Home / Urban / TAKHTA BAYANGAN / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of TAKHTA BAYANGAN: Chapter 51 - Chapter 60

101 Chapters

Bab 51: Jejak Balas Dendam

Hujan deras malam sebelumnya menyisakan aroma tanah basah yang menyelimuti seluruh markas. Kabut tipis melingkari jendela kaca di ruangan Dante, menciptakan suasana yang berat seakan selaras dengan pikirannya. Ia berdiri dengan tangan bersedekap, menatap peta digital yang bercahaya di depannya. Di peta itu, titik merah menunjukkan lokasi-lokasi terakhir yang dikontrol oleh Ezra, musuh bebuyutan mereka.Namun, bukan hanya peta yang menjadi fokusnya. Di sudut layar, data yang ditampilkan oleh chip dalam tubuhnya terus berdenyut, memberikan informasi tak henti-hentinya. Analisis gerakan pasukan Ezra, prediksi cuaca, hingga deteksi kecil perubahan di sekitar markas semuanya terus-menerus menghampiri pikirannya. Tetapi semua itu terasa tidak cukup. Luka pengkhianatan Lucas masih terasa segar, dan kegagalan malam itu membuat beban di pundaknya semakin berat.“Aku tidak bisa gagal lagi,” gumam Dante, hampir tak terdengar.Ketukan pintu membuyarkan lamunan Dante. Tanpa menoleh, ia berkata, “M
last updateLast Updated : 2024-12-20
Read more

Bab 52: Langkah Dalam Kegelapan

Hujan kembali turun di malam yang dingin itu, menciptakan irama lembut di atas atap markas. Dante duduk sendirian di ruangannya, dikelilingi bayang-bayang gelap yang hanya diterangi oleh lampu meja kecil di sudut ruangan. Tangannya menggenggam erat sebuah cangkir kopi yang sudah mendingin. Mata gelapnya menatap kosong ke arah peta digital yang terpampang di dinding. Pikirannya terus berputar, mencoba memahami langkah Ezra berikutnya. Gudang senjata telah hancur, dan kini mereka hampir tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk melawan. Namun bukan itu yang benar-benar mengganggunya—melainkan kehadiran Lucas di pertempuran terakhir. Lucas. Nama itu seperti duri yang menusuk dalam-dalam ke dadanya.Ayra meletakkan dokumen yang dibawanya ke atas meja Dante. Ia menatapnya dengan cermat, memperhatikan garis-garis keras di wajah pemimpin mereka.“Kami mendapatkan sesuatu,” ucap Ayra dengan nada rendah. “Informasi dari jaringan lama. Bukan kabar baik.”Dante menghela napas panjang,
last updateLast Updated : 2024-12-21
Read more

Bab 53: Bayangan Di Balik Mata

Cahaya temaram dari lentera minyak menggantung di tengah ruangan, memancarkan sinar kuning redup yang menari di dinding kayu yang lapuk. Suasana di dalam kabin tua itu terasa lebih berat daripada udara dingin di luar. Alaric berdiri di ambang pintu, tubuhnya tegap meskipun usianya terlihat jelas dari rambut putihnya. Tatapan matanya tajam, menusuk seperti pedang yang siap menyerang kapan saja. Dante mengangkat kedua tangannya perlahan, menunjukkan bahwa ia datang tanpa niat bermusuhan. Tapi senyum tipis di wajahnya tidak menunjukkan rasa takut. Sebaliknya, ada rasa percaya diri yang samar, seperti seorang pria yang tahu bahwa ia tidak mungkin kalah dalam permainan ini. “Kau di sini untuk apa?” Alaric bertanya, suaranya dalam dan bergetar seperti guntur yang jauh. Dante melangkah maju, melewati genangan air yang mengalir masuk melalui celah pintu. “Kita punya musuh yang sama, Alaric. Aku hanya butuh waktumu untuk mendengar.” Ruangan itu hening, hanya suara kayu berderak yang terde
last updateLast Updated : 2024-12-21
Read more

Bab 54: Di Ambang Batas

Langit pagi itu mendung, seolah menyembunyikan sinar matahari di balik tirai kelabu. Hutan di sekitar kamp mereka terasa lebih sunyi dari biasanya, hanya suara angin yang sesekali menggoyangkan dedaunan yang terdengar. Di tengah kamp, Alaric berdiri di dekat meja kayu yang dipenuhi peta dan dokumen. Tangannya bergerak perlahan, menelusuri garis-garis peta, sambil sesekali melirik catatan yang ditulis dengan tulisan tangan yang rapi. Wajahnya terlihat serius, namun ada ketenangan yang luar biasa di balik tatapannya. Dante mendekat, membawa secangkir kopi hangat. “Kau tidak tidur semalaman?” tanyanya dengan nada khawatir. Alaric hanya menggeleng, matanya tetap terpaku pada peta di depannya. “Aku tidak punya waktu untuk tidur. Ezra tidak akan berhenti, dan setiap detik yang kita habiskan tanpa bergerak adalah keuntungan bagi dia.” Dante meletakkan cangkir kopi di atas meja, mencoba mencari celah untuk memahami pikiran Alaric. “Aku tahu ini sulit, tapi kau tidak bisa melakukanny
last updateLast Updated : 2024-12-22
Read more

Bab 55

Lorong-lorong sempit di bawah tanah seperti melingkupi mereka dalam misteri. Ayra memimpin langkah dengan obor kecil, nyalanya bergetar di setiap langkah. Alaric berjalan di belakangnya dengan bahu yang berdarah, sedangkan Marcus mendukung tubuhnya agar tetap tegak. “Kita hampir sampai,” kata Ayra, mencoba menenangkan dirinya sendiri lebih daripada orang lain. “Ini tidak seberapa,” balas Alaric lemah, meskipun wajahnya pucat pasi. Ayra mencengkeram obor lebih erat, menyembunyikan rasa takut yang merayap di dadanya. Apa yang terjadi di gedung pusat informasi tadi seolah masih menghantui mereka. Ledakan, perlawanan sengit, dan bayangan pengkhianatan yang tak terelakkan mulai membebani pikiran mereka. Gudang tua di pinggir kota itu menjadi pelarian sementara mereka. Tempatnya gelap dan dingin, penuh dengan debu dan peralatan rusak. Ayra segera menutup pintu berat di belakang mereka, memastikan tidak ada yang mengikuti. Marcus membantu Alaric duduk di atas peti kayu besar. Ayra meng
last updateLast Updated : 2024-12-22
Read more

Bab 56 Pertemuan Tak Terduga

Malam semakin pekat, membawa hawa dingin yang menusuk hingga ke tulang. Dante berdiri di ruang kerjanya, menatap hologram chipset yang terus memancarkan data. Pikirannya bercabang, setengah fokus pada rencana ke depan, setengah lagi dilingkupi rasa bersalah dan kehilangan. Marcus. Nama itu terus membayang, menghantui setiap keputusan yang ia ambil. Pengkhianatan dan kematian Marcus adalah luka yang tak kunjung sembuh, sekaligus pengingat bahwa dunia yang ia jalani tidak mengenal belas kasihan. Sebuah ketukan pelan di pintu membuyarkan lamunannya. Sebelum Dante sempat menjawab, pintu terbuka, memperlihatkan Elena yang melangkah masuk dengan anggun. Di belakangnya, Ayra menyusul, membawa ekspresi cemas yang sulit disembunyikan. “Dante,” panggil Elena lembut. “Kau tidak bisa terus-terusan mengurung diri di sini.” Dante mengangkat wajahnya, tatapan tajamnya menyapu kedua wanita itu. “Aku tidak mengurung diri. Aku sedang bekerja.” “Kau menyebut ini bekerja?” sahut Ayra, suarany
last updateLast Updated : 2024-12-23
Read more

Bab 57

Dante menghela napas dalam-dalam. Di hadapannya, seorang pria yang tampaknya sudah kelelahan dan tak berdaya, duduk terikat di kursi. Tawanan ini bukan sembarang orang—dia adalah seseorang yang sangat berpengaruh dalam jaringan musuh, dan Dante tahu bahwa informasi yang bisa didapatkan darinya akan sangat berharga untuk melanjutkan misinya. Ayra berdiri di dekatnya, matanya penuh konsentrasi. Sesekali, dia memeriksa kondisi tawanan itu, tapi tidak ada rasa kasihan di matanya. Ayra tahu bahwa, untuk mengalahkan musuh, mereka harus kuat dan tegas. Kadang, kelemahan menjadi harga yang harus dibayar. Elena, yang sejak awal terlihat tegang, melangkah lebih dekat. Wajahnya keras, penuh dengan determinasi. "Kita tidak punya banyak waktu," katanya dengan suara tegas. "Jika dia punya informasi yang kita butuhkan, kita harus mendapatkan jawabannya, cepat." Dante mengangguk pelan. "Aku tahu. Tapi kita harus berhati-hati. Jika kita salah langkah, ini bisa menjadi bumerang untuk kita." T
last updateLast Updated : 2024-12-23
Read more

Bab 58 Bayang Dalam Perang

Melangkah cepat di lorong yang gelap, Dante merasakan ketegangan yang belum juga surut meski mereka telah mengalahkan para penyerang. Ada perasaan yang lebih berat menghinggapi dirinya, seperti bayangan tak terlihat yang mengikuti mereka. Di setiap sudut ruangan dan setiap langkah yang mereka ambil, ada ancaman yang terus mengintai. Bahkan Ayra dan Elena merasakannya, meskipun mereka tidak mengungkapkannya dengan kata-kata. "𝘿𝙖𝙣𝙩𝙚," suara Elena terdengar, lembut, namun ada ketegangan yang menyertai kata-katanya. "Kau yakin kita akan aman di tempat ini?" Dante menoleh, matanya tetap waspada, meski senyum tipis terukir di bibirnya. "𝘼𝙠𝙪 𝙩𝙞𝙙𝙖𝙠 𝙩𝙖𝙝𝙪. 𝙏𝙖𝙥𝙞 𝙠𝙞𝙩𝙖 𝙩𝙞𝙙𝙖𝙠 𝙥𝙪𝙣𝙮𝙖 𝙥𝙞𝙡𝙞𝙝𝙖𝙣 𝙡𝙖𝙞𝙣." Ayra berjalan di sampingnya, dan meski sikapnya tampak tegar, ada sesuatu dalam matanya yang menunjukkan ia juga merasakan hal yang sama. "𝙅𝙞𝙠𝙖 𝙢𝙚𝙧𝙚𝙠𝙖 𝙩𝙞𝙙𝙖𝙠 𝙢𝙪𝙣𝙙𝙪𝙧 𝙝𝙖𝙣𝙮𝙖 𝙠𝙖𝙧𝙚𝙣𝙖 𝙠𝙞𝙩𝙖 𝙩𝙚𝙧𝙡𝙖𝙡𝙪 𝙠𝙪𝙖𝙩, 𝙢𝙚𝙧𝙚𝙠𝙖
last updateLast Updated : 2024-12-24
Read more

Bab 59 𝘿𝙞 𝘼𝙢𝙗𝙖𝙣𝙜 𝙆𝙚𝙗𝙚𝙣𝙖𝙧𝙖𝙣

Lorong bawah tanah itu masih menggema dengan sisa suara ledakan dan benturan. Dante memimpin jalan, tubuhnya tegang, tapi tatapannya tajam seperti biasa. Di belakangnya, Ayra berusaha menyeimbangkan langkah di antara puing-puing, sementara Elena tak henti-hentinya menoleh ke belakang, memastikan tidak ada ancaman yang mengejar mereka. "𝘿𝙖𝙣𝙩𝙚, 𝙖𝙥𝙖 𝙠𝙖𝙪 𝙮𝙖𝙠𝙞𝙣 𝙩𝙚𝙢𝙥𝙖𝙩 𝙞𝙣𝙞 𝙖𝙢𝙖𝙣?" Ayra akhirnya bersuara, suaranya rendah tapi jelas menyimpan keraguan. Dante tidak langsung menjawab. Ia berhenti di depan sebuah persimpangan, menatap dua jalan berbeda di hadapannya. Tangannya menyentuh dinding dingin, mencari tanda-tanda petunjuk. "𝘼𝙢𝙖𝙣 𝙖𝙩𝙖𝙪 𝙩𝙞𝙙𝙖𝙠, 𝙞𝙣𝙞 𝙨𝙖𝙩𝙪-𝙨𝙖𝙩𝙪𝙣𝙮𝙖 𝙟𝙖𝙡𝙖𝙣 𝙠𝙞𝙩𝙖 𝙠𝙚𝙡𝙪𝙖𝙧," gumamnya, setengah pada dirinya sendiri. Elena menarik napas panjang, menahan rasa frustrasi yang mulai muncul. "𝘼𝙠𝙪 𝙝𝙖𝙣𝙮𝙖 𝙞𝙣𝙜𝙞𝙣 𝙩𝙖𝙝𝙪, 𝙖𝙥𝙖 𝙠𝙞𝙩𝙖 𝙖𝙠𝙖𝙣 𝙢𝙚𝙣𝙚𝙢𝙪𝙠𝙖𝙣 𝙟𝙖𝙬𝙖𝙗𝙖𝙣 𝙙𝙞𝙨𝙞𝙣𝙞? 𝘼𝙩𝙖𝙪 𝙠?
last updateLast Updated : 2024-12-24
Read more

Bab 60 Langkah ke Dalam Kegelapan

Fajar menyingsing dengan langit berwarna jingga, menyelimuti Kota Bawah dalam keheningan yang jarang terjadi. Dante berdiri di tepi gang sempit, memandangi peta digital di tangannya. Sekilas, pikirannya melayang pada Marcus. Apakah temannya itu masih hidup? Ataukah Marcus telah kehilangan dirinya sepenuhnya, menjadi boneka organisasi? Ayra dan Elena muncul dari bayangan di belakangnya, keduanya membawa perlengkapan yang diperlukan untuk perjalanan ini. Ayra, dengan wajah penuh tekad, menyentuh lengan Dante. "Kita siap." Dante menoleh dan mengangguk. "Baiklah. Kita berangkat sekarang. Tidak ada jalan kembali." Elena menghela napas panjang, memastikan senjata kecil di pinggangnya siap digunakan. "Pastikan kau tidak membiarkan emosi menguasaimu, Dante. Kali ini, kita butuh kepala dingin." "Aku tahu," jawab Dante, meski jauh di dalam dirinya, ia tahu itu lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Perjalanan melalui hutan menuju fasilitas utama tidak hanya melelahkan secara fisi
last updateLast Updated : 2024-12-25
Read more
PREV
1
...
45678
...
11
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status