Beranda / Urban / TAKHTA BAYANGAN / Bab 61 Jejak di Tengah Badai

Share

Bab 61 Jejak di Tengah Badai

Penulis: Zayba Almira
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-26 19:39:07

Malam itu, di bawah gelapnya langit tanpa bintang, Dante berjalan melewati lorong-lorong yang sepi. Ayra berada di sampingnya, tangannya masih memegang senjata, siap menghadapi apa pun. Elena, di sisi lain, tampak kelelahan. Ia berusaha menjaga jarak dengan keduanya, tetapi ada sorot keraguan dalam matanya.

"Kita tidak bisa terus seperti ini," gumam Elena pelan. "Mereka akan selalu menemukan kita."

Dante berhenti, menoleh ke belakang. Tatapan matanya tajam, namun penuh rasa bersalah. "Aku tahu. Tapi menyerah bukan pilihan, Elena."

Ayra mendengus pelan. "Dia benar. Kalau kita berhenti sekarang, kita hanya memberi mereka kesempatan untuk menang."

Namun Elena tidak langsung menjawab. Ia hanya menunduk, menyembunyikan ekspresi di wajahnya. Ada sesuatu yang mengganjal di pikirannya, sesuatu yang tidak bisa ia ungkapkan.

Ketegangan di antara mereka semakin terasa saat mereka memasuki ruangan kecil yang menjadi tempat persembunyian sementara. Dante duduk di sudut ruangan, menatap peta
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 62 Retakan Kepercayaan

    Hujan mulai turun ketika Dante, Ayra, dan Elena akhirnya tiba di sebuah gua yang tersembunyi di lereng bukit. Nafas mereka memburu, tubuh lelah dan basah kuyup. Dante memimpin masuk ke dalam gua dengan senjata terangkat, memastikan tempat itu aman. Ayra menutup pintu masuk dengan ranting besar yang mereka temukan di perjalanan, memastikan tidak ada jejak yang terlalu jelas. Sementara itu, Elena hanya berdiri di tengah gua, pandangannya kosong, tetapi tangannya menggenggam alat kecilnya dengan erat. "Kita tidak bisa terus seperti ini," gumam Dante, memecah keheningan. Suaranya datar, tapi cukup tajam untuk membuat Ayra menoleh dengan ekspresi tak percaya. "Apa maksudmu?" Ayra bertanya, meski dia tahu Dante tidak sedang berbicara kepadanya. Dante menatap Elena, matanya menuntut penjelasan. "Elena, ini sudah terlalu jauh. Kau harus memberitahu kami apa yang sebenarnya terjadi. Siapa kau, dan kenapa mereka tidak pernah berhenti mengejar kita?" Elena tidak langsung menjawab. Ia hanya

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27
  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 63 Jejak di Balik Tirai Gelap

    Hutan yang mereka masuki terasa lebih sunyi dari biasanya. Tidak ada desau angin atau nyanyian burung malam, hanya suara langkah kaki mereka yang tenggelam dalam dedaunan basah. Dante memimpin rombongan kecil itu dengan ekspresi yang tak bisa diterka. Ayra berjalan di belakangnya, menggenggam erat senjata kecil di tangannya, sementara Elena berada di belakang, menutup barisan dengan waspada.Ketegangan melingkupi mereka, seperti kabut yang tak kasat mata namun pekat."Apakah menurutmu ledakan itu disengaja untuk mengalihkan perhatian kita?" suara Ayra memecah keheningan.Dante tidak menjawab segera. Dia berhenti sejenak, matanya menatap lurus ke depan, menyapu kegelapan di antara pepohonan. Akhirnya, dia berkata pelan, "Entah itu untuk mengalihkan perhatian, atau mungkin peringatan bagi kita.""Peringatan?" Elena mendekat, wajahnya penuh tanya. "Siapa yang mencoba memperingatkan kita, dan untuk apa?"Dante menggeleng perlahan. "Aku tidak tahu. Tapi kita tidak bisa mengabaikan kemungki

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27
  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 64 Pasir yang Membara

    Matahari mulai terbit di ufuk timur, menyinari gurun yang tampak tak berujung. Angin hangat membawa debu halus yang menyapu wajah-wajah lelah. Dante berdiri di puncak bukit pasir, tatapannya tajam mengamati horizon yang kosong. Di belakangnya, Ayra dan Elena sibuk mengemas perlengkapan, sementara Finn tampak termenung di sudut, masih mencoba memulihkan diri."Kita bergerak sekarang," suara Dante memecah keheningan.Ayra menoleh, matanya sedikit menyipit karena sinar matahari. "Apakah kita punya cukup air dan makanan untuk perjalanan sejauh ini?"Elena menjawab dengan cepat, suaranya tegas namun lembut. "Aku sudah menghitungnya. Jika kita bergerak dengan kecepatan stabil, persediaan kita cukup sampai ke tujuan. Tapi tidak ada ruang untuk kesalahan."Dante mengangguk, lalu menatap Finn. "Apakah kau cukup kuat untuk berjalan sejauh itu?"Finn menatap balik dengan mata penuh tekad. "Aku harus kuat. Aku yang membawa kalian ke sini, dan aku akan membantu membawa kita keluar dari neraka ini.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-28
  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 65 Bayang-Bayang yang Membisik

    Malam jatuh dengan keheningan yang nyaris mencekam. Gua kecil yang mereka pilih sebagai tempat persembunyian terasa seperti perangkap. Hembusan angin malam membawa aroma tanah basah, bercampur dengan samar bau logam dari luka-luka mereka.Dante bersandar di dinding gua, memandang keluar dengan tatapan yang kosong namun penuh waspada. Bayangan tubuhnya memanjang di lantai gua yang berkerikil, bergoyang lemah mengikuti nyala api kecil.Di sudut lain, Ayra membersihkan panah dengan gerakan pelan, namun setiap gesekan kain pada kayu seolah meluapkan ketegangan yang memenuhi udara. Elena, dengan wajah serius, memeriksa luka Finn. Jemarinya bekerja cepat, namun sentuhan lembutnya menunjukkan rasa khawatir yang tidak terucap."Apa kau masih memikirkan itu?" suara Ayra memecah keheningan.Dante menghela napas, tidak menoleh. "Aku tidak bisa berhenti memikirkannya. Benda itu terlalu berbahaya jika dibiarkan."Elena menghentikan pekerjaannya sejenak, pandangannya tertuju pada tas kulit yang ter

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-28
  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 66 Bayangan yang Mendekat

    Hujan turun deras malam itu, suara tetesannya menghantam batu-batu di luar gua seperti irama yang tak pernah berhenti. Dante berdiri di mulut gua, tubuhnya kaku, matanya terus menyapu kegelapan. Tangannya mencengkeram gagang pedang, seolah siap menyerang apa pun yang muncul.Di dalam, Ayra duduk memeluk lututnya. Ia berusaha menghangatkan diri, tapi tatapannya tidak lepas dari kristal yang kini berdenyut lemah dalam genggaman Elena. Wajah Elena terlihat tegang, alisnya berkerut saat ia mencoba menganalisis benda itu dengan sisa-sisa energi yang ia miliki."Kau yakin ini tidak akan membahayakan kita?" suara Ayra terdengar, lembut namun penuh keraguan.Elena menoleh padanya. "Aku tidak yakin apa-apa," jawabnya jujur. "Tapi aku tahu satu hal—kita tidak bisa membiarkan benda ini jatuh ke tangan mereka.""Dan jika mereka menemukannya?" Ayra melanjutkan, nada suaranya hampir berbisik.Elena menghela napas panjang, bahunya merosot sedikit. "Itu berarti kita gagal. Dan mungkin, tidak ada jala

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-29
  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 67 Melawan Arus

    Angin malam menusuk tulang, menembus pepohonan basah yang mengelilingi hutan. Ayra memimpin jalan dengan langkah tergesa, matanya tajam menatap jalur sempit di depan. Tangan kanannya memegang busur erat, sementara tangan kirinya sesekali menarik Elena agar tetap dekat.Di belakang mereka, terdengar suara jauh—teriakan musuh yang masih bertarung dengan Dante. Suara denting logam yang memantul di udara membuat jantung Ayra berdegup lebih kencang."Cepat, Elena," bisik Ayra tanpa menoleh. "Kita harus menjauh sejauh mungkin sebelum mereka menyadari kita pergi."Elena terengah-engah, tubuhnya mulai lemah karena luka di lengannya. Kristal yang ia bawa di dalam kain kecil berdenyut pelan, hampir seperti jantung yang hidup. Setiap denyutnya membawa rasa dingin yang menjalari tangannya."Ayra," suaranya hampir hilang di antara gemuruh hujan. "Bagaimana kalau Dante..."Ayra menghentikan langkahnya mendadak, berbalik, dan memandang Elena dengan mata yang dipenuhi tekad. "Dia akan bertahan. Dante

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-29
  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 68 Lintasan Bayangan

    Angin malam berhembus pelan, meniupkan dedaunan kering di sekitar mereka. Hening menyelimuti udara, namun bagi Dante, ketenangan itu terasa semu. Setiap detak jantungnya terasa berat, setiap helaan napasnya dipenuhi kekhawatiran. Tangan kanannya meremas pegangan pedangnya, sementara tangan kirinya memegang sebuah surat yang sudah terlipat rapat. Surat yang bisa mengubah segalanya.Di hadapannya, Ayra berdiri dengan tatapan serius, menyelidik. Wajahnya terpotret dalam cahaya temaram, matanya berkilat penuh pertanyaan. “Apa yang kau rencanakan, Dante?” tanyanya, suara lembut tapi mengandung ketegasan.Dante hanya diam, matanya tertuju pada horizon yang gelap. Ada ketegangan yang tak terungkapkan, seolah dunia ini akan segera runtuh. Keheningan seolah menyelimuti mereka, tapi Ayra tahu—Dante sedang bertarung dengan dirinya sendiri.“Dante...” Ayra memulai, suara itu lebih lembut, kali ini berusaha mendekat. “Apa yang kau pikirkan? Kau tidak bisa menanggung semuanya sendiri. Jangan biarka

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-30
  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 69 Ujian Terkhir

    Langit malam semakin gelap, menyelimuti tanah yang terasa berat dengan beban. Udara yang dingin menembus kulit, seolah-olah alam pun merasakan ketegangan yang menggantung di udara. Langkah Dante mantap, diikuti oleh Ayra dan Elena yang tak kalah yakin. Mereka telah memutuskan untuk bersama, untuk menghadapinya, meskipun ancaman di depan tak pernah lebih nyata.Dante menatap ke depan, wajahnya tersembunyi dalam bayangan, hanya kilau tajam dari matanya yang terlihat jelas. Setiap langkah terasa berat, tetapi setiap langkah juga menguatkan tekadnya. Di sebelahnya, Ayra melangkah dengan tenang, meski dari gerak tubuhnya, Dante bisa merasakan ketegangan yang tak bisa disembunyikan. Elena di sisi lain tampak lebih tenang, tetapi Dante tahu, matanya yang cermat mengamati setiap gerakan dan perubahan.Sampai di ujung hutan, tempat yang sudah mereka kenal dengan baik, mereka berhenti. Ketiga mata mereka tertuju pada bayangan di depan mereka. Sesosok tubuh tinggi berdiri dengan punggung yang te

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-30

Bab terbaru

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 100

    Mentari pagi memancarkan sinar hangatnya, menyusup di antara tirai jendela rumah Dante dan Ayra. Udara terasa segar, membawa harapan baru. Di meja makan, Ayra sudah sibuk menata sarapan. Aroma kopi bercampur dengan harum roti panggang memenuhi ruangan.Dante muncul dari lorong, mengenakan kaus santai dan celana pendek. Ia menghampiri Ayra, melingkarkan tangannya di pinggangnya dengan lembut. "Pagi, cantik," bisiknya dengan suara berat yang masih terasa hangat dari tidur.Ayra tersenyum, mengaduk teh di cangkirnya. "Pagi juga. Tidurmu nyenyak?""Nyenyak. Tapi aku lebih suka begini, bangun pagi dan melihatmu." Dante mencium pipi Ayra sekilas sebelum duduk di kursi meja makan.Ayra menggeleng, tawa kecilnya melayang di udara. "Kau tahu cara membuat hari seseorang jadi lebih cerah, ya?"Dante hanya tersenyum lebar, lalu mulai menyantap sarapannya. "Apa rencanamu hari ini?"Ayra duduk di depannya, menyesap teh hangat. "Aku ingin

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 99

    Langit malam menghamparkan taburan bintang yang membisikkan ketenangan. Dante berdiri di beranda rumahnya, memandang jauh ke cakrawala. Pikirannya melayang pada pertemuan terakhir antara Ayra dan Elena. Sebuah akhir yang damai, tetapi baginya, itu juga menjadi awal baru."Masih belum bisa tidur?" Ayra muncul dari balik pintu, membawakan secangkir teh hangat. Ia mengenakan sweater rajut yang longgar, rambutnya dibiarkan tergerai.Dante tersenyum kecil, menerima cangkir itu. "Aku hanya berpikir... tentang semua yang telah terjadi."Ayra berdiri di sampingnya, ikut memandang langit malam. "Kadang sulit dipercaya, bukan? Bahwa kita masih di sini, bersama, setelah semua yang kita lalui."Dante menatap Ayra, matanya mengandung kehangatan. "Aku selalu percaya kita bisa melewati semuanya, Ayra. Karena aku tahu... kau adalah rumahku."Ayra tertegun mendengar kata-kata itu. Ia menatap Dante, merasa hatinya dipenuhi dengan kebahagiaan yang hang

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 98

    Angin pagi meniupkan kesejukan yang lembut saat Dante memarkir mobilnya di depan rumah Ayra. Langit masih pucat, pertanda matahari baru saja bangkit dari tidurnya. Dante keluar, membuka pintu untuk Ayra, yang tampak sedikit lelah tetapi tetap bersemangat. "Aku masih merasa seperti mimpi," Ayra berkata sambil melangkah keluar. Matanya menatap Dante dengan sorot bingung dan kagum. "Mimpi seperti apa?" Dante bertanya, menutup pintu mobil di belakangnya. "Bahwa aku bisa merasa begini... merasa cukup hanya dengan satu orang." Suaranya terdengar pelan, hampir seperti gumaman, tetapi Dante mendengarnya jelas. Dante mendekat, menyentuh lengan Ayra dengan lembut. "Aku ingin kau tahu, aku juga merasa begitu. Dan aku akan memastikan kau selalu merasa cukup denganku." Ayra tersenyum kecil. "Aku percaya padamu." Langkah mereka menuju teras terasa seperti simbol dari awal yang baru. Tidak ada lagi beba

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 97

    Angin malam menyentuh wajah Dante saat ia berdiri di balkon kecil apartemennya. Tangannya menggenggam secangkir kopi hangat, tetapi pikirannya jauh dari kehangatan yang seharusnya dirasakannya. Cahaya lampu kota berkelap-kelip di bawah sana, membentuk pemandangan yang sepi meskipun penuh warna.Di belakangnya, suara langkah pelan mengisi keheningan. Ayra berdiri di ambang pintu balkon, mengenakan sweater oversize yang menggantung hingga lututnya. Matanya memancarkan keraguan, seakan langkah kecil itu memerlukan keberanian besar."Dante," suaranya hampir tenggelam dalam angin, tetapi Dante mendengarnya. Ia berbalik, pandangannya bertemu dengan mata cokelat Ayra yang dipenuhi pergolakan."Ada apa?" tanyanya lembut, menurunkan cangkir kopi ke meja kecil di sebelahnya.Ayra terdiam sesaat, menatap ke lantai sebelum mengangkat pandangannya kembali. "Aku... aku ingin kita bicara. Tentang semuanya."Dante menatapnya dengan penuh perhatian.

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 96

    Langit mendung menggantung, menyelimuti kota dengan suasana muram. Hujan yang turun sejak dini hari menciptakan genangan di sepanjang jalan, seperti memantulkan perasaan Dante yang masih diliputi kebimbangan.Dante duduk di ruang kerjanya, matanya menatap kosong layar komputer yang menyala di depannya. Deretan angka dan data yang biasa memberinya rasa aman kini hanya terlihat seperti simbol-simbol tak berarti. Suara hujan yang menghantam kaca jendela menjadi satu-satunya hal yang mengisi kesunyian ruangan.“Dante,” suara Ayra memecah lamunannya.Dia berdiri di ambang pintu, mengenakan sweater abu-abu yang kebesaran, rambutnya tergerai alami. Ada kekhawatiran dalam matanya yang cokelat pekat, seolah dia bisa melihat pergulatan yang bergejolak di dalam hati Dante.“Aku sudah memanggilmu tiga kali,” katanya, melangkah masuk.“Maaf.” Dante mengalihkan pandangan, menggosok pelipisnya dengan frustrasi. “Aku hanya—ada banyak hal di pikirank

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 95

    Langit mendung menggantung rendah, seolah meramalkan badai besar yang akan datang. Lembah di depan mereka memancarkan kesunyian yang mencekam, hanya diselingi suara angin yang berdesir melewati pepohonan. Dante berdiri di tepi jurang kecil, menatap pemandangan di depannya dengan mata tajam. Jauh di kejauhan, bangunan besar yang menjadi markas musuh tampak seperti bayangan kelabu di tengah kabut.Elena mendekat perlahan, membawa sebotol air untuk Dante. Ia tahu Dante sudah terlalu lama memandang ke arah itu tanpa beristirahat. “Kau harus menjaga energimu, Dante,” katanya lembut sambil menyerahkan botol itu.Dante menerimanya, tetapi ia tidak langsung meminumnya. “Markas itu… tampak lebih terjaga dari yang kuduga,” gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri.Elena memandang bangunan itu dengan mata yang tidak kalah serius. “Kita tahu ini tidak akan mudah. Tapi kita sudah sejauh ini. Tidak ada jalan kembali.”Dari kejauhan, Ayra duduk di atas sebata

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 94

    Udara pagi terasa dingin menusuk kulit, menggigilkan tubuh Ayra yang masih lemah akibat perjalanan semalam. Ia berusaha menahan diri agar tidak terlihat terlalu lemah di depan Dante dan Elena. Kedua orang itu kini tampak lebih tegas dalam gerakan mereka, seolah mereka sudah menetapkan tujuan yang jelas. Dante memimpin langkah, mengamati setiap sudut dengan saksama. Pepohonan lebat yang melingkupi mereka memberikan perlindungan sementara, tetapi tidak menghilangkan bahaya yang terus membayangi. “Berapa lama lagi kita akan sampai di tempat persembunyian itu?” Ayra bertanya dengan suara pelan, mencoba menyembunyikan kecemasan di balik kata-katanya. Dante menoleh sekilas, matanya tajam namun tetap teduh. “Tidak jauh lagi. Jika kita tetap bergerak tanpa berhenti, kita bisa sampai sebelum matahari terbenam.” Ayra mengangguk, meski tubuhnya sudah mulai kehilangan tenaga. Ia tidak ingin menjadi b

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 93

    Matahari perlahan merangkak naik, menyemburatkan cahaya lembut ke langit kelabu. Udara pagi terasa dingin menusuk kulit, tetapi Dante tidak bergeming dari posisinya di puncak batu besar yang menghadap lembah. Tangannya menggenggam gagang belati kecil yang selalu ia bawa, seolah benda itu adalah jangkar terakhir dari kewarasan di tengah badai pikirannya. Di belakangnya, Ayra duduk dengan tangan terlipat di dada, punggungnya bersandar pada pohon besar. Ia tak berbicara sepatah kata pun sejak pertengkaran malam sebelumnya. Sinar matahari menyoroti wajahnya yang terlihat lelah tetapi tetap anggun, dengan mata yang memandang kosong ke depan. Sementara itu, Elena berdiri tak jauh dari keduanya, mengamati Dante dengan tatapan penuh tanya. Ia tahu, sejak pertemuan mereka pertama kali, ada luka yang selalu Dante sembunyikan di balik sikap tegasnya. Namun, luka itu kini tampak lebih jelas dari sebelumnya, seperti retakan kecil di kaca yang perlahan melebar.

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 92

    Matahari mulai naik, membiaskan sinarnya melalui dedaunan yang lebat. Di tengah perjalanan kembali ke tempat persembunyian, suasana terasa sunyi. Hanya derap langkah kaki Dante, Elena, dan Ayra yang terdengar di atas jalan berbatu kecil. Namun, di balik keheningan itu, hati masing-masing penuh dengan pertanyaan dan emosi yang saling bertubrukan. Elena berjalan di depan, bahunya sedikit menegang meskipun ia mencoba bersikap tenang. Luka di pelipisnya telah dibalut oleh Ayra, tetapi Dante masih memandangi luka itu dengan rasa bersalah. Ia merasa gagal melindungi Elena, sekalipun ia tahu wanita itu cukup tangguh untuk menjaga dirinya sendiri. “Terima kasih sudah datang,” kata Elena tiba-tiba, suaranya rendah namun jelas. Dante melangkah lebih cepat, menyamai langkah Elena. “Aku tak akan membiarkanmu sendirian terlalu lama.” Elena menoleh padanya, matanya menyiratkan kelelahan yang ia coba sembunyikan. Namun, senyum tipis di bibirnya cukup memberi tahu bahwa ia menghargai keberadaan

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status