Beranda / Urban / TAKHTA BAYANGAN / Bab 1 - Bab 10

Semua Bab TAKHTA BAYANGAN: Bab 1 - Bab 10

42 Bab

Bab 1: Warisan di Balik Dinding

Di Kota Avalon, pagi selalu datang dengan kabut tipis yang menyelimuti jalan-jalan sempit. Kota ini tidak pernah tidur; siang hari milik para pebisnis dan pekerja, malamnya milik penjahat dan bayangan. Namun, di tengah hiruk pikuk itu, Dante Castellano hanyalah seorang mahasiswa biasa yang mencoba menjalani hidup sederhana. Di luar apartemen kecilnya, klakson kendaraan beradu dengan langkah kaki orang-orang yang terburu-buru. Dante duduk di meja belajarnya, mengenakan kaos kusut dan kacamata bulat. Ia tenggelam dalam buku-buku hukum yang berserakan. "Sudah pukul delapan pagi," gumamnya, menguap sambil merapikan rambut hitam yang berantakan. Dante tidak pernah menyukai hidup yang mencolok. Ia menikmati kesunyian perpustakaan, kopi murah di kedai kecil, dan jarak dari apa pun yang berbau masalah. Namun, hari ini berbeda. Ponselnya bergetar, memunculkan nama yang sudah lama ia hindari: Damian. "Kenapa dia meneleponku?" pikir Dante sambil menatap layar. Ia menekan tombol jawab de
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-22
Baca selengkapnya

Bab 2: Jejak dalam Kegelapan

Langit malam di Distrik Avalon tertutup kabut tipis, menciptakan suasana kelam yang menyelimuti gedung-gedung tua di kawasan barat kota. Di dalam mobil yang melaju pelan, Dante duduk dengan gelisah. Pikirannya terus dihantui oleh pertemuannya dengan Damian dan informasi mengejutkan yang baru saja didapatnya. Di kursi kemudi, Elena tetap fokus pada jalan di depan, sesekali melirik Dante yang tampak tenggelam dalam pikirannya. “Kau baik-baik saja?” tanya Elena tiba-tiba, memecah kesunyian. Dante menghela napas panjang. “Aku tidak tahu harus bilang apa. Semuanya terasa... salah. Kau bilang ayahku dihancurkan dari dalam, dan sekarang aku berada di tengah permainan ini. Tapi aku bahkan tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.” Elena tersenyum tipis, tetapi ada nada serius dalam suaranya. “Kau ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi? Maka kau harus mulai membuka mata. Dunia ini tidak seindah yang kau pikirkan, Dante. Bahkan ayahmu pun tahu itu.” Dante tidak menjawab. Ia hanya
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-22
Baca selengkapnya

Bab 3: Jejak yang Tertinggal

Malam itu terasa semakin kelam seiring dengan semakin dekatnya Dante dengan dunia yang telah lama ia hindari. Dunia yang penuh dengan intrik, pengkhianatan, dan kekerasan. Namun, sekarang ia tidak punya pilihan selain melangkah lebih dalam. Baginya, ayahnya bukan sekadar sebuah kenangan, tetapi sebuah teka-teki yang harus ia pecahkan. Jika ia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi, ia harus menghadapi kenyataan yang tak terhindarkan. Di dalam kamar hotel yang sederhana, Elena duduk di depan meja, memeriksa dokumen-dokumen yang ia ambil dari markas rahasia. Dante berdiri di dekat jendela, memandang ke luar dengan pikiran yang terus berputar. "Apa rencanamu selanjutnya?" tanya Dante tanpa menoleh. Elena mengangkat kepala, menyipitkan matanya. "Kita menuju Raven's Nest. Tempat itu tidak akan mudah ditemukan, tapi aku tahu cara masuk." "Bagaimana kalau ada jebakan?" Dante berbalik dan memandang Elena. "Jika ada jebakan, kita harus siap," jawab Elena tegas. "Tapi, kita tidak punya ba
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-22
Baca selengkapnya

Bab 4: Kebenaran yang Terungkap

Dante berjalan dengan langkah mantap di sepanjang jalan yang ramai, meski hatinya masih terasa berdebar kencang. Setelah berhasil melarikan diri dari Raven’s Nest, hidupnya kini berada dalam ketegangan yang tak terhindarkan. Setiap detik terasa seperti petaka yang siap menghancurkan dirinya. Namun, di balik ketakutan itu, ada satu hal yang tidak bisa dia abaikan: kebenaran. Apa yang sebenarnya terjadi dengan ayahnya? Siapa yang benar-benar menginginkannya mati? Elena tetap berjalan di sampingnya, dengan langkah yang tenang dan penuh perhitungan. Sepertinya, wanita itu sudah terbiasa dengan dunia yang gelap ini, jauh lebih siap menghadapi bahaya yang selalu mengintai. Wajahnya yang dingin dan tenang justru memberikan kenyamanan bagi Dante yang masih merasa cemas. "Mereka pasti sudah tahu kita selamat," kata Elena, membuka percakapan. "Kita tidak bisa tinggal di sini terlalu lama. Kita harus bergerak." Dante menatapnya dengan tatapan serius. "Ke mana kita akan pergi?" "Ke tempat ya
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-22
Baca selengkapnya

Bab 5: Hati yang Terpecah

Dante dan Elena berlari menyusuri lorong-lorong sempit, merasakan jejak langkah kaki yang semakin dekat di belakang mereka. Keheningan malam itu terasa menyesakkan. Angin berhembus kencang, menyisir wajah mereka dengan dingin, namun hatinya jauh lebih dingin lagi. Setiap detik yang berlalu membawa mereka lebih dekat ke ancaman yang semakin jelas. Hanya ada satu tujuan dalam benak Dante: bertahan hidup. Tetapi saat ia menatap Elena di sampingnya, ia merasa ada lebih dari sekadar ancaman yang membayangi mereka. Ada kebenaran yang ingin ia pecahkan, sebuah rasa penasaran yang semakin menggerogoti hatinya. Setelah beberapa belokan tajam, mereka tiba di sebuah pintu yang tersembunyi di balik tumpukan barang-barang lama. Elena membuka pintu itu dengan cepat, menggenggam tangan Dante dengan erat. "Masuk," katanya tegas. Dante ragu sejenak, menatap ruang gelap di dalamnya. Mereka tak punya banyak pilihan. Elena sudah melangkah lebih dulu, dan Dante segera mengikuti, menutup pintu dengan le
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-22
Baca selengkapnya

Bab 6: Percikan di Tengah Kegelapan

Malam menyelimuti kota dengan gelap yang hampir sempurna. Langit tanpa bintang dan jalanan lengang terasa seperti sebuah pertanda buruk. Di sebuah gudang tua di pinggiran kota, suara-suara samar terdengar—bisikan penuh ketegangan dan langkah-langkah kaki yang berhati-hati. Di dalam, Dante berdiri memandangi papan penuh peta, dokumen, dan foto. Setiap potongan informasi terasa seperti teka-teki besar yang tidak sepenuhnya ia pahami. Elena berdiri di sampingnya, tangan terlipat dengan wajah tegang. "Ini semua hanya sebagian kecil," kata Elena sambil menunjuk ke salah satu peta. "The Codex mungkin saja disembunyikan di salah satu fasilitas ini. Tapi setiap lokasi adalah ancaman." Dante mengangguk pelan, tetapi pikirannya tidak sepenuhnya ada di situ. Sejak mengetahui bahwa dirinya adalah pewaris dari kekuatan besar—dan berbahaya—ia merasa seperti hidupnya telah diambil alih oleh sesuatu yang tidak pernah ia minta. Setiap langkah yang ia ambil terasa seperti melangkah ke jurang yang l
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-23
Baca selengkapnya

Bab 7: Bayangan yang Lebih Gelap

Pagi menyingsing dengan suasana muram. Dante berdiri di balkon sebuah rumah persembunyian yang terletak di pinggir kota, memandangi jalanan yang sepi. Matanya yang sembab menatap kosong, pikirannya kembali ke kejadian malam sebelumnya. Gudang itu hancur, Rafael lolos, dan Nina masih berada dalam ancaman. Elena datang menghampirinya, membawa secangkir kopi. "Kau tidak tidur sama sekali," katanya, meletakkan cangkir itu di meja kecil. "Aku tidak bisa," jawab Dante singkat. "Kepalaku dipenuhi oleh semua kemungkinan buruk. Rafael terus bermain-main denganku, dan aku selalu kalah." "Kita belum kalah," kata Elena dengan tegas, mencoba mengembalikan semangat Dante. "Kita masih di sini, dan kita masih punya kesempatan untuk membalikkannya." "Tapi dengan harga apa?" Dante menoleh padanya. "Berapa banyak lagi orang yang harus terjebak dalam permainan ini? Aku sudah kehilangan terlalu banyak, Elena." Elena mendekat, menatapnya dengan serius. "Justru karena itu kau tidak boleh menyerah. Kau
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-25
Baca selengkapnya

Bab 8: Penghianatan yang Tak Terduga

Malam di rumah persembunyian itu lebih sunyi dari biasanya, tetapi suasana tegang terasa jelas di udara. Dante duduk di ruang tamu, memeriksa dokumen yang mereka curi dari apartemen Rafael. Nama-nama di dalamnya bukan hanya sekutu Rafael, tetapi juga mencakup beberapa orang yang selama ini dianggap netral atau bahkan teman. "Aku tidak percaya mereka semua ada dalam daftar ini," gumam Dante, suaranya rendah tetapi penuh amarah. Elena yang duduk di sofa seberang mengamati wajah Dante yang tegang. "Kita tidak bisa hanya mengandalkan asumsi. Beberapa dari mereka mungkin dipaksa, atau bahkan dijebak oleh Rafael." "Tapi kita tidak bisa mengabaikan kemungkinan bahwa mereka telah berkhianat," potong Dante. Matanya menatap salah satu nama dengan intensitas yang membuat Elena merasa tidak nyaman. "Siapa di daftar itu yang membuatmu gelisah?" tanya Elena, mendekat. Dante menggelengkan kepala, tetapi Elena menangkap kilatan emosi di matanya. "Dante, kalau ini soal seseorang yang kau kenal,
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-26
Baca selengkapnya

Bab 9: Retakan di Antara Kita

Malam di persembunyian terasa lebih dingin dari biasanya. Bukan karena cuaca, tetapi karena ketegangan yang menggantung di udara. Dante duduk di sudut ruangan, menatap peta kota di depannya. Tangannya mengepal di atas meja, sementara pikirannya terus berputar mencari jawaban atas serangan mendadak tadi malam. Lorenzo berdiri di dekat jendela, wajahnya penuh kebingungan dan luka batinnya jelas terlihat. Di sisi lain, Elena mondar-mandir dengan raut wajah frustrasi, menggosok dahinya berulang kali. Semua orang terjebak dalam pikiran mereka sendiri, tetapi kebisuan itu akhirnya pecah oleh suara Elena. "Kita tidak bisa terus begini," katanya dengan nada tinggi, berhenti di tengah ruangan. "Ada yang harus dijelaskan. Kalau bukan oleh musuh di luar, maka oleh seseorang di antara kita." Dante mengangkat wajahnya perlahan, tatapannya dingin tetapi sarat emosi yang sulit ditebak. "Apa maksudmu, Elena?" Elena menatapnya balik tanpa rasa takut. "Aku tidak bisa mengabaikan ini, Dante. Lorenz
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-27
Baca selengkapnya

Bab 10: Lingkaran Api

Malam itu, Dante duduk sendirian di ruang belakang markas mereka. Pikirannya penuh dengan kemarahan yang belum menemukan tempat untuk dilampiaskan. Wajah Victor Vasquez terus membayangi pikirannya, terutama senyum dingin pria itu yang penuh keyakinan akan kemenangannya. Dante tahu bahwa ancaman Victor tidak main-main. Ketukan pelan di pintu mengalihkan perhatiannya. Elena masuk tanpa menunggu jawaban. "Dante," katanya dengan nada lembut, "kau belum makan sejak tadi siang. Kau tidak bisa terus seperti ini." "Aku tidak lapar," jawab Dante singkat, tetapi Elena tidak mundur. Ia mendekati Dante dan duduk di kursi di depannya. "Apa yang sebenarnya ada di kepalamu?" tanya Elena, mencoba memahami kegelisahan Dante. Dante menghela napas panjang. "Victor bukan hanya ancaman baru, Elena. Dia lebih dari itu. Dia seseorang yang tahu bagaimana mengendalikan permainan ini. Dan dia sudah tahu kelemahan kita sebelum kita sempat mengenalnya." Elena memiringkan kepalanya, mencoba membaca emosi D
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-28
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status