Cekrek ... Terdengar suara pintu kamar mandi terbuka, yang mengagetkan Anjani.
Sontak Anjani mengarahkan pandangannya ke arah pintu kamar mandi. Ia tau Barata baru menyelesaikan mandi besarnya. Terlihat rambutnya yang basah masih bertelanjang dada, sambil mengusap-usap rambutnya dengan handuk.Sesaat ia berpikir dan baru menyadari kalau semalam dirinya menemani tidur tuan Barata. Seorang entrepreneur sukses, yang usianya baru menginjak tiga puluh tahun.Anjani masih berbaring di ranjang, tubuhnya masih terasa lemas, ia enggan untuk segera beranjak dari ranjang, sebab permainan semalam bersama Barata yang menguras tenaga hingga terenggut kesuciannya.Barata menatap dingin ke arah Anjani. Dan berjalan menghampiri Anjani yang masih berbaring dengan selimut masih menutupi tubuhnya yang belum memakai sehelai benang.Secepat kilat tangan Barata menarik selimut yang menutupi tubuh Anjani,"Cepat bangun, dan tinggalkan kamar ini, sebelum putri kecilku mengetahui kamu ada di kamarku!" Bentak Barata menunjuk ke arah pintu kamar.Anjani tersentak. Melihat sikap Barata yang tiba-tiba berubah garang. Anjani cepat- cepat meraih selimutnya dan menutup kembali tubuhnya sambil duduk."Tuan, ada apa?" tanya Anjani bingung, matanya menatap Barata tajam.Barata tersenyum sinis dengan menarik kedua ujung bibirnya ke bawah."Huh, Kenapa? Pertanyaan tolol! Bukankah transaksi kita sudah selesai.? Cepat keluar sebelum aku menyeret kamu keluar," jelas Barata yang semula matanya menyipit, berubah melotot ke arah Anjani.Anjani kaget, tubuhnya gemetar melihat Barata mengeluarkan amarahnya. Cepat -cepat Anjani menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya. Dan turun dari ranjang hendak memunguti pakaiannya yang berserakan di lantai untuk dikenakan kembali.Anjani berpikir secepat itu Barata berubah, padahal semalam ia begitu lembut memperlakukan dirinya."Auuww ...!" jerit Anjani tiba-tiba.Salah satu tangannya memegang bawah perutnya. Ia merasakan sakit yang amat sangat dan perih di sela-sela kedua pahanya ketika jongkok meraih pakaiannya.Mendengar jeritan Anjani Barata malah tersenyum sinis, dan tak memperdulikan keadaan Anjani.Ia meraih amplop berwarna coklat yang tergeletak di atas meja. Rupanya Barata sudah menyediakan amplop itu sejak tadi.Tanpa disadari Anjani, sebuah amplop berwarna coklat melayang jatuh tepat di atas ranjang depan Anjani berdiri.Anjani tersentak, mengalihkan pandangan ke wajah Barata yang berdiri menyilangkan kedua tangannya ke dadanya, menatap garang Anjani."Cepat Ambil dan keluar, itu upahmu yang sudah menemaniku tidur semalam!" suara kasar Barata dengan angkuhnya, seolah menertawakan perbuatan Anjani gadis kampung yang bodoh.Anjani menatap amplop coklat di depannya. Ia tau, uang itu sangat dibutuhkan nya untuk biaya operasi ibunya.Ia rela menjual tubuhnya ke Barata. Seorang majikannya yang terkenal kaya raya dengan julukan Sultan. Yang terkenal sangat dingin terhadap wanita. Dan selalu memandang rendah wanita. Ia mengira hampir semua wanita bisa dibelinya dengan uang. Dan semua wanita mayoritas mata duitan.Ia menikahi Ayudya seorang model papan atas, hanya sebuah perjodohan.Barata tak mau mengecewakan orang tuanya. Apalagi ia anak semata wayang dan pewaris tunggal. Yang mana orang tuanya seorang konglomerat ternama di negeri ini.Anjani terdiam, gadis kampung yang usianya baru menginjak dua puluh tahun itu, tak berani mengatakan sepatah katapun. Sesekali ia memandang Barata lewat sudut matanya.Anjani berusaha melangkah dengan tertatih-tatih menahan sakit pada kedua pahanya. Ia memunguti satu per satu pakaiannya, sesekali mendesah menahan sakit yang luar biasa pada organ intimnya. Ia berusaha memakai kembali pakaiannya.Barata sepertinya tak sabar, melihat Anjani lama memakai pakaiannya. Ia kembali membentak Anjani agar Anjani cepat- cepat meninggalkan kamar."Cepat ... Tinggalkan kamar ini. Jangan manja, kau sudah aku bayar. Aku tak suka wanita manja," bentak Barata lagi, dengan mata melotot mengarah wajah Anjani, ia tetap tak perduli melihat ekspresi wajah Anjani yang merasakan sakit.Tanpa berpikir panjang Anjani menarik seprai yang tampak ada noda merah. Anjani harus menghilangkan jejak noda itu, sebelum Ayudya istri Barata pulang dari luar kota, yang mendapat tugas membintangi iklan di salah satu produk kosmetik yang bekerja sama dengan Brand AmbasadorSakit rasanya, sakit sekali mendengar kata-kata kasar Barata. Bahkan rasa perih yang tadi Anjani rasakan tak ada apa-apanya dibanding mendengar ucapan Barata yang mengusir dirinya bak binatang.Namun, rasa sakit yang dirasakan Anjani perlahan hilang, ketika bayangan ibunya yang merintih menahan kesakitan. Anjani tak bisa membayangkan lagi, betapa bingungnya Arini adiknya menunggu kiriman transfer darinya.Hanya demi uang, Anjani menjalankan semua ini. Ia tak mau kehilangan ibunya. ia tak perduli hinaan dan makian yang keluar dari mulut Barata.Anjani meraih amplop yang tegeletak di atas ranjang. Perlahan ia melangkah keluar hendak keluar kamar.Namun belum sampai Anjani keluar, tiba -tiba Barata menghentikan langkah Anjani.Anjani membalikkan tubuhnya menghadap Barata. Dengan cepat Barata melempar seprei yang barusan diambilnya dari lemari, tepat mengenai wajah Anjani.Anjani tersentak. Ia hanya diam dan tak bisa berbuat apa- apa. Anjani paham apa yang dilakukan Barata. Ia melangkah mendekati ranjang, untuk membenahi seprai yang belum terpasang. Dan ingin secepatnya menyelesaikan pekerjaannya untuk menemui Aura yang ada di kamar sebelah.Tanpa Anjani sadari, dua bola mata Barata terus mengawasi gerak Anjani yang naik turun membenahi letak seprai.Entah tiba-tiba Barata merasakan tubuhnya kembali panas, desir darah birahinya naik kembali. Ketika ia melihat tubuh sintal Anjani yang tampak montok berisi.Barata tak bisa mengendalikan nafsunya, ia segera berdiri melangkah mendekati Anjani yang sudah berdiri hendak meninggalkan kamar. tanpa pikir panjang, Barata mendekap tubuh Anjani dari belakang.Anjani tercekat, dengan mata memandang lurus ke depan. Ia bingung, ia tak berani menghindar dari dekapan tangan kekar Barata. Anjani yakin, kalau Barata ingin mengulangi apa yang tengah dilakukan semalam.Padahal Anjani tak ingin mengulangi perbuatan laknat itu. Namun Anjani tak kuasa menolak.Anjani takut kalau sampai ia menolak, ia bakalan dipecat dari pekerjaannya sebagai pengasuh Aura putri Barata yang baru berusia lima tahun.Apalagi Anjani baru lima bulan bekerja di rumah Barata, menggantikan Astuti teman satu kampung, yang berhenti sebab menikah.Kalau sampai itu terjadi, Anjani takut dipecat, hanya karena tak mau melayani majikan laki-lakinya. Dan uang darimana untuk membiayai sekolah kedua adiknya, serta membiayai kebutuhan ibunya. Apalagi semenjak bapaknya meninggal satu tahun yang lalu, ibunya sakit-sakitan. Anjani tak bisa meneruskan sekolahnya, hanya kelas dua SMA, Anjani keluar sebab ibunya tak bisa membiayai sekolah Anjani."Anjani, aku ingin menikmati tubuhmu lagi." bisik Barata di telinga Anjani. Dengan mencium leher jenjang Anjani, serta menggigit lembut ceruk leher Anjani."Tapi Tuan, saya harus segera ke kamar nona Aura, waktunya nona Aura berangkat sekolah," ucap Anjani memberanikan diri dengan kata-kata lembut agar Barata tak tersinggung.Namun tiba-tiba Barata membentak dengan suara keras."Diam, itu urusanmu! Jangan sekali-kali membantah perintahku! Kalau tidak, aku akan mengatakan sama istriku kalau kau sudah menggodaku," ancam Barata dengan membalikkan tubuh Anjani kasar. Hingga wajah Anjani tepat menghadap wajah Barata yang masih bertelanjang dada.Barata sudah tak bisa menguasai nafsunya ia menekan tubuh Anjani kuat-kuat, serta menciumi wajah Anjani penuh nafsu. tangannya menelusuri setiap lekuk tubuh Anjani dengan meremas-remas bagian tubuh sensitif Anjani.Anjani kembali pasrah apa yang hendak diperbuat Barata. Bekas rasa sakit itu masih terasa, namun Barata masih menginginkan kembali.Barata mendorong tubuh Anjani hingga jatuh ke ranjang serta menindihnya.Namun kepasrahan itu tak membuat Barata bersikap lembut. Ia malah memperlakukan Anjani dengan kasar. Hingga Anjani memberanikan diri mengatakan."Bukankah transaksi itu sudah selesai, Tuan?"Tiba-tiba mata Barata melotot. sebuah tamparan hinggap di pipi Anjani.Plaakkk ..."Aduuh!" pekik Anjani sambil mengusap pipinya yang terasa panas."Wanita bodoh, aku membayarmu. Kau budakku sekarang, tau?"Anjani menggigit bibirnya sendiri menahan kesakitan dengan menepuk-nepuk pipinya yang memerah bekas tamparan tangan Barata.Mata Anjani berkaca- kaca, ia menahannya agar airmata tak jatuh di hadapan Barata.Ia takut Barata akan mengumpatnya serta menamparnya kembali.Anjani masih merasakan perihnya pada selangkangannya, dan ketambahan lagi pipinya kena tamparan tangan Barata.Namun Barata sepertinya tak memperdulikannya rasa sakit yang Anjani rasakan. Yang Barata inginkan kepuasan berhubungan dengan Anjani. Apalagi bisa merenggut kesuciannya yang mana selama menikah dengan Ayudya ia tidak merasakan kesucian pada Ayudya di malam pertama.Ting, tung, ting tung, ting tung ...Bunyi ponsel Barata yang tergeletak di meja kamar, mengagetkan Barata.Namun Barata tak segera beranjak dari atas tubuh Anjani. Ia terus menghujamkan ciuman ke wajah Anjani serta membuka satu per satu kancing baju Anjani.Suara ponsel Barata semakin lama semakin memekakkan telinga, dan sangat mengganggu aktifitas Barata."Huh ...!" keluh Barata dengan kesal, dengan terpaksa Barata beranjak dari tubuh Anjani. Ia melangkah ke meja dimana ponselnya tergeletak.Bergegas Barata meraih ponselnya serta memandang tulisan pada layar ponsel.Seketika mata Barata membulat sempurna sambil bergumam kecil, "Mama Aura?"Barata mengarahkan ponselnya ke arah telinganya."Sayang aku sudah di depan rumah!" suara Ayudya dalam ponsel yang membuat Barata panik dan bingung"I, iya Say. Aku akan ke depan menyambutmu," suara gugup Barata sambil menutup ponselnya."Cepat keluar dari sini!" teriak Barata dengan mata melotot mengarah ke Anjani.Anjani bingung, tubuhnya gemetar, ia cepat melompat turun dari ranjang dan meraih seprai yang kotor beserta amplopnya. Anjani merapikan letak pakaiannya kembali. Ia tau dan mendengar pembicaraan Barata dan Ayudya dalam ponsel, kalau Ayudya sudah pulang dan berada di halaman rumah."Awas! Sampai kau bocorkan rahasia ini," ancam Barata pada Anjani, sambil membenahi celananya yang agak miring.Cekrek ... Suara pintu kamar yang tak terkunci terbuka, berdiri Ayudya di ambang pintu dengan senyum sumringah menatap Barata.Namun senyum Ayudya seketika berubah, saat melihat Anjani berdiri dekat ranjang sambil mendekap seprai. Serta mata Ayudya beralih ke arah Barata yang bertelanjang dada berdiri kaku memandang Ayudya.Tatapan curiga menyeringai wajah Ayudya, saat memandang Anjani dan Barata suaminya berada di kamar."Kamu Anjani? Kenapa berada di sini?"Anjani tak berani menatap Ayudya, ia hanya menunduk.Bersambung.Pembaca, bagaimana sikap Ayudya melihat Anjani berada di kamarnya? baca lanjutannya.Tubuh Anjani gemetar. Ia tak berani menatap mata Ayudya yang mulai ada rasa curiga. Terdengar lagi suara Ayudya dengan nada menekan agar Anjani menjawab. "Anjani! Kenapa kau diam?" tanya tegas Ayudya dengan langkah mendekati Anjani. "Mm, sa ... Saya ..." gugup Anjani tanpa memandang Ayudya. Belum Anjani meneruskan kata-kata, terdengar suara Barata memotong pembicaraan Anjani. "Say, Anjani aku suruh mengganti seprai. Bukankah bibi Suti sedang pulang kampung?" suara lembut Barata menjelaskan, dan melangkah mendekati Ayudya yang terlihat masih tak percaya dengan ucapan Barata. Apalagi Barata tertangkap basah bertelanjang dada yang tak biasa Barata lakukan di depan orang lain selain Ayudya."Anjani, benarkah itu?" tanya Ayudya terlihat tak mempercayai. Anjani masih menunduk, ia masih tak berani menatap sedikitpun Ayudya. Ia berbohong dengan menganggukkan kepala, menyetujui perkataan Barata. "Ya nyonya, permisi saya hendak ke kamar nona kecil." Anjani melangkah hendak meninggalkan k
Teriakan Anjani membuat Barata yang masih duduk di dekatnya tersentak, ia memandang Anjani lewat kerling matanya, dengan wajah yang kurang suka pada sikap Anjani. "Disgusting." lirih Barata. Anjani tersentak kaget, dan sekilas memandang Barata, ia tak mengerti dengan bahasa yang barusan diucapkan Barata. Anjani mengalihkan pandangannya. Ia menatap sekeliling lewat kaca mobil. Dan bertanya pada dirinya sendiri. Kenapa Barata membawa dirinya ke sini? Dan rumah siapa ini? Anjani yang buta akan perkotaan hanya membisu seribu basa, hendak menanyakan pada Barata, tak ada keberanian untuk bertanya. Yang ia pikirkan hanya bagaimana nanti kalau sampai Barata menganiaya dan membunuhnya. "Kenapa diam? Ayo keluar?" ucap Barata bernada tinggi sambil membuka pintu mobil, dan beranjak dari jog mobil untuk keluar. Anjani tetap diam tak menghiraukan ucapan Barata. Ia tak bergerak dari posisinya yang masih duduk di dalam jog mobil. Dan hanya melirik pada Barata lewat kaca mobil tanpa ingin ke
"Kurang ajar kau!" Laki-laki itu melepas tubuh Anjani, dan mengangkat tubuh Anjani, serta melemparnya ke atas ranjang. Anjani menjerit, ia merasakan kesakitan, Dan mencoba berdiri serta turun dari ranjang hendak lari keluar. Namun belum sampai Anjani turun, laki-laki itu dengan sigap meraih kaki Anjani dan menyeret Anjani ke arah pinggir serta menindih tubuh Anjani. Anjani masih berusaha melepas tubuh laki-laki itu. Tapi sia-sia tangan laki-laki itu lebih kuat mencengkeram tubuh Anjani. Anjani tak kehabisan akal, ia dengan cepat menggigit lagi lengan laki-laki itu hingga laki-laki itu merasakan kesakitan ke dua kalinya gigitan Anjani. Plaaak ... Plaaak ... Dua tamparan mendarat pada kedua pipi Anjani, tubuh Anjani limbung dan Anjani tak sadarkan diri. Laki-laki itu tak menyia-nyiakan kesempatan. ia dengan leluasa menikmati tubuh Anjani. Anjani merasakan antara sadar dan tidak. Anjani juga masih bisa merasakan apa yang di lakukan laki-laki itu pada dirinya. Namun matanya ber
Dalam lingkup sekolahan siapa yang tak kenal Aura, putri seorang konglomerat ternama, dan nama orang tuanya sangat populer, di samping mamanya Aura juga berprofesi sebagai artis ternama. "Saya kurang tau, kalau nggak salah mobilnya berwarna hitam, sebab mobilnya terparkir di sana." Satpam menunjuk seberang jalan yang berjarak lima puluh meter. "Tapi yang jelas bukan bang Andi yang biasa menjemput nona Aura, laki-laki tadi mengatakan kalau dia anak buah tuan Barata," ungkap satpam. "Apa ...?!" teriak Anjani dengan mata membulat sempurna. Anjani semakin panik tubuhnya gemetar. Ia takut, kalau sampai yang menjemput Aura bukan perintah Barata. Apalagi Barata tak mengatakan apa-apa semenjak berada di rumah tadi. Tanpa pikir Panjang dan tanpa pamit satpam, Anjani bergegas menghampiri tukang ojeg yang masih menunggu dirinya. "Bang ke perumahan Permata Indah." Tanpa menjawab kata-kata Anjani, tukang ojeg dengan cepat menjalankan sepeda motornya. Pikiran Anjani semakin t
Anjani membalikkan tubuhnya, melangkah mendekati ranjang tempat Aura berbaring, dengan detak jantung tak beraturan. Ia menghela nafas panjang dan menghempaskan dengan kasar, perasaannya kembali lega melihat mata Aura yang masih terpejam sambil berpindah posisi membelakangi Anjani. "Ia mengigau," lirih Anjani dan beralih pandangan ke arah Barata yang masih berdiri menegang. "Tuan, maaf tinggalkan saya disini. Saya takut nona Aura terbangun." Barata menanggapi perkataan Anjani dengan manggut-manggut. "Ya, tapi aku ingin besok kau temani aku tidur di hotel." Anjani tersentak, matanya membulat sempurna menatap tajam Barata. "Bagaimana mungkin Tuan! Bibi Suti pasti curiga, trus apa alasan saya nanti pada bibi Suti? Dan siapa yang menjemput nona Aura nanti?" "Dasar bodoh." Barata tersenyum sinis, menghampiri Anjani yang masih berdiri dekat ranjang. "Bilang kalau kau ingin pulang ke kampung dan ibumu sakit?" ucap Barata dengan nada lirih. Anjani diam tatapan matanya masih
Anjani yang semula pandangannya mengarah ke samping dengan melihat suasana kota lewat jendela kaca mobil, beralih pandangan ke arah sopir. Ia hendak menanyakan tentang tiket kereta api yang kata Ayudya sudah di bawa sopir. "Bang maaf, apakah tiket kereta api, Abang yang bawa?" Sopir yang memakai topi hitam dengan kacamata hitam yang bertengger di wajahnya hanya menjawab singkat. "Ya." Anjani lega tanpa mengatakan apa- apa. Ia diam lagi dengan pikiran tentang Barata yang menyuruh dirinya menunggu di taman Senopati. Dalam hati Anjani ia tak ingin menemui Barata. Ini kesempatan Anjani pergi dari rumah Barata dan pulang kampung dan tak menginginkan kembali lagi ke kota. Ia berencana akan mencari pekerjaan di kotanya. Entah menjadi pembantu rumah tangga atau buruh cuci baju para tetangga, yang penting ia terlepas dari budak nafsu Barata. Tiba- tiba Anjani merasakan kepalanya pusing serta berputar- putar. Anjani mencoba memijat - mijat keningnya dengan jari-jarinya. Agar sedikit agak h
Apa ...?!" mata Anjani melotot memandang Barata yang masih juga tak beranjak dari pembaringannya.Anjani menarik nafas dalam- dalam dengan memejamkan mata menahan kekesalan mendengar ucapan Barata. Ia berpikir kalau Barata benar-benar memperlakukan dirinya sebagai budak nafsu. Bukan nafsu Barata saja, tapi nafsu temannya juga. "Tuan, maafkan saya. Kali ini saya mohon jangan lakukan itu. saya melakukan semua ini karena dulu saya butuh uang untuk biaya sakit ibuku. Kalau tidak saya tak akan melakukannya. Semua ini sebuah keterpaksaan."Barata tersenyum sinis dengan cepat menyibakkan selimut yang menutupi sebagian tubuhnya, serta turun dari ranjang. Anjani hanya menatap diam, menunggu jawaban dari Barata dengan jantung berdebar-debar. Dan melihat Barata meraih handuk yang ada di sandaran kursi, serta melilitkan ke bagian pinggangnya. "Dia membayarmu, aku tau kau butuh uang untuk menghidupi keluargamu di kampung. Jangan tolak itu sebuah rejeki." Barata melirik ekspresi wajah Anjani.
Anjani menguap terus menerus, telapak tangannya sebagai nampan mulutnya yang terbuka lebar. Semakin lama mata Anjani semakin berat, ia tak bisa mengedalikannya, tubuhnya lemas dan terkulai di atas sofa tak berdaya. Matanya mulai susah untuk dibuka. Dan Anjani tertidur pulas meringkuk diatas sofa. Namun tidurnya Anjani masih bisa merasakan apa yang dilakukan Bima. Ia merasakan tubuhnya diangkat oleh Bima dan dibaringkan di sebuah ranjang yang semalam sebagai saksi bisu pergulatan antara Barata dan Anjani. Namun kali ini ganti Bima yang merajai tubuh Anjani. Dalam tidurnya Anjani berpikir. Kenapa matanya begitu berat untuk dibuka, padahal secapek apapun tubuhnya jika ia tidur, dan ada sosok yang ada didekatnya Anjani terasa dan terjaga dari tidurnya, Namun kali ini Anjani tak bisa berbuat apa-apa. Tubuhnya begitu lemah. Anjani juga bisa merasakan, apa yang dilakukan Bima pada dirinya, dengan melucuti pakaiannya satu per satu, serta mempermainkan sesuatu bagian tubuh Anjani yang s