Home / Urban / TAKHTA BAYANGAN / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of TAKHTA BAYANGAN: Chapter 71 - Chapter 80

101 Chapters

Bab 71 Arah Baru

Suara berat itu merambat seperti guntur yang menggelegar di malam tanpa bintang. Dante menoleh sejenak, bertukar pandang dengan Elena. Tatapannya tegas, memberikan isyarat agar gadis itu tetap diam di tempatnya. Dari balik semak-semak yang lebat, mereka mengintip ke arah clearing, tempat seorang pria berperawakan tinggi berdiri dengan wibawa yang tak terbantahkan. Jubah gelapnya berkibar perlahan, dihiasi lambang misterius yang membuat bulu kuduk Elena berdiri.“Dia pemimpin mereka...” bisik Elena hampir tak terdengar, bibirnya bergetar.Dante mengangguk pelan, matanya tak lepas dari sosok itu. “Kita harus tahu apa rencananya.”Pria berjubah itu berdiri di tengah kerumunan orang-orangnya yang diam seperti patung. Ia berbicara dengan nada rendah tapi penuh kuasa, setiap katanya menyelinap seperti pisau tajam ke dalam keheningan.“Operasi ini adalah langkah terakhir kita. Pastikan tidak ada kesalahan. Target sudah mendekat, dan kita tidak punya ruang untuk kegagalan.”Dante menahan napa
last updateLast Updated : 2024-12-31
Read more

Bab 72 Pilihan yang Sulit

Dante berdiri dengan tangan terkepal di samping tubuhnya. Matanya tak lepas dari Marcus, yang kini duduk bersandar di batang pohon dengan napas terengah-engah. Luka di tubuh Marcus jelas lebih buruk daripada yang terlihat pada awalnya. Meski begitu, sesuatu tentang kedatangannya terasa ganjil, membuat setiap otot di tubuh Dante tetap tegang."Apa yang kau maksud dengan serangan berikutnya?" tanya Dante akhirnya, suaranya rendah, nyaris berbisik.Marcus mengangkat kepala, matanya yang suram menunjukkan keletihan sekaligus penyesalan. “Mereka berencana menyerang desa kecil di sebelah selatan lembah. Tempat itu... tempat itu bukan hanya desa biasa. Ada sesuatu yang mereka sembunyikan di sana.”Ayra, yang berdiri tak jauh, melipat tangan di dada sambil menyandarkan bahunya ke pohon. Tatapannya tajam, penuh kecurigaan. "Kenapa baru sekarang kau memberitahu kami? Kalau informasi ini memang penting, kenapa tidak kau bawa sejak awal?”Marcus menelan ludah, seolah mencoba mencari kata-kata yan
last updateLast Updated : 2025-01-01
Read more

bab 73 Pengorbanan Terbesar

Terowongan yang mereka lalui semakin menyempit, udara di dalamnya terasa berat dan lembap. Dinding-dindingnya dipenuhi lumut yang memancarkan kilau kehijauan samar di bawah cahaya perangkat holografis Ayra. Setiap langkah yang mereka ambil menggema, mempertegas betapa sunyinya tempat itu.“Berapa jauh lagi?” tanya Elena, suaranya penuh ketegangan. Ia berusaha menyembunyikan rasa cemasnya, tetapi nada suaranya tak bisa berbohong.Ayra memeriksa peta holografisnya. “Sekitar lima puluh meter lagi, tapi ada jalur bercabang di depan. Kita harus memilih dengan hati-hati.”Dante memimpin di depan, tangan kanannya memegang erat gagang pedang, sementara matanya terus memperhatikan setiap sudut. “Apa pun yang terjadi, kita tetap bergerak bersama. Tidak ada yang tertinggal.”Marcus, yang berjalan di belakang mereka, terdengar menarik napas panjang. “Kalau jalur bercabang itu ada jebakan, kita akan tahu begitu terlambat.”Dante menoleh sekilas, tatapannya tajam. “Kalau kau takut, kau bisa menungg
last updateLast Updated : 2025-01-01
Read more

Bab 74 Cahaya dalam Kegelapan

Lorong di depan mereka seakan menelan suara, menyisakan hanya gema langkah kaki yang terdengar asing di telinga. Dinding-dinding batu dingin terasa memancarkan aura menekan, memaksa setiap orang yang melangkah di dalamnya untuk berjuang melawan rasa takut yang terus menghantui.Ayra, yang berjalan di tengah kelompok, menggenggam perangkat holografisnya dengan erat. Cahaya biru yang dipancarkan perangkat itu memberikan sedikit penerangan, tetapi tidak cukup untuk mengusir bayang-bayang yang terus mengikuti mereka.“Apa tempat ini benar-benar kosong?” bisik Elena, suaranya hampir tak terdengar.Dante menoleh ke arahnya, memberikan tatapan yang menenangkan meski wajahnya menunjukkan kelelahan. “Kita harus tetap waspada. Tempat ini mungkin tampak kosong, tapi aku yakin mereka tidak akan membiarkan kita berjalan begitu saja.”Marcus, yang kini berjalan di belakang mereka, sesekali menoleh ke arah pintu logam yang baru saja mereka lewati. “Kalau mereka berhasil menembus pintu itu, kita akan
last updateLast Updated : 2025-01-02
Read more

Bab 75 Cahaya di Tengah Kegelapan

Langit malam tampak gelap pekat, bintang-bintang seakan bersembunyi di balik awan yang mengancam hujan. Api unggun kecil yang mereka nyalakan memancarkan cahaya hangat, tapi tidak cukup untuk menghapus bayang-bayang kekhawatiran di wajah setiap orang.Dante duduk bersandar pada batang pohon besar. Pikirannya sibuk memutar ulang kejadian yang baru saja berlalu. Asap dari reruntuhan masih tercium, bercampur dengan aroma hutan yang lembap. Luka-luka di tubuhnya terasa perih, tapi bukan itu yang membuat dadanya sesak.Ayra sedang memeriksa alat komunikasinya, mencoba menghubungi pihak luar. Tapi sinyal terus-menerus terputus. "Tidak ada jaringan di sini," gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri.Elena duduk tidak jauh darinya, membungkus diri dengan mantel tipis untuk melawan dinginnya malam. Ia memandang Dante dengan tatapan ragu-ragu, seolah ingin mengatakan sesuatu, tapi tidak tahu harus mulai dari mana.“Kita terlalu gegabah,” suara Marcus memecah keheningan. Ia memeluk lututnya, menun
last updateLast Updated : 2025-01-02
Read more

Bab 76 Langkah di Ujung Jalan

Langit kelabu menggantung berat, seolah memprediksi apa yang akan terjadi. Angin dingin menyapu dahan-dahan pohon yang melengkung di sepanjang jalan. Dante berjalan paling depan, wajahnya tegas meskipun kelelahan tampak dari langkah-langkahnya. Ayra berada di sampingnya, menggenggam perangkat kecil dengan layar yang terus-menerus berkedip, menunjukkan koordinat tujuan mereka.Di belakang mereka, Elena melangkah dalam diam. Matanya menyapu sekitar, waspada terhadap setiap bayangan yang bergerak. Sebuah pisau kecil tersembunyi di tangannya, mencengkeramnya erat-erat seperti pegangan hidupnya.“Berapa jauh lagi?” tanya Marcus, suaranya sedikit parau karena perjalanan panjang.Ayra melirik layar perangkatnya. “Kurang lebih tiga kilometer. Tapi jalannya akan semakin sulit.”Dante mengangguk, lalu berhenti sejenak untuk memastikan semua orang baik-baik saja. “Kita ambil waktu sebentar,” katanya. “Sepuluh menit, lalu kita lanjutkan.”Mereka semua duduk di atas tanah yang lembap. Marcus seger
last updateLast Updated : 2025-01-03
Read more

Bab 77 Bayangan yang Mengintai

Udara malam terasa menusuk kulit, dingin yang datang bersamaan dengan ketegangan. Langkah kaki mereka membelah tanah berkerikil, meninggalkan jejak samar di atas pasir yang kering. Dante berada di depan, matanya tajam menatap ke kejauhan, berusaha membaca setiap pergerakan di sekitar. Di belakangnya, Ayra dan Elena saling bergantian membantu satu sama lain, tubuh mereka lelah tetapi tekad mereka tetap kuat.“Hentikan langkah,” kata Dante tiba-tiba, suaranya rendah namun penuh otoritas. Ia mengangkat tangan, memberi isyarat agar semua berhenti.Ayra menghentikan langkahnya dengan napas yang masih terengah. “Ada apa?” tanyanya pelan, tapi pandangan Dante sudah tertuju ke semak-semak lebat di sisi jalan setapak.“Elena, pegang ini.” Dante menyerahkan salah satu pisau kecilnya kepada Elena, yang menerimanya tanpa ragu. Wajah Elena mengeras, tapi ia mengangguk, memahami bahwa bahaya mungkin sudah lebih dekat daripada yang mereka duga.“Rasanya seperti kita sedang diawasi,” gumam Dante, mat
last updateLast Updated : 2025-01-03
Read more

Bab 78 Rencana yang Terkubur

Udara pagi di tepi hutan terasa dingin, menyusup hingga ke tulang. Sisa-sisa pertempuran malam sebelumnya masih terasa dalam keheningan mereka. Dante duduk di atas batu besar, wajahnya memancarkan ekspresi tenang namun penuh perhitungan. Luka di lengannya sudah dibalut oleh Elena, meskipun rasa perihnya masih terasa.Elena duduk di seberang Dante, memperhatikan sisa embun yang jatuh dari daun-daun. Pandangannya kosong, pikirannya melayang pada apa yang baru saja mereka lewati. Ayra berada di sampingnya, memeriksa perangkatnya dengan serius, memastikan jalur mereka aman sebelum melanjutkan perjalanan.“Jadi, apa rencana kita selanjutnya?” tanya Ayra, memecah keheningan.Dante mendongak, menatap keduanya bergantian. “Kita harus masuk ke markas utama mereka. Tempat ini hanya penjagaan luar. Jika kita tidak segera bergerak, mereka akan mempersiapkan diri lebih baik.”“Masuk ke markas utama?” Elena mengangkat alisnya, suaranya penuh keraguan. “Kau yakin itu langkah yang tepat? Kau tahu seb
last updateLast Updated : 2025-01-04
Read more

Bab 79 Jejak Pengkhianatan

Lorong itu terasa seperti sebuah perangkap. Setiap langkah mereka menggema, menambah ketegangan yang membelit suasana. Ayra mengarahkan alat deteksinya ke depan, matanya fokus memantau layar holografik yang muncul di depannya.“Ada anomali tiga meter di depan kita,” bisiknya.Dante mengangkat tangannya, memberi isyarat agar mereka berhenti. Elena menatapnya tajam, sudah siap dengan senjata di tangannya. Alex, yang berada di tengah, terlihat gelisah. Ia berkeringat meskipun suhu di dalam lorong cukup dingin.“Apa itu?” tanya Dante pelan.Ayra menggoyangkan alat deteksinya sedikit. “Kemungkinan besar jebakan. Pola energinya tidak konsisten. Bisa saja itu sensor gerak atau bom kecil.”Dante mengangguk dan berbalik ke arah Alex. Tatapannya tegas, seperti pedang yang siap menusuk. “Kau bilang jalur ini aman.”Alex terperanjat, tangannya terangkat seolah ingin membela diri. “Aku... aku tidak tahu. Mereka pasti baru memasangnya setelah aku kabur.”“Berhenti berbohong.” Suara Elena datar tapi
last updateLast Updated : 2025-01-04
Read more

Bab 80

Udara malam terasa dingin menusuk kulit, dan langit kelam tanpa bintang menjadi saksi atas kelelahan yang melanda kelompok Dante. Mereka duduk di bawah naungan reruntuhan yang menyerupai kubah besar, perlindungan sementara dari ancaman yang terus mengejar mereka.Ayra duduk bersandar pada tembok yang retak, wajahnya tertunduk sambil memeriksa perangkatnya yang rusak. Cahaya layar holografik berkedip lemah, menunjukkan bahwa alat itu hampir tak berguna. Napasnya pendek-pendek, penuh frustrasi.“Aku tidak bisa memperbaikinya dalam waktu singkat,” gumamnya. “Kita butuh alat yang lebih canggih.”Elena, yang duduk tak jauh darinya, menghela napas berat. Ia mengangkat pandangannya dari senjata yang sedang ia bersihkan. “Kalau begitu, apa rencananya sekarang? Kita tidak bisa terus berlari tanpa arah.”Dante berdiri di dekat pintu masuk reruntuhan, memandang keluar ke kegelapan. Matanya menyapu sekeliling dengan waspada. Meski tubuhnya lelah, pikirannya terus berputar.“Kita perlu regroup. Me
last updateLast Updated : 2025-01-05
Read more
PREV
1
...
67891011
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status