Pernikahan impian Regina jauh dari yang diharapakannya. Insiden menyakitkan sebelum pernikahannya membuat dia harus menikahi laki-laki yang tidak pernah dikenalnya sama sekali, Ardi. Sosok laki-laki sabar dan penyayang yang juga tidak mengenal Regina, perempuan yang menjadi istrinya. Tidak ada benci, tetapi juga tidak ada cinta di sana. Apakah akhirnya bahtera rumah tangga itu akan berhasil?
View MoreSetelah menempuh perjalanan sekitar 3 jam lebih dari Jakarta ke Bandung, akhirnya Regina dan Ardi sampai disebuah rumah yang didesain tradisional tetapi tetap terlihat modern.“Gin, bangun,” panggil Ardi dengan lembut. Regina hanya berdehem dan terus meringkuk tanpa membuka mata sedikitpun. “Gina, kita sudah sampai.” Sekali lagi Ardi mencoba membangunkan Regina dengan lembut.Perlahan Regina membuka matanya, beberapa kali mengerjap dan menghentikan pandangannya pada senyum Ardi.“Udah sampai, Mas?” tanyanya tanpa berkedip.“Udah. Ini rumah aku.” Ardi menunjuk rumah yang sudah dia tinggali seorang diri sejak lama. Regina dan Ardi turun dari mobil. Meluruskan belakang yang rasanya cukup lelah setelah ditekuk beberapa jam.“Tolong buka pintunya, ya. Kuncinya yang sedikit lebih kecil dari kunci mobil. Mas mau turunkan barang-barang,” kata Ardi yang sudah berada di belakang mobil.“Boleh, Mas?” tanya Regina sedikit kebingungan melihat ada banyak kunci yang dipadukan dengan kunci mobil.Ard
“Ibu, Bapak. Sekarang Ardi sudah jadi seorang suami dan Insya Allah kalau sudah waktunya Ardi juga akan menjadi seorang ayah. Ardi bingung harus bersikap seperti apa. Ardi takut tidak bisa menjadi kepala keluarga yang baik, Ardi takut tidak bisa menjaga dan membimbing Regina dengan baik. Pak, Ardi rindu. Bu, Ardi pengen ibu bisa dekat sama Regina. Perempuan yang sekarang jadi istri Ardi. Ya Allah, hamba mohon petunjuk, berikan kekuatan, kesabaran dan kebijakan dalam membangun rumah tangga ini. Hamba yakin Regina bisa menjadi teman hidup yang baik untuk hamba.” Subuh, dalam sujudnya Ardi menangis. Begitu khawatir tidak dapat menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik.Diam-diam Regina mendengar doa suaminya itu. Tadinya Ardi ingin mengajak Regina ikut bersamanya untuk sholat subuh, tetapi laki-laki itu tidak tega membangunkan Regina.“Adri, kamu apa kabar? Ini hari keduaku bersama laki-laki pilihanmu. Apa kamu yakin memberikan dia tanggung jawab untuk menjagaku? Adri jujur, ak
Setelah sarapan Ardi duduk di halaman belakang, melihat bunga-bunga Bougenville yang melambai-lambai terkena angin sepoi. Bunga di rumah Regina ada bemacam-macam jenis, warna dan bentuknya.“Mas, liat apa?” Ardi terkejut dengan suara Regina yang tiba-tiba sudah ada di belakangnya.“Bunga-bunga itu.” Ardi menunjuk seluruh bunga di sana. “Milik siapa?” tanyanya.Regina mengikuti arah tangan laki-laki itu lalu duduk disebelahnya. “Oh.. punya aku, Mas. Kalau papa ada proyek keluar kota dan aku diajak buat ikut, itu saatnya aku beraksi,” tutur Regina.“Mas, gak paham. Maksudnya?” “Aku bakalan cari bunga-bunga yang belum ada di rumah ini, terus aku tanam dan rawat. Walaupun mereka lebih banyak dirawat sama Pak Niur sih, tukang kebun yang datang khusus buat rawat bunga-bunga itu,” jelas Regina.Ardi memperhatikan dengan saksama, penjelasan Regina sambil sesekali tersenyum melihat antusias perempuan itu. “Jadi kalau kamu pindah rumah gimana?” tanya Ardi.“Ha? Pindah? Emang aku mau kemana? Ka
Sinar matahari pagi menyeruak masuk melalui gorden jendela kamar Regina dan Ardi.Regina berbalik. Melihat laki-laki yang sekarang sedang tertidur pulas di sebelahnya. “Akhirnya kamu tidur juga, Mas, setelah tadi malam naik turun tempat tidur aku, mondar mandir. Ganggu tau,” ucapnya dalam hati. Regina segera bangun dari tempat tidur dan mandi lalu turun ke bawah karena merasakan warga kampung tengahnya sudah berdemo karena kelaparan.“Jadi gimana, Mbak?”“Gimana apanya, Yani?”Seorang ART yang hampir seumuran dengan Regina sibuk mengikutinya dari ujung ke ujung hanya untuk menanyakan bagaimana rasanya menikah. Yani sudah bekerja selama 4 tahun di rumah orangtua Regina bersama dengan ART yang lain. Jika dibandingkan dengan ART yang lain, Yani memang yang paling muda sehingga tidak sulit untuk dekat dengan Regina yang merupakan anak tunggal.“Ih, Mbak Gina mah. Bukan masa gak ngerti sama pertanyaan Yani. Sepilin (spill) dikit dong Mbak,” rengek Yani.“Gak ada yang spesial, Yani. Biasa
Pintu kamar itu terbuka, memperlihatkan seorang laki-laki yang begitu gagah dengan senyum yang begitu mempesona bagi orang lain. Kecuali ... Regina.“Dia di belakang kamu sekarang,” bisik Sabrina sambil memegang bahu Regina.Regina terdiam, tidak mengatakan apapun. Hanya hembusan nafas panjang sebagai balasan dari bisikan Sabrina.Regina berbalik, langkah demi langkah terlihat jelas olehnya. Ardi mendekat dengan senyum yang tidak pernah pudar dan tatapannya yang begitu hangat.“Assalamualaikum, Gin.” Ardi bersuara begitu tenang, yakin dan tanpa keraguan sedikitpun.“Waalaikumsalam, Mas Ardi,” jawab Regina nyaris tidak terdengar.Pertama kalinya, Regina mengambil tangan laki-laki itu dan menciumnya. Ardi mendekat, mencium kening wanita yang tidak pernah dikenalnya namun dengan takdir, dijadikan sebagai istrinya. Air mata kedua anak manusia itu menetes. Penuh tanya, apakah mereka mampu menyampingkan ego masing-masing. Ardi dan Regina kini duduk bersanding di pelaminan. Tersenyum pada
“Bagaimana para saksi, SAH?”“Sah!!!” sahut semua orang yang menghadiri pernikahan hari ini.“Kamu dengarkan Gin. Sekarang kamu sah menjadi istri seorang laki-laki yang kamu tidak cintai sedikitpun, bahkan tidak kamu kenali sama sekali,” lirih Gina di sebuah kamar.Tok ... tok ... tok ...“Gina. Ini aku, Sabrina. Boleh aku masuk?”Regina menghapus air matanya pelan, agar riasan cantik itu tidak luntur. Tepatnya Ia tidak ingin orang lain melihatnya menangis, termasuk sahabatnya sendiri.“Masuk, Sab.”Sabrina melangkah dengan hati-hati setelah memastikan pintu kamar sudah tertutup rapat. Sabrina duduk di hadapan Regina sambil tersenyum. Ia tahu semua yang terjadi, namun memilih bungkam dan menunggu Regina sendiri yang menceritakan isi hatinya.“Aku pikir tadi bakalan telat loh, Gin. Macet parah. Hm.... gaunnya cantik, make up kamu juga bagus,” ucapnya sambil tersenyum.“Kamu juga cantik. Ijab Qabul-nya udah selesai?” tanya Regina.“Udah. Sebentar lagi pasti ada yang datang buat ketuk p
“Bagaimana para saksi, SAH?”“Sah!!!” sahut semua orang yang menghadiri pernikahan hari ini.“Kamu dengarkan Gin. Sekarang kamu sah menjadi istri seorang laki-laki yang kamu tidak cintai sedikitpun, bahkan tidak kamu kenali sama sekali,” lirih Gina di sebuah kamar.Tok ... tok ... tok ...“Gina. Ini aku, Sabrina. Boleh aku masuk?”Regina menghapus air matanya pelan, agar riasan cantik itu tidak luntur. Tepatnya Ia tidak ingin orang lain melihatnya menangis, termasuk sahabatnya sendiri.“Masuk, Sab.”Sabrina melangkah dengan hati-hati setelah memastikan pintu kamar sudah tertutup rapat. Sabrina duduk di hadapan Regina sambil tersenyum. Ia tahu semua yang terjadi, namun memilih bungkam dan menunggu Regina sendiri yang menceritakan isi hatinya.“Aku pikir tadi bakalan telat loh, Gin. Macet parah. Hm.... gaunnya cantik, make up kamu juga bagus,” ucapnya sambil tersenyum.“Kamu juga cantik. Ijab Qabul-nya udah selesai?” tanya Regina.“Udah. Sebentar lagi pasti ada yang datang buat ketuk p
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments