Share

Bab 3 laki-laki misterius.

Teriakan Anjani membuat Barata yang masih duduk di dekatnya tersentak, ia memandang Anjani lewat kerling matanya, dengan wajah yang kurang suka pada sikap Anjani.

"Disgusting." lirih Barata.

Anjani tersentak kaget, dan sekilas memandang Barata, ia tak mengerti dengan bahasa yang barusan diucapkan Barata.

Anjani mengalihkan pandangannya. Ia menatap sekeliling lewat kaca mobil. Dan bertanya pada dirinya sendiri. Kenapa Barata membawa dirinya ke sini? Dan rumah siapa ini?

Anjani yang buta akan perkotaan hanya membisu seribu basa, hendak menanyakan pada Barata, tak ada keberanian untuk bertanya. Yang ia pikirkan hanya bagaimana nanti kalau sampai Barata menganiaya dan membunuhnya.

"Kenapa diam? Ayo keluar?" ucap Barata bernada tinggi sambil membuka pintu mobil, dan beranjak dari jog mobil untuk keluar.

Anjani tetap diam tak menghiraukan ucapan Barata. Ia tak bergerak dari posisinya yang masih duduk di dalam jog mobil. Dan hanya melirik pada Barata lewat kaca mobil tanpa ingin keluar dari mobil.

Cekrek ...

Barata membuka pintu mobil, menatap tajam Anjani.

Namun tanpa disadari Anjani, tiba-tiba terdengar Barata tertawa sambil berkata lembut.

"Kenapa? Kau takut? Takut aku bunuh?" Barata mengubah posisinya lebih mendekat ke arah Anjani duduk. Hingga tangan Barata menyentuh lembut lengan Anjani dan mengusap-usapnya.

Anjani tercekat, ia bingung dengan sikap Barata yang tiba-tiba lembut. Dan mengajak Anjani untuk keluar dari mobil.

"Nggak usah takut, justru aku ingin bicara serius denganmu."

"Tapi Tuan!"

"Sstt ... Aku nggak butuh alasanmu," potong Barata sambil menempelkan jari telunjuknya ke bibir Anjani dan memandang lekat Anjani dengan tersenyum.

Anjani hanya diam, menuruti apa yang dikatakan Barata. Ia berpikir kalau Barata tak sejahat yang ia pikirkan.

Barata meraih tangan Anjani, serta menggandengnya untuk membawanya masuk ke dalam rumah.

"Duduklah!" ujar Barata lirih.

Barata melangkah masuk ke dalam meninggalkan Anjani yang masih dalam keadaan bingung dan takut.

Anjani memandang sekeliling ruangan. Tampak di sana sini perabotan mahal terpampang di etalase kaca. Dan sebuah bingkai fto berukuran besar menempel di dinding.

Tapi Anjani tak menghiraukan pemandangan itu, perasaannya terus berkecamuk, apa yang bakalan terjadi dengan dirinya nanti. Ia yakin Barata akan mengulangi perbuatan yang dilakukan semalam. Kalau tidak, ia akan membunuhnya agar ia tak menyebar berita pada Ayudya tentang kejadian semalam.

"Minumlah tentunya kau haus," ucap Barata pelan menyodorkan minuman ke arah Anjani.

Anjani kaget, ia tak menyangka kalau Barata sudah berdiri di depannya. Dengan cepat Anjani mendongakkan kepalanya, mengarahkan pandangannya pada sebuah gelas yang berisi minuman berwarna oranye di tangan Barata.

Anjani ragu untuk meraih gelas itu. Namun ia tak berani untuk menolaknya.

"Kenapa? Kau takut ku racuni? Dasar bodoh? Tak mungkin aku meracuni kamu? aku masih butuh tubuhmu?"

Deg ... Jantung Anjani seperti berhenti berdetak. kata-kata terakhir Barata, seolah Barata mengatakan Anjani sebagai budak nafsunya. Anjani membenarkan pemikirannya sendiri, kalau Barata menginginkan tubuhnya lagi.

Anjani menghela nafas dalam-dalam. serta menghempaskan dengan perlahan dan sebenarnya ia ingin berontak. tapi ia tak punya kemampuan untuk melakukan.

Dengan terpaksa Anjani mengambil gelas dari tangan Barata. Namun ia tak segera meminumnya hanya meletakkan minuman itu ke atas meja. Ia sangat takut kalau minuman itu terdapat sesuatu. Melihat hal itu Barata tertawa. Ia tau kalau Anjani curiga.

Barata dengan cepat mendekati Anjani dan memeluk Anjani dari belakang.

"Jangan khawatir aku bukan orang jahat, justru aku sangat mencintai kamu," bisik Barata.

Barata menyibakkan rambut Anjani ke belakang telinga dengan lembut. "Jangan di minum kalau kau ragu," lirihnya.

Anjani tersentak mendengar ucapan Barata, ia tak percaya seorang pria kaya dan sangat terhormat mencintai seorang babu seperti dirinya. "Mencintai, Tuan Barata mencintaiku?" tanya batin Anjani.

Anjani menggelengkan kepalanya tanda tak percaya ucapan Barata, itu hanya sebuah rayuan agar Anjani mau menyerahkan lagi tubuhnya. Anjani berusaha mengalihkan pembicaraan Barata.

"Tuan, bukankah saya harus secepatnya pergi dari sini, dan menjemput nona Aura?"

Barata tersenyum, "waktu kita masih panjang. Kau jangan seperti anak kecil." ucap Barata menghujam kan ciuman bertubi tubi ke wajah Anjani dan salah satu tangannya meremas-remas bagian sensitif Anjani.

Anjani kembali pasrah, apa yang dilakukan Barata seperti apa yang dilakukan semalam.

Tampak Barata sangat rakus mencium leher serta wajah Anjani tanpa jijik. Dan mendekap tubuh Anjani, hingga Anjani merasakan sesak pada pernapasan ketika bibir Barata melahap bibir Anjani.

Anjani tak bisa menghindar, apa yang dilakukan Barata terhadapnya, ia hanya pasrah ketika Barata menggendong tubuh Anjani menaiki anak tangga menuju kamar.

Mereka kembali melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan semalam .

Hampir satu jam mereka bergumul dalam kemesraan, Barata lupa pada janjinya kalau dirinya tak akan melakukan hal seperti yang dilakukan semalam, ia malah melakukan hubungan bak suami istri lagi.

Anjani pun semakin tak canggung lagi menghadapi Barata. Dan yakin apa yang di ucapkan Barata bukan isapan jempol belaka, kalau Barata mencintai dirinya.

Anjani sudah mulai berani membalas kemesraan Barata dengan sentuhan-sentuhan lembut yang membuat Barata terlena dalam dekapan Anjani. Anjani merasakan kalau Barata sungguh mencintai dirinya, apalagi Barata terus memuji Anjani dengan kata-kata mesra.

"Kau membuatku gila, Anjani! Semua yang kau lakukan padaku tak ada pada diri Ayudya," ucap Barata yang masih mendekap tubuh Anjani yang masih belum memakai sehelai benangpun.

permainan semakin memanas, Barata bagaikan joki penunggang kuda yang memacu kudanya dengan liar. sedangkan Anjani bak kuda binal yang berlari kencang menginginkan si joki mencapai tujuannya.

Nafas mereka saling memburu, dan akhirnya satu per satu mencapai puncak klimaks kenikmatan dan terkulai lemas tak berdaya dalam pelukan diatas ranjang sebagai saksi bisu hubungan tanpa ikatan.

Anjani tersenyum dan merenggangkan tubuhnya dari dekapan Barata. Setengah berbisik dan mengatakan.

"Kita harus menyudahi semua ini, Tuan. Saya takut jika nyonya Ayudya mengetahuinya. dan saya takut pula jika saya hamil tuan."

Barata hanya tersenyum kecut menanggapi perkataan Anjani. seolah perkataan Anjani hanya sebuah angin yang lewat tanpa ada jawaban.

"Kita istirahat dulu, aku lelah. kita bisa bicarakan nanti," ucap Barata dengan mata terpejam.

Anjani terdiam. ia ikut berbaring di samping Barata, dengan pikiran yang masih bergejolak. Lama-kelamaan Anjani merasa lelah, matanya terasa berat. Hingga ia terlena dan tertidur dalam kelelahan.

Hampir satu jam Anjani merasakan dirinya tertidur pulas, tanpa ada yang mengganggunya. Ia baru sadar ketika membuka matanya perlahan. Dan menguap lebar-lebar.

"Uaahemm ...!"

Anjani menutupi mulutnya dengan salah satu tangannya, dan menggeliatkan tubuhnya. Ia diam sejenak, serta mengerjapkan matanya yang masih terasa berat.

Anjani tersentak, dan membuka matanya dengan memandang sekeliling. Ia merasakan sesuatu yang aneh melihat ruangan yang ia tempati.

Ia mencoba membuka matanya lebar-lebar, hingga manik mata membulat sempurna. Anjani bingung, kenapa dirinya berada di sini.

Anjani meraba tubuhnya yang masih tertutup selimut, ia meraba sebagian dari tubuhnya dan merasakan tubuhnya belum memakai sehelai benang.

Sesaat ia berpikir dan baru menyadari kalau dirinya baru melakukan percintaan dengan Barata.

Anjani duduk dengan menatap kembali sekeliling ruangan, mencari sosok Barata. Ia berpikir kalau Barata berada di kamar mandi. Sebab dengan jelas suara gemericik air dari kamar mandi.

Teng, teng ...

Terdengar suara jam besar yang berada di sudut ruangan kamar berdentang dua kali.

"Jam dua? Nona Aura, aku harus menjemput nona Aura," gumam Anjani menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya, ia berdiri hendak memunguti pakaiannya yang berserakan di lantai untuk dikenakan kembali.

Belum tuntas Anjani mengenakan pakaian, terdengar suara laki-laki menyapanya dengan lembut.

"Anjani ...."

Secepat kilat Anjani mengarahkan pandangannya ke arah suara itu.

Anjani tersentak menatap laki-laki asing yang berdiri di depannya.

"Siapa anda?!" tanya Anjani dengan mata membelalak menatap tajam laki-laki berkulit putih, berambut cepak bermata sipit. dengan postur tinggi gagah. Sepertinya ia laki-laki berdarah Tionghoa.

Anjani cepat-cepat meraih selimut untuk menutupi sebagian tubuhnya.

Laki-laki itu tersenyum, menghampiri Anjani yang berdiri dengan tubuh gemetar.

"Jangan dekati aku, siapa kamu?!" teriak Anjani, kaki nya mundur dua langkah menghindari laki-laki itu.

Laki-laki itu tak menjawab sepatah katapun, ia semakin mendekati Anjani dengan tatapan mencurigakan.

Anjani kembali melangkah mundur menghindari laki-laki itu. Namun secepat kilat laki-laki itu meraih tubuh Anjani serta mendorongnya hingga tubuh Anjani jatuh ke ranjang.

Tangan laki-laki itu menarik selimut yang menutupi tubuh Anjani. Dengan rakus laki- laki itu menindih tubuh Anjani.

Anjani berusaha mendorong tubuh laki- laki itu. Namun kekuatan Anjani kalah dibanding kekuatan tubuh laki-laki yang dengan brutal menciumi wajah serta meremas tubuh Anjani yang sebagian tertutup pakaian.

Anjani berusaha menjerit, memanggil Barata.

"Tuan, tolong, tolong!" teriak Anjani dengan tangan mencengkeram lengan laki-laki itu. semakin Anjani berontak semakin kuat kuku-kuku Anjani mencengkeram lengan laki-laki itu, hingga laki-laki itu merasa kesakitan dan sedikit luka.

Plaaak ... Plaaak ... Dua tamparan mengenai ke dua pipi Anjani.

"Diam ...!" seru laki- laki itu sambil menarik rambut Anjani ke atas, Anjani merasakan sakit yang luar biasa.

"Lepaskan!" teriak Anjani berusaha melepaskan diri dari himpitan tubuh laki-laki itu. "Akan aku laporkan pada tuan Barata,"

Namun laki-laki itu tak menghiraukan ancaman Anjani. Ia semakin brutal serta meremas kuat-kuat organ intim Anjani.

Anjani tak tinggal diam. Ia membalas remasan tangan laki-laki itu dengan menggigit tangan laki-laki itu dengan kasar, hingga laki-laki itu merasa kesakitan dan marah.

"Kurang ajar kau!" Laki-laki itu melepas tubuh Anjani dan mengangkat tubuh Anjani serta melempar tubuh Anjani ke atas ranjang.

Bersambung.

Siapakah laki-laki itu? Kenapa ia bisa menyusup ke kamar Barata? Dan bagaimana nasib Anjani selanjutnya? baca lanjutannya guys.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status