Share

Bab 6 Sandiwara.

Anjani membalikkan tubuhnya, melangkah mendekati ranjang tempat Aura berbaring, dengan detak jantung tak beraturan.

Ia menghela nafas panjang dan menghempaskan dengan kasar, perasaannya kembali lega melihat mata Aura yang masih terpejam sambil berpindah posisi membelakangi Anjani.

"Ia mengigau," lirih Anjani dan beralih pandangan ke arah Barata yang masih berdiri menegang. "Tuan, maaf tinggalkan saya disini. Saya takut nona Aura terbangun."

Barata menanggapi perkataan Anjani dengan manggut-manggut. "Ya, tapi aku ingin besok kau temani aku tidur di hotel."

Anjani tersentak, matanya membulat sempurna menatap tajam Barata.

"Bagaimana mungkin Tuan! Bibi Suti pasti curiga, trus apa alasan saya nanti pada bibi Suti? Dan siapa yang menjemput nona Aura nanti?"

"Dasar bodoh." Barata tersenyum sinis, menghampiri Anjani yang masih berdiri dekat ranjang. "Bilang kalau kau ingin pulang ke kampung dan ibumu sakit?" ucap Barata dengan nada lirih.

Anjani diam tatapan matanya masih mengarah Barata. Dan memberanikan diri untuk menolaknya.

"Tuan, saya takut. Bagaimana kalau nyonya Ayudya mengetahuinya, Bukan Tuan yang bakal disalahkan, tapi saya! Nyonya Ayudya sangat mencintai Tuan," tegas Anjani mengalihkan pandangannya ke arah Aura lagi, ia berharap Barata mau mengerti.

Barata malah tertawa lirih mendengar penolakan Anjani. Kakinya melangkah mendekati Anjani dan memeluk tubuh Anjani dari belakang dan menyibakkan rambut Anjani yang menutupi lehernya ke arah depan. Perlahan jemari tangan Barata mengusap-usap leher jenjang Anjani yang terlihat putih, hanya rambut-rambut halus tersisa sedikit. Sebuah kecupan bibir Barata mendarat ke permukaan ceruk leher Anjani.

Setengah berbisik Barata mengucap dengan kata-kata lembut, dan menjelaskan Agar Anjani melayani Barata lagilagi, besok.

Semula Anjani menolak, tapi lagi-lagi Barata mengancam hendak mengatakan pada Ayudya kalau Anjani menggoda dirinya serta akan memporak porandakan hidup Anjani, bila Anjani tak mau melayani Barata.

Anjani tak bisa berkata apa-apa. Ia hanya diam terpaku mendengar ancaman Barata.matanya nanar memandang tubuh Aura yang meringkuk memeluk guling.

Perlahan Barata melepas tubuh Anjani. "Besok pagi aku tunggu kamu seperti biasa di taman Senopati, Aura biar Andi yang menjemput, paham!" Barata melangkah keluar kamar meninggalkan Anjani yang masih diam membisu tanpa ada rasa dosa Barata menutup kembali pintu kamar dengan pelan.

Anjani bingung bercampur gundah. Apa yang harus ia lakukan. Ia tak bisa berbuat apa-apa mendengar ancaman Barata. Ia hanya pasrah pada nasibnya yang masuk dalam perangkap Barata. Hendak lari dari kehidupan Barata, tak mungkin ia masih butuh pekerjaan. Disamping itu dari Barata ia bisa mencukupi kebutuhan keluarganya di kampung. Anjani masih terpaku menatap Aura yang masih tertidur pulas dan sesekali berpindah posisi.

Hanya punya waktu satu malam, bagaimana cara Anjani mengatakan pada Ayudya tentang kepulangannya ke kampung.

Dengan berbekal keberanian, ia merogoh sakunya untuk mengambil ponselnya untuk menghubungi Ayudya. Demi Barata Anjani harus bermain sandiwara lagi di depan Ayudya.

"Ya Anjani, ada apa? Aura baik-baik saja kan?" tanya Ayudya dalam ponsel yang terdengar khawatir terjadi sesuatu dalam rumah.

"Oh, nona Aura baik-baik saja Nyonya. Cuma saya mau mengatakan kalau saya barusan dapat telpon dari adik saya, kalau ibu saya sakitnya kambuh lagi Nyonya," ungkap Anjani tersendat. Dan Anjani kembali beracting dengan nada memelas dalam telpon, yang akhirnya Ayudya mengijinkan Anjani pulang kampung besok.

Ayudya berjanji menyempatkan untuk pulang rumah pagi- pagi buta. Ayudya takut kalau Barata tak mengijinkan Anjani pulang kampung.

Pagi yang menyegarkan, suasana begitu cerah tanpa adanya hujan selama tiga hari. Udara di luar tampak masih terasa agak dingin. Jam di ruang tengah lantai atas dekat kamar Anjani berdentang lima kali. Anjani terjaga dalam tidurnya. Ia yang semalam baru memejamkan matanya pukul dua dini hari membuat dirinya enggan untuk bangkit dari tidurnya. Matanya terasa berat untuk dibuka. Namun itu menjadi suatu keharusan Anjani, yang harus menyiapkan keperluan untuk menyanggupi ajakan Barata menginap di hotel selama dua hari, dengan alasan pulang kampung.

Perlahan Anjani turun dari tempat tidur dan melangkah membuka tirai jendela kamar. Ia melihat remang remang suasana di luar yang sebagian lampu kota sudah dimatikan. Anjani memandang nanar keindahan kota dari jendela lantai dua. Suasana sudah terasa beda yang dirasakan Anjani dulu dengan sekarang.

Dulu terasa nyaman tanpa beban setiap Anjani membuka tirai jendela di pagi hari, keceriaan terpancar pada aura wajahnya yang masih polos. Ia merasakan tanpa beban dalam hidupnya.

Sekarang perbedaannya jauh, ia merasakan beban berat dengan tubuhnya yang sudah kotor. Dua laki- laki sudah menodai dirinya. Ia tak mempunyai daya upaya untuk mempertahankannya. Dirinya yang belum bersuami tapi sudah bisa merasakan nikmatnya syurga dunia. Dan sudah terenggut kesuciannya.

Tok tok tok ... terdengar suara ketukan pintu kamar Anjani yang mengagetkan Anjani.

"Anjani ...! Apakah kau sudah siap?"

Anjani tak asing kalau itu suara Ayudya. Bergegas Anjani berlari kecil dan membuka pintu kamar.

"Oh Nyonya, maaf saya belum mandi tapi pakaian saya sudah saya siapkan semalam," jawab Anjani dengan sedikit membungkukkan badan tanda hormat.

"Ya sudah, cepat siap-siap, keberangkatan kereta dari Jakarta ke Madiun pukul tujuh pagi. Sengaja aku memesan tiket kereta tadi malam agar tak kehabisan."

Deegg ... Anjani terkesirap. Darahnya seperti berhenti mengalir. "Tiket kereta api?" batin Anjani bereaksi. Ia bengong menatap majikannya yang berdiri dengan senyum mengembang.

"Nanti biar sopirku mengantarkan kamu sampai ke stasiun Pasar Senin, sampai kau naik kereta api. Aku takut kau bingung, bukankah kau belum pernah naik kereta!"

Anjani semakin bingung. Matanya berkedip- kedip dengan manik mata mengarah ke kanan ke kiri. Kalau seorang psikolog ada ditempat itu. Pasti tau kalau Anjani menyimpan sesuatu yang bohong.

"Oh, i iya nyonya," gagap Anjani.

Ayudya tersenyum, melangkah meninggalkan Anjani dengan berpesan tentang Aura yang nantinya biar Andi sang sopir mengantar jemput Aura.

Anjani menghela nafas panjang. Kebingungan semakin mendera pada pikirannya. Dan teka teki berputar- putar di otaknya. Ia berpikir jangan- jangan Ayudya sudah tau kalau dirinya hendak pergi sama Barata. Makanya Ayudya membelikan tiket terlebih dahulu sebelum berangkat. Anjani kembali menepis pikiran negatif. Ia yakin Barata lebih lihay dalam menyiasati semuanya.

Anjani menuruni anak tangga dengan menenteng tas berisi pakaiannya. Dan tas kecil menggelantung di pundaknya. Sesekali melihat jam yang melingkar di tangannya. Hatinya semakin gundah. Bagaimana nanti sesampai di stasiun padahal tujuan Anjani tidak pulang kampung, dan ia sempat berpikir apakah Barata mengetahui rencana Ayudya.

"Berapa hari kau akan balik kesini lagi, Anjani!" suara Ayudya dari arah ruang tamu yang mengagetkan Anjani.

Anjani sadar ternyata mereka sudah berada di ruang tamu.

Anjani bergegas masuk ke ruang tamu. Ia mendapati Barata yang tampak berpakaian rapi duduk santai diantara Ayudya dan Aura. Sedangkan bibi Suti berdiri di ambang pintu

"Secepatnya Nyonya, saya akan balik ke sini. Minta do'anya saja agar ibu saya cepat sembuh." ungkap Anjani yang sudah berdiri dekat bibi Suti sambil melirik Barata yang asyik bermain ponsel pura- pura tak menghiraukan ucapan Anjani.

Ayudya manggut- manggut serta meraih amplop coklat yang tergeletak di meja. "Ini uang untuk bantu ibumu berobat, semoga cepat sembuh." Ayudya mengulurkan tangannya memberikan amplop ke arah Anjani.

Anjani ragu untuk menerimanya. Ia berpikir kalau uang pemberian Barata dan Abilawa waktu itu masih utuh dengan jumlah yang lebih dari cukup. Rencana hari ini ia akan mengirimnya lagi untuk biaya adiknya ujian.

"Sudahlah, terima saja Anjani. Ini sebagai rasa terima kasihku sama kamu, kau sudah mengasuh Aura dengan baik. Tapi ingat kau harus segera balik lagi ke sini."

Deegg ... Bagaikan sebuah belati menghujam dada Anjani. Anjani merasakan ucapan Ayudya sangat membuat hatinya terenyuh. Seandainya Barata tidak menekan dirinya dengan ancaman, Anjani tak akan mau menerima ajakan Barata lagi untuk berbuat dosa membohongi wanita sebaik Ayudya. Anjani merasakan dirinya adalah musang berbulu domba.

"Maafkan saya Nyonya, engkau begitu baik, mungkin aku tak pantas kau perlakukan baik," ungkap batin Anjani yang tiba-tiba matanya berkaca- kaca.

Ayudya mengira Anjani tak mau meninggalkan rumah ini barang sejenak hingga meneteskan airmata dan tak mau berpisah dengan Aura.

"Ya sudah, cepatlah berangkat, sopir sudah menunggu, keburu telat nanti."

Anjani mengangguk sambil mengusap air matanya yang sedikit menitik di pipi, ia pamit dengan memeluk Aura dan bibi Suti.

Anjani berdiri sesaat dengan memandang Barata, ia hendak pamit dengan mengacungkan tangannya ke arah Barata.

Namun Barata pura-pura cuek tanpa melihat Anjani ia lebih mengutamakan melihat layar ponsel. Serta tanpa membalas acungan tangan Anjani yang hendak menyalaminya, ia hanya mengatakan. "Sudah cepat sana berangkat."

Ayudya melihat sikap suaminya, menanggapinya dengan tersenyum, Ayudya tau kalau Barata orang yang sangat tdk memperdulikan wanita lain selain dirinya, ia kelewat cuek apalagi sama pembantunya.

"Cepat pulang Sus!" teriak Aura dari depan pintu sambil melambaikan tangannya ke arah Anjani yang sudah berada di dalam mobil.

Sedan mewah berwarna hitam. keluaran terbaru yang pernah di tumpangi Anjani sewaktu hendak ke rumah singgah waktu itu, berjalan meninggalkan halaman rumah mewah bernuansa Eropa.

Anjani yang duduk di jog belakang, diam terpaku. Ia memikirkan bagaimana nanti dia berada di stasiun. Apalagi Ayudya tak memberikan tiket kereta api. Ia hanya mengatakan sopirnya yang memesan lewat online. Kalau pun Barata membatalkan pertemuan itu suatu kebahagiaan buat Anjani. Dan Anjani hendak pulang kampung seterusnya, tak ingin kembali lagi ke rumah keluarga Barata. Ia akan mencari pekerjaan yang lain. Pagi tadi ia sudah memikirkan hal itu. Anjani sengaja membawa semua pakaiannya hanya meninggalkan sedikit barangnya yang tidak terpakai.

Bersambung.

Apakah Barata membatalkan pertemuannya dengan Anjani? Dan Anjani benar-benar pulang kampung dan tak akan kembali lagi ke rumah Barata? Baca lanjutannya ya kakak.

Jangan lupa kasih comen serta bintang dan followers. Makasih sebelumnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status