Bagi dirinya Dayana Ekavira Sanjaya sudah tidak ada, begitu ia meninggalkan Jakarta. Yang ia inginkan adalah pergi menjauh ke tempat yang tidak ada satupun orang yang mengenal dirinya, meninggalkan suami dan keluarga suaminya yang sudah memperlakukannya dengan buruk. Dalam pengasingannya, katakanlah begitu Aya--nama panggilannya menyebutnya. Ia akan hidup dengan nama baru Kana Zanitha. Kana pergi ke sebuah tempat yang cukup jauh dari hiruk pikuk kota, di mana ia yakin suami dan keluarganya tidak akan menemukannya. Sayangnya tidak ada tujuan yang pasti untuk dirinya, celakanya dalam pelariannya tersebut ia jatuh pingsan di sebuah kebun dekat villa. Pemilik villa menemukannya tergeletak di bagian belakang villa nya, Elvan Ravindra Dewangga. Seorang pria introvert dengan tatapan tajamnya. Karena luka di tubuhnya dan menyebabkan dirinya demam, Kana tidak bisa langsung meninggalkan tempat tersebut begitu saja. Meski awalnya ia takut pada pria itu, sayangnya keduanya mulai terjerat perasaan yang tidak biasa. Suami dan keluarganya menemukan keberadaannya, apa yang harus Kana lakukan? Kembali kabur atau menghadapi mereka?
View MoreAndrew yang sedang memejamkan matanya untuk beristirahat, mendengar suara ketukan di jendela mobilnya dan segera membuka matanya. Ia bisa melihat Metta yang sudah datang, hingga ia dengan cepat ia membuka kunci mobilnya sambil mematikan musik yang masih mengalun di dalam mobilnya. Untung saja ia menyetel suara musik di dalam mobilnya tidak terlalu kencang hingga suara ketukan itu dapat didengarnya karena mobilnya dilengkapi dengan peredam suara.“Kak, tidur?” tanya Metta saat ia membuka pintu mobil Andrew, tapi ia tidak masuk ke dalamnya.“Gak, cuma istirahat aja,” sahut Andrew.“Masih sakit?” tanya Metta lagi.Andrew menggeleng. Tak lama kemudian ia segera turun dari dalam mobil. Lalu berjalan menghampiri Metta.“Ada di mana dia? Apa kita mau temui dia sekarang juga?” tanya Andrew kemudian.“Kayanya dia udah di kantin deh, Kak.”“Mau sekarang?” tanya Andrew lagi.Metta mengangguk, “Tapi kita coba liat dia di kantin dulu ya… terus cari kesempatan buat aku ngajak dia ngobrol.”“Boleh,
Metta : Aku udah di kampus, Kak.Andrew yang sudah berada di ruangannya membaca pesan yang dikirimkan oleh Metta padanya. 2 hari yang lalu saat Metta menceritakan apa yang terjadi padanya, Andrew berjanji akan menemani Metta untuk menemui Tasya.Mungkin sebenarnya Metta berani menghadapinya sendiri, hanya saja Andrew sedikit khawatir ketika Metta akan menemui pria bernama Bagas itu juga.Jadi Andrew sedikit memaksa untuk ikut menemani Metta.Andrew : Aku akan menyelesaikan pekerjaanku terlebih dahulu, dan mencari alasan pada Kakak Iparmu untuk keluar.Metta : Siap, Kak. Aku ada dua sks sekarang, nanti siang ada kelas lagi.Andrew : Aku mengerti.Metta hanya menatap layar ponselnya, ia tak mengirim pesan lagi pada Andrew karena takut mengganggunya. “Lagi apa, Ta?” tanya Alina yang baru saja menghampirinya dan sedikit mengagetkan Metta.“Hei, gue baru bales chat,” sahut Metta.“Pacar Lu?” tanya Alina yang kini sudah duduk di samping Metta.Metta mengangguk, “Nanti setelah kelas ini sel
Sementara Andrew mandi, Metta mencuci mangkuk yang tadi sudah di gunakan Andrew untuk makan. Lalu ia duduk di sofa dan menyalakan televisi sambil menunggu Andrew selesai.Metta hanya bisa mengajak Andrew untuk bertukar pikiran dengan hasil temuannya kemarin di dekat tempat parkir. Karena hanya Andrew saja yang tahu masalah ini. Tidak mungkin ia menceritakan masalah ini pada orang tua atau kakaknya, ini hanya akan membuat mereka khawatir saja.Metta memindahkan channel televisi untuk mencari program yang menarik, tapi sayangnya tak ada satupun acara yang membuatnya tertarik untuk menonton, hingga ia hanya menyalakan televisinya begitu saja, sementara ia berkutat dengan ponselnya dan berselancar di internet.Sekitar 20 menit kemudian terdengar suara langkah mendekatinya, Metta langsung menoleh pada Andrew yang sudah selesai mandi dan berpakaian. Bisa di lihat rambutnya masih setengah basah. Andrew kemudian menghampiri Metta dan duduk di sebelah seraya mengambil remote televisi dan menco
Tanpa patah semangat Metta terus menekan bell pintu apartement Andrew. Ia sudah bisa menebaknya dari jawaban Andrew semalam. Mengajaknya latihan hari ini akan menjadi tantangan yang berat untuknya. Metta yakin jika Andrew sengaja, menulikan telinganya saat ia menekan bell apartement.“Ohh lihat saja! Aku bukan orang yang pantang menyerah jika hanya seperti ini!” seru Metta dengan penuh semangat, bukan hanya itu Metta juga melakukan panggilan suara pada ponsel Andrew, agar di dalam semakin tambah bising.Perpaduan bunyi ponsel dan bell begitu sangat sempurna. Itu pun jika ponsel Andrew tidak dalam keadaan mode silent.Sementara itu di dalam kamar di atas tempat tidur, Andrew menutupi kedua telinganya dengan bantal. Agar suara-suara ini tidak mengganggu waktunya untuk tidur.Ia berpikir, jika sebentar lagi juga Metta akan menyerah dan meninggalkan apartementnnya. Tapi dugaannya salah, 10 menit berlalu dan suara bell di dalam apartementnya serta ponselnya yang sudah ia ubah menjadi mode
Menjelang sore, Andrew harus menemani Mahanta untuk bertemu dengan salah satu rekan bisnis mereka. Karena saat ini Elvan belum bekerja penuh, ia akan pulang tepat waktu untuk meluangkan waktunya menemani Aya dan Arka.Hal tersebut bisa di mengerti oleh Mahanta, sebagai seorang ayah ia bisa memahami perasaan Elvan saat ini. Dulu saat Elvan dan kedua kakaknya masih kecil iapun tak ingin lama-lama berpisah dari mereka.Dan Elvan sendiri mendapatkan panggilan dari Ryan. Ryan dan istrinya sudah dalam perjalanan ke rumah Elvan untuk menjenguk Aya dan Arka. Karena saat Aya melahirkan Ryan bersama Riani sedang berada di luar kota selama 2 minggu penuh untuk menyelesaikan kasus yang harus mereka tangani. Riani masih membantu Ryan, meski kandungannya sudah semakin besar.Andrew yang mendengar Ryan datang ke rumah Elvan, saat selesai pertemuan dengan Mahanta ia ikut pulang ke rumah. Sudah sangat jarang mereka berkumpul bersama. Semuanya sedang berkumpul di ruang keluarga ketika Andrew dan Mahan
Suasana di kampus kini terasa lebih nyaman bagi Metta, karena kini ia mulai bisa berbaur dengan teman-temannya lagi. Dan Alina kerap menemaninya kemanapun saat berada di kampus, sama seperti awal-awal ia masuk kuliah.Begitu juga dengan Gladys dan teman-temannya yang sempat meminta maaf padanya atas perintah Pak Nasirin yang ingin memastikan kenyamanan mahasiswa saat berada di kampus. Gladys dan lainnya bisa berbaikan dengan Metta meski terlihat canggung dan hanya bicara seperlunya saja, tidak terlalu dekat seperti halnya dengan Alina.Saat semua teman sekelasnya sudah baik padanya, tidak begitu dengan Tasya. Tasya seakan masih menjaga jarak dengannya, bahkan masih menatap sinis padanya seakan tak suka dengan keberadaannya.“Aku masih gak ngerti deh sama Tasya, aku salah apa sama dia?” tanya Metta pada Alina yang kini tengah berada di kantin. Mereka berdua sedang menunggu kelas selanjutnya.“Beneran Lu gak inget, Ta?” tanya Alina.Metta menggeleng kemudian meminum jus miliknya.“Gue g
“Kakkk!!!” seru Metta yang langsung membuka pintu ruangan Andrew dan masuk begitu saja. Tentu saja Andrew yang sedang bekerja tiba-tiba terlonjak dari duduknya karena kaget.“Dihhh bocillll!! Kamu ngagetin aja sih!! Tetep aja ya gak ada sopan-sopannya!” dengus Andrew.Metta hanya menyengir lebar melihat Andrew terlonjak dan kesal padanya. Ia segera menutup kembali pintu ruangan Andrew dan berjalan mendekatinya.“Mau apa sih ke sini, hah? Gangguin lagi ada tugas? Lagi kerja nihhh!!” Andrew menggerutu.Metta terkekeh geli, “Iya iya maaf! Aduhh kebiasaan,” ujar Metta sambil duduk di kursi yang ada di depan Andrew.“Apa sih?? Bukannya kamu harusnya masih di kampus? Kenapa ada di sini?” tanya Andrew dengan ketus.“Udah selesai kuliah lah, Kak. Makanya bisa ke sini,” jawab Metta.“Terus ngapain ke sini?” tanya Andrew.“Mau bilang makasih!” ujar Metta dengan senyuman lebarnya hingga memperlihatkan deretan giginya yang rapi dan putih.Kening Andrew berkerut. “Buat apaan?”“Dihhh mulai deh pur
“Sendirian?” tanya seseorang pada Metta yang kini sedang duduk di taman, ia sedang menunggu kelas yang akan di laksanakan sekitar 20 menit lagi.“Iya…” sahut Metta singkat.“Boleh gue duduk di sini?” tanya Alina yang merupakan teman sekelas Metta.Metta mengangguk kaku, karena tak biasanya ada teman sekelasnya yang menyapanya seperti ini dan ingin duduk di dekatnya. Padahal ia bisa melihat masih ada beberapa bangku yang kosong lainnya.“Makasih,” ujarnya kemudian duduk di samping Metta.“Lu udah kerjain tugas dari Bu Ratna?” tanya Alina.“Udah…” Jawaban Metta masih singkat, karena ia masih merasa bingung dengan situasi saat ini.Sudah hampir lima menit Alina duduk di samping Metta, tapi Metta tak mengeluarkan sedikitpun suara apalagi mengajaknya berbicara. Hingga Alina akhirnya memberanikan diri untuk berbicara lebih dulu.“Metta…” Metta yang merasa di panggil kembali menoleh pada Alina.“Gua mau minta maaf…” ujarnya kemudian.“Maaf? Buat apa?” tanya Metta bingung dengan kening yang b
“Kamu liat gak tadi mereka pas kita pergi terus ngeliatin terus dan samperin Pak Nasirin?” tanya Andrew seraya berjalan di samping Metta dan sengaja merangkul pinggangnya.Metta mengangguk, “Iya aku juga ngeliat. Sampe segitunya mereka kepo,” sahut Metta.Andrew terkekeh geli, “Aku jadi penasaran apa yang Pak Nasirin bilang ke mereka.”“Sama, Kak. Aku juga penasaran deh. Dan oh ya… berarti dosen aku kerja di perusahaannya Kak Elvan dong?” tanya Metta kemudian.“Ya, kurang lebih begitu lah. Cuma emang Pak Nasirin paling dateng ke kantor sebulan sekali, ngantor dua hari di tempat finance. Di kantor kan ada satu orang finance yang ngurusin pajak. Kalau tutup buku atau ada masalah dengan pajak, baru dia standby tiap hari sampe masalah kelar,” jelas Andrew.“Ohhh gitu yaa… baru tahu aku!” sahut Metta.Tak lama kemudian mereka berdua sampai di Perpustakaan kampus. Kemudian Metta mengajak Andrew masuk ke dalam. Di dalam Perpustakaan pun, tak ayal Andrew yang tampak mencolok menjadi pusat p
Elvan menutup mematikan laptopnya, cukup untuk hari ini ia bekerja dan mengamati perkembangan perusahaannya yang ada di Jakarta. Ia memijat keningnya dengan pelan seraya beranjak dari kursinya dan berjalan menuju beranda ruang kerjanya. Dari tempatnya kini terlihat hamparan luas kebun teh yang begitu hijau dan asri. Pemandangan yang di dominasi warna hijau ini cukup menyegarkan untuk penglihatannya, dan mampu membuat dirinya merasa tenang. Sudah hampir 5 bulan ia meninggalkan Jakarta dan menetap di Bandung. Lebih tepatnya Rancabali, Ciwidey. Kurang lebih sekitar 40 km meter dari kota Bandung ke arah selatan. Elvan sengaja meninggalkan hiruk pikuk Jakarta demi pemulihan jiwanya. Baginya ini tempat ideal untuk menenangkan dirinya. Sekitar 8 bulan yang lalu adalah masa kelam bagi dirinya. Di mana ia harus kehilangan istri tercintanya beserta buah hati yang ada di dalam kandungan Davina--istri tercintanya. Mereka meregang nyawa saat mobil yang ditumpangi Davina tertabrak sebuah truk de
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments