Beranda / Urban / TAKHTA BAYANGAN / Bab 53: Bayangan Di Balik Mata

Share

Bab 53: Bayangan Di Balik Mata

Penulis: Zayba Almira
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-21 07:54:37

Cahaya temaram dari lentera minyak menggantung di tengah ruangan, memancarkan sinar kuning redup yang menari di dinding kayu yang lapuk. Suasana di dalam kabin tua itu terasa lebih berat daripada udara dingin di luar. Alaric berdiri di ambang pintu, tubuhnya tegap meskipun usianya terlihat jelas dari rambut putihnya. Tatapan matanya tajam, menusuk seperti pedang yang siap menyerang kapan saja.

Dante mengangkat kedua tangannya perlahan, menunjukkan bahwa ia datang tanpa niat bermusuhan. Tapi senyum tipis di wajahnya tidak menunjukkan rasa takut. Sebaliknya, ada rasa percaya diri yang samar, seperti seorang pria yang tahu bahwa ia tidak mungkin kalah dalam permainan ini.

“Kau di sini untuk apa?” Alaric bertanya, suaranya dalam dan bergetar seperti guntur yang jauh.

Dante melangkah maju, melewati genangan air yang mengalir masuk melalui celah pintu. “Kita punya musuh yang sama, Alaric. Aku hanya butuh waktumu untuk mendengar.”

Ruangan itu hening, hanya suara kayu berderak yang terde
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 54: Di Ambang Batas

    Langit pagi itu mendung, seolah menyembunyikan sinar matahari di balik tirai kelabu. Hutan di sekitar kamp mereka terasa lebih sunyi dari biasanya, hanya suara angin yang sesekali menggoyangkan dedaunan yang terdengar. Di tengah kamp, Alaric berdiri di dekat meja kayu yang dipenuhi peta dan dokumen. Tangannya bergerak perlahan, menelusuri garis-garis peta, sambil sesekali melirik catatan yang ditulis dengan tulisan tangan yang rapi. Wajahnya terlihat serius, namun ada ketenangan yang luar biasa di balik tatapannya. Dante mendekat, membawa secangkir kopi hangat. “Kau tidak tidur semalaman?” tanyanya dengan nada khawatir. Alaric hanya menggeleng, matanya tetap terpaku pada peta di depannya. “Aku tidak punya waktu untuk tidur. Ezra tidak akan berhenti, dan setiap detik yang kita habiskan tanpa bergerak adalah keuntungan bagi dia.” Dante meletakkan cangkir kopi di atas meja, mencoba mencari celah untuk memahami pikiran Alaric. “Aku tahu ini sulit, tapi kau tidak bisa melakukanny

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 55

    Lorong-lorong sempit di bawah tanah seperti melingkupi mereka dalam misteri. Ayra memimpin langkah dengan obor kecil, nyalanya bergetar di setiap langkah. Alaric berjalan di belakangnya dengan bahu yang berdarah, sedangkan Marcus mendukung tubuhnya agar tetap tegak. “Kita hampir sampai,” kata Ayra, mencoba menenangkan dirinya sendiri lebih daripada orang lain. “Ini tidak seberapa,” balas Alaric lemah, meskipun wajahnya pucat pasi. Ayra mencengkeram obor lebih erat, menyembunyikan rasa takut yang merayap di dadanya. Apa yang terjadi di gedung pusat informasi tadi seolah masih menghantui mereka. Ledakan, perlawanan sengit, dan bayangan pengkhianatan yang tak terelakkan mulai membebani pikiran mereka. Gudang tua di pinggir kota itu menjadi pelarian sementara mereka. Tempatnya gelap dan dingin, penuh dengan debu dan peralatan rusak. Ayra segera menutup pintu berat di belakang mereka, memastikan tidak ada yang mengikuti. Marcus membantu Alaric duduk di atas peti kayu besar. Ayra meng

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 56 Pertemuan Tak Terduga

    Malam semakin pekat, membawa hawa dingin yang menusuk hingga ke tulang. Dante berdiri di ruang kerjanya, menatap hologram chipset yang terus memancarkan data. Pikirannya bercabang, setengah fokus pada rencana ke depan, setengah lagi dilingkupi rasa bersalah dan kehilangan. Marcus. Nama itu terus membayang, menghantui setiap keputusan yang ia ambil. Pengkhianatan dan kematian Marcus adalah luka yang tak kunjung sembuh, sekaligus pengingat bahwa dunia yang ia jalani tidak mengenal belas kasihan. Sebuah ketukan pelan di pintu membuyarkan lamunannya. Sebelum Dante sempat menjawab, pintu terbuka, memperlihatkan Elena yang melangkah masuk dengan anggun. Di belakangnya, Ayra menyusul, membawa ekspresi cemas yang sulit disembunyikan. “Dante,” panggil Elena lembut. “Kau tidak bisa terus-terusan mengurung diri di sini.” Dante mengangkat wajahnya, tatapan tajamnya menyapu kedua wanita itu. “Aku tidak mengurung diri. Aku sedang bekerja.” “Kau menyebut ini bekerja?” sahut Ayra, suarany

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23
  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 57

    Dante menghela napas dalam-dalam. Di hadapannya, seorang pria yang tampaknya sudah kelelahan dan tak berdaya, duduk terikat di kursi. Tawanan ini bukan sembarang orang—dia adalah seseorang yang sangat berpengaruh dalam jaringan musuh, dan Dante tahu bahwa informasi yang bisa didapatkan darinya akan sangat berharga untuk melanjutkan misinya. Ayra berdiri di dekatnya, matanya penuh konsentrasi. Sesekali, dia memeriksa kondisi tawanan itu, tapi tidak ada rasa kasihan di matanya. Ayra tahu bahwa, untuk mengalahkan musuh, mereka harus kuat dan tegas. Kadang, kelemahan menjadi harga yang harus dibayar. Elena, yang sejak awal terlihat tegang, melangkah lebih dekat. Wajahnya keras, penuh dengan determinasi. "Kita tidak punya banyak waktu," katanya dengan suara tegas. "Jika dia punya informasi yang kita butuhkan, kita harus mendapatkan jawabannya, cepat." Dante mengangguk pelan. "Aku tahu. Tapi kita harus berhati-hati. Jika kita salah langkah, ini bisa menjadi bumerang untuk kita." T

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23
  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 58 Bayang Dalam Perang

    Melangkah cepat di lorong yang gelap, Dante merasakan ketegangan yang belum juga surut meski mereka telah mengalahkan para penyerang. Ada perasaan yang lebih berat menghinggapi dirinya, seperti bayangan tak terlihat yang mengikuti mereka. Di setiap sudut ruangan dan setiap langkah yang mereka ambil, ada ancaman yang terus mengintai. Bahkan Ayra dan Elena merasakannya, meskipun mereka tidak mengungkapkannya dengan kata-kata. "𝘿𝙖𝙣𝙩𝙚," suara Elena terdengar, lembut, namun ada ketegangan yang menyertai kata-katanya. "Kau yakin kita akan aman di tempat ini?" Dante menoleh, matanya tetap waspada, meski senyum tipis terukir di bibirnya. "𝘼𝙠𝙪 𝙩𝙞𝙙𝙖𝙠 𝙩𝙖𝙝𝙪. 𝙏𝙖𝙥𝙞 𝙠𝙞𝙩𝙖 𝙩𝙞𝙙𝙖𝙠 𝙥𝙪𝙣𝙮𝙖 𝙥𝙞𝙡𝙞𝙝𝙖𝙣 𝙡𝙖𝙞𝙣." Ayra berjalan di sampingnya, dan meski sikapnya tampak tegar, ada sesuatu dalam matanya yang menunjukkan ia juga merasakan hal yang sama. "𝙅𝙞𝙠𝙖 𝙢𝙚𝙧𝙚𝙠𝙖 𝙩𝙞𝙙𝙖𝙠 𝙢𝙪𝙣𝙙𝙪𝙧 𝙝𝙖𝙣𝙮𝙖 𝙠𝙖𝙧𝙚𝙣𝙖 𝙠𝙞𝙩𝙖 𝙩𝙚𝙧𝙡𝙖𝙡𝙪 𝙠𝙪𝙖𝙩, 𝙢𝙚𝙧𝙚𝙠𝙖

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24
  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 59 𝘿𝙞 𝘼𝙢𝙗𝙖𝙣𝙜 𝙆𝙚𝙗𝙚𝙣𝙖𝙧𝙖𝙣

    Lorong bawah tanah itu masih menggema dengan sisa suara ledakan dan benturan. Dante memimpin jalan, tubuhnya tegang, tapi tatapannya tajam seperti biasa. Di belakangnya, Ayra berusaha menyeimbangkan langkah di antara puing-puing, sementara Elena tak henti-hentinya menoleh ke belakang, memastikan tidak ada ancaman yang mengejar mereka. "𝘿𝙖𝙣𝙩𝙚, 𝙖𝙥𝙖 𝙠𝙖𝙪 𝙮𝙖𝙠𝙞𝙣 𝙩𝙚𝙢𝙥𝙖𝙩 𝙞𝙣𝙞 𝙖𝙢𝙖𝙣?" Ayra akhirnya bersuara, suaranya rendah tapi jelas menyimpan keraguan. Dante tidak langsung menjawab. Ia berhenti di depan sebuah persimpangan, menatap dua jalan berbeda di hadapannya. Tangannya menyentuh dinding dingin, mencari tanda-tanda petunjuk. "𝘼𝙢𝙖𝙣 𝙖𝙩𝙖𝙪 𝙩𝙞𝙙𝙖𝙠, 𝙞𝙣𝙞 𝙨𝙖𝙩𝙪-𝙨𝙖𝙩𝙪𝙣𝙮𝙖 𝙟𝙖𝙡𝙖𝙣 𝙠𝙞𝙩𝙖 𝙠𝙚𝙡𝙪𝙖𝙧," gumamnya, setengah pada dirinya sendiri. Elena menarik napas panjang, menahan rasa frustrasi yang mulai muncul. "𝘼𝙠𝙪 𝙝𝙖𝙣𝙮𝙖 𝙞𝙣𝙜𝙞𝙣 𝙩𝙖𝙝𝙪, 𝙖𝙥𝙖 𝙠𝙞𝙩𝙖 𝙖𝙠𝙖𝙣 𝙢𝙚𝙣𝙚𝙢𝙪𝙠𝙖𝙣 𝙟𝙖𝙬𝙖𝙗𝙖𝙣 𝙙𝙞𝙨𝙞𝙣𝙞? 𝘼𝙩𝙖𝙪 𝙠?

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24
  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 60 Langkah ke Dalam Kegelapan

    Fajar menyingsing dengan langit berwarna jingga, menyelimuti Kota Bawah dalam keheningan yang jarang terjadi. Dante berdiri di tepi gang sempit, memandangi peta digital di tangannya. Sekilas, pikirannya melayang pada Marcus. Apakah temannya itu masih hidup? Ataukah Marcus telah kehilangan dirinya sepenuhnya, menjadi boneka organisasi? Ayra dan Elena muncul dari bayangan di belakangnya, keduanya membawa perlengkapan yang diperlukan untuk perjalanan ini. Ayra, dengan wajah penuh tekad, menyentuh lengan Dante. "Kita siap." Dante menoleh dan mengangguk. "Baiklah. Kita berangkat sekarang. Tidak ada jalan kembali." Elena menghela napas panjang, memastikan senjata kecil di pinggangnya siap digunakan. "Pastikan kau tidak membiarkan emosi menguasaimu, Dante. Kali ini, kita butuh kepala dingin." "Aku tahu," jawab Dante, meski jauh di dalam dirinya, ia tahu itu lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Perjalanan melalui hutan menuju fasilitas utama tidak hanya melelahkan secara fisi

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-25
  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 61 Jejak di Tengah Badai

    Malam itu, di bawah gelapnya langit tanpa bintang, Dante berjalan melewati lorong-lorong yang sepi. Ayra berada di sampingnya, tangannya masih memegang senjata, siap menghadapi apa pun. Elena, di sisi lain, tampak kelelahan. Ia berusaha menjaga jarak dengan keduanya, tetapi ada sorot keraguan dalam matanya. "Kita tidak bisa terus seperti ini," gumam Elena pelan. "Mereka akan selalu menemukan kita." Dante berhenti, menoleh ke belakang. Tatapan matanya tajam, namun penuh rasa bersalah. "Aku tahu. Tapi menyerah bukan pilihan, Elena." Ayra mendengus pelan. "Dia benar. Kalau kita berhenti sekarang, kita hanya memberi mereka kesempatan untuk menang." Namun Elena tidak langsung menjawab. Ia hanya menunduk, menyembunyikan ekspresi di wajahnya. Ada sesuatu yang mengganjal di pikirannya, sesuatu yang tidak bisa ia ungkapkan. Ketegangan di antara mereka semakin terasa saat mereka memasuki ruangan kecil yang menjadi tempat persembunyian sementara. Dante duduk di sudut ruangan, menatap peta

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-26

Bab terbaru

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 106

    Malam itu, langit dihiasi ribuan bintang yang berkelap-kelip, seakan menjadi saksi dari perjalanan panjang yang telah mereka lalui. Dante berdiri di tepi tebing, menatap ke kejauhan. Angin dingin menyapu wajahnya, membawa aroma tanah basah setelah hujan. Di belakangnya, Elena dan Ayra berdiri dengan ekspresi berbeda—Ayra dengan tatapan lembut, sementara Elena menatap Dante dengan ragu. "Apa yang kita cari selama ini akhirnya ada di depan mata," ucap Ayra, suaranya nyaris seperti bisikan. Dia melirik Elena sebelum kembali menatap Dante. "Semua ini hanya tentang pilihan." Dante menarik napas panjang, dadanya terasa berat. Pilihan. Satu kata sederhana yang membawa beban tak terhingga. Semua kenangan, perjuangan, dan kehilangan selama perjalanan ini berputar di pikirannya. "Ini bukan hanya soal pilihan," jawab Dante akhirnya Dante berbalik, wajahnya diselimuti kerut keseriusan. Mata Elena dan Ayra saling bertemu, seperti ada yang mereka coba ungkapkan, namun belum sepenuhnya bis

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 100

    Mentari pagi memancarkan sinar hangatnya, menyusup di antara tirai jendela rumah Dante dan Ayra. Udara terasa segar, membawa harapan baru. Di meja makan, Ayra sudah sibuk menata sarapan. Aroma kopi bercampur dengan harum roti panggang memenuhi ruangan.Dante muncul dari lorong, mengenakan kaus santai dan celana pendek. Ia menghampiri Ayra, melingkarkan tangannya di pinggangnya dengan lembut. "Pagi, cantik," bisiknya dengan suara berat yang masih terasa hangat dari tidur.Ayra tersenyum, mengaduk teh di cangkirnya. "Pagi juga. Tidurmu nyenyak?""Nyenyak. Tapi aku lebih suka begini, bangun pagi dan melihatmu." Dante mencium pipi Ayra sekilas sebelum duduk di kursi meja makan.Ayra menggeleng, tawa kecilnya melayang di udara. "Kau tahu cara membuat hari seseorang jadi lebih cerah, ya?"Dante hanya tersenyum lebar, lalu mulai menyantap sarapannya. "Apa rencanamu hari ini?"Ayra duduk di depannya, menyesap teh hangat. "Aku ingin

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 99

    Langit malam menghamparkan taburan bintang yang membisikkan ketenangan. Dante berdiri di beranda rumahnya, memandang jauh ke cakrawala. Pikirannya melayang pada pertemuan terakhir antara Ayra dan Elena. Sebuah akhir yang damai, tetapi baginya, itu juga menjadi awal baru."Masih belum bisa tidur?" Ayra muncul dari balik pintu, membawakan secangkir teh hangat. Ia mengenakan sweater rajut yang longgar, rambutnya dibiarkan tergerai.Dante tersenyum kecil, menerima cangkir itu. "Aku hanya berpikir... tentang semua yang telah terjadi."Ayra berdiri di sampingnya, ikut memandang langit malam. "Kadang sulit dipercaya, bukan? Bahwa kita masih di sini, bersama, setelah semua yang kita lalui."Dante menatap Ayra, matanya mengandung kehangatan. "Aku selalu percaya kita bisa melewati semuanya, Ayra. Karena aku tahu... kau adalah rumahku."Ayra tertegun mendengar kata-kata itu. Ia menatap Dante, merasa hatinya dipenuhi dengan kebahagiaan yang hang

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 98

    Angin pagi meniupkan kesejukan yang lembut saat Dante memarkir mobilnya di depan rumah Ayra. Langit masih pucat, pertanda matahari baru saja bangkit dari tidurnya. Dante keluar, membuka pintu untuk Ayra, yang tampak sedikit lelah tetapi tetap bersemangat. "Aku masih merasa seperti mimpi," Ayra berkata sambil melangkah keluar. Matanya menatap Dante dengan sorot bingung dan kagum. "Mimpi seperti apa?" Dante bertanya, menutup pintu mobil di belakangnya. "Bahwa aku bisa merasa begini... merasa cukup hanya dengan satu orang." Suaranya terdengar pelan, hampir seperti gumaman, tetapi Dante mendengarnya jelas. Dante mendekat, menyentuh lengan Ayra dengan lembut. "Aku ingin kau tahu, aku juga merasa begitu. Dan aku akan memastikan kau selalu merasa cukup denganku." Ayra tersenyum kecil. "Aku percaya padamu." Langkah mereka menuju teras terasa seperti simbol dari awal yang baru. Tidak ada lagi beba

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 97

    Angin malam menyentuh wajah Dante saat ia berdiri di balkon kecil apartemennya. Tangannya menggenggam secangkir kopi hangat, tetapi pikirannya jauh dari kehangatan yang seharusnya dirasakannya. Cahaya lampu kota berkelap-kelip di bawah sana, membentuk pemandangan yang sepi meskipun penuh warna.Di belakangnya, suara langkah pelan mengisi keheningan. Ayra berdiri di ambang pintu balkon, mengenakan sweater oversize yang menggantung hingga lututnya. Matanya memancarkan keraguan, seakan langkah kecil itu memerlukan keberanian besar."Dante," suaranya hampir tenggelam dalam angin, tetapi Dante mendengarnya. Ia berbalik, pandangannya bertemu dengan mata cokelat Ayra yang dipenuhi pergolakan."Ada apa?" tanyanya lembut, menurunkan cangkir kopi ke meja kecil di sebelahnya.Ayra terdiam sesaat, menatap ke lantai sebelum mengangkat pandangannya kembali. "Aku... aku ingin kita bicara. Tentang semuanya."Dante menatapnya dengan penuh perhatian.

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 96

    Langit mendung menggantung, menyelimuti kota dengan suasana muram. Hujan yang turun sejak dini hari menciptakan genangan di sepanjang jalan, seperti memantulkan perasaan Dante yang masih diliputi kebimbangan.Dante duduk di ruang kerjanya, matanya menatap kosong layar komputer yang menyala di depannya. Deretan angka dan data yang biasa memberinya rasa aman kini hanya terlihat seperti simbol-simbol tak berarti. Suara hujan yang menghantam kaca jendela menjadi satu-satunya hal yang mengisi kesunyian ruangan.“Dante,” suara Ayra memecah lamunannya.Dia berdiri di ambang pintu, mengenakan sweater abu-abu yang kebesaran, rambutnya tergerai alami. Ada kekhawatiran dalam matanya yang cokelat pekat, seolah dia bisa melihat pergulatan yang bergejolak di dalam hati Dante.“Aku sudah memanggilmu tiga kali,” katanya, melangkah masuk.“Maaf.” Dante mengalihkan pandangan, menggosok pelipisnya dengan frustrasi. “Aku hanya—ada banyak hal di pikirank

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 95

    Langit mendung menggantung rendah, seolah meramalkan badai besar yang akan datang. Lembah di depan mereka memancarkan kesunyian yang mencekam, hanya diselingi suara angin yang berdesir melewati pepohonan. Dante berdiri di tepi jurang kecil, menatap pemandangan di depannya dengan mata tajam. Jauh di kejauhan, bangunan besar yang menjadi markas musuh tampak seperti bayangan kelabu di tengah kabut.Elena mendekat perlahan, membawa sebotol air untuk Dante. Ia tahu Dante sudah terlalu lama memandang ke arah itu tanpa beristirahat. “Kau harus menjaga energimu, Dante,” katanya lembut sambil menyerahkan botol itu.Dante menerimanya, tetapi ia tidak langsung meminumnya. “Markas itu… tampak lebih terjaga dari yang kuduga,” gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri.Elena memandang bangunan itu dengan mata yang tidak kalah serius. “Kita tahu ini tidak akan mudah. Tapi kita sudah sejauh ini. Tidak ada jalan kembali.”Dari kejauhan, Ayra duduk di atas sebata

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 94

    Udara pagi terasa dingin menusuk kulit, menggigilkan tubuh Ayra yang masih lemah akibat perjalanan semalam. Ia berusaha menahan diri agar tidak terlihat terlalu lemah di depan Dante dan Elena. Kedua orang itu kini tampak lebih tegas dalam gerakan mereka, seolah mereka sudah menetapkan tujuan yang jelas. Dante memimpin langkah, mengamati setiap sudut dengan saksama. Pepohonan lebat yang melingkupi mereka memberikan perlindungan sementara, tetapi tidak menghilangkan bahaya yang terus membayangi. “Berapa lama lagi kita akan sampai di tempat persembunyian itu?” Ayra bertanya dengan suara pelan, mencoba menyembunyikan kecemasan di balik kata-katanya. Dante menoleh sekilas, matanya tajam namun tetap teduh. “Tidak jauh lagi. Jika kita tetap bergerak tanpa berhenti, kita bisa sampai sebelum matahari terbenam.” Ayra mengangguk, meski tubuhnya sudah mulai kehilangan tenaga. Ia tidak ingin menjadi b

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 93

    Matahari perlahan merangkak naik, menyemburatkan cahaya lembut ke langit kelabu. Udara pagi terasa dingin menusuk kulit, tetapi Dante tidak bergeming dari posisinya di puncak batu besar yang menghadap lembah. Tangannya menggenggam gagang belati kecil yang selalu ia bawa, seolah benda itu adalah jangkar terakhir dari kewarasan di tengah badai pikirannya. Di belakangnya, Ayra duduk dengan tangan terlipat di dada, punggungnya bersandar pada pohon besar. Ia tak berbicara sepatah kata pun sejak pertengkaran malam sebelumnya. Sinar matahari menyoroti wajahnya yang terlihat lelah tetapi tetap anggun, dengan mata yang memandang kosong ke depan. Sementara itu, Elena berdiri tak jauh dari keduanya, mengamati Dante dengan tatapan penuh tanya. Ia tahu, sejak pertemuan mereka pertama kali, ada luka yang selalu Dante sembunyikan di balik sikap tegasnya. Namun, luka itu kini tampak lebih jelas dari sebelumnya, seperti retakan kecil di kaca yang perlahan melebar.

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status