Share

Budak Nafsu Big Boss
Budak Nafsu Big Boss
Penulis: Adira

Bab 1 hilangnya kesucian.

Cekrek ... Terdengar suara pintu kamar mandi terbuka, yang mengagetkan Anjani.

Sontak Anjani mengarahkan pandangannya ke arah pintu kamar mandi. Ia tau Barata baru menyelesaikan mandi besarnya. Terlihat rambutnya yang basah masih bertelanjang dada, sambil mengusap-usap rambutnya dengan handuk.

Sesaat ia berpikir dan baru menyadari kalau semalam dirinya menemani tidur tuan Barata. Seorang entrepreneur sukses, yang usianya baru menginjak tiga puluh tahun.

Anjani masih berbaring di ranjang, tubuhnya masih terasa lemas, ia enggan untuk segera beranjak dari ranjang, sebab permainan semalam bersama Barata yang menguras tenaga hingga terenggut kesuciannya.

Barata menatap dingin ke arah Anjani. Dan berjalan menghampiri Anjani yang masih berbaring dengan selimut masih menutupi tubuhnya yang belum memakai sehelai benang.

Secepat kilat tangan Barata menarik selimut yang menutupi tubuh Anjani,

"Cepat bangun, dan tinggalkan kamar ini, sebelum putri kecilku mengetahui kamu ada di kamarku!" Bentak Barata menunjuk ke arah pintu kamar.

Anjani tersentak. Melihat sikap Barata yang tiba-tiba berubah garang. Anjani cepat- cepat meraih selimutnya dan menutup kembali tubuhnya sambil duduk.

"Tuan, ada apa?" tanya Anjani bingung, matanya menatap Barata tajam.

Barata tersenyum sinis dengan menarik kedua ujung bibirnya ke bawah.

"Huh, Kenapa? Pertanyaan tolol! Bukankah transaksi kita sudah selesai.? Cepat keluar sebelum aku menyeret kamu keluar," jelas Barata yang semula matanya menyipit, berubah melotot ke arah Anjani.

Anjani kaget, tubuhnya gemetar melihat Barata mengeluarkan amarahnya. Cepat -cepat Anjani menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya. Dan turun dari ranjang hendak memunguti pakaiannya yang berserakan di lantai untuk dikenakan kembali.

Anjani berpikir secepat itu Barata berubah, padahal semalam ia begitu lembut memperlakukan dirinya.

"Auuww ...!" jerit Anjani tiba-tiba.

Salah satu tangannya memegang bawah perutnya. Ia merasakan sakit yang amat sangat dan perih di sela-sela kedua pahanya ketika jongkok meraih pakaiannya.

Mendengar jeritan Anjani Barata malah tersenyum sinis, dan tak memperdulikan keadaan Anjani.

Ia meraih amplop berwarna coklat yang tergeletak di atas meja. Rupanya Barata sudah menyediakan amplop itu sejak tadi.

Tanpa disadari Anjani, sebuah amplop berwarna coklat melayang jatuh tepat di atas ranjang depan Anjani berdiri.

Anjani tersentak, mengalihkan pandangan ke wajah Barata yang berdiri menyilangkan kedua tangannya ke dadanya, menatap garang Anjani.

"Cepat Ambil dan keluar, itu upahmu yang sudah menemaniku tidur semalam!" suara kasar Barata dengan angkuhnya, seolah menertawakan perbuatan Anjani gadis kampung yang bodoh.

Anjani menatap amplop coklat di depannya. Ia tau, uang itu sangat dibutuhkan nya untuk biaya operasi ibunya.

Ia rela menjual tubuhnya ke Barata. Seorang majikannya yang terkenal kaya raya dengan julukan Sultan. Yang terkenal sangat dingin terhadap wanita. Dan selalu memandang rendah wanita. Ia mengira hampir semua wanita bisa dibelinya dengan uang. Dan semua wanita mayoritas mata duitan.

Ia menikahi Ayudya seorang model papan atas, hanya sebuah perjodohan.

Barata tak mau mengecewakan orang tuanya. Apalagi ia anak semata wayang dan pewaris tunggal. Yang mana orang tuanya seorang konglomerat ternama di negeri ini.

Anjani terdiam, gadis kampung yang usianya baru menginjak dua puluh tahun itu, tak berani mengatakan sepatah katapun. Sesekali ia memandang Barata lewat sudut matanya.

Anjani berusaha melangkah dengan tertatih-tatih menahan sakit pada kedua pahanya. Ia memunguti satu per satu pakaiannya, sesekali mendesah menahan sakit yang luar biasa pada organ intimnya. Ia berusaha memakai kembali pakaiannya.

Barata sepertinya tak sabar, melihat Anjani lama memakai pakaiannya. Ia kembali membentak Anjani agar Anjani cepat- cepat meninggalkan kamar.

"Cepat ... Tinggalkan kamar ini. Jangan manja, kau sudah aku bayar. Aku tak suka wanita manja," bentak Barata lagi, dengan mata melotot mengarah wajah Anjani, ia tetap tak perduli melihat ekspresi wajah Anjani yang merasakan sakit.

Tanpa berpikir panjang Anjani menarik seprai yang tampak ada noda merah. Anjani harus menghilangkan jejak noda itu, sebelum Ayudya istri Barata pulang dari luar kota, yang mendapat tugas membintangi iklan di salah satu produk kosmetik yang bekerja sama dengan Brand Ambasador

Sakit rasanya, sakit sekali mendengar kata-kata kasar Barata. Bahkan rasa perih yang tadi Anjani rasakan tak ada apa-apanya dibanding mendengar ucapan Barata yang mengusir dirinya bak binatang.

Namun, rasa sakit yang dirasakan Anjani perlahan hilang, ketika bayangan ibunya yang merintih menahan kesakitan. Anjani tak bisa membayangkan lagi, betapa bingungnya Arini adiknya menunggu kiriman transfer darinya.

Hanya demi uang, Anjani menjalankan semua ini. Ia tak mau kehilangan ibunya. ia tak perduli hinaan dan makian yang keluar dari mulut Barata.

Anjani meraih amplop yang tegeletak di atas ranjang. Perlahan ia melangkah keluar hendak keluar kamar.

Namun belum sampai Anjani keluar, tiba -tiba Barata menghentikan langkah Anjani.

Anjani membalikkan tubuhnya menghadap Barata. Dengan cepat Barata melempar seprei yang barusan diambilnya dari lemari, tepat mengenai wajah Anjani.

Anjani tersentak. Ia hanya diam dan tak bisa berbuat apa- apa. Anjani paham apa yang dilakukan Barata. Ia melangkah mendekati ranjang, untuk membenahi seprai yang belum terpasang. Dan ingin secepatnya menyelesaikan pekerjaannya untuk menemui Aura yang ada di kamar sebelah.

Tanpa Anjani sadari, dua bola mata Barata terus mengawasi gerak Anjani yang naik turun membenahi letak seprai.

Entah tiba-tiba Barata merasakan tubuhnya kembali panas, desir darah birahinya naik kembali. Ketika ia melihat tubuh sintal Anjani yang tampak montok berisi.

Barata tak bisa mengendalikan nafsunya, ia segera berdiri melangkah mendekati Anjani yang sudah berdiri hendak meninggalkan kamar. tanpa pikir panjang, Barata mendekap tubuh Anjani dari belakang.

Anjani tercekat, dengan mata memandang lurus ke depan. Ia bingung, ia tak berani menghindar dari dekapan tangan kekar Barata. Anjani yakin, kalau Barata ingin mengulangi apa yang tengah dilakukan semalam.

Padahal Anjani tak ingin mengulangi perbuatan laknat itu. Namun Anjani tak kuasa menolak.

Anjani takut kalau sampai ia menolak, ia bakalan dipecat dari pekerjaannya sebagai pengasuh Aura putri Barata yang baru berusia lima tahun.

Apalagi Anjani baru lima bulan bekerja di rumah Barata, menggantikan Astuti teman satu kampung, yang berhenti sebab menikah.

Kalau sampai itu terjadi, Anjani takut dipecat, hanya karena tak mau melayani majikan laki-lakinya. Dan uang darimana untuk membiayai sekolah kedua adiknya, serta membiayai kebutuhan ibunya. Apalagi semenjak bapaknya meninggal satu tahun yang lalu, ibunya sakit-sakitan. Anjani tak bisa meneruskan sekolahnya, hanya kelas dua SMA, Anjani keluar sebab ibunya tak bisa membiayai sekolah Anjani.

"Anjani, aku ingin menikmati tubuhmu lagi." bisik Barata di telinga Anjani. Dengan mencium leher jenjang Anjani, serta menggigit lembut ceruk leher Anjani.

"Tapi Tuan, saya harus segera ke kamar nona Aura, waktunya nona Aura berangkat sekolah," ucap Anjani memberanikan diri dengan kata-kata lembut agar Barata tak tersinggung.

Namun tiba-tiba Barata membentak dengan suara keras.

"Diam, itu urusanmu! Jangan sekali-kali membantah perintahku! Kalau tidak, aku akan mengatakan sama istriku kalau kau sudah menggodaku," ancam Barata dengan membalikkan tubuh Anjani kasar. Hingga wajah Anjani tepat menghadap wajah Barata yang masih bertelanjang dada.

Barata sudah tak bisa menguasai nafsunya ia menekan tubuh Anjani kuat-kuat, serta menciumi wajah Anjani penuh nafsu. tangannya menelusuri setiap lekuk tubuh Anjani dengan meremas-remas bagian tubuh sensitif Anjani.

Anjani kembali pasrah apa yang hendak diperbuat Barata. Bekas rasa sakit itu masih terasa, namun Barata masih menginginkan kembali.

Barata mendorong tubuh Anjani hingga jatuh ke ranjang serta menindihnya.

Namun kepasrahan itu tak membuat Barata bersikap lembut. Ia malah memperlakukan Anjani dengan kasar. Hingga Anjani memberanikan diri mengatakan.

"Bukankah transaksi itu sudah selesai, Tuan?"

Tiba-tiba mata Barata melotot. sebuah tamparan hinggap di pipi Anjani.

Plaakkk ...

"Aduuh!" pekik Anjani sambil mengusap pipinya yang terasa panas.

"Wanita bodoh, aku membayarmu. Kau budakku sekarang, tau?"

Anjani menggigit bibirnya sendiri menahan kesakitan dengan menepuk-nepuk pipinya yang memerah bekas tamparan tangan Barata.

Mata Anjani berkaca- kaca, ia menahannya agar airmata tak jatuh di hadapan Barata.

Ia takut Barata akan mengumpatnya serta menamparnya kembali.

Anjani masih merasakan perihnya pada selangkangannya, dan ketambahan lagi pipinya kena tamparan tangan Barata.

Namun Barata sepertinya tak memperdulikannya rasa sakit yang Anjani rasakan. Yang Barata inginkan kepuasan berhubungan dengan Anjani. Apalagi bisa merenggut kesuciannya yang mana selama menikah dengan Ayudya ia tidak merasakan kesucian pada Ayudya di malam pertama.

Ting, tung, ting tung, ting tung ...

Bunyi ponsel Barata yang tergeletak di meja kamar, mengagetkan Barata.

Namun Barata tak segera beranjak dari atas tubuh Anjani. Ia terus menghujamkan ciuman ke wajah Anjani serta membuka satu per satu kancing baju Anjani.

Suara ponsel Barata semakin lama semakin memekakkan telinga, dan sangat mengganggu aktifitas Barata.

"Huh ...!" keluh Barata dengan kesal, dengan terpaksa Barata beranjak dari tubuh Anjani. Ia melangkah ke meja dimana ponselnya tergeletak.

Bergegas Barata meraih ponselnya serta memandang tulisan pada layar ponsel.

Seketika mata Barata membulat sempurna sambil bergumam kecil, "Mama Aura?"

Barata mengarahkan ponselnya ke arah telinganya.

"Sayang aku sudah di depan rumah!" suara Ayudya dalam ponsel yang membuat Barata panik dan bingung

"I, iya Say. Aku akan ke depan menyambutmu," suara gugup Barata sambil menutup ponselnya.

"Cepat keluar dari sini!" teriak Barata dengan mata melotot mengarah ke Anjani.

Anjani bingung, tubuhnya gemetar, ia cepat melompat turun dari ranjang dan meraih seprai yang kotor beserta amplopnya. Anjani merapikan letak pakaiannya kembali. Ia tau dan mendengar pembicaraan Barata dan Ayudya dalam ponsel, kalau Ayudya sudah pulang dan berada di halaman rumah.

"Awas! Sampai kau bocorkan rahasia ini," ancam Barata pada Anjani, sambil membenahi celananya yang agak miring.

Cekrek ... Suara pintu kamar yang tak terkunci terbuka, berdiri Ayudya di ambang pintu dengan senyum sumringah menatap Barata.

Namun senyum Ayudya seketika berubah, saat melihat Anjani berdiri dekat ranjang sambil mendekap seprai. Serta mata Ayudya beralih ke arah Barata yang bertelanjang dada berdiri kaku memandang Ayudya.

Tatapan curiga menyeringai wajah Ayudya, saat memandang Anjani dan Barata suaminya berada di kamar.

"Kamu Anjani? Kenapa berada di sini?"

Anjani tak berani menatap Ayudya, ia hanya menunduk.

Bersambung.

Pembaca, bagaimana sikap Ayudya melihat Anjani berada di kamarnya? baca lanjutannya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Raden Aska
geregetan sama Barata
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status