Share

Bab 4. Kalung bertahta permata.

"Kurang ajar kau!" Laki-laki itu melepas tubuh Anjani, dan mengangkat tubuh Anjani, serta melemparnya ke atas ranjang.

Anjani menjerit, ia merasakan kesakitan, Dan mencoba berdiri serta turun dari ranjang hendak lari keluar.

Namun belum sampai Anjani turun, laki-laki itu dengan sigap meraih kaki Anjani dan menyeret Anjani ke arah pinggir serta menindih tubuh Anjani.

Anjani masih berusaha melepas tubuh laki-laki itu. Tapi sia-sia tangan laki-laki itu lebih kuat mencengkeram tubuh Anjani. Anjani tak kehabisan akal, ia dengan cepat menggigit lagi lengan laki-laki itu hingga laki-laki itu merasakan kesakitan ke dua kalinya gigitan Anjani.

Plaaak ... Plaaak ... Dua tamparan mendarat pada kedua pipi Anjani, tubuh Anjani limbung dan Anjani tak sadarkan diri.

Laki-laki itu tak menyia-nyiakan kesempatan. ia dengan leluasa menikmati tubuh Anjani. Anjani merasakan antara sadar dan tidak.

Anjani juga masih bisa merasakan apa yang di lakukan laki-laki itu pada dirinya. Namun matanya berat untuk dibuka, tubuhnya begitu lemas, kepalanya pusing.

Anjani hanya diam seperti tak bernyawa. Ia merasakan begitu brutalnya laki-laki itu menggauli dirinya.

Hampir tiga puluh menit, Anjani merasakan dirinya seperti mimpi berada di dalam perahu kecil dan di tengah samudra luas dengan perahu terombang ambing ditiup angin laut, serta ombak yang begitu dasyat.

Tubuhnya bergoyang-goyang, sepertinya ombak itu ingin menggulingkan tubuh Anjani ke dalam laut yang sangat dalam. Namun lambat laun goyangan itu terhenti. Anjani merasakan tubuhnya begitu dingin.

Anjani mencoba menggerak-gerakan kepalanya perlahan, terasa begitu amat berat seperti batu berada di atas kepalanya. Ia berusaha terus dan terus menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri , akhirnya kepala Anjani terasa ringan.

Anjani lega, ia membuka matanya perlahan. Dan menatap samar bayangan laki-laki berdiri di sampingnya dibawah remang lampu lima watt

Anjani mengira, laki-laki yang berdiri itu adalah Barata. Setelah jiwa dan pikiran Anjani menyatu serta penglihatannya normal kembali. Anjani tersentak, ia dengan cepat duduk serta meraih selimut yang ada di sampingnya.

"Kamu!" teriak Anjani dengan mata membelalak memandang laki-laki yang membenahi resleting celananya. Serta meraih bajunya yang tergeletak di lantai dan mengenakannya.

Anjani baru ingat, kalau laki-laki itu telah menggauli dirinya. Dan menampar dirinya berkali-kali hingga membuat dirinya tak sadarkan diri.

"Apa yang kau lakukan padaku? Dimana tuan Barata?" teriak Anjani dengan mata berkaca-kaca.

Namun laki-laki itu tersenyum sinis, tanpa menjawab pertanyaan Anjani. Serta melempar amplop berwarna coklat ke arah Anjani. Seperti tanpa bersalah ia melangkah keluar kamar.

Anjani bingung bercampur kesal, dengan cepat Anjani meraih bantal yang ada di sisinya dan melemparkannya ke arah laki- laki itu. Laki-laki itu menepis bantal itu hingga bantal itu jatuh ke lantai.

"Biadab ... Kenapa kau lakukan ini padaku. Siapa kau?!"

Laki-laki itu tanpa melawan sedikitpun. Ia terus keluar kamar tak menghiraukan umpatan Anjani.

Ia tetap diam hanya menoleh sekilas ke arah Anjani serta meraih gagang pintu dan melangkah keluar.

Anjani menjerit dan menangis tersedu-sedu.

Hampir lima menit ia merenungi nasibnya dengan isakan tangis tiada henti. Dan ia baru tersadar dan teringat siapa yang membawanya ke rumah ini.

"Tuan Barata, kemana dia? Kenapa meninggalkan aku disini sendiri?"

Anjani menyibakkan selimutnya yang menutupi sebagian tubuhnya, ia segera melompat turun dari ranjang serta memunguti pakaiannya yang berserakan di lantai untuk dikenakannya kembali.

Anjani ingin cepat-cepat keluar mencari Barata, ia juga berpikir tentang putri majikannya. Yang tentu menunggu dirinya di sekolahan, apalagi ini sudah jam tiga sore.

Tiba-tiba mata Anjani tertuju pada Amplop yang tergeletak di ranjang yang tadi di lempar oleh laki-laki itu.

Perlahan Anjani meraihnya serta membukanya.

"Uang?" gumamnya lirih. Anjani yakin uang itu untuk dirinya, ia telah membayar tubuhnya.

Anjani terdiam, menatap uang yang ada dalam amplop yang jumlahnya lumayan banyak, dengan berbagai teka teki hinggap di otaknya. Siapa laki-laki itu? Kenapa ada di sini? Dan kenapa ia berbuat jahat pada dirinya dan memberikan uang pada dirinya. Anjani diam sesaat, namun tiba-tiba mata Anjani tertuju pada benda yang berkilau tergeletak di ranjang.

Anjani menyipitkan matanya dengan menatap tajam benda itu.

"Kalung?" gumam Anjani, segera meraih kalung berwarna silver mengkilat dengan menggantung sebuah bendel berbentuk lingkaran bertahtakan satu permata di tengahnya.

Anjani mengamati bendel kalung itu, serta membolak balikkan benda berbentuk bulat pipih. Anjani tercekat, Ia mengamati tulisan yang tertera pada benda mengkilat berwarna gold.

"Abilawa! Laki-laki itu ...?" Anjani manggut-manggut.

Tanpa pikir panjang Anjani segera meraih tas kecil yang tergeletak di meja dan memasukkan Amplop serta kalung ke dalam tas, siapa tau suatu saat ketemu orang itu ia akan memberikan kalung itu. Anjani tak bisa berfikir lagi. Entah kalung itu di sengaja di tinggal atau tidak, ia tak mau tau.

Anjani melangkah keluar kamar. Ia hendak mencari Barata dan akan mengatakan kalau dirinya hendak menjemput putrinya di sekolah. Dan akan mengatakan kalau ada laki- laki misterius menyelinap masuk ke kamarnya.

Ia yakin kalau laki-laki itu kenal Barata, kalau tak kenal nggak mungkin ia berani masuk ke dalam kamar. Dan kenapa laki-laki itu menggauli dirinya secara paksa.

Ia dengan cepat berlari menuruni anak tangga dan ingin segera keluar rumah.

Pintu rumah tampak terbuka lebar, dan mobil Barata tanpa berubah posisi masih bertengger di depan pintu, seperti waktu pertama datang.

Anjani berlari kecil menghampiri mobil Barata. dengan mata terus tertuju pada kaca mobil yang berwarna gelap.

Namun di dalam mobil tak nampak Barata, mobil dalam keadaan kosong.

Anjani terdiam dengan menatap sekeliling. ia tak menemukan Barata ada di sekitar rumah. Rumah masih dalam keadaan sepi.

"Suster!"

Tiba- tiba terdengar suara laki- laki dari belakang yang mengagetkan Anjani. Spontan Anjani menoleh kebelakang. Tampak seorang laki-laki berdiri dengan tersenyum mengarah pada Anjani.

Rasa takut hinggap lagi dibenak Anjani. Ia takut laki-laki itu komplotan orang yang barusan menggauli dirinya tadi.

Kaki Anjani mundur dia langkah, ia hendak berlari menghindari laki-laki itu.

"Tunggu Suster, saya diperintah tuan Barata menjemput Suster," ucap laki- laki itu.

Anjani mengernyitkan dahinya menatap laki- laki itu. Semula ia tak yakin kalau laki-laki itu suruhan Barata. Namun ketika Anjani menatap mobil yang terparkir di depannya itu mobil Barata, ia baru percaya kalau laki- laki itu suruhan Barata.

Laki- laki itu dengan sopan mempersilahkan Anjani masuk mobil.

"Cepat masuk Nona."

"Kemana tuan Barata?" tanya Anjani melangkah masuk ke dalam mobil.

"Tuan Barata berada di kantor, saya sopir tuan Barata," ucap Sopir itu sambil membuka pintu mobil.

Anjani menganggukkan kepala dan masuk ke dalam mobil. tanpa bicara sepatah kata, hanya pikirannya yang bergejolak dan timbul teka-teki tentang Barata yang pergi tanpa memberi tau dirinya, serta laki-laki yang masuk ke dalam kamar tadi. Ia hendak menanyakan sopir yang duduk disebelahnya, namun tak ada keberanian.

Mereka saling diam. hanya terdengar suara alunan musik slow dengan pelan. dan sesekali Anjani melirik sopir yang ada di sampingnya. Hingga tak terasa Tiga puluh menit Anjani terbawa dengan suasana hampa. Dengan pandangan ke arah samping.

"Stop pak!" tiba tiba Anjani meminta pak sopir untuk menghentikan mobilnya.

Anjani tak mau berhenti di depan sekolahan Aura, ia takut Andi sopir pribadi Aura bakal curiga mengetahui dirinya diantar mobil pribadi milik Barata.

"Saya turun disini saja, saya ada janji sama teman saya dulu, mohon tinggalkan saya disini. Saya secepatnya akan jemput nona Aura di sekolahan."

Tanpa protes sopir itu mengangguk. Segera menghentikan mobilnya.

Anjani membuka pintu dan keluar dari mobil. Ia melihat jam yang melekat di pergelangan tangannya. Sudah menunjukkan angka tiga lebih. Kurang tiga puluh menit lagi Anjani harus sampai di sekolahan Aura.

"Gojek Mbak!"

Tiba-tiba seorang laki-laki dengan sepeda motornya berhenti tepat di depan Anjani berdiri.

Tanpa pikir panjang Anjani mengangguk. Dan langsung naik ke boncengan gojek, serta memberi alamat sekolahan Aura.

Dalam perjalanan menuju sekolahan Aura, hati Anjani sudah tak karuan. Ia takut bakal terlambat menjemputnya. Tapi Anjani yakin dirinya belum terlambat, sebab Aura masih ada pelajaran tambahan.

Anjani terus memperingatkan tukang gojek agar lebih kencang mengendarainya.

Sesampai di depan sekolahan, Anjani kaget. Pintu pagar gedung sekolahan sudah tertutup, halaman tampak sepi. Hanya satpam sekolah yang masih berada di halaman hendak mengunci pintu pagar.

Anjani panik. Dengan cepat ia berteriak memanggil satpam dan memberi kode gojek agar jangan pergi dulu.

"Tunggu pak!" Anjani berlari mendekati satpam yang berdiri memandang Anjani berlari kecil menghampiri dirinya.

"Pak, apakah semua murid sudah pulang?" tanya Anjani dengan jantung berdebar kencang.

"Oh, Nona hendak menjemput putri tuan Barata? Hampir berjam- jam nona Aura menunggu disini. Dan ia sudah pulang di jemput dua orang laki-laki."

"Dua orang laki-laki?" Mata Anjani mendelik memandang lekat satpam. "Siapa pak? Apakah dia bang Andi yang biasa menjemput nona Aura? Mobilnya berwarna apa pak?" cerocos Anjani dengan kepanikan yang luar biasa.

Nah pembaca siapa dua orang yang menjemput Aura? Apakah mereka penculik? Yuk baca lanjutannya.

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status