"Temanmu ada yang Kala nggak?" tanya Ashton. Nala menghela napas berat. Mereka mulai membuka pembicaraan yang lebih serius daripada berdebat mengenai siapa yang seharusnya membersihkan rumah. Alasan sebenarnya Nala harus pisah rumah dengan orang tuanya dan tinggal di sebuah rumah kuno di desa bersama Ashton. Rumah yang sering dikunjungi Nala ketika ia masih kecil. Rumah yang perlahan terlupakan ketika neneknya meninggal dunia. Rumah ini. Wasiat yang diberikan oleh neneknya sudah jelas, rumah ini diwariskan kepada Donny Ardana—ayah Nala. Namun ada catatan lain yang melengkapi surat wasiat itu. Nenek ingin agar Nala yang menempati rumahnya, tepat saat Nala berusia enam belas tahun. Nenek bilang bahwa banyak kenangan yang harus diingat dan rahasia yang harus diungkap, oleh Nala sendiri. Sudah dua tahun Nenek meninggal dunia, tetapi ayah Nala baru memberitahukan wasiat itu enam bulan yang lalu, setelah Nala lulus SMP. Awalnya Nala tidak siap menerima warisan ini, namun ada hal lain yang memaksa Nala agar segera pindah dan memenuhi wasiat Nenek. Ini mengenai jati dirinya. Bahwa ia bukan manusia biasa, melainkan seorang Bareksa. Sebuah kaum yang memiliki kekuatan khusus, untuk melindungi daerah tempat mereka tinggal. --- Nala bukanlah gadis biasa. Dia seorang Bareksa, ras dengan kekuatan diatas rata-rata manusia pada umumnya. Dalam melaksanakan tugasnya, Nala menyamar sebagai siswi SMA Rajasanagara, tempatnya bertemu Bagus, kakak kelas anggota OSIS yang ramah dan murah senyum. Mampukah Nala mengemban tugasnya sebagai Bareksa? Ataukah dia memutuskan untuk mengabaikan status rasnya agar bisa menjalani kehidupan normal selayaknya anak SMA?
View MoreSampai makan siang pun, Padma masing mengomel panjang-pendek mengenai Bagus yang tidak mengajak Nala mengobrol.Kantin sudah cukup penuh walaupun bel tanda istirahat kedua baru saja berbunyi. Dewi bergerak secepat kilat, berlari bak orang kesetanan keluar kelas untuk berebut meja yang paling strategis di kantin. Nala dan Padma menyusul di belakangnya. Sebenarnya Nala membawa bekal ayam goreng bumbu kuning yang dimasaknya tadi pagi, namun Padma memaksanya agar ikut makan di kantin.Dewi memesan bakso, sementara Padma makan gado-gado. Namun akibat Padma yang terlampau berisik mempermasalahkan kisah tragis Nala, kedua temannya jadi tidak terlalu berminat dengan makanan mereka. Nala hanya menyuwir ayam gorengnya tanpa tujuan, sementara Dewi bermain-main dengan kuah baksonya."Nggak habis pikir. Cowok macam apaan, cewek secantik Nala dianggurin. Nala lho ini. Kalau modelan Dewi sih, aku nggak banyak protes."Dewi menatap Padma dengan galak. "Jadi maksudmu, aku nggak can
Aroma wangi bawang yang digoreng menguar dari dapur rumah Nala. Hari masih pagi, namun gadis itu sudah berperang dengan berbagai bahan dapur, membuat sarapan dan bekal makan siang untuknya dan Ashton. Gadis itu menjepit rambutnya ke atas, tangannya dengan lihai memainkan sudip di dalam penggorengan, sementara di sampingnya sudah tersedia beberapa bahan makanan yang setengah jadi, ada pula yang sudah jadi. Pagi itu sama dinginnya dengan kemarin atau hari-hari sebelumnya. Nala sudah pasti memilih untuk bergelung di bawah selimut, kalau saja dia tidak ingat bahwa dirinya dan Ashton hanya tinggal berdua. Semua pekerjaan sehari-hari harus mereka lakukan bersama—bahkan bisa dibilang Nala-lah yang mengurus semua sendirian. Ashton hanya sekali menunjukkan keahliannya sebagai lelaki, yaitu memperbaiki pompa air yang macet beberapa hari setelah mereka tiba di rumah ini. Nala mengangkat bawang yang telah digoreng dan menuangkannya ke cobek beserta cabai, tomat serta sejumput te
"OMG Girls!"Teriakan itu membahana di kamar Padma yang luas. Begitu melihat Nala dan Dewi, gadis itu langsung bangun dari tidurannya dan menggeser tubuh untuk memberikan tempat bagi kedua temannya itu duduk di ranjang."Lihat, aku luka-luka gini! Keren kan? Kalau nggak dijemput Nala, mungkin aku sudah mati!"Dewi tampak menahan diri untuk menoyor kepala Padma. "Sembarangan saja kalau ngomong. Lagian ya, setahuku yang biasanya heboh itu yang menjenguk, bukan yang lagi dijenguk.""Oh iya ya." Padma menerbitkan cengiran lebar. "Kalau gitu, ayo diulang adegannya."Dewi memutar bola matanya, sementara Nala tersenyum kecil. Padma yang lucu dan cerewet adalah Padma yang dikenalnya. Ia bersyukur sahabatnya itu bisa lepas dari traumanya dengan begitu cepat.Hari ini Padma tidak masuk sekolah. Salah satu asisten rumah tangganya yang mengantarkan surat. Nala tidak tahu persis apa yang dikatakan oleh orangtua Padma di dalam surat itu, namun segera saja
Nala mengusap keringat di keningnya. Matahari sudah beranjak ke ufuk barat, memberikan warna lembayung pada langit senja. Ayam-ayam peliharaannya kini sudah terkurung semua di kandang, dan halaman rumah sudah bebas dari daun-daun yang berguguran. Ia tersenyum sejenak, menatap bangga hasil kerja kerasnya membersihkan rumah.Nala menghempaskan tubuhnya di kursi rotan yang tampak uzur, namun masih kokoh, tidak seperti yang terlihat. Ada beberapa hal yang disyukurinya di dunia ini, termasuk duduk santai di depan rumah, menikmati semilir angin yang menggerakkan dedaunan dengan perlahan. Ia sangat menikmati hidup di desa, jauh dari hingar bingar perkotaan. Walaupun fasilitas yang ada tidak selengkap rumahnya di kota, tapi bagi Nala itu tidak masalah.Terkadang Nala merindukan kedua orang tuanya. Tidak mudah baginya berpisah dengan mereka, apalagi selama ini Nala tidak pernah hidup jauh dari orang tua. Lagipula Nala seorang cewek, yang notabene har
Jam sudah menunjukkan pukul enam lebih dua puluh menit, tetapi bus itu belum juga berangkat. AC yang rusak memaksa para penumpang untuk membuka jendela, membiarkan angin sepoi-sepoi menerobos masuk walaupun bercampur dengan aroma tak sedap yang menguar dari sungai di pinggir jalan dan tumpukan sampah pasar. Suara deruman kendaraan, bayi menangis dan percakapan bernada tinggi mewarnai hiruk-pikuk aktivitas pagi itu.Diantara bangku penumpang, seorang gadis mengenakan seragam SMA tampak mengecek arloji yang melingkar di pergelangan tangan kanannya. Dia tampak menatap cemas ke arah kernet yang tak henti-hentinya meneriakkan tujuan bus yang ditumpanginya. Belum ada tanda-tanda bus tersebut akan berangkat, sementara dia harus sampai di sekolah pukul tujuh, tidak lebih. Bila terlambat, maka dia harus berurusan dengan guru BK*).Seumur-umur, gadis itu tidak pernah berurusan dengan guru BK.Perhatian gadis itu teralihkan ketika
Gadis itu muncul dari gelapnya malam. Langkahnya terseok, pergelangan kaki kirinya menekuk dengan tidak wajar. Sesekali dia menoleh ke belakang dengan raut wajah ketakutan.Dia mengugu, berusaha untuk tidak tersungkur di aspal yang keras. Sorot matanya menatap dengan penuh harap ketika dia melihat sebuah cahaya di kejauhan. Sebuah mobil mendekat, membangkitkan asa pada diri gadis tersebut."Tolong," rintihnya lirih sembari melambaikan kedua tangannya.Mobil tersebut mau berhenti. Seorang pemuda dengan mengenakan seragam sekolah bergegas keluar dari balik kursi kemudi dan mendekati gadis itu."Mbak ... ngapain di luar malam-malam begini?" tanya pemuda itu heran. Lalu pandangan matanya terantuk pada gaun pesta putih yang dikenakan oleh gadis itu.Penuh dengan noda darah."Mbaknya ... terluka?"Si gadis hanya tergugu kecil dan menganggukkan kepala."Ah, baiklah kalau begitu. Tidak perlu khawatir, mbak. Akan saya antarkan ke rumah
Gadis itu muncul dari gelapnya malam. Langkahnya terseok, pergelangan kaki kirinya menekuk dengan tidak wajar. Sesekali dia menoleh ke belakang dengan raut wajah ketakutan.Dia mengugu, berusaha untuk tidak tersungkur di aspal yang keras. Sorot matanya menatap dengan penuh harap ketika dia melihat sebuah cahaya di kejauhan. Sebuah mobil mendekat, membangkitkan asa pada diri gadis tersebut."Tolong," rintihnya lirih sembari melambaikan kedua tangannya.Mobil tersebut mau berhenti. Seorang pemuda dengan mengenakan seragam sekolah bergegas keluar dari balik kursi kemudi dan mendekati gadis itu."Mbak ... ngapain di luar malam-malam begini?" tanya pemuda itu heran. Lalu pandangan matanya terantuk pada gaun pesta putih yang dikenakan oleh gadis itu.Penuh dengan noda darah."Mbaknya ... terluka?"Si gadis hanya tergugu kecil dan menganggukkan kepala."Ah, baiklah kalau begitu. Tidak perlu khawatir, mbak. Akan saya antarkan ke rumah
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments