Beranda / Urban / TAKHTA BAYANGAN / bab 73 Pengorbanan Terbesar

Share

bab 73 Pengorbanan Terbesar

Penulis: Zayba Almira
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-01 20:54:43

Terowongan yang mereka lalui semakin menyempit, udara di dalamnya terasa berat dan lembap. Dinding-dindingnya dipenuhi lumut yang memancarkan kilau kehijauan samar di bawah cahaya perangkat holografis Ayra. Setiap langkah yang mereka ambil menggema, mempertegas betapa sunyinya tempat itu.

“Berapa jauh lagi?” tanya Elena, suaranya penuh ketegangan. Ia berusaha menyembunyikan rasa cemasnya, tetapi nada suaranya tak bisa berbohong.

Ayra memeriksa peta holografisnya. “Sekitar lima puluh meter lagi, tapi ada jalur bercabang di depan. Kita harus memilih dengan hati-hati.”

Dante memimpin di depan, tangan kanannya memegang erat gagang pedang, sementara matanya terus memperhatikan setiap sudut. “Apa pun yang terjadi, kita tetap bergerak bersama. Tidak ada yang tertinggal.”

Marcus, yang berjalan di belakang mereka, terdengar menarik napas panjang. “Kalau jalur bercabang itu ada jebakan, kita akan tahu begitu terlambat.”

Dante menoleh sekilas, tatapannya tajam. “Kalau kau takut, kau bisa menungg
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 74 Cahaya dalam Kegelapan

    Lorong di depan mereka seakan menelan suara, menyisakan hanya gema langkah kaki yang terdengar asing di telinga. Dinding-dinding batu dingin terasa memancarkan aura menekan, memaksa setiap orang yang melangkah di dalamnya untuk berjuang melawan rasa takut yang terus menghantui.Ayra, yang berjalan di tengah kelompok, menggenggam perangkat holografisnya dengan erat. Cahaya biru yang dipancarkan perangkat itu memberikan sedikit penerangan, tetapi tidak cukup untuk mengusir bayang-bayang yang terus mengikuti mereka.“Apa tempat ini benar-benar kosong?” bisik Elena, suaranya hampir tak terdengar.Dante menoleh ke arahnya, memberikan tatapan yang menenangkan meski wajahnya menunjukkan kelelahan. “Kita harus tetap waspada. Tempat ini mungkin tampak kosong, tapi aku yakin mereka tidak akan membiarkan kita berjalan begitu saja.”Marcus, yang kini berjalan di belakang mereka, sesekali menoleh ke arah pintu logam yang baru saja mereka lewati. “Kalau mereka berhasil menembus pintu itu, kita akan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-02
  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 75 Cahaya di Tengah Kegelapan

    Langit malam tampak gelap pekat, bintang-bintang seakan bersembunyi di balik awan yang mengancam hujan. Api unggun kecil yang mereka nyalakan memancarkan cahaya hangat, tapi tidak cukup untuk menghapus bayang-bayang kekhawatiran di wajah setiap orang.Dante duduk bersandar pada batang pohon besar. Pikirannya sibuk memutar ulang kejadian yang baru saja berlalu. Asap dari reruntuhan masih tercium, bercampur dengan aroma hutan yang lembap. Luka-luka di tubuhnya terasa perih, tapi bukan itu yang membuat dadanya sesak.Ayra sedang memeriksa alat komunikasinya, mencoba menghubungi pihak luar. Tapi sinyal terus-menerus terputus. "Tidak ada jaringan di sini," gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri.Elena duduk tidak jauh darinya, membungkus diri dengan mantel tipis untuk melawan dinginnya malam. Ia memandang Dante dengan tatapan ragu-ragu, seolah ingin mengatakan sesuatu, tapi tidak tahu harus mulai dari mana.“Kita terlalu gegabah,” suara Marcus memecah keheningan. Ia memeluk lututnya, menun

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-02
  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 76 Langkah di Ujung Jalan

    Langit kelabu menggantung berat, seolah memprediksi apa yang akan terjadi. Angin dingin menyapu dahan-dahan pohon yang melengkung di sepanjang jalan. Dante berjalan paling depan, wajahnya tegas meskipun kelelahan tampak dari langkah-langkahnya. Ayra berada di sampingnya, menggenggam perangkat kecil dengan layar yang terus-menerus berkedip, menunjukkan koordinat tujuan mereka.Di belakang mereka, Elena melangkah dalam diam. Matanya menyapu sekitar, waspada terhadap setiap bayangan yang bergerak. Sebuah pisau kecil tersembunyi di tangannya, mencengkeramnya erat-erat seperti pegangan hidupnya.“Berapa jauh lagi?” tanya Marcus, suaranya sedikit parau karena perjalanan panjang.Ayra melirik layar perangkatnya. “Kurang lebih tiga kilometer. Tapi jalannya akan semakin sulit.”Dante mengangguk, lalu berhenti sejenak untuk memastikan semua orang baik-baik saja. “Kita ambil waktu sebentar,” katanya. “Sepuluh menit, lalu kita lanjutkan.”Mereka semua duduk di atas tanah yang lembap. Marcus seger

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 77 Bayangan yang Mengintai

    Udara malam terasa menusuk kulit, dingin yang datang bersamaan dengan ketegangan. Langkah kaki mereka membelah tanah berkerikil, meninggalkan jejak samar di atas pasir yang kering. Dante berada di depan, matanya tajam menatap ke kejauhan, berusaha membaca setiap pergerakan di sekitar. Di belakangnya, Ayra dan Elena saling bergantian membantu satu sama lain, tubuh mereka lelah tetapi tekad mereka tetap kuat.“Hentikan langkah,” kata Dante tiba-tiba, suaranya rendah namun penuh otoritas. Ia mengangkat tangan, memberi isyarat agar semua berhenti.Ayra menghentikan langkahnya dengan napas yang masih terengah. “Ada apa?” tanyanya pelan, tapi pandangan Dante sudah tertuju ke semak-semak lebat di sisi jalan setapak.“Elena, pegang ini.” Dante menyerahkan salah satu pisau kecilnya kepada Elena, yang menerimanya tanpa ragu. Wajah Elena mengeras, tapi ia mengangguk, memahami bahwa bahaya mungkin sudah lebih dekat daripada yang mereka duga.“Rasanya seperti kita sedang diawasi,” gumam Dante, mat

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 78 Rencana yang Terkubur

    Udara pagi di tepi hutan terasa dingin, menyusup hingga ke tulang. Sisa-sisa pertempuran malam sebelumnya masih terasa dalam keheningan mereka. Dante duduk di atas batu besar, wajahnya memancarkan ekspresi tenang namun penuh perhitungan. Luka di lengannya sudah dibalut oleh Elena, meskipun rasa perihnya masih terasa.Elena duduk di seberang Dante, memperhatikan sisa embun yang jatuh dari daun-daun. Pandangannya kosong, pikirannya melayang pada apa yang baru saja mereka lewati. Ayra berada di sampingnya, memeriksa perangkatnya dengan serius, memastikan jalur mereka aman sebelum melanjutkan perjalanan.“Jadi, apa rencana kita selanjutnya?” tanya Ayra, memecah keheningan.Dante mendongak, menatap keduanya bergantian. “Kita harus masuk ke markas utama mereka. Tempat ini hanya penjagaan luar. Jika kita tidak segera bergerak, mereka akan mempersiapkan diri lebih baik.”“Masuk ke markas utama?” Elena mengangkat alisnya, suaranya penuh keraguan. “Kau yakin itu langkah yang tepat? Kau tahu seb

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-04
  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 79 Jejak Pengkhianatan

    Lorong itu terasa seperti sebuah perangkap. Setiap langkah mereka menggema, menambah ketegangan yang membelit suasana. Ayra mengarahkan alat deteksinya ke depan, matanya fokus memantau layar holografik yang muncul di depannya.“Ada anomali tiga meter di depan kita,” bisiknya.Dante mengangkat tangannya, memberi isyarat agar mereka berhenti. Elena menatapnya tajam, sudah siap dengan senjata di tangannya. Alex, yang berada di tengah, terlihat gelisah. Ia berkeringat meskipun suhu di dalam lorong cukup dingin.“Apa itu?” tanya Dante pelan.Ayra menggoyangkan alat deteksinya sedikit. “Kemungkinan besar jebakan. Pola energinya tidak konsisten. Bisa saja itu sensor gerak atau bom kecil.”Dante mengangguk dan berbalik ke arah Alex. Tatapannya tegas, seperti pedang yang siap menusuk. “Kau bilang jalur ini aman.”Alex terperanjat, tangannya terangkat seolah ingin membela diri. “Aku... aku tidak tahu. Mereka pasti baru memasangnya setelah aku kabur.”“Berhenti berbohong.” Suara Elena datar tapi

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-04
  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 80

    Udara malam terasa dingin menusuk kulit, dan langit kelam tanpa bintang menjadi saksi atas kelelahan yang melanda kelompok Dante. Mereka duduk di bawah naungan reruntuhan yang menyerupai kubah besar, perlindungan sementara dari ancaman yang terus mengejar mereka.Ayra duduk bersandar pada tembok yang retak, wajahnya tertunduk sambil memeriksa perangkatnya yang rusak. Cahaya layar holografik berkedip lemah, menunjukkan bahwa alat itu hampir tak berguna. Napasnya pendek-pendek, penuh frustrasi.“Aku tidak bisa memperbaikinya dalam waktu singkat,” gumamnya. “Kita butuh alat yang lebih canggih.”Elena, yang duduk tak jauh darinya, menghela napas berat. Ia mengangkat pandangannya dari senjata yang sedang ia bersihkan. “Kalau begitu, apa rencananya sekarang? Kita tidak bisa terus berlari tanpa arah.”Dante berdiri di dekat pintu masuk reruntuhan, memandang keluar ke kegelapan. Matanya menyapu sekeliling dengan waspada. Meski tubuhnya lelah, pikirannya terus berputar.“Kita perlu regroup. Me

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-05
  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 81

    Laboratorium itu penuh dengan cahaya biru yang memancar dari berbagai layar dan perangkat elektronik. Udara terasa dingin, menyengat dengan aroma logam yang bercampur bahan kimia. Di tengah ruangan, Dante berdiri kaku, tatapannya terfokus pada layar monitor besar yang memancarkan data yang tak terbayangkan.“Ini...” bisiknya, suaranya serak, penuh rasa tidak percaya.Ayra mengetik cepat di konsol komputer, jari-jarinya hampir tak terlihat. “Proyek ini bukan hanya eksperimen biasa,” katanya dengan suara yang bergetar. “Mereka mencoba menciptakan sesuatu yang melampaui batas manusia.”Dante mengepalkan tangan. Ketegangan di wajahnya jelas terlihat. “Apa mereka tidak takut dengan konsekuensinya?”Elena yang berdiri tak jauh darinya, menatap layar dengan alis berkerut. “Maksudmu apa? Apa yang mereka lakukan?” tanyanya, suaranya dipenuhi rasa takut bercampur penasaran.Ayra berhenti mengetik, wajahnya semakin pucat. Dia menunjuk layar holografis yang menampilkan sosok seorang pria besar, d

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06

Bab terbaru

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 123

    Malam yang dingin terasa menusuk tulang. Langkah Dante yang berat menyusuri jalan setapak di tengah hutan hanya ditemani oleh suara angin yang menggerakkan dedaunan. Setelah percakapan yang penuh emosi antara dirinya, Ayra, dan Elena, hatinya terasa seperti medan perang. Keputusannya untuk tetap berdiri di tengah-tengah mereka telah menyisakan perih yang tak bisa ia hilangkan begitu saja.Dante berhenti di sebuah pohon tua yang menjulang tinggi. Ia bersandar di batangnya yang kasar, menatap langit malam yang dihiasi ribuan bintang. Sebuah napas berat meluncur dari bibirnya, seolah-olah ia mencoba melepaskan beban yang menghimpit dadanya.“Dante…” suara itu, lembut namun tegas, terdengar dari belakangnya.Dante menoleh. Elena berdiri di sana, membawa lentera kecil yang sinarnya berkilau redup. Wajahnya terlihat tenang, namun sorot matanya memancarkan kecemasan yang tak bisa ia sembunyikan.“Kau seharusnya istirahat, Elena,” kata Dante, mencoba

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 122

    Senja mulai mengintip di ujung cakrawala, mewarnai langit dengan semburat oranye yang lembut. Di tengah reruntuhan kota tua, Dante berdiri dengan tubuh tegap, matanya memandang ke arah Elena dan Ayra yang berada tak jauh darinya. Ada ketegangan yang begitu nyata di udara, namun sekaligus kehangatan yang tak bisa disangkal.Ayra memalingkan wajah, membiarkan angin memainkan rambut hitam legamnya. “Kita sudah sampai sejauh ini, tapi aku masih merasa ada yang kurang,” gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri daripada orang lain.Dante menoleh, menatapnya dengan sorot mata yang hangat. “Apa yang kurang, Ayra?” tanyanya pelan, suaranya terdengar seperti bisikan yang meresap ke dalam kesunyian.“Elena tahu,” jawab Ayra, suaranya serak. Ia menoleh ke arah Elena yang berdiri beberapa langkah di sebelahnya, wajahnya diliputi keraguan. “Kau tahu, kan? Apa yang sebenarnya masih kita cari?”Elena terdiam, wajahnya yang biasanya dingin tampak goyah. Ia meng

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 121

    Cahaya pagi yang hangat menyusup melalui celah tirai jendela apartemen kecil yang kini mereka sebut rumah. Ayra membuka matanya perlahan, membiarkan sinar lembut itu menyentuh wajahnya. Suara burung berkicau di luar menjadi pengantar yang damai—sesuatu yang belum pernah ia rasakan dalam waktu yang lama.Ia menoleh, mendapati Dante masih terlelap di sebelahnya, napasnya tenang dan ritmis. Wajahnya terlihat begitu damai, jauh dari ekspresi serius dan tegang yang sering ia kenakan selama misi-misi mereka. Ada sesuatu yang menyentuh di sana, menyadari bahwa setelah semua yang mereka lewati, mereka akhirnya bisa menikmati momen sederhana seperti ini.Ayra perlahan bangkit dari tempat tidur, berusaha tidak membangunkan Dante. Ia melangkah ke dapur kecil mereka, menyalakan mesin kopi yang berderit pelan. Aroma kopi mulai memenuhi ruangan, membangkitkan rasa nyaman yang membuatnya tersenyum.Saat ia menuang kopi ke dalam cangkir, suara langkah berat terdengar

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 120

    Langit malam dipenuhi bintang-bintang yang berkilauan, namun Dante hanya bisa menatap kosong ke arah api unggun kecil yang mereka buat. Wajahnya diterangi cahaya oranye yang hangat, tetapi pikirannya jauh melayang, menelusuri semua yang telah terjadi. Di sekelilingnya, timnya mulai melepas ketegangan setelah misi yang sukses. Phoenix sedang tertawa kecil bersama Leandro, membahas bagaimana dia berhasil mengunggah data itu meskipun dalam situasi berbahaya. Elena duduk tidak jauh dari mereka, memeriksa senjatanya dengan ekspresi serius, tetapi sesekali tersenyum kecil mendengar lelucon Leandro. Ayra duduk sedikit terpisah dari mereka, memeluk lututnya sambil menatap ke arah langit. Ada sesuatu yang melintas di wajahnya—perasaan lega bercampur kelelahan, tetapi juga ketidakpastian yang mengganggu. Dante menggeser duduknya, mendekati Ayra. "Kau baik-baik saja?" tanyanya pelan. Ayra menoleh, tersenyum tipis. "Hanya me

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 119

    Suara derik lantai kayu menyambut langkah perlahan Dante saat ia berjalan melewati ruangan kecil tempat mereka berlindung. Udara malam di dalam rumah itu terasa lebih dingin dibandingkan luar. Dante memandang timnya yang sedang duduk melingkar di ruang tengah, wajah mereka dipenuhi kelelahan, tetapi mata mereka menyiratkan tekad yang tak goyah.Ayra sibuk mengamati peta kota yang tersebar di atas meja kecil. Sesekali, dia menuliskan sesuatu di buku catatannya, wajahnya dipenuhi konsentrasi. Phoenix sedang memeriksa perangkat enkripsi, memastikan semua data mereka tetap aman. Sementara Elena dan Leandro berbincang pelan di sudut ruangan, berdiskusi tentang potensi ancaman yang mungkin muncul saat mereka bergerak.“Sudah hampir selesai?” tanya Dante sambil berdiri di belakang Ayra.Ayra menoleh, senyumnya tipis. “Hampir. Aku sedang memastikan rute ini tidak terlalu mencolok. Kita tidak punya banyak opsi, tapi kalau kita bisa menghindari pos pemeriksaan,

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 118

    Suara angin pagi menyelinap melalui celah-celah gudang tua yang menjadi tempat persembunyian Dante dan timnya. Kabut yang melayang di luar menambah kesan misterius pada suasana di dalam, seakan mengingatkan mereka bahwa waktu terus berjalan dan ancaman semakin mendekat. Dante berdiri di tengah ruangan, tangannya terlipat di dada, matanya menatap peta digital di meja kayu yang sudah penuh coretan rencana. Sementara itu, Ayra dan Phoenix masih tenggelam dalam analisis data, mencoba mengurai simpul misteri yang menjadi inti dari misi mereka. “Phoenix, apakah semua data sudah terkumpul?” tanya Dante, suaranya terdengar tegas namun terkendali. Phoenix mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya dari layar. “Ya. Aku sudah menyusun semua dokumen digital ini. Tinggal satu langkah lagi untuk mengirimnya ke media, tapi kita harus memutuskan jalur yang paling aman. Musuh pasti sudah mengawasi jaringan kita.” “Elena,” Dante me

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 117

    Dini hari menyelimuti kota dengan kabut tipis yang seolah menyembunyikan rahasia-rahasia kelam di balik setiap sudutnya. Sebuah van abu-abu meluncur pelan di jalan yang sepi, membawa Dante dan timnya menjauh dari apartemen yang kini bukan lagi tempat yang aman. Di dalam van, suasana penuh ketegangan. Mata mereka terus berjaga, dan percakapan berlangsung dengan bisikan-bisikan tegang. “Bagaimana situasi di depan?” tanya Dante yang duduk di kursi penumpang depan, memegang peta digital di tangannya. Leandro, yang mengemudikan van, melirik ke kaca spion. “Sejauh ini aman. Tapi kita tidak bisa terlalu lama di jalan ini. Kamera pengawas bisa saja melacak plat mobil kita.” Ayra, yang duduk di kursi tengah, mengetik cepat di laptopnya. Wajahnya diterangi cahaya redup layar. “Aku sedang mencoba menonaktifkan sistem pengawasan di area ini. Tapi ini tidak akan bertahan lama. Kita harus segera menemukan tempat aman untuk menyusun langkah selanj

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 116

    Malam menjelang dengan keheningan yang terasa berat, seakan alam pun ikut bersiap menghadapi badai yang akan datang. Di apartemen kecil yang kini menjadi markas mereka, tim Dante bekerja tanpa henti. Peta, dokumen, dan laptop berserakan di meja. Mereka sudah terlalu jauh untuk mundur.Ayra duduk di sudut ruangan, matanya memandang layar laptop yang menampilkan kode-kode enkripsi. Wajahnya terlihat serius, tapi jari-jarinya bergerak dengan cekatan di atas keyboard. Phoenix telah mengirimkan data penting yang harus mereka deskripsikan, data yang menjadi kunci untuk mengungkap skandal besar yang telah mereka kejar selama ini.“Dante,” panggil Ayra, suaranya rendah namun penuh urgensi. “Aku berhasil mengakses salah satu file mereka. Ini... ini jauh lebih besar dari yang kita kira.”Dante yang sedang memeriksa peta di meja langsung mendekat, menyandarkan tangannya di kursi Ayra dan membaca layar di depannya. Matanya menyipit, ekspresinya berubah dari terke

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 115

    Dingin pagi menyelimuti pusat kota yang mulai lengang setelah peristiwa semalam. Kabut tipis menyelimuti jalan-jalan, menyembunyikan sisa jejak kerumunan yang penuh semangat, kini berubah menjadi kota yang terasa asing dan kosong. Dante berdiri di tepi balkon apartemen yang mereka gunakan sebagai tempat berlindung sementara, matanya memandang jauh ke cakrawala.Angin dingin menyapu wajahnya, tetapi tidak mampu meredam kobaran tekad yang terus menyala di dalam dirinya. Di baliknya, Ayra keluar perlahan, mengenakan sweater tebal. Langkahnya nyaris tak terdengar saat ia mendekat, membawa secangkir teh hangat."Kau belum tidur sejak semalam," ujar Ayra, menyerahkan cangkir itu kepada Dante. Suaranya lembut, tetapi ada nada khawatir yang tidak bisa disembunyikan.Dante menerima cangkir itu tanpa menoleh. "Aku tidak bisa tidur. Banyak hal yang harus kupikirkan."Ayra menyandarkan dirinya di pagar balkon, menatap Dante dengan mata yang penuh perhati

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status