Beranda / Pernikahan / Bahagia Tanpamu, Mas! / Ada Udang Dibalik Batu

Share

Ada Udang Dibalik Batu

Jarum jam sudah menunjukkan angka sembilan malam. Putri kecilku telah terlelap di kamarnya. Sedang Mas Wahyu masih asyik menonton televisi. Entah apa yang dia tonton aku juga tak tahu.

Kubereskan gunting dan alat jahit ku yang lain. Sudah cukup kegiatan jahit menjahit ku hari ini. Badan sudah meminta haknya untuk istirahat.

Kubaringkan tubuh tepat di sebelah Diana. Membaca doa sebelum tidur lalu mulai memejamkan mata. Aku terbangun saat tangan kekar melingkar di perutku. Ya, itu tangan Mas Wahyu. Aku tahu ia ingin meminta haknya malam ini.

Berjalan beriringan memasuki kamar kami. Sebenarnya ingin sekali digendong, tapi sayang suamiku tidak sepeka itu. Mau meminta, takut ujung-ujungnya kena omel.

Perlahan membaringkan tubuhku di atas ranjang. Ingin segera tidur karena lelah yang mendera. Dan tubuh ingin segera meminta haknya, istirahat. Tapi aku juga tak ingin menolak permintaan suamiku. Bukankah surga istri berada di telapak kaki suami? Aku juga tak ingin dilaknat malaikat hanya tak memenuhi permintaan suamiku.

Jika seorang suami mengajak istrinya untuk berhubungan, akan tetapi ia (istri) tidak memenuhi ajakan suami, hingga malam itu suaminya marah, maka ia (istri) mendapatkan laknat para Malaikat sampai subuh." (HR Muslim).

"Terima kasih sayang." bisiknya di telinga setelah aku memenuhi kewajibanku sebagai istri.

Peluh masih menempel, ingin mandi namun mataku tak bisa diajak kompromi.

"Mas ingin bicara dek..."

"Bicara apa Mas?" ucapku sambil menutup mulut karena menguap. Membenamkan kepala di dada bidang suamiku. Tangan Mas Wahyu mengelus-elus rambutku. Ini seperti magnet yang membuat mataku kian tertutup. Hingga aku terlelap dalam mimpi indah.

Kriiingg...

Bunyi alarm dari ponselku. Segera kumatikan lalu beranjak ke kamar mandi. Menguyur tubuh dengan air, membersihkan tubuh dari hadas besar.

Menggoncang kan tubuhnya perlahan, membangunkan dia karena adzan subuh akan segera berkumandang.

"Mas bangun, sudah mau adzan subuh. Kamu kan harus mandi dulu." ucapku lembut.

Mas Wahyu membuka mata, lalu bergegas ke kamar mandi. Aku sampai membuka mulut lebar-lebar. Serasa tak percaya dengan apa yang baru saja ku lihat. Mas Wahyu bangun sebelum subuh. Ya, karena suamiku paling susah dibangunkan pagi-pagi. Dia akan bangun pukul setengah enam meski aku sudah membangunkannya berkali-kali. Dan hari ini dengan sekali sentuhan dia bangun lalu bergegas mandi.

Semoga doaku selama ini terkabul. Mas Wahyu berubah menjadi lelaki yang baik serta bertanggung jawab kepada keluarganya. Aamiin.

****

"Dek, yang Mas bicarakan semalam bagaimana?" tanyanya saat berada di ruang keluarga. Kebetulan ini hari minggu, Mas Wahyu libur kerja.

Memang apa yang dibicarakan semalam? Bukankah Mas Wahyu tak berkata apapun ya? Atau mungkin aku sudah terlelap hingga tak mendengar ucapannya. Waduh bakalan kena semprot ini.

"Memangnya Mas Wahyu bicara apa? Maaf ya Mas, aku ketiduran. Habisnya capek banget kerja seharian Mas." ucapku ragu.

"Gak apa-apa kok sayang, Mas tahu kamu pasti sangat capek. Sudah jahit ngurusin aku dan Diana." tangannya mengelus pucuk kepalaku yang dibalut hijab.

Tidak ada hujan, tidak ada halilintar. Kenapa suamiku tiba-tiba baik seperti ini? Atau jangan-jangan ada udang di balik bakwan lagi.

Astagfirullah...

Sadar Wulan, suami baik harusnya bersyukur bukan malah berburuk sangka seperti itu.

"Memangnya Mas Wahyu semalam mau ngomong apa?" tanyaku penasaran.

Mas Wahyu menggenggam kedua tanganku, menatapku dalam-dalam.Membuatku semakin bertanya-tanya. Atau jangan-jangan Mas Wahyu mau izin nikah lagi?

Ah, tidak, tidak. Aku tak akan mentolerir pengkhianatan. Lebih baik menjadi janda dari pada harus dimadu.

"Kamu mau nikah lagi Mas?" ketusku. Mas Wahyu justru tertawa terpingkal-pingkal.Memangnya ada yang lucu apa?

"Ya Allah dek, mana mungkin Mas nikah lagi. Mas itu hanya cinta sama kamu. Sampai kapanpun Mas tidak akan menikah lagi. Cukup kamu di hati Mas." Mas Wahyu memegang pundakku, dan mengunci netraku.

Seketika tubuhku melayang ke langit ke tujuh. Karena jarang-jarang suamiku ngegombal seperti itu.

"Biasanya di sinetron-sinetron gitu sih Mas. Baik-baikin istri tahu-tahu sudah kawin lagi."

Mas Wahyu tiba-tiba diam, matanya tak lagi memandangku. Atau jangan-jangan memang benar dia punya simpanan hingga aku selalu diberi nafkah delapan ratus ribu saja.

"Mas..."

"Iya sayang."

"Kok bengong?" tanyaku penuh selidik.

"Mas bingung gimana cara bayar hutangnya dek, Mas sudah gak punya uang. Kemarin kan Mas pinjem Mang Juki karena ibu masuk rumah sakit. Nah sekarang aku bingung bayarnya gimana?"ucapnya mengiba.

Ya Allah, ibu masuk rumah sakit dan aku tak tahu. Tapi kenapa Rika tidak mengabariku?

"Apa kamu punya tabungan dek? Mas janji akan menggantinya jika Mas sudah punya uang. Mas takut bunganya semakin membesar jika tidak segera dilunasi."

Ah, benar juga kata Mas Wahyu. Bisa-bisa hutang itu menjadi ratusan juta hanya karena belum mampu membayar. Apa aku pinjamkan gelang emas yang aku punya saja ya?

"Wulan tidak punya simpanan uang Mas."

Mas Wahyu menundukkan kepala. Wajahnya terlihat sangat kecewa. Dan aku tak pernah tega melihatnya seperti itu.

"Tapi Wulan punya gelang emas sepuluh gram Mas."

Raut wajah bahagia terpancar dari netranya. Ucapanku seperti angin surga bagi Mas Wahyu.

"Tidak usahlah dek, itukan emas kamu. Mas takut tidak bisa kembalikan."

"Wulan ikhlas jika ini untuk membayar hutang Mas Juki. Hutang untuk membiayai pengobatan ibu." Mas Wahyu menggenggam kedua tanganku. Lalu menciumnya berkali-kali.

"Terima kasih ya dek. Mas sangat menyayangimu."

******

Samar-samar terdengar muadzin mengumandangkan adzan subuh. Perlahan menggerakkan tubuh. Mengumpulkan nyawa yang belum sempurna. Tak lupa ku guncang kan perlahan tubuh suamiku. Berharap bisa shalat berjamaah bersama.

"Mas bangun, sudah subuh."

Hening, Mas Wahyu masih terlelap dalam tidurnya.

"Mas..."masih tah ada sahutan. Bukankah dua hari Mas Wahyu selalu bangun sebelum subuh. Tapi kenapa hari ini susah sekali dibangunkan.

"Mas..." ku guncang kan lebih keras.

"Kamu apa-apaan sih Lan. Ganggu orang tidur saja. Sana shalat sendiri!" sungutnya lalu kembali tidur.

Astagfirullah

Ku elus dadaku yang terasa sesak. Tak menyangka Mas Wahyu akan berkata seperti itu padaku. Bukankah dua hari ini dia telah berubah. Apa jangan-jangan dia berubah karena ada maunya saja...?

Ya Allah, kenapa suamiku seperti itu?Bukakanlah hatinya.

Jangan lupa subscribe, like dan komen💕

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status