Sarah, seorang model terkenal yang hidup dalam gemerlap dunia hiburan, merasa hampa di balik semua kemewahan yang dimilikinya. Hingga suatu kecelakaan mengubah hidupnya selamanya. Saat dalam proses pemulihan, ia bertemu Ammar, seorang dokter muda yang tidak hanya merawat luka fisiknya, tetapi juga membimbing jiwanya menuju cahaya iman. Melalui perjuangan hijrah dan perubahan besar dalam hidupnya, Sarah menemukan ketenangan yang selama ini ia cari. Namun, di antara pencarian spiritual itu, benih cinta tak terduga mulai tumbuh di hatinya, cinta yang penuh makna, antara dirinya, Ammar, dan Sang Pencipta. Apakah Sarah akan menemukan jalan menuju kebahagiaan sejati? Atau perasaannya pada Ammar akan menjadi ujian dalam perjalanan hijrahnya?
View MoreBab 48Suasana pagi di rumah Fajar dan Sarah terasa hangat. Cahaya matahari menembus tirai jendela, memantulkan bayangan lembut di wajah Sarah yang tengah menyusui salah satu bayi kembarnya. Sementara itu, Fajar bersiap untuk pergi menemui Jo, sahabat lamanya yang kini menjadi dosen di kampus."Aku harus pergi sebentar, Sayang. Jo bilang dia punya informasi penting," ujar Fajar sambil membetulkan kerah bajunya.Sarah menatap suaminya dengan penuh khawatir. "Hati-hati ya, Mas. Jangan terlalu memaksakan diri."Fajar mendekati Sarah, mengecup keningnya dengan lembut. "Aku janji akan berhati-hati. Fokus saja pada bayi kita, jangan pikirkan yang aneh-aneh."Setelah berpamitan, Fajar melesat pergi. Jo sudah menunggu di sebuah kafe kecil dekat kampus. Pria bertubuh atletis dengan rambut cepak itu menyambut Fajar dengan senyuman tipis."Sudah lama ya, kita nggak duduk bareng begini," ujar Jo sambil menyeruput kopinya.Fajar tersenyum lelah. "Iya, Jo. Tapi kali ini bukan untuk sekadar nostalgi
Beberapa bulan telah berlalu sejak pesan misterius terakhir yang diterima Fajar. Kehidupan mereka berjalan penuh kebahagiaan dan persiapan menyambut kelahiran anak kembar mereka. Sarah semakin bersinar dengan perutnya yang membesar, dan Fajar selalu berusaha untuk ada di setiap momen penting istrinya.Pagi itu, mentari baru saja muncul di balik jendela kamar mereka. Sarah, yang masih terbaring di ranjang, tiba-tiba merasakan nyeri hebat di perutnya. Wajahnya pucat, dan keringat dingin membasahi dahinya."Mas Fajar… Aaah… Sakit, sakit sekali…" ucap Sarah dengan suara bergetar, tangannya mencengkeram selimut.Fajar yang sedang merapikan peralatan kerjanya langsung berbalik. Wajahnya seketika tegang melihat kondisi Sarah. Tanpa berpikir panjang, ia menghampiri istrinya dan memegang perut Sarah dengan lembut."Sayang, tarik napas pelan-pelan, ya. Aku akan periksa sekarang." Fajar berusaha tetap tenang meskipun hatinya dipenuhi kecemasan.Setelah memeriksa Sarah dengan cepat, Fajar menatap
Pagi itu, Fajar terbangun lebih dulu. Ia memandang Sarah yang masih terlelap dengan wajah damai. Tangannya perlahan membelai rambut istrinya, lalu berhenti di perut Sarah yang mulai terlihat membuncit. Ia tersenyum kecil, merasa tak pernah cukup bersyukur atas anugerah yang Allah berikan dalam hidupnya.Sarah menggeliat pelan, membuka matanya dengan malas. Melihat Fajar yang menatapnya penuh kasih, ia tersenyum tipis. "Mas, udah bangun? Kok nggak bangunin aku?""Aku nggak tega, Sayang. Kamu tidur nyenyak banget, pasti capek," jawab Fajar lembut, lalu mengecup keningnya. "Gimana perutnya? Ada yang nendang pagi ini?"Sarah mengusap perutnya sambil terkikik kecil. "Kayaknya mereka masih tidur, deh. Anak-anak kamu emang sopan banget, Mas."Fajar tertawa kecil. "Tentu dong, anak siapa dulu? Pasti nurun bapaknya."Sarah memutar mata sambil tertawa. "Narsis banget."Hari itu, Fajar memutuskan untuk bekerja dari rumah agar bisa menemani Sarah. Ia tidak mau istrinya kelelahan dan lebih memilih
Pagi itu, sinar matahari menyelinap masuk melalui jendela kamar, menyinari wajah Sarah yang sedang tertidur pulas. Fajar duduk di tepi ranjang, menatap istrinya dengan penuh kasih. Sudah beberapa minggu berlalu sejak kepergian Mira, dan meskipun badai telah berlalu, bayangannya masih menyisakan luka di hati Fajar. Namun, kehadiran Sarah dan calon buah hati mereka menjadi alasan baginya untuk tetap tegar dan melangkah maju.Sarah menggeliat perlahan, matanya terbuka dan langsung bertemu dengan senyuman hangat Fajar. "Kamu dari tadi lihat-lihatin aku, ya?" godanya dengan suara serak karena baru bangun.Fajar terkekeh kecil dan membelai rambut istrinya. "Iya, soalnya ada bidadari cantik di sebelahku, sayang."Sarah tersenyum malu-malu, lalu duduk sambil memegang perutnya yang mulai membesar. "Mas Fajar..." ucapnya lembut."Hm?" Fajar menatapnya serius, tahu istrinya ingin mengatakan sesuatu yang penting."Menurut kamu... kita beneran bisa bahagia sekarang? Setelah semua yang kita lewati?
Suasana di rumah sakit terasa begitu mencekam. Lampu ruang ICU yang selalu terang benderang seolah tak mampu mengusir gelapnya duka yang melingkupi tempat itu. Beberapa dokter keluar-masuk ruangan dengan raut serius, sementara perawat bergegas dengan langkah berat.Fajar berdiri di dekat mesin monitor, memperhatikan grafik vital Mira yang semakin melemah. Ia tahu, waktu Mira tidak banyak lagi. Meskipun sudah diberikan perawatan terbaik, tubuh Mira tidak merespons pengobatan seperti yang diharapkan.Pak Hendra berdiri di sudut ruangan, kedua tangannya menggenggam tasbih kecil. Bibirnya komat-kamit melantunkan doa-doa, sementara air mata terus mengalir tanpa henti."Fajar... bagaimana keadaan Mira?" tanyanya dengan suara parau.Fajar menatap pria itu dengan penuh empati, namun sulit baginya untuk mengucapkan kebenaran. "Kami sudah melakukan yang terbaik, Pak. Tapi... Mira sangat lemah."Pak Hendra menatap putrinya yang terbaring dengan berbagai alat medis menempel di tubuhnya. "Dia kuat
Bab 40: Kabar yang MenggetarkanPagi itu, Fajar baru saja selesai memeriksa salah satu pasien di rumah sakit ketika seorang perawat mendekatinya dengan wajah serius."Dokter Fajar, ada kabar penting," ujar perawat tersebut dengan nada ragu.Fajar mengerutkan kening. "Apa itu? Ada yang terjadi di ruang IGD?"Perawat itu menggeleng. "Bukan, Dok. Ini tentang... Pasien yang baru saja tiba!"Hati Fajar langsung berdegup kencang. "Siapa? Apa ada yang serius?""Seorang wanita mengalami kecelakaan tadi pagi, Dok. Mobilnya menabrak pembatas jalan di kawasan tol. Dia dibawa ke sini dan sekarang sedang dirawat di ICU. Keadaannya kritis."Fajar terdiam, merasakan gelombang emosi bercampur aduk di dadanya. "Apa yang sebenarnya terjadi?"Perawat itu melanjutkan dengan hati-hati. "Menurut saksi, perempuan itu mengemudi dengan kecepatan tinggi dan tampak tidak fokus. Polisi menemukan beberapa botol minuman di mobilnya, tapi kami belum tahu apakah itu ada hubungannya dengan kecelakaan."Tanpa berpikir
Sarah berjalan mendekati pintu dengan ragu. Fajar yang berdiri kaku di ambang pintu tampak sedikit tegang, sesuatu yang jarang sekali terlihat darinya."Mas Fajar?" panggil Sarah lagi, suaranya pelan tapi penuh dengan rasa ingin tahu.Saat ia mendekat, sosok di depan pintu akhirnya terlihat jelas. Seorang pria paruh baya dengan rambut mulai memutih berdiri di sana, mengenakan setelan jas sederhana dan rapi. Wajahnya menunjukkan campuran antara keraguan dan tekad."Siapa ini?" tanya Sarah lembut, berdiri di samping suaminya.Pria itu tersenyum tipis, lalu berkata, "Perkenalkan, saya Pak Hendra... ayah Mira."Mendengar nama itu, Sarah tertegun. Fajar segera melangkah maju, sedikit menutupi istrinya dengan tubuhnya."Pak Hendra, ada yang bisa saya bantu?" tanya Fajar dengan nada datar, tapi jelas berusaha tetap sopan.Pak Hendra menarik napas panjang sebelum menjawab. "Saya ke sini untuk meminta maaf, Dokter Fajar, kepada Anda dan istri Anda. Saya tahu anak saya telah menyebabkan banyak
Fajar membuka pintu dengan hati-hati. Di depannya berdiri seorang pria paruh baya dengan raut wajah serius dan terlihat gugup. Sarah berdiri di belakang Fajar, mengintip dari balik bahunya."Dokter Fajar?" tanya pria itu dengan suara yang sedikit bergetar."Iya, saya. Anda siapa?" balas Fajar sambil memperhatikan pria itu dengan waspada."Saya Andri, seorang detektif swasta. Ada sesuatu yang harus saya bicarakan dengan Anda dan istri Anda, ini sangat penting," ujar pria itu sambil melirik ke arah Sarah.Fajar ragu sejenak, lalu memberi isyarat pada pria itu untuk masuk. Setelah mereka duduk di ruang tamu, Andri membuka tasnya dan mengeluarkan beberapa dokumen serta foto."Saya sudah lama mengikuti kasus yang menyangkut keluarga Anda, terutama almarhumah Nisa," kata Andri langsung ke pokok permasalahan.Sarah merasa jantungnya berdebar kencang, sementara Fajar memperhatikan dokumen-dokumen itu dengan tatapan penuh tanya."Dulu, saya disewa oleh seseorang untuk menyelidiki latar belakan
Sarah menatap suaminya dengan wajah penuh kebingungan. "Mas, siapa dia? Kenapa aku harus masuk ke kamar?" tanyanya dengan suara gemetar.Pria dengan jaket hitam itu menoleh ke arah Sarah, menyeringai dengan ekspresi yang membuat bulu kuduk berdiri. "Sepertinya istri cantikmu belum tahu siapa aku, Dokter Fajar."Fajar menahan napas, lalu dengan gerakan cepat, ia berdiri di antara pria itu dan Sarah. "Aku bilang, masuk ke kamar, Sarah!" suaranya meninggi, sesuatu yang jarang terjadi.Meski bingung dan cemas, Sarah menurut. Ia melangkah mundur, matanya masih terpaku pada pria itu sebelum akhirnya menghilang di balik pintu kamar. Namun, ia tidak langsung mengunci pintu seperti yang diperintahkan Fajar. Sebaliknya, ia mengintip dengan perasaan campur aduk.Fajar menatap pria itu dengan tajam. "Apa yang kamu inginkan?"Pria itu menyandarkan tubuhnya ke dinding, tangannya menyelip di dalam saku jaket. "Hanya ingin berbicara. Tidak lebih.""Aku tidak punya urusan denganmu lagi, Ilham," kata F
**Bab 1: Malam Pengkhianatan**Suasana pesta malam itu gemerlap. Cahaya dari lampu-lampu kristal mewarnai ruangan dengan kilauan emas, sementara suara tawa dan musik bercampur menjadi latar belakang yang riuh. Sarah berdiri di tepi ruangan, memegang gelas sampanye dengan senyum yang dipaksakan. Matanya terus mencari Adam, kekasihnya yang entah berada di mana. Sesuatu dalam hatinya terasa salah, sebuah firasat buruk yang tak bisa ia jelaskan.Saat langkahnya membawanya ke area balkon yang lebih sepi, ia mendengar suara tawa yang familiar. Suara Adam. Hati Sarah berdebar, bukan karena kegembiraan, melainkan kecemasan yang tiba-tiba menyergap. Ia menoleh, dan matanya menangkap sosok Adam. Namun, Adam tidak sendiri.Dia berdiri terlalu dekat dengan seorang wanita berambut panjang yang mengenakan gaun hitam ketat. Mereka berbicara dengan bisikan, terlalu dekat, terlalu intim. Lalu, sebelum Sarah bisa sepenuhnya memahami apa yang sedang dilihatnya, wanita itu tertawa lembut dan Adam membun...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments