada pegunungan bersalju yang memutih itu. Meyra menoleh sejenak dan memandang pada sosok pria ka
”Selamat malam semua!” sapa sosok tegap itu yang kini melemparkan senyumannya untuk semua orang. Meyra terperangah untuk beberapa saat terlebih saat mendapati sosok pirang itu sudah duduk di sampingnya dengan sangat santai. Lelaki itu mengarahkan sepasang matanya birunya pada Meyra yang masih memandangnya dengan kaget. ”Ken, perkenalkan mereka adalah Nehan dan Meyra, Nehan adalah sepupumu dari Indonesia sementara di sampingnya itu adalah istrinya,” jelas Sony ketika melihat tatapan anak keduanya yang tampak dalam menelisik pada sosok Meyra yang sekarang menjadi terlihat agak canggung. Kenrich segera mengulurkan tangannya kemudian tersenyum penuh arti kepada Meyra yang kini masih saja diam membisu sementara Nehan telah membalas sapaan saudara sepupunya itu dengan sangat ramah. ”Jadi bagaimana dengan kuliah hukummu, apakah kamu sudah menyelesaikannya?” tanya Nehan yang nyatanya memang mengetahui sedikit banyak tentang saudara sepupunya yang mengambil kuliah hukum di Paris tapi memil
Meyra mendesah jengah menjadi semakin gusar karena mendapati lelaki yang baru dikenalnya dua hari itu memaksakan pertanyaan demi pertanyaan untuk dijawabnya. “Mas Nehan tak ingin aku terlalu lelah karena sebentar lagi aku harus melanjutkan spesialisasiku. Dia tak mau konsentrasiku. Aku harus menyelesaikan kuliahku tepat waktu agar kami bisa segera kembali ke Indonesia dan tinggal di negeri asal kami, terlebih sekarang Mas Nehan sudah memulai usahanya di sana.” “Iya, dengan dibantu oleh daddyku. Kamu tahu jika daddy melakukannya karena atas permintaan Tante Cyntia, maminya Nehan. Dia sangat ingin putra kesayangannya itu kembali bersamanya.” Meyra mengernyit resah. Ia masih saja tak bisa menemukan korelasi atas apa yang sedang Kenrich sampaikan saat ini. “Sebenarnya apa yang akan kamu katakan padaku? Kamu terdengar sedang menyudutkan Mas Nehan. Memangnya salah jika Om Sony memberikan bantuan pada suamiku, dan memangnya salah juga kalau mami meminta Om Sony membantu Mas Nehan?” sergah
”Katakan apa yang sudah kamu ketahui? Jangan membuatku seperti orang bodoh,” sergah Meyra tegas dengan tatapan nyalang yang segera membuat Kenrich merasa sedikit tersudut. Meski pada akhirnya lelaki itu bisa kembali menampakkan sikapnya yang wajar dengan menyunggingkan segaris senyuman datar yang selalu tampak arogan di mata Meyra. ”Tak ada yang terjadi, tak ada apapun, aku hanya sembarangan menebak karena tadi aku sempat mendengar apa yang kalian bicarakan,” jawab Kenrich biasa. Meyra mengernyitkan dahinya masih merasa tak yakin dengan kejujuran Kenrich. ”Aku merasa kamu sedang menyembunyikan sesuatu. Aku tadi bahkan berbicara dengan memakai bahasa Indonesia dengan sahabatku itu, bagaimana kamu bisa tahu dengan apa yang kami bicarakan.” Kenrich mengangkat sebelah sudut bibirnya membentuk senyuman yang terlihat sarkas. ”Apa kamu pikir tak menguasai bahasa Indonesia?” Meyra menarik nafas panjang, rupanya ia salah duga. Bukankah Sony berasal dari Indonesia dan bisa dipastikan jika
Meyra menangkap sosok seseorang yang memakai baju bercorak flora tampak sedang melintas di belakang sang suami yang saat ini sedang duduk menerima panggilan video darinya. Ada sebuah keresahan yang kian menjalar di hati Meyra, mulai menyeret Meyra dalam praduga yang membuatnya semakin tidak tenang. Tapi nyatanya di seberang sana Meyra melihat wajah sang suami yang masih mengunggah sebuah ketenangan tanpa melirik sedikitpun ke belakang untuk melihat siapa sosok yang bersamanya saat ini. [”Siapa itu tadi Mas?”] tanya Meyra mengulangi pertanyaannya. [”Itu tadi mami, apa kamu ingin bicara dengan mami?”] tawar Nehan dengan cepat. [”Apa mami sekarang sudah benar-benar sehat?”] tanya Meyra lagi. Untuk beberapa hari ini ia masih belum bisa berbicara dengan ibu mertuanya karena Nehan selalu mengatakan jika ibunya sedang diharuskan untuk banyak beristirahat. Tapi ketika melihat sosok yang ia lihat sebentar dan hanya menunjukkan tubuh bagian bawah saja dengan memakai rok bermotif flora Mey
Kenrich malah mengedikkan bahunya dan mengunggah segaris senyum. Ingin rasanya ia mengungkapkan kekagumannya dengan gamblang tapi ia yakin apa yang dikatakannya itu hanya akan membuat semuanya rusak, yang hanya akan membuat wanita yang dikaguminya itu semakin menjaga jarak dan bersikap semakin waspada. ”Aku hanya ingin melihat caramu memasak,” ucap Kenrich tak sepenuhnya berterus terang. Meyra menipiskan bibir indahnya itu yang selalu ranum bagai kuncup mawar, malah menampakkan daya tarik yang semakin menggelisahkan seorang Kenrich yang masih saja tak berhenti memindainya. ”Apa kamu sudah begitu lapar hingga terus menungguku seperti ini?” Meyra sama sekali tak terseret dalam kecurigaan, ia masih menganggap wajar tatapan sepupu suaminya itu. Meyra berusaha memasak secepat kilat bukan demi menuruti lelaki bermata biru itu yang tampak kelaparan tapi agar bisa segera mengusir lelaki itu dari rumahnya, supaya ia bisa segera beristirahat karena saat ini ia menjadi sangat lelah setelah ak
Demi memenuhi rasa ingin tahunya Meyra segera membuka pintu. Kedua matanya membeliak ketika melihat sosok yang tak pernah diduganya kini berdiri di hadapannya dengan menyajikan segaris senyum sempurna yang membuat hatinya berbunga bahagia. ”Bunda!” seru Meyra sembari segera menghambur ke dalam pelukan sosok yang sudah merawatnya sejak bertahun-tahun silam sejak ibu kandungnya sendiri sudah tak bisa menjalankan peran sebagai ibu, dan beberapa saat setelah peristiwa yang menghancurkan hidupnya terjadi. Meyra merasakan pelukan bundanya terlalu erat seperti disertai sebuah perasaan yang teramat dalam yang untuk beberapa saat bahkan tak bisa Meyra eja. Tapi Meyra selalu merasa bahagia bila mendapati sosok yang selama ini sudah membesarkannya dengan penuh kasih sayang itu, membersamainya. Ketika akhirnya pelukan mereka terlepas, Meyra sempat melihat tetes bening di wajah sang bunda, meski wanita yang selalu berpenampilan elegan itu menghapusnya dengan cepat. Meyra kembali merasa ada sesu
Meyra sungguh tak menduga Kenrich akan mempersiapkan pesta pernikahan yang begitu luar biasa seperti saat ini. Walau sebenarnya Meyra agak enggan menyetujui nyatanya ia tak bisa mengabaikan keinginan semua orang jika pernikahannya yang kedua ini digelar dengan meriah di salah satu hotel terbaik di Ibukota. Pesta pernikahan yang mengundang banyak orang bahkan juga mengundang anak-anak yatim dari beberapa panti asuhan itu berlangsung dengan sangat meriah. Semua orang memasang aura bahagianya, bahkan Meyra terus menerus mengumbar senyumnya. Namun ketika melihat sosok yang tak diundangnya ikut datang pada pesta pernikahannya ini, wajah Meyra segera berubah tegang. Saat melihat gurat kecewanya Meyra mendadak merasa resah. Kenrich yang berada di sisinya langsung mendekat meraih tangan Meyra dan menggenggamnya erat seakan menegaskan keberadaan dirinya yang akan selalu mendampingi. “Aku tahu cepat atau lambat kalian pasti akan melakukan ini,” tukas Nehan dengan terus mengunggah raut kecew
“Jangan sampai kamu menyesal jika Kenrich memilih yang lain karena ia sudah terlampau lelah menunggumu.”Rida kembali memberi peringatan kepada putrinya.Meyra termangu semakin galau dengan apa yang sudah ia dengar.Meski kemudian Meyra memilih untuk menyunggingkan segaris senyum walau tampak samar dan ragu.“Sudahlah Bun, aku sudah memasrahkan semuanya pada kehendakNya, jika memang Tuhan menakdirkan aku kembali menikah dan orang itu adalah Kenrich, aku akan menerimanya.”Rida menggeleng tampak sangat tak puas dengan jawaban Meyra.“Tapi jika kamu tak memberikan isyarat bahwa kamu mau menerima Kenrich, aku yakin dia tetap akan berpaling. Ingat Mey, takdir manusia meski sudah ditetapkan tapi Tuhan juga mengharuskan hambaNya untuk berusaha. Kamu seharusnya berusaha untuk menunjukkan penerimaanmu terhadap cinta Kenrich, bukan terus menerus menolaknya.”Rida kemudian menegaskan tatapannya pada Meyra yang kini tampak mulai gamang..“Aku sudah memperingatkan kamu, jangan salahkan aku kalau
“Sekar,” gumam Meyra ketika mendapati seorang wanita hamil mulai mendekat ke arah dirinya.Meyra melihat perubahan dari wanita yang sekarang sedang menghampirinya itu tampak begitu luruh dengan tubuh yang lebih kurus terlihat kontras dengan perutnya yang membuncit.Meyra menyusut sejenak bening di matanya dan memusatkan perhatian pada wanita yang pernah menjadi madu di dalam rumah tangganya bersama sang mantan suami dulu, sesuatu yang sebenarnya sudah tak ingin Meyra ingat lagi.“Aku turut berbela sungkawa atas meninggalnya Tante Lia,” gumam Sekar yang memang selalu memanggil ibu Meyra dengan sebutan Tante Lia.Meyra menganggukkan kepalanya dan merasa gamang dengan kesedihan yang terunggah di wajah wanita yang pernah menjadi seteru juga sahabatnya itu.Kesedihan yang ditampakkan Sekar saat ini memancing tanya di dalam Meyra atas kehidupan wanita itu yang s
Meyra benar-benar mengikuti kemauan Kenrich tanpa berkata apapun lagi.Kenrich segera membantu Meyra berkemas.Bahkan lelaki itu tampak sangat sibuk tak membiarkan Meyra melakukan apapun.Dalam diam Meyra menyaksikan bagaimana lelaki itu menyiapkan segala keperluannya.Dalam hatinya Meyra memendam kekaguman meski selalu saja ada rasa takut menggayuti setiap kali Kenrich mengulik tentang pernikahan.Meyra masih terlalu takut untuk memulai hubungan baru dengan keadaan dirinya yang selalu dikatakan sebagai wanita yang tidak sempurna.Meyra selalu tak bisa mempercayai Kenrich bisa menerima dirinya. Karena nyatanya dulu Nehan juga pernah mengucapkan hal yang sama tapi segalanya tetap tak berjalan dengan benar.Meyra terus saja menolak meski hatinya diliputi rasa bersalah juga pada Kenrich yang bahkan pernah hampir mengorbankan nyawanya ketika
Suara yang terdengar tegas dengan nada sarkas yang terunggah itu segera membuyarkan pelukan Meyra dan Nehan.Mereka sontak memandang ke arah Sekar yang sedang mendekat dengan menyajikan gurat sinis di wajahnya.“Kumohon jangan salah paham dulu, Sekar,” gumam Nehan yang seketika gelisah ketika mendapati kedatangan Sekar yang tak terduga.Bahkan wanita yang berstatus sebagai istri keduanya itu tadi belum ada mendampingi saat sidang awal tadi.Sekar masih memberikan tatapan sarkas bahkan menyergap Meyra dengan kesinisan.“Apa kamu masih belum bisa merelakan Mas Nehan? Bukankah sebentar lagi sidang putusan perceraian kalian akan ditetapkan lalu kenapa kamu masih sengaja menggoda Mas Nehan?”Sekar mencecar dengan tuduhan yang picik.Meyra membalasnya dengan tatapan yang sama nyalangnya.Dirinya suda
“Mey kita harus bicara sebentar!”Nehan mengutarakan keinginannya tanpa ragu.“Apa yang mesti dibicarakan?” Meyra menanggapi dengan datar ajakan Nehan.Nehan memandang lurus pada sosok yang sebentar lagi akan menjadi mantan istrinya itu. Tapi lelaki itu sekarang menampakkan kesabarannya yang besar.“Mey, maafkan aku sebelumnya, tolong beri aku kesempatan untuk berbicara.”Nehan mulai memohon.Meyra melirik dengan memendam kebimbangan.Meski kemudian ia mengiyakan dengan memberi isyarat anggukan kepala yang ringan.Pada akhirnya mereka menepi di sebuah tempat yang lebih sepi, di dekat sebuah taman.“Katakan saja apa yang ingin kamu bicarakan Mas,” ungkap Meyra ketika mendapati Nehan masih saja diam dan hanya memandanginya dengan lekat.
“Ayah Hilman!” seru Kenrich spontan sembari segera mempersilakan pria paruh baya itu segera masuk ke dalam apartemennya.Kenrich sempat terlupa jika ia memiliki janji dengan Hilman, ayah tiri Meyra yang memang sudah ia ijinkan untuk membantunya saat ia usai menjalani proses khitan.Bahkan seharusnya pria itu juga ikut mendampinginya saat masih di klinik tadi.“Maaf tadi mendadak aku ada urusan yang tak bisa ditunda jadi aku tak bisa memenuhi janjiku untuk menemani kamu di klinik.”Hilman kemudian mulai memindai seluruh detail diri Kenrich dengan lebih lekat.“Bagaimana keadaan kamu?” tanya Hilman mengunggah rasa khawatirnya.“Aku baik-baik saja.”Kenrich menjawab dengan sedikit canggung, karena ia ragu dengan respon yang akan ditunjukkan Hilman saat lelaki itu tahu jika saat ini ia sedang be
“Menurutmu dokter itu melarang kita melakukan apa?”Mendengar pertanyaan Kenrich yang ambigu segera membuat wajah Meyra bersemu merah.“Aku tak perlu menerjemahkannya untukmu,” sergah Meyra kesal sembari memalingkan mukanya yang sudah seperti kepiting rebus.“Untuk sementara, selama satu hari ini sebaiknya Anda beristirahat di rumah, jangan terlalu banyak bergerak dulu.”Dokter paruh baya yang menangani Kenrich kembali memberikan pengarahan.“Tolong diperhatikan kesehatan suaminya dengan baik, saya akan resepkan obat-obatan untuk mempercepat kesembuhan lukanya.”Setelah menerima resep obat itu, Meyra kemudian segera membantu Kenrich untuk melangkah keluar dari ruang praktek dokter.Langkah Kenrich agak tertatih yang membuat mereka segera menjadi pusat perhatian pada pasien yang sedang menung
Pagi-pagi sekali ketika Meyra sedang asyik berkebun di taman depan, mendadak ia melihat mobil Kenrich memasuki halaman rumah.Meyra meletakkan sejenak pekerjaannya dan mengarahkan tatapannya pada sosok tampan yang kini sudah keluar dari dalam mobil dengan melemparkan pandangan pada dirinya.Ketika akhirnya Kenrich mulai melangkah mendekat, Meyra perlahan mulai berdiri sembari menarik sarung tangannya yang kotor penuh tanah.Kenrich melontarkan senyum terbaiknya ketika melihat tatapan Meyra yang terlihat intens.“Kurasa kamu sudah melupakan janji kamu semalam.”Meyra mengernyit tak paham sembari menautkan kedua alis indahnya.“Janji apa?”Kenrich tersenyum santai sembari ia melepaskan kacamata hitamnya hingga menampakkan dengan lugas gurat ketampanan dari sepasang matanya bercahaya.“Aku d