Share

Bab 2. Curiga.

Penulis: Adira
last update Terakhir Diperbarui: 2024-04-22 17:57:19

Tubuh Anjani gemetar. Ia tak berani menatap mata Ayudya yang mulai ada rasa curiga. Terdengar lagi suara Ayudya dengan nada menekan agar Anjani menjawab.

"Anjani! Kenapa kau diam?" tanya tegas Ayudya dengan langkah mendekati Anjani.

"Mm, sa ... Saya ..." gugup Anjani tanpa memandang Ayudya.

Belum Anjani meneruskan kata-kata, terdengar suara Barata memotong pembicaraan Anjani.

"Say, Anjani aku suruh mengganti seprai. Bukankah bibi Suti sedang pulang kampung?" suara lembut Barata menjelaskan, dan melangkah mendekati Ayudya yang terlihat masih tak percaya dengan ucapan Barata. Apalagi Barata tertangkap basah bertelanjang dada yang tak biasa Barata lakukan di depan orang lain selain Ayudya.

"Anjani, benarkah itu?" tanya Ayudya terlihat tak mempercayai.

Anjani masih menunduk, ia masih tak berani menatap sedikitpun Ayudya. Ia berbohong dengan menganggukkan kepala, menyetujui perkataan Barata.

"Ya nyonya, permisi saya hendak ke kamar nona kecil."

Anjani melangkah hendak meninggalkan kamar. Terdengar suara Barata menenangkan Ayudya yang masih shock melihat pemandangan tadi. Ia berusaha merayu dengan memeluk tubuh Ayudya.

"Say, Anjani bukan level aku, dia wanita kampung yang menjijikkan."

Kata-kata Barata terdengar di telinga Anjani sangat menyakitkan, rasanya sakit luar dalam bagi Anjani. Sudah di tampar, dimaki, dihina. Bahkan direnggut kesuciannya hanya karena uang. Uang bisa membuat seseorang menjadi buta.

Kata-kata terakhir Barata lah yang membuat hati Anjani sakit.

"Ya aku menjijikkan, tapi dia rakus dan doyan tubuhku," kata batin Anjani dengan melangkah meninggalkan kamar yang menjadi saksi bisu hilangnya sebuah kesucian.

Tapi Anjani bisa memahami, mungkin itu sebuah tameng untuk menyiasati Ayudya, agar Ayudya percaya kalau Barata tidak mungkin melakukan hal yang tak terpuji dengan seorang pengasuh putrinya. Apalagi Barata orang terpandang, memilih wanita tidak sembarangan. Ia sudah memiliki Ayudya yang berparas cantik, berdedikasi tinggi, seorang model ternama. Tentu Ayudya juga percaya. Apa yang dikatakan Barata.

Anjani merasa beruntung, tadi Ayudya percaya omongan Barata. Hampir saja Anjani mati berdiri mendapat pertanyaan Ayudya.

Anjani dengan cepat menghampiri kamar Aura dan membuka pintunya. Tampak Aura masih tertidur dengan memeluk guling. Mata Anjani langsung tertuju pada jam yang menempel di dinding kamar Aura.

"Masih jam enam pagi," lirihnya.

Anjani menutup kembali pintu kamar Aura. Ia berpikir masih kurang satu setengah jam lagi ia membangunkan Aura untuk berangkat sekolah sekalian mampir ke bank untuk mengirim uang ke Arini adiknya.

Ingatan Anjani pada Amplop yang ia bungkus seprai kotor pemberian dari Barata. Ia dengan cepat masuk kamarnya sendiri yang bersebelahan dengan kamar Aura.

Anjani ingin tau berapa banyak uang yang di berikan Barata. Apakah Barata tak mengingkari janjinya. Bila Anjani masih suci ia hendak memberikan uang lebih dari apa yang disepakati.

Anjani mengeluarkan satu per satu uang lembaran berwarna merah bergambar mawar dari dalam Amplop. ternyata Barata memberikan uang lebih. melebihi dari perjanjiannya.

Mata Anjani membulat sempurna, kala menarik sebuah lipatan kertas putih dari amplop itu. Ia dengan cepat membukanya. Dan tertera di atas kertas putih bertulisan tangan.

ANJANI DUA PULUH LIMA JUTA UANG KU BERIKAN PADAMU. ITU BUKAN NOMINAL YANG SEDIKIT. AKU INGIN, SEHABIS MENGANTAR PUTRIKU, KAU HARUS TEMUI AKU. TUNGGU AKU DI DEPAN TAMAN SENOPATI JAM SEBELAS. SEHABIS KAMU TRANSFER.

Anjani terpana menatap tulisan itu. Ia bingung, ia tak menginginkan kejadian semalam terulang lagi. Ia merasa berdosa sudah mengkhianati kebaikan Ayudya. Tapi bagaimana lagi Anjani tak bisa mengelak, ia takut ancaman Barata kalau sampai Anjani menolak kemauan Barata, Barata akan mengatakan pada Ayudya, kalau Anjani yang menggoda Barata. Dan Anjani bakal tak punya pekerjaan.

Disamping itu Anjani butuh uang, uang untuk biaya operasi ibunya secepatnya. Ia lebih mementingkan nyawa ibunya dibanding kesuciannya. Ia tak mau tau bagaimana kedepannya jika suaminya kelak menuntut kesuciannya.

Cepat-cepat Anjani memasukkan amplop ke dalam tas kecilnya. Ia takut kalau sampai Ayudya mengetahui Anjani punya uang banyak. Tentu akan menimbulkan kecurigaan Ayudya.

Bergegas Anjani hendak keluar untuk menyiapkan sarapan pagi dan memandikan Aura. Serta meletakkan seprai di mesin cuci, rencana nanti sepulang dari mengantar Aura ia hendak mencucinya.

Baru saja Anjani melangkah ia dikejutkan suara ponselnya yang tergeletak di tempat tidur berdering.

Ting tung ... Ting tung ... Ting tung ...

Anjani menghentikan langkahnya secepat kilat ia menyambar ponselnya. Dan memperhatikan tulisan yang tertera pada layar ponselnya.

"Arini," gumamnya dengan mengarahkan ponselnya ke telinga.

Anjani baru menyadari kalau lupa menghubungi adiknya, semalam ia tak menyentuh ponselnya dan membiarkan ponselnya berada di kamarnya. Hingga berderet- deret panggilan tak terjawab dari Arini terpampang di layar ponselnya.

"Maaf Arini, semalam aku bingung, bagaimana aku harus mencari uang. Tapi Alhamdulilah nanti aku transfer," ucap Anjani dalam telpon. Yang disambut kemarahan Arini yang merasa kesal, Sebab Anjani tak mengangkat telponnya sejak semalam.

"Aku panik Mbak! Pihak rumah sakit sudah mendesak terus, ya sudah cepat kirim, sama bayaran sekolahku sekalian!" teriak Arini dalam ponsel, serta mematikan ponselnya sebelum Anjani menjawabnya.

Anjani kesal dengan sikap adiknya. Ia belum juga menyampaikan kata-kata, ponsel sudah ditutup.

"Dikira cari uang itu gampang apa?" gerutu Anjani sambil melempar ponselnya ke atas kasur.

Anjani tak habis pikir dengan Arini. Padahal baru sebulan yang lalu Anjani mengirimkan uang sekolah hingga gaji satu bulan bekerja tak tersisa sama sekali.

Memang kebutuhan keluarga Anjani, Anjani lah yang menanggungnya dari biaya sekolah kedua adiknya sampai biaya hidup makan setiap hari keluarganya. Ia menginginkan adiknya meneruskan sekolahnya hingga lulus. Jangan seperti dirinya, yang putus sekolah sampai kelas dua SMA. Ia ingin menjunjung nama keluarganya dangan mengirim setiap bulan kebutuhan ibunya agar ibunya tak hutang ke sana kemari untuk makan. Apalagi keluarga dari ibu maupun bapaknya yang ada di kampung selalu menghina. Jangankan meminjamkan uang untuk bayar sekolah, pinjam beras untuk makan saja tak bakal diberi. Yang pasti makian dan omelan yang Anjani dapatkan.

Beruntung setelah Anjani berhenti sekolah langsung mendapat tawaran pekerjaan dari Astuti teman satu kampung yang hendak menikah. Untuk menggantikan pekerjaannya. Yaitu pekerjaan sebagai baby suster di rumah keluarga Barata yang terkenal kaya raya dengan julukan Sultan.

Anjani yang setiap bulan menerima gaji tiga juta dari Ayudya. Itupun ia tak mengambil sepeserpun uang dari gaji itu. Semua ia kirim ke ibunya. Beruntung segala kebutuhan Anjani di rumah Ayudya, semua yang mencukupi Ayudya.

"Bunda Jani ... Bunda Jani ...!" Suara gadis kecil yang bernama Aura, yang membuat Anjani tersentak dan bergegas keluar kamar menemui Aura setelah mengunci lemarinya.

"Ya, Nona!" teriak Anjani setengah berlari menghampiri Aura yang hendak menuruni anak tangga, sambil mengusap-usap kedua matanya.

Cepat-cepat Anjani berlari kecil menaiki anak tangga menghampiri Aura dan memeluk Aura yang baru bangun tidur, serta mengajaknya masuk kamar untuk mandi dan siap-siap berangkat sekolah.

Rasa penat yang dirasakan Anjani pagi ini sangat terasa. Belum juga ia menyiapkan sarapan, Aura sudah keburu bangun. Tubuhnya terasa lelah dengan permainan semalam melayani Barata, dan belum juga nanti Barata meminta bertemu dengan Anjani.

Anjani bingung, ada apa Barata meminta Anjani untuk menemuinya. Adakah hal yang sangat rahasia? Anjani tak bisa berpikir. Kalau toh Barata hendak berbuat sesuatu yang berhubungan dengan kejadian semalam, Anjani pasrah.

***

Jam menunjukkan angka sembilan. Anjani sudah selesai mengantar Aura. Ia pamit sama Andy sopir pribadi Aura, hendak ke bank untuk mengirim uang ibunya. Andy menyetujuinya dengan mengantar Anjani sampai di kantor bank setempat.

Anjani menyuruh Andy meninggalkan dirinya di kantor. Ia akan pulang sendiri.

"Habis ini aku akan kembali ke sekolahan non Aura, Bang! Jemput non Aura jam tiga sore. Dia ada pelajaran tambahan."

Andy mengangguk dan meninggalkan Anjani yang masih berdiri di depan pintu gerbang sebuah kantor bank, Anjani memandang mobil Andy hingga hilang dari pandangan.

Hanya butuh waktu satu setengah jam, selesai transfer Anjani sudah berada di depan taman Senopati.

Anjani berdiri tepat di pinggir trotoar. Dengan sengatan sinar matahari yang membuat wajah Anjani yang putih alami tampak memerah.

Anjani tak menghiraukan semua itu. Hanya pikirannya yang bergejolak. Rasanya ia enggan untuk menemui Barata. Anjani sangat takut, takut kalau sampai Ayudya memergokki dirinya bersama suaminya. Padahal semua itu bukan kehendaknya.

Sesekali Anjani melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah jam sebelas lewat sepuluh menit. Berarti Anjani sudah menunggu sepuluh menit.

Anjani berpikir, ia akan menunggunya lagi sekitar lima menit, jika Barata tak kunjung datang ia dengan senang hati akan meninggalkan taman. Dan ia punya alasan tersendiri jika Barata marah.

Tin, tin ...

Sebuah sedan warna hitam berhenti tepat di depan Anjani.

Anjani tersentak, ia yakin itu mobil Barata yang setiap hari bertengger di depan rumah. Jendela kaca mobil itu terbuka sendiri.

"Cepat masuk ...!" suara keras Barata yang duduk di belakang kemudi dengan pandangan lurus ke depan tanpa memandang Anjani.

Anjani tanpa pikir panjang membuka pintu mobil dan segera masuk mobil.

Jantung Anjani mulai berdetak kencang. Tubuhnya gemetar, telapak tangannya mulai dingin. Pandangan Anjani lurus ke depan melihat lalu lalang manusia dengan aktivitasnya lewat bentangan kaca mobil di depannya.

Anjani tetap diam, ia tak berani berkata sepatah kata pun. Hanya sesekali ia melihat Barata yang tampak garang duduk di belakang setir lewat sudut matanya.

"Anjani, kau tau kamu akan aku bawa kemana?"

Pertanyaan Barata memecah keheningan dan membuat Anjani tersentak dengan masih diliputi rasa ketakutan.

"Saya tak tau, Tuan. Tapi saya mohon jangan sakiti saya, jangan bunuh saya tuan," mohon Anjani menghiba, dengan menatap Barata.

"Bodoh!" gumam Barata, masih tanpa memandang Anjani.

Tiga puluh menit kemudian, Barata menghentikan mobilnya tepat di sebuah rumah besar berpagar tinggi, yang membuat Anjani tampak panik dan ketakutan.

Ia bertanya pada dirinya sendiri. "Tempat apa ini?"

Seorang laki-laki berpakaian hitam-hitam membuka pintu gerbang pagar setelah mendengar klakson mobil Barata berbunyi. Mobil memasuki halaman rumah, dan berhenti tepat di samping rumah mewah yang bernuansa klasik modern

Anjani semakin panik. Ia tak tau apa yang bakal terjadi pada dirinya. Jangan-jangan Barata hendak menghabisi nyawanya.

Anjani berpikir, kemungkinan besar Ayudya mengetahui dan terjadi pertengkaran tadi pagi dengan Barata. Ayudya tau apa yang dilakukan Barata semalam dengan dirinya.

Dan Barata hendak membunuhnya agar Anjani tidak membuka rahasia pada Ayudya.

"Tidaakkk ...!" tiba -tiba Anjani menjerit dan menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

Bersambung.

Nah, benarkah apa yang ada dalam pikiran Anjani terjadi? dirinya hendak di bunuh Barata? Baca lanjutannya guys.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Raden Aska
semoga anjani baik baik saja
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Budak Nafsu Big Boss   Bab 3 laki-laki misterius.

    Teriakan Anjani membuat Barata yang masih duduk di dekatnya tersentak, ia memandang Anjani lewat kerling matanya, dengan wajah yang kurang suka pada sikap Anjani. "Disgusting." lirih Barata. Anjani tersentak kaget, dan sekilas memandang Barata, ia tak mengerti dengan bahasa yang barusan diucapkan Barata. Anjani mengalihkan pandangannya. Ia menatap sekeliling lewat kaca mobil. Dan bertanya pada dirinya sendiri. Kenapa Barata membawa dirinya ke sini? Dan rumah siapa ini? Anjani yang buta akan perkotaan hanya membisu seribu basa, hendak menanyakan pada Barata, tak ada keberanian untuk bertanya. Yang ia pikirkan hanya bagaimana nanti kalau sampai Barata menganiaya dan membunuhnya. "Kenapa diam? Ayo keluar?" ucap Barata bernada tinggi sambil membuka pintu mobil, dan beranjak dari jog mobil untuk keluar. Anjani tetap diam tak menghiraukan ucapan Barata. Ia tak bergerak dari posisinya yang masih duduk di dalam jog mobil. Dan hanya melirik pada Barata lewat kaca mobil tanpa ingin ke

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-30
  • Budak Nafsu Big Boss   Bab 4. Kalung bertahta permata.

    "Kurang ajar kau!" Laki-laki itu melepas tubuh Anjani, dan mengangkat tubuh Anjani, serta melemparnya ke atas ranjang. Anjani menjerit, ia merasakan kesakitan, Dan mencoba berdiri serta turun dari ranjang hendak lari keluar. Namun belum sampai Anjani turun, laki-laki itu dengan sigap meraih kaki Anjani dan menyeret Anjani ke arah pinggir serta menindih tubuh Anjani. Anjani masih berusaha melepas tubuh laki-laki itu. Tapi sia-sia tangan laki-laki itu lebih kuat mencengkeram tubuh Anjani. Anjani tak kehabisan akal, ia dengan cepat menggigit lagi lengan laki-laki itu hingga laki-laki itu merasakan kesakitan ke dua kalinya gigitan Anjani. Plaaak ... Plaaak ... Dua tamparan mendarat pada kedua pipi Anjani, tubuh Anjani limbung dan Anjani tak sadarkan diri. Laki-laki itu tak menyia-nyiakan kesempatan. ia dengan leluasa menikmati tubuh Anjani. Anjani merasakan antara sadar dan tidak. Anjani juga masih bisa merasakan apa yang di lakukan laki-laki itu pada dirinya. Namun matanya ber

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-06
  • Budak Nafsu Big Boss   Bab 5. Barata ketagihan lagi.

    Dalam lingkup sekolahan siapa yang tak kenal Aura, putri seorang konglomerat ternama, dan nama orang tuanya sangat populer, di samping mamanya Aura juga berprofesi sebagai artis ternama. "Saya kurang tau, kalau nggak salah mobilnya berwarna hitam, sebab mobilnya terparkir di sana." Satpam menunjuk seberang jalan yang berjarak lima puluh meter. "Tapi yang jelas bukan bang Andi yang biasa menjemput nona Aura, laki-laki tadi mengatakan kalau dia anak buah tuan Barata," ungkap satpam. "Apa ...?!" teriak Anjani dengan mata membulat sempurna. Anjani semakin panik tubuhnya gemetar. Ia takut, kalau sampai yang menjemput Aura bukan perintah Barata. Apalagi Barata tak mengatakan apa-apa semenjak berada di rumah tadi. Tanpa pikir Panjang dan tanpa pamit satpam, Anjani bergegas menghampiri tukang ojeg yang masih menunggu dirinya. "Bang ke perumahan Permata Indah." Tanpa menjawab kata-kata Anjani, tukang ojeg dengan cepat menjalankan sepeda motornya. Pikiran Anjani semakin t

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-22
  • Budak Nafsu Big Boss   Bab 6 Sandiwara.

    Anjani membalikkan tubuhnya, melangkah mendekati ranjang tempat Aura berbaring, dengan detak jantung tak beraturan. Ia menghela nafas panjang dan menghempaskan dengan kasar, perasaannya kembali lega melihat mata Aura yang masih terpejam sambil berpindah posisi membelakangi Anjani. "Ia mengigau," lirih Anjani dan beralih pandangan ke arah Barata yang masih berdiri menegang. "Tuan, maaf tinggalkan saya disini. Saya takut nona Aura terbangun." Barata menanggapi perkataan Anjani dengan manggut-manggut. "Ya, tapi aku ingin besok kau temani aku tidur di hotel." Anjani tersentak, matanya membulat sempurna menatap tajam Barata. "Bagaimana mungkin Tuan! Bibi Suti pasti curiga, trus apa alasan saya nanti pada bibi Suti? Dan siapa yang menjemput nona Aura nanti?" "Dasar bodoh." Barata tersenyum sinis, menghampiri Anjani yang masih berdiri dekat ranjang. "Bilang kalau kau ingin pulang ke kampung dan ibumu sakit?" ucap Barata dengan nada lirih. Anjani diam tatapan matanya masih

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-23
  • Budak Nafsu Big Boss   Bab 7 pasrah.

    Anjani yang semula pandangannya mengarah ke samping dengan melihat suasana kota lewat jendela kaca mobil, beralih pandangan ke arah sopir. Ia hendak menanyakan tentang tiket kereta api yang kata Ayudya sudah di bawa sopir. "Bang maaf, apakah tiket kereta api, Abang yang bawa?" Sopir yang memakai topi hitam dengan kacamata hitam yang bertengger di wajahnya hanya menjawab singkat. "Ya." Anjani lega tanpa mengatakan apa- apa. Ia diam lagi dengan pikiran tentang Barata yang menyuruh dirinya menunggu di taman Senopati. Dalam hati Anjani ia tak ingin menemui Barata. Ini kesempatan Anjani pergi dari rumah Barata dan pulang kampung dan tak menginginkan kembali lagi ke kota. Ia berencana akan mencari pekerjaan di kotanya. Entah menjadi pembantu rumah tangga atau buruh cuci baju para tetangga, yang penting ia terlepas dari budak nafsu Barata. Tiba- tiba Anjani merasakan kepalanya pusing serta berputar- putar. Anjani mencoba memijat - mijat keningnya dengan jari-jarinya. Agar sedikit agak h

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-24
  • Budak Nafsu Big Boss   Bab 8 Anjani terjebak.

    Apa ...?!" mata Anjani melotot memandang Barata yang masih juga tak beranjak dari pembaringannya.Anjani menarik nafas dalam- dalam dengan memejamkan mata menahan kekesalan mendengar ucapan Barata. Ia berpikir kalau Barata benar-benar memperlakukan dirinya sebagai budak nafsu. Bukan nafsu Barata saja, tapi nafsu temannya juga. "Tuan, maafkan saya. Kali ini saya mohon jangan lakukan itu. saya melakukan semua ini karena dulu saya butuh uang untuk biaya sakit ibuku. Kalau tidak saya tak akan melakukannya. Semua ini sebuah keterpaksaan."Barata tersenyum sinis dengan cepat menyibakkan selimut yang menutupi sebagian tubuhnya, serta turun dari ranjang. Anjani hanya menatap diam, menunggu jawaban dari Barata dengan jantung berdebar-debar. Dan melihat Barata meraih handuk yang ada di sandaran kursi, serta melilitkan ke bagian pinggangnya. "Dia membayarmu, aku tau kau butuh uang untuk menghidupi keluargamu di kampung. Jangan tolak itu sebuah rejeki." Barata melirik ekspresi wajah Anjani.

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-25
  • Budak Nafsu Big Boss   Bab 9 pupus harapan.

    Anjani menguap terus menerus, telapak tangannya sebagai nampan mulutnya yang terbuka lebar. Semakin lama mata Anjani semakin berat, ia tak bisa mengedalikannya, tubuhnya lemas dan terkulai di atas sofa tak berdaya. Matanya mulai susah untuk dibuka. Dan Anjani tertidur pulas meringkuk diatas sofa. Namun tidurnya Anjani masih bisa merasakan apa yang dilakukan Bima. Ia merasakan tubuhnya diangkat oleh Bima dan dibaringkan di sebuah ranjang yang semalam sebagai saksi bisu pergulatan antara Barata dan Anjani. Namun kali ini ganti Bima yang merajai tubuh Anjani. Dalam tidurnya Anjani berpikir. Kenapa matanya begitu berat untuk dibuka, padahal secapek apapun tubuhnya jika ia tidur, dan ada sosok yang ada didekatnya Anjani terasa dan terjaga dari tidurnya, Namun kali ini Anjani tak bisa berbuat apa-apa. Tubuhnya begitu lemah. Anjani juga bisa merasakan, apa yang dilakukan Bima pada dirinya, dengan melucuti pakaiannya satu per satu, serta mempermainkan sesuatu bagian tubuh Anjani yang s

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-26
  • Budak Nafsu Big Boss   Bab 10 Anjani pingsan

    Barata segera berlari menghampiri Anjani dan menarik tubuh Anjani hingga Anjani jatuh ke lantai. "Tolol, apa kau ingin mati konyol?" Barata berkacak pinggang memandang Anjani yang jatuh terduduk di lantai. Anjani diam sejenak dengan nafas memburu memandang Barata, ia berdiri sempoyongan dan melangkah menjauhi Barata. Dihempaskan tubuhnya ke atas sofa, melirik Barata yang tampak ketakutan diam kaku tak bergeming. perlahan Barata menghampiri duduk Anjani. Ia berusaha menenangkan Anjani dengan menepuk-nepuk pundak Anjani. "Ya sudah besok pagi biar taksi menjemputmu, kembalilah pulang. Ingat, jangan lagi kau minta bantuan aku, dan perlu kau ingat lagi jangan sampai kau membocorkan rahasia ini."Barata melangkah meninggalkan Anjani yang duduk dengan mata menerawang jauh ke depan, matanya berkaca-kaca. Kesal, capek, kecewa, itu yang dirasakan Anjani. Ia membenarkan kata-kata Barata, ia tak ingin mati konyol dengan terjun dari lantai sebelas. Bagaimana nanti nasib ibunya dan kedua adi

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-28

Bab terbaru

  • Budak Nafsu Big Boss   Bab 79 tak nyaman.

    "Nyonya?" ucap tante Rita lirih dengan memandang pak Sastro dan Anjani secara bergantian. "udah Mbak, ajak Ain kesini," sela Arini. "Ya Anjani, suruh suster Mery sama Ain ke sini?" ungkap bu Ayu. "Tapi Nyonya, Ain tak mau diajak suster ke sini, maunya sama Nyonya," sela Romi. Anjani mengangguk, dengan cepat Anjani melangkah keluar kantin. "Dia bangun tidur, jadi rewel," ungkap Arini yang dibarengi berdirinya Irfan hendak menyusul Anjani. "Sudah Ma, ayok silahkan makan dulu, biasa anak kecil rewel. Jangan di buat ribut." Bu Ayu berdiri menghampiri tante Rita dan pak Sastro untuk mengajak mengambil makanan terlebih dahulu.Tante Rita berdiri di ikuti pak Sastro untuk mengambil hidangan prasmanan yang sudah disajikan. Ia mendekati bu Ayu sambil berbisik. "Memang kerja suami Mbak Anjani itu apa sih Bu?" Bu Ayu tersenyum, "pengusaha jeng, kemarin bilang kalau suaminya punya perusahaan, tapi saya juga nggak tau persisnya bekerja apa, nikah saja saya nggak di kabari. Itu yang membuat

  • Budak Nafsu Big Boss   Bab 78 Anjani tak dianggap

    Hari yang indah untuk keluarga bu Ayu, dengan berakhirnya kelulusan Arini, Sarjana Ekonomi di sandang Arini. Ucapan selamat untuk Arini berdatangan, di loby gedung kampus tempat acara wisuda Arini. Anjani yang diam berdiri di dekat kerumunan teman-teman Arini, menatap adiknya yang tersirat aura kebahagiaan. Ia hanya bisa memandang kebahagiaan adiknya. Tanpa harus ikut dalam jepretan fto- fto yang akan di abadikan. Arini juga tampak cuek dengan Anjani, ia sibuk berfto-fto ria dengan teman- temannya. Bahkan dengan keluarga Galang calon suami Arini yang hari ini juga ikut moment wisuda Arini. Bu Ayu tampak tersenyum bangga, sesekali berbicara pada orang tua teman Arini dan orang tua Galang, yang kebetulan berdiri di dekat bu Ayu."Ayo ganti fto keluarga tante Rita," ucap Arini memanggil nama orang tua Galang dengan sebutan tante Rita. Entah pemandangan itu membuat Anjani bukannya bahagia, ia malah sedih. Sedikitpun tak tersentuh panggilan Arini pada dirinya, apa memang lupa atau mal

  • Budak Nafsu Big Boss   Bab 77 bu Ayu marah.

    Anjani ragu, ketika menginjakkan kakinya ke kampung halaman. Dan tentu keluarganya akan menanyakan siapa Airin. Sebegitu cepat Anjani mempunyai anak, dan kenapa menikah tanpa kabar- kabar keluarga di kampung. Namun Suster Mery yang sudah di gembleng lebih dahulu oleh Anjani tentang nama Anjani yang berganti Lolita, Anjani mengatakan kalau itu nama panggilan kesayangan Abilawa pada dirinya. Suster Mery menuruti apa yang dikatakan Anjani. Ia tak mau tau dengan hal itu. Yang di utamakan suster Mery bekerja dan bekerja. Seandainya bos nya meminta suster Mery harus melakukan ini itu, kalau demi kebaikan ya tentu menuruti. "Duh anak Mbak, cantik," ungkap Arini yang gemas dengan mentowel pipi Ain. "Ikut tante yok? Ajak Arini dengan menjulurkan tangannya ke arah Ain, yang tengah duduk di pangkuan bu Ayu dengan memainkan layar ponsel. Biasa anak jaman sekarang anteng bila di beri mainan ponsel. Tapi Anjani maupun suster Mery selalu membatasi, hanya jam tertentu Ain diperbolehkan main Pons

  • Budak Nafsu Big Boss   Bab 76 Grace di usir.

    Anjani punya masukan lagi dari bibi Narti sebagai bahan bukti kalau Grace benar- benar memasukkan Faizal ke dalam kamar. Anjani harus mempertahankan kebenaran. Urusan Abilawa membeliksn mobil Grace itu urusan lain. Bagaimanapun Grace adalah anak sambung. Tapi Anjani juga tak mau Abilawa di peras hartanya oleh manusia manusia picik seperti Istri-istri Abilawa. Ia hanya butuh harta Abilawa tapi tak mencintainya. Bahkan Anjani juga mendengar cerita dari bibi Narti, kalau Lidya atau Dewi sering memasukkan laki laki lain di rumahnya jika Abilawa sedang luar kota. Cerita itu didapat bibi Narti dari teman kampungnya yang bekerja sebagai pembantu di rumah Lidya. Tapi untuk masalah itu, Anjani tak mau mengurusinya, itu pribadi mereka.***Tiga hari Anjani belajar di kantor Abilawa, ia begitu bersemangat. Niat untuk belajar ada dan tak sedikitpun mempunyai keinginan menguasai perusahaan apabila Anjani sudah pinter. Ilmu buat Anjani segala-galanya, dan tiba waktunya Anjani harus libur sementar

  • Budak Nafsu Big Boss   Bab 75 Kebohongan Grace.

    Anjani panik, berjalan kesana kemari, mencari keberadaan Denis. Namun ia tak menemukan Denis ada di ruangan. Perlahan Anjani melangkah mendekati kamar Grace. Ia ingin tau apakah laki- laki bernama Faizal ada di dalam kamar Grace. Kalau memang ada di kamar Grace, bagaimana jika terjadi sesuatu. Mereka bukan suami istri, Grace masih status pelajar dan sudah dewasa, dikamar berdua lain jenis apa yang bakal dilakukan kalau bukan hal semacam itu. Anjani berdiri diam di depan pintu kamar Grace, ia mengangkat tangannya, dan menempelkan ke pintu kamar Grace, hendak mengetuk, namun tiba- tiba niatnya terhenti, ia takut jika Grace benar-benar ada di kamar berduaan dengan Faizal. "Ma ...!" suara dari belakang mengagetkan Anjani. Anjani menoleh ke belakang dengan gugup ia menyapa. "Ohh ... Papa ... Anu eh, aku ingin menemui Grace tapi takut mengganggu sebab baru saja dia pulang sekolah. Tanpa basa-basi Abilawa langsung mendekati pintu kamar Grace. Melihat hal itu Anjani bingung ia hendak me

  • Budak Nafsu Big Boss   Bab 74. Grace bersama laki- laki.

    Anjani diam menatap Grace yang bertingkah tak sopan. Tanpa bicara sedikitpun Anjani nemunguti dua lembar uang di lantai. Ia tak ambil pusing dengan ejekan Grace. "Uhh, ternyata di ambil juga tuh uang, dasar kere, kampungan." Grace meninggal kan Anjani yang menyayangkan uang dua ratus ribu fi buang begitu saja, ingat jaman masih di kampung uang segitu begitu banyak. Jangankan uang dua ratus ribu. Uang seribu saja susah untuk mendapatkannya. Anjani membiarkan Grace meninggalkan dirinya, namun dalam hati Anjani tak tega juga, ia berpikir bagaimana nanti kalau Grace di luar tak punya uang. Ia diam sejenak sembari berpikir bagaimana mendapatkan uang untuk Grace, ia harus keluar dulu ke ATM. Anjani kembali masuk kamar, mengambil dompet yang berisi ATM. Ia melangkah keluar hendak menyuruh Romi mengantar ke depan. Bari saja kaki. Anjani menginginjakkan ruang tamu. Ia melihat Grace duduk di ruang tamu dengan seorang laki-laki. Yang usianya lebih tua dari Grace. Anjani menghentikan langk

  • Budak Nafsu Big Boss   Bab 73 Sikap Grace.

    Dalam hati Anjani tertawa melihat kelakuan Lidya dan Grace. Ia membiarkan kecurigaan itu berlanjut, justru Anjani hendak membuat Lidya dan Grace semakin curiga, dan mengira dirinya ada hubungan khusus dengan Denis. Hari-hari pun di gunakan Anjani semakin dekat dengan Denis. Siang itu sengaja kepulangan Grace dari sekolah yang di jemput oleh Romi sang sopir. Grace keluar dari mobil tampak marah. Grace masuk rumah dengan wajah tak bersahabat ketika melintasi duduk Anjani dan Denis di ruang tamu. Ia berlalu begitu saja tanpa menyapa Anjani. Anjani memandang Denis, menarik ujung matanya ke atas. Sepertinya menanyakan kelakuan Grace dalam bahasa isyarat. Denis hanya menggelengkan kepala, dan mengatakan agar Anjani tidak ikut campur urusan pribadi Grace. "Masuk lah ke dalam Nyonya Loli, biarkan nona Grace." Anjani berdiri, tapi dirinya tak merasa enak jika membiarkan keadaan Grace. Nanti bakal di salahkan, tanpa persetujuan Denis Anjani melangkah menuju kamar Grace. Tok, tok, tok ..

  • Budak Nafsu Big Boss   Bab 72. kedatangan Grace.

    Klik Tangan Denis menekan tombol listrik, ruangan yang gelap berubah terang. "Maaf Nyonya, saya tinggal dulu," pamit Danis dengan membungkukkan tubuhnya tanda hormat. Anjani menganggukkan kepala. Dan beralih pandangan ke ekspresi Grace yang sepertinya jijik dan tak suka. Grace menggeleng-gelengkan kepala. "Tak seindah kamarku di rumah, ini mah gudang!""Graceee ...!" suara keras Lidya memperingatkan agar Grace tak banyak bicara. "Ini kamar sudah di bersihkan, dan semua ini kehendak tuan Abilawa, tuan Abilawa memberikan yang terbaik untuk Nona Grace," ungkap Anjani. "Maaf saya harus pergi, melihat Ain anak saya." Anjani membalikkan tubuhnya serta keluar dari kamar. Namun Anjani tidaklah meninggalkan ruangan. Ia sembunyi di dekat dinding, ingin mendengarkan apa rencana Lidya dan Grace.Dugaan Anjani tak meleset, Lidya merencanakan sesuatu, Anjani mendengar jelas percakapan Lidya dan Grace. Dengan cepat Anjani mengeluarkan ponselnya dan merekam semua percakapan Mereka. "Diamlah

  • Budak Nafsu Big Boss   Bab 71 Grace tinggal di rumah Anjani.

    Pikiran Anjani terus terbayang Grace yang akan tinggal satu atap dengannya, dan kata-kata bibi Narti tadi siang yang membeberkan tentang kelakuan Grace. Hingga menjelang pagi mata Anjani tak bisa terpejam. Dentangan jam di sudut ruang kamar Anjani sudah menunjukkan angka empat pagi, Anjani beranjak dari tempat tidurnya. Tampak Airin yang tidur disebalahnya tampak pulas, entah sudah dia malam Anjani menginginkan tidur sama Airin yang biasanya Airin tidur di kamarnya sendiri, kadang Anjani yang pindah tempat ke kamar Airin. Anjani tau semua itu ia lakukan karena Abilawa tentu berada di kamarnya sendiri, jika tidak tentu berada di rumah salah satu istrinya. Anjani melangkah ke kamar mandi, hendak menunaikan kewajiban sebagai umat muslim. Apalagi sudah terdengar azan shubuh dari kejauhan. Anjani masih duduk tepekur di atas sajadah dengan tangan menengadah ke atas, ia merasa bersyukur dalam keadaan bagaimanapun masih ingat akan Tuhannya. Walau Allah memberikan pekerjaan sebagai wani

DMCA.com Protection Status