Bagaimana jika pria menyebalkan yang disukai tetapi juga dibenci karena sikapnya yang arogan, ternyata adalah bos di tempat kerja barunya? Sanggupkah Eve melalui masa magang di sana ketika Gery—sang bos—terus mencari-cari kesalahan untuk memecatnya? Lantas, bagaimana bila alur kehidupan malah membawa mereka pada perjodohan? Bisakah keduanya bersatu atau malah timbul percekcokan tanpa batas?
Lihat lebih banyak“Yeayy! Giliranmu sekarang, Eve!” pekik teman-temannya bersorak.
Eve dengan santai menggelindingkan botol bekas air soda di atas alas duduk mereka. Dan botol itu berhenti di kata ‘Dare’.“Yuhuuu! Giliranku yang kasih tantangan ke kamu, ya! Ehem, ehem!” Salah satu temannya berteriak lantang dan berdehem sebentar seolah sedang menciptakan kesan dramatis.“Iya iyaa ... cepetan! Aku pasti bisa melakukannya, Eve gitu loh!” sesumbar Eve sambil menyilangkan lengan di depan dada.“Kamu harus menyatakan perasaan kepada siapa pun pria yang lewat di depan kita pertama kali sejak sekarang. Oke, nggak, teman-teman?” tanya si penantang sambil meminta dukungan dari yang lain.Kesemuanya tampak bersorak menyetujui sementara Eve terperangah menyesal.“What? Apa-apaan itu? Perasaan dari tadi tantangannya nggak ada yang segila itu, deh! Curang, ish!” protes Eve karena merasa tantangan untuknya terlalu berisiko dan berat untuk dilakukan.“Eiits! Gak boleh protes! Udah deal! Atau kamu mengaku kalah dan kita bubar sambil makan-makan di restoran dan kamu yang bayarin kita semua. Ya gak, gengs?” Terdengar keriuhan yang mendorong Eve untuk jangan menolak tantangan yang diberikan.“Ish! Oke, daripada aku harus rugi banyak traktirin kalian semua, mending aku nembak cowok deh. Ya Tuhan, semoga aja cowok yang lewat pertama nanti cowok single dan ganteng,” ucap Eve sambil bersiap menerima kemungkinan terburuk sekalipun.“Eh, tapi nanti yang ditembak Cuma yang berjalan sendirian kan? Kalau dia gandeng pasangan maka ganti yang lain aja, ya?” tanya Eve kemudian. Berbagai pikiran akan kemungkinan terburuk muncul di kepalanya. “Dan yang seumuran aja sama kita pokoknya, ya? Kalau ketuaan takutnya dia udah punya istri, gila!”“Wkwkwk. Aturannya itu pria pertama yang lewat di depan kita. Terserah deh mau itu tua atau muda, mau sendirian atau sama selingkuhannya, gak ada urusan!” Teman-temannya mencanangkan aturan yang mana membuat Eve menyesal telah menyetujui tantangan absurd tersebut.“Sial!” rutuk Eve berkali-kali sambil dengan dada berdebar kencang menanti siapa yang akan melewati mereka pertama kali.Evangelin Ravenwood, atau akrab dipanggil Eve, sedang mengadakan acara perpisahan setelah wisuda dari universitas. Mereka ingin menghabiskan liburan bersama di pantai sebelum masing-masing akan menjalani dunia kerja di mana kemungkinan mereka akan sulit untuk bertemu dan menghabiskan waktu bersama lagi.Entah tadi siapa yang mencetuskan ide untuk memainkan permainan Truth or Dare. Karena seru, Eve tak menolak. Lagipula sejak awal sepertinya tantangan yang diberikan adalah hal biasa yang wajar seperti mengatai teman yang duduk di sebelahnya, atau makan mie dengan level pedas tertinggi. Paling tidak, itu semua masih dikategorikan tantangan yang aman.Lalu, kenapa ketika tiba gilirannya ia harus menembak pria pertama yang lewat, tak peduli status dan usianya pula! Sungguh penuh risiko!Dan salah satu temannya memekik saat dari kejauhan tampak ada sepasang lelaki dan perempuan berbaju couple tengah bergandengan tangan. Astaga! Ini sih sama saja dengan bunuh diri! Ia bisa langsung ditampar pasangannya kalau nekat menyatakan perasaan.“Hei? Kalian tidak berpikir kalau aku harus nembak dia, kan?” tanya Eve sambil memutar bola mata.Teman-temannya tampak berdiskusi dan akhirnya menganulir sepasang muda-mudi kasmaran tersebut. Eve mengembuskan napas lega.Tak berapa lama kemudian, muncullah sesosok pria yang bahkan dari jauh saja sudah tampak sekali ketampanannya. Tubuh atletisnya menciptakan bayangan siluet yang sungguh sempurna. Pria itu mengenakan setelan yang teramat resmi dan tak begitu cocok dikenakan di area pantai, apalagi malam begitu.Ekspresi wajahnya tampak seolah sedang mencari keberadaan seseorang. Siapa kira-kira? Eve malah bertanya-tanya dalam hati.“Ayo, Eve! Sekarang!” titah salah seorang temannya.Eve gemetaran selama sedetik sebelum kemudian mementapkan hati untuk melaksanakan tantangan yang telah disepakati.Dengan langkah pasti, Eve mendekat ke arah si pria dan berdehem meminta perhatian.“Ehemm, Pak?” sapanya seraya nyengir tak enak.Tidak ada tanggapan. Bahkan, pria itu sama sekali tidak menoleh ke arahnya. Apa dia tidak dengar? Eve membatin dalam diam.Ia pun menoleh ke arah teman-temannya yang malah dengan ekspresi wajah dan lambaian tangan memaksa untuknya meneruskan aksi yang terlanjur dimulai.“Pak. Maafkan saya, apakah Anda sedang mencari seseorang?” Akhirnya Eve memberanikan diri mencegat langkah si pria.Pria itu masih saja memasang tampang serius dan cuek. Dan yang menjengkelkan lagi, pertanyaan Eve hanya dijawabnya dengan gelengan kepala tanpa arti.“Apa maksudnya menggeleng, coba? Dia tidak dengar atau tidak sedang mencari seseorang? Gak jelas banget, deh!” gerutu Eve seorang diri. Ia menoleh ke arah teman-temannya yang sebagian terkikik geli dan sebagian lagi masih memaksanya untuk melanjutkan aksi.“Eh! Pak! Anda ini bisu atau tuli atau keduanya, sih? Bisa-bisanya saya udah ngomong panjang lebar nggak ada tanggapan sama sekali!” Tak kuasa menahan lagi emosinya, Eve yang tak terbiasa diabaikan itu pun meluapkan amarah terhadap si pria.Tanpa diduga, pria itu akhirnya menghentikan langkah dan menoleh lalu menatap tajam ke arah Eve.“Kamu bicara padaku? Siapa yang bisu dan tuli, ha?” Suara bariton yang terdengar dalam dan sangat berwibawa keluar dari bibir si pria tampan.Eve seolah langsung mengkerut di tempatnya. Tak disangka si pria malah berjalan mendekat ke arahnya. Sorot mata tajam bak elang yang dibingkai alis tebal itu menatap lekat Eve dengan tatapan menilai dari atas ke bawah. Sungguh cara memandang yang sama sekali tidak sopan, pikir Eve semakin kesal dengan sikap pria di hadapannya itu.“Apa sekarang giliran kamu yang jadi bisu dan tuli, hm? Gadis bodoh!” sergah si pria sambil menyipitkan mata seolah meremehkan Eve.“Habisnya Anda diam saja seperti saya ini angin lalu—““Tidak selamanya orang harus menanggapi tingkah absurd para gadis labil seperti kalian, kan?” tudingnya ke arah kerumunan teman-teman Eve yang jelas-jelas memang tengah menyaksikan adu mulut yang terjadi di antara mereka.Oh, sepertinya pria ini memang sedari awal sudah curiga bahwa ia sedang dijadikan targetnya dan teman-temannya, pantas saja sikapnya begitu menyebalkan dan tidak merespon sama sekali.Eve tak bisa berkata-kata. Disebut gadis labil absurd bukan prestasi di depan pria tampan nan rupawan di hadapannya ini. Sungguh bukan hal yang bisa dikenang sebagai bagian dari memori liburannya kali ini.Sambil tak lupa melempar tatapan menghunus lagi ke arah Eve, pria itu pergi dengan langkah lebarnya, menjauh dari Eve yang masih terpekur tak tahu harus bagaimana. Untung saja dia belum sempat menyatakan perasaan atas dasar tuntutan teman-temannya kepada pria tadi. Bisa malu berat kalau sampai ditolak mentah-mentah!Dengan jengkel, Eve mengentakkan kakinya dan berbalik ke arah teman-temannya. Sebagian menghibur dan sebagian lagi malah membuatnya semakin kesal dengan berkomentar menyalahkannya,“Kamu sih, pakai ngatain bisu dan tuli segala. Sembarangan sekali!”“Iya! Batal deh dapat kenalan pria keren maksimal gitu! Siapa tahu dia penyelamat kamu dari status jomlo saat ini!”Eve mendecakkan lidahnya sebal. “Keren kalau sikapnya kaku begitu mendingan aku single aja deh. Bisa sial seumur hidup kalau punya pacar sepertinya!”***“Pranggg ….!”Suara nyaring gelas yang dilemparkan ke lantai memenuhi pendengaran penghuni keluarga Andrew. Seorang wanita keluar dari dapur dengan langkah terburu-buru. Dia pelayan di rumah Cheryl. Wanita itu segera bergegas menghampiri sumber suara yang memecah keheningan pagi. Perempuan bernama Ruth itu tergopoh-gopoh masuk ke dalam kamar Cheryl.Di sana ia melihat pemandangan yang akhir-akhir ini makin sering terjadi dan memilukan.Cheryl sedang berdiri di dekat jendela, berdiri menatap halaman depan rumah.Ruth segera mengambil sapu dan memunguti sisa-sisa pecahan gelas itu tanpa berkata apa-apa. Ia tahu sang nona rumah sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.Perempuan itu baru bekerja tiga bulan di rumah keluarga orang tua Cheryl sejak gadis itu dirawat di rumah sakit. Dari hari ke hari Ruth merasa pekerjaannya semakin berat karena akhir-akhir ini Cheryl sering histeris dan mengamuk tidak jelas.“Biarkan saja di sana,” cegah Cheryl ketus saat melihat Ruth memunguti pecahan pi
“Pranggg ….!”Suara nyaring gelas yang dilemparkan ke lantai memenuhi pendengaran penghuni keluarga Andrew. Seorang wanita keluar dari dapur dengan langkah terburu-buru. Dia pelayan di rumah Cheryl. Wanita itu segera bergegas menghampiri sumber suara yang memecah keheningan pagi. Perempuan bernama Ruth itu tergopoh-gopoh masuk ke dalam kamar Cheryl.Di sana ia melihat pemandangan yang akhir-akhir ini makin sering terjadi dan memilukan.Cheryl sedang berdiri di dekat jendela, berdiri menatap halaman depan rumah.Ruth segera mengambil sapu dan memunguti sisa-sisa pecahan gelas itu tanpa berkata apa-apa. Ia tahu sang nona rumah sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.Perempuan itu baru bekerja tiga bulan di rumah keluarga orang tua Cheryl sejak gadis itu dirawat di rumah sakit. Dari hari ke hari Ruth merasa pekerjaannya semakin berat karena akhir-akhir ini Cheryl sering histeris dan mengamuk tidak jelas.“Biarkan saja di sana,” cegah Cheryl ketus saat melihat Ruth memunguti pecahan pi
“Maaf, aku minta maaf karena belum bisa peka dengan apa yang kamu rasakan. Maaf karena sudah membuatmu cemburu dan sakit hati, Eve,” bisik Gery pelan. Sekarang ini keduanya masih berpelukan, bahkan pelukan itu semakin menguat saat Gery membisikkan kata-kata itu.Gery merasa bersalah. Sebab kemarin pun tadi dirinya tidak menjelaskan apa pun pada Eve. Walaupun apa yang Eve lihat tadi tidak sepenuhnya benar. Eve sepertinya memang tidak melihat kejadian itu sampai akhir hingga akhirnya menyimpulkan begitu.Saat merasa jika Eve sudah lebih tenang, Gery pun mencoba melepas pelukan keduanya. Laki-laki itu menatap dalam dan penuh kasih ke arah netra Eve. Eve lagi-lagi dibuat tersipu karena mendapatkan perlakuan manis dari Gery. Eve lantas menunduk, menyembunyikan wajahnya yang memerah karena malu. Kedua tangannya juga saling bertautan dan memelintir ujung bajunya. Gery tersenyum tipis saat melihat bagaimana gemetarnya tangan Eve itu.Entah apa yang membuat Eve begitu malu. Gery tidak tahu. En
“Aku tidak bisa diam saja. Eve kasihan sekali. Dia terlihat sangat sedih tadi. Aku harus melakukan sesuatu sekarang juga!” putus Cindy cepat.“Enak saja mereka sudah buat sahabatku sakit hati tapi tidak merasa bersalah sedikit pun. Dan Gery juga kurang ajar sekali! Dasar laki-laki!” Cindy bersungut-sungut. Rasa kesalnya sungguh tidak bisa ditahan lagi.Dia hanya tidak mau jika sahabatnya bersedih karena Gery atau siapa pun itu. Walaupun Gery adalah kekasih Eve tetapi dia sangat tidak rela jika laki-laki itu menyakiti Eve. Cindy tidak akan tinggal diam jika hal itu terjadi.Cindy masih teringat bagaimana sembab juga merahnya wajah Eve tadi. Ucapannya pun begitu menyayat hati. Rasanya, sahabatnya itu terlihat buruk sekali. Eve sendiri sudah pulang sekarang ini. Karena itulah dirinya berani berkata-kata kasar juga mengumpati kekasih Eve itu.Tanpa menunggu lagi, Cindy bergegas bangkit dari kursinya dan menuju mobilnya. Cindy melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Setelah dua ouluh m
Di perjalanan, tepatnya di dalam mobil Gery yang sedang menuju kantor Eve hanya diam membisu. Gery yang melihatnya pun sedikit heran, tetapi dia tidak berniat sedikit pun untuk bertanya. Dia berpikir jika mungkin saja Eve sedang tidak ingin berbicara.Sampai di kantor, Eve pun tak juga bersuara. Wanita cantik itu bahkan langsung turun tanpa berpamitan pada Gery yang masih duduk di kursi kemudi. “Ada apa sebenarnya dengan Eve? Kenapa sikapnya begitu berbeda?” Gery bertanya-tanya, tetapi tak berlangsung lama. Laki-laki itu menggeleng kemudian turun dan masuk ke ruangannya. Di ruangannya, Eve langsung mendudukkan dirinya dengan sedikit kasar di kursi kerjanya. Hatinya sakit. Perasaannya tak keruan sekarang. Dirinya pun bingung dengan apa yang terjadi pada dirinya sendiri padahal tadi dia sendirilah yang menyetujui permintaan Ny. Andrews. Akan tetapi, sekarang dirinya malah merasa menyesal.Sebenarnya, Eve tidak ingin jika Gery menyadari sikap cemburunya. Namun, entah kenapa sangat sul
Pagi ini, Eve dan Gery memang sudah memiliki janji untuk menjenguk Cheryl yang masih berada di rumah sakit. Keduanya akan pergi bersama. Semua itu atas inisiatif Eve yang ingin menjenguk dan melihat bagaimana keadaan Cheryl sekarang ini. Sebagai sesama wanita, Eve pun merasa sangat iba pada Cheryl. Apalagi setelah tahu jika selama ini wanita cantik berprofesi sebagai model itu tidak terlalu mendapatkan perhatian dari orang tuanya. Hati Eve ikut sesak mendengarnya. Eve sekarang ini sedang bersiap di kamarnya. Dia sengaja melakukan semua rutinitasnya dengan santai karena Gery sendiri tidak keberatan jika harus menunggunya. Karena itulah Eve sedikit memanfaatkannya untuk bersantai ria.Dering ponselnya membuat Eve harus meletakkan bedak yang baru saja akan dipakainya. Dengan sedikit malas, Eve mengambil ponselnya. Namun, sedetik kemudian senyumnya mengembang saat tahu siapa yang meneleponnya sekarang.Tanpa membuang waktu, Eve lantas menerimanya dan bersuara. “Halo?”“Halo, Eve. Apa ka
“Saya pamit. Semoga Cheryl segera pulih supaya tidak menjadi beban bagi orang lain lagi,” ucap Ny. Daphne seraya menyindir.Ny. Andrews menampilkan senyumannya, dari raut wajahnya tampak dia terpaksa. Ucapan Ny. Daphne memang menohok, cukup membuat Ny. Andrews tak berkutik.“Terima kasih telah berkenan menjenguk Cheryl, Ny. Daphne,” balas Ny. Andrews.“Sama-sama. Sampaikan salam saya ketika dia sadar,” ujar Ny. Daphne.“Baik, Ny. Daphne. Sekali lagi, saya sangat berterima kasih atas kunjungannya.”Ny. Daphne keluar meninggalkan ruangan bersama Sofia. Ny. Andrews mengantarnya hingga depan pintu ruangan. Ny. Andrews menatap kepergian Ny. Daphne dan Sofia hingga mereka menghilang dari pandangannya.Ny. Andrews kembali masuk ke dalam ruangan putrinya. Dia menatap Cheryl dengan intens. Ny. Andrews menginginkan Cheryl segera pulih, dia ingin putrinya kembali seperti sedia kala.Ny. Andrews duduk di samping ranjang. Melihat putrinya yang tak berdaya serta dipenuhi alat medis di badannya memb
Sudah tiga hari Gery rutin menjenguk Cheryl. Dia sebenarnya ingin berhenti saja, tetapi Ny. Andrews terus mengiba. Ny. Andrews ingin Cheryl kembali pulih secepatnya.“Saya sudah berusaha, Tante, tapi Cheryl belum juga pulih seperti semula. Memangnya mau sampai kapan saya harus begini?”Gery tentu saja kesal, karena pekerjaannya juga menjadi terganggu. Eve mengelus tangan Gery, berharap dia lebih sabar lagi untuk membantu kesembuhan Cheryl.“Saya minta maaf karena waktumu terganggu. Tapi mohon, bantu saya sedikit lagi. Saya yakin Cheryl akan segera pulih jika kamu terus menjenguknya ke sini,” ujar Ny. Andrews.“Iya, Gery. Sedikit lagi saja, aku juga yakin Cheryl akan segera pulih,” tambah Eve.Mereka kini tengah berada di rumah sakit, tepatnya dalam ruangan di mana Cheryl dirawat. Gery melirik ke arah Cheryl yang masih terbaring lemah, belum sepenuhnya sadar. Dalam hatinya, Gery berharap Cheryl segera pulih supaya dia tidak perlu berurusan lagi dengan Ny. Andrews.“Baiklah,” ucap Gery
“Eve!” panggil Bu Kate seraya mengetuk pintu kamar putrinya.“Iya, Ibu,” sahut Eve dari dalam.“Ibu boleh masuk?” tanya Bu Kate.“Masuk saja, Ibu,” balas Eve.Eve sedang merias wajahnya dengan sedikit polesan make up. Gadis itu duduk di hadapan cermin, wajahnya tampak sangat cantik. Bu Kate tersenyum ketika melihat putrinya.“Gery sudah menunggu di depan,” ujar Bu Kate.“Benarkah?” tanya Eve.Bu Kate mengangguk, Eve segera merampungkan riasan pada wajahnya. Eve tak mau Gery terlalu lama menunggunya. Eve mengambil tas selempangnya, lalu memakai sepatu.“Kalau begitu, Eve pergi dulu,” pamit Eve.Eve berpamitan pada Bu Kate, dia berjalan menuju depan rumahnya. Ternyata benar saja, Gery sudah duduk ditemani secangkir kopi.“Sudah selesai?” tanya Gery.Eve mengangguk, Gery tersenyum tipis. Gery masuk ke dalam terlebih dahulu untuk berpamitan pada Bu Kate. Setelahnya, Gery dan Eve berjalan menuju mobil yang telah terparkir.Gery membukakan pintu mobil untuk Eve. Setelah itu, dia mengitari m
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen