Home / Urban / TAKHTA BAYANGAN / Bab 10: Lingkaran Api

Share

Bab 10: Lingkaran Api

Author: Zayba Almira
last update Last Updated: 2024-11-28 17:46:32

Malam itu, Dante duduk sendirian di ruang belakang markas mereka. Pikirannya penuh dengan kemarahan yang belum menemukan tempat untuk dilampiaskan. Wajah Victor Vasquez terus membayangi pikirannya, terutama senyum dingin pria itu yang penuh keyakinan akan kemenangannya. Dante tahu bahwa ancaman Victor tidak main-main.

Ketukan pelan di pintu mengalihkan perhatiannya. Elena masuk tanpa menunggu jawaban.

"Dante," katanya dengan nada lembut, "kau belum makan sejak tadi siang. Kau tidak bisa terus seperti ini."

"Aku tidak lapar," jawab Dante singkat, tetapi Elena tidak mundur. Ia mendekati Dante dan duduk di kursi di depannya.

"Apa yang sebenarnya ada di kepalamu?" tanya Elena, mencoba memahami kegelisahan Dante.

Dante menghela napas panjang. "Victor bukan hanya ancaman baru, Elena. Dia lebih dari itu. Dia seseorang yang tahu bagaimana mengendalikan permainan ini. Dan dia sudah tahu kelemahan kita sebelum kita sempat mengenalnya."

Elena memiringkan kepalanya, mencoba membaca emosi Dante yang terkubur dalam. "Kau takut dia akan melakukan sesuatu pada kita?"

"Aku takut dia akan memecah kita," jawab Dante. "Lihat apa yang dia lakukan hanya dengan beberapa pesan. Lorenzo dipertanyakan. Kau mulai meragukan segalanya. Dan aku..."

"Kau apa?" desak Elena.

"Aku tidak yakin bisa melindungi kita semua," jawab Dante akhirnya. Pengakuan itu terdengar seperti beban yang akhirnya terlepas, tetapi luka di hatinya justru semakin terasa.

Elena mengulurkan tangan, menyentuh tangan Dante di atas meja. "Kau bukan sendiri dalam hal ini. Kita semua di sini untuk berjuang bersamamu. Jangan biarkan Victor membuatmu merasa sendirian."

---

Pagi berikutnya, Lorenzo kembali ke markas dengan ekspresi gelisah. "Aku punya kabar buruk," katanya, melemparkan sebuah amplop ke atas meja.

Dante dan Elena segera memperhatikannya. Amplop itu berisi foto-foto Elena yang diambil secara diam-diam—saat dia berjalan pulang, saat dia berada di kafe, bahkan saat dia sedang berbicara dengan Dante di markas.

"Ini dari Victor," kata Lorenzo dengan nada rendah. "Dia ingin kita tahu bahwa dia selalu mengawasi."

Elena mengambil salah satu foto itu, tangannya gemetar. "Dia mengawasi kita sepanjang waktu?"

"Bukan hanya itu," tambah Lorenzo. "Ada pesan di dalam amplop. Dia mengancam akan mengekspos kita semua ke pihak berwenang jika kita tidak mundur."

Dante membaca pesan itu dengan rahang mengeras. 'Berhenti sekarang, atau rahasia kalian akan menjadi berita utama besok pagi.'

"Dia ingin kita takut," kata Dante akhirnya. "Dan dia menggunakan Elena untuk menekan kita."

Elena mendongak, matanya penuh kemarahan. "Dia pikir dia bisa membuat kita tunduk dengan ancaman murahan ini?"

"Itu bukan ancaman murahan," kata Lorenzo dengan nada serius. "Kalau dia benar-benar melakukannya, semua rencana kita hancur. Tidak hanya kita, tetapi semua orang yang bekerja dengan kita juga akan terkena dampaknya."

"Kita tidak bisa membiarkan dia mendikte kita," jawab Dante tegas. "Tapi kita juga tidak bisa mengabaikan ancamannya. Kita harus bergerak cepat."

---

Dante mengumpulkan semua orang malam itu. Tim kecil mereka berkumpul di ruang utama, wajah-wajah mereka tegang tetapi penuh tekad.

"Kita akan menyerang Victor," kata Dante tanpa basa-basi.

"Kau yakin itu langkah yang tepat?" tanya Lorenzo. "Dia punya kekuatan lebih besar dari yang kita tahu. Kalau kita tidak hati-hati, kita bisa kehilangan segalanya."

"Itulah kenapa kita akan membuat rencana yang tidak dia duga," jawab Dante. "Victor merasa dia sudah mengendalikan kita, tetapi dia tidak tahu apa yang kita miliki."

Elena menatapnya dengan penuh perhatian. "Apa rencanamu, Dante?"

"Kita akan menciptakan kekacauan di bawah hidungnya," kata Dante. "Dia punya jaringan besar, dan kita akan menghancurkannya satu per satu. Tapi kita harus melakukannya dengan hati-hati. Kalau kita membuat langkah yang salah, dia akan membalas dengan kekuatan penuh."

---

Keesokan harinya, Dante dan timnya memulai operasi mereka. Target pertama mereka adalah salah satu gudang yang digunakan Victor untuk menyimpan barang-barang ilegalnya.

Elena dan Lorenzo memimpin tim kecil untuk menyusup ke dalam gudang itu. Di sana, mereka menemukan lebih dari yang mereka harapkan: selain senjata, ada dokumen-dokumen penting yang menunjukkan hubungan Victor dengan pejabat korup di kota.

"Ini bukti yang kita butuhkan," bisik Elena sambil mengambil foto dokumen itu. "Kalau kita bisa mengekspos ini, Victor akan kehilangan sebagian besar pengaruhnya."

Namun, misi mereka tidak berjalan mulus. Salah satu penjaga di gudang itu menyadari kehadiran mereka, dan pertempuran sengit pun terjadi.

---

Sementara Elena dan Lorenzo berusaha keluar dari gudang, Dante berada di markas memantau jalannya misi melalui komunikasi radio. Saat suara tembakan terdengar, hatinya berdegup kencang.

"Lorenzo! Elena! Apa yang terjadi?" teriak Dante melalui radio.

"Kami ketahuan," jawab Elena di sela-sela suara tembakan. "Tapi kami sudah mendapatkan dokumennya. Kami hanya perlu waktu untuk keluar."

"Jangan ambil risiko yang tidak perlu!" perintah Dante, tetapi ia tahu bahwa Elena tidak akan menyerah begitu saja.

Setelah beberapa menit yang terasa seperti seabad, Elena dan Lorenzo akhirnya berhasil keluar dengan membawa dokumen-dokumen itu. Namun, Lorenzo terluka di lengan, dan wajah Elena menunjukkan tanda-tanda kelelahan yang luar biasa.

---

Kembali ke markas, Dante membantu Lorenzo membersihkan lukanya sementara Elena duduk di sofa dengan napas yang masih tersengal.

"Kita berhasil," kata Elena dengan suara lemah. "Tapi ini baru permulaan."

Dante menatap dokumen-dokumen yang mereka bawa. Di sana terdapat nama-nama pejabat, lokasi-lokasi lain yang digunakan Victor, dan transaksi-transaksi gelap yang ia lakukan.

"Kita bisa menggunakan ini untuk menyerangnya," kata Dante dengan nada tegas. "Tapi kita harus berhati-hati. Victor tidak akan tinggal diam setelah ini."

Lorenzo mengangguk, meskipun wajahnya masih menunjukkan rasa sakit. "Kita harus bergerak cepat sebelum dia menyadari apa yang telah kita lakukan."

Dante tahu bahwa pertarungan mereka melawan Victor baru saja dimulai. Tetapi ia juga tahu bahwa dengan dokumen ini, mereka akhirnya memiliki senjata untuk melawan balik.

Related chapters

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 11: Jejak Sang Penguasa Kuno

    Dante berdiri di puncak gedung tua yang dulunya adalah markas rahasia milik keluarganya. Angin malam berhembus kencang, membawa aroma hujan yang tertahan di langit. Chipset di tubuhnya terus-menerus berdenyut, hampir seolah-olah mencoba memberi tahu sesuatu yang lebih besar daripada sekadar informasi duniawi. Selama ini, chipset itu hanya dianggap sebagai teknologi mutakhir yang diciptakan ayahnya untuk membantunya bertahan hidup di dunia penuh intrik dan bahaya. Namun, beberapa hari terakhir, ada sesuatu yang berbeda. Data yang diaksesnya bukan hanya data biasa. Ada informasi kuno, nama-nama yang bahkan tidak pernah disebutkan dalam sejarah manusia modern, mulai muncul di pikirannya—nama-nama seperti "Orion Sang Penjaga" dan "Erebus Sang Penghukum." Dante merasa tubuhnya memanas setiap kali ia mencoba memahami data ini. Namun, semakin dia berusaha mencari tahu, semakin chipset itu terasa seperti bukan hanya teknologi. Ada kekuatan di dalamnya, kekuatan yang melampaui logika. ---

    Last Updated : 2024-11-29
  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 12: Beban Takdir

    Dante berdiri di tengah kekacauan yang baru saja terjadi, tubuhnya bergetar, bukan karena kelelahan, tetapi karena energi yang mengalir deras melalui dirinya. Tangannya mengepal erat, mencoba menahan dorongan kekuatan yang nyaris tidak terkendali. Cahaya keemasan yang tadi menyala di matanya perlahan memudar, namun jejak keberadaan kekuatan itu masih terasa di udara. Elena mendekat perlahan, hati-hati seperti seseorang yang mendekati binatang buas yang terluka. “Dante, kau harus bicara padaku. Apa yang baru saja terjadi?” suaranya bergetar, antara khawatir dan takut. Dante menggelengkan kepalanya, mencoba mencari jawaban di pikirannya sendiri. "Aku tidak tahu, Elena," katanya dengan suara serak. “Ada sesuatu yang bangkit di dalam diriku. Chipset ini… bukan sekadar alat. Ini adalah pintu menuju sesuatu yang lebih besar. Sesuatu yang mungkin seharusnya tidak pernah dibuka.” Lorenzo, yang selama ini selalu tampil tenang, berdiri beberapa langkah di belakang mereka. Wajahnya tegang, m

    Last Updated : 2024-11-29
  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 13: Jekak Takdir yang Terkuak

    Hening malam di markas kecil mereka terasa seperti angin yang mempersiapkan badai besar. Dante berdiri di balkon, memandangi kota yang terang oleh lampu jalan, tetapi gelap oleh kebusukan yang merajalela. Di bawahnya, Elena dan Lorenzo sedang berbicara serius di ruang tengah, namun suaranya hampir tak terdengar oleh Dante. Chipset dalam tubuhnya kini bekerja dengan tingkat yang berbeda—bukan hanya menganalisis, tetapi juga memberikan Dante kemampuan untuk merasakan energi orang-orang di sekitarnya. Dante menyadari sesuatu yang ia belum pernah rasakan sebelumnya: jiwanya bergetar, dan bukan hanya karena kekuatan yang baru ditemukan. Melainkan karena pertanyaan besar yang menghantuinya. Apakah aku siap menerima semua ini? Apakah aku mampu mengendalikan kekuatan ini tanpa kehilangan diriku sendiri? ---- Elena menyadari tatapan Dante dari atas. Ia mendongak, lalu memutuskan untuk mendekati pemuda itu. Langkahnya pelan, tetapi ada ketegasan dalam gerakannya. Lorenzo mencoba menahan Ele

    Last Updated : 2024-11-30
  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 14: Luka yang Terungkap

    Angin malam di pinggiran kota membawa aroma besi dan debu, bercampur dengan rasa kekalahan yang berat. Dante duduk di sudut ruangan markas mereka yang kumuh, tubuhnya bersandar pada dinding dingin. Luka di lengannya mengeluarkan darah, tetapi rasa sakit fisik itu tidak sebanding dengan rasa hancur yang bergelut di dadanya. Elena berdiri tak jauh darinya, menggigit bibir dengan keras untuk menahan luapan emosinya. Tangannya bergetar saat ia mempersiapkan perban dan alat medis sederhana. Lorenzo mondar-mandir di ruangan, kepalan tangannya berkeringat. "Kau hampir mati di sana," suara Elena memecah keheningan, penuh dengan kemarahan yang tertahan. "Apa yang sebenarnya kau pikirkan, Dante? Kau tidak tak terkalahkan." Dante mendongak perlahan, menatap Elena dengan mata kosong. "Aku tahu. Tapi kalau aku tidak melawan mereka, kita semua akan mati." "Itu bukan alasan!" Elena membanting gulungan perban ke meja, air matanya mulai mengalir. "Aku muak melihatmu bertindak seperti ini. Kau tid

    Last Updated : 2024-11-30
  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 15: Bayangan di Balik Kebenaran

    Malam itu terasa lebih kelam dari biasanya, seolah-olah langit pun tahu ada rahasia besar yang akan terungkap. Kendaraan mereka melaju kencang menuju pinggiran kota, di mana fasilitas penelitian yang disebut dalam data Victor berada. Lorenzo mengemudi dengan fokus, sementara Elena duduk di kursi penumpang, menatap jalanan dengan gelisah. Di kursi belakang, Dante duduk diam, mencoba mengendalikan pikirannya. Namun, suara di kepalanya semakin sering muncul. Bukan hanya bisikan samar, melainkan gema yang menyerupai tawa kecil—sinis dan penuh teka-teki. "Kau ingin jawaban, Dante? Kau pikir itu akan membuat segalanya lebih mudah? Kau bahkan belum siap untuk menghadapi dirimu sendiri." “Dante,” suara Elena memecah keheningan. “Apa kau baik-baik saja?” Dante tersentak keluar dari lamunannya. Ia menatap Elena melalui kaca spion, mencoba memaksakan senyum. “Aku baik-baik saja.” “Kau tidak terlihat baik,” balas Elena, nadanya tegas namun penuh kekhawatiran. Lorenzo melirik mereka

    Last Updated : 2024-12-01
  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 16: Bayang-Bayang Masa Lalu

    Dante memandang Adrian dengan tatapan tajam, matanya penuh dengan kebencian dan rasa ingin tahu yang bercampur menjadi satu. Ruangan yang tadinya penuh dengan suara mesin dan layar hologram terasa hening seperti kuburan. Elena tetap berdiri di samping Dante, telapak tangannya yang dingin menggenggam erat lengan sahabatnya. “Kau bilang aku adalah kunci,” kata Dante perlahan, suaranya terdengar berat. “Jelaskan. Apa maksudmu? Jangan buang waktuku dengan teka-teki.” Adrian melipat tangannya, langkahnya santai tetapi penuh perhitungan. “Kau menginginkan kebenaran? Baik. Tapi izinkan aku bertanya satu hal terlebih dahulu.” “Tidak ada waktu untuk bermain-main,” bentak Dante, suaranya naik satu oktaf. Adrian tetap tenang, seolah tidak terganggu oleh ledakan emosi itu. “Dante, apa kau pernah bertanya-tanya mengapa kau memiliki kemampuan luar biasa ini? Mengapa chipset itu—yang dirancang untuk para prajurit elit—dapat berfungsi sempurna dalam tubuhmu, bahkan meningkatkan potensinya?”

    Last Updated : 2024-12-01
  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 17: Pilihan yang Menghantui

    Dante berdiri di depan perangkat besar yang berdenyut perlahan, jantungnya seakan berdegup lebih cepat dari biasanya. Setiap detik yang berlalu terasa berat, seperti sesuatu yang menunggu untuk meledak. Ada beban yang mengganjal di dadanya, dan setiap pilihan yang ia pikirkan seolah semakin membuatnya terperangkap dalam lingkaran setan yang tak berujung.“Dante…” suara Elena terdengar lirih, menggema di ruang hampa. Ia berdiri tidak jauh darinya, menggenggam tangannya dengan erat. Namun, meskipun Elena ada di sampingnya, rasa kesepian yang dalam tak bisa dihindari. Semua yang terjadi—semua kebohongan, ingatan yang hilang, kekuatan yang tak terbayangkan—membuatnya merasa lebih jauh dari orang-orang yang menyayanginya.“Jika aku memilih untuk mengakses ingatan ini,” Dante berbicara perlahan, seolah memikirkan setiap kata yang keluar dari mulutnya, “artinya aku memilih untuk mengetahui siapa aku sebenarnya. Tapi pada saat yang sama, aku juga akan membuka pintu yang tidak bisa ditutup kem

    Last Updated : 2024-12-02
  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 18: Jejak yang Tertinggal

    Dante menatap langit malam yang gelap, dihiasi oleh kilatan-kilatan bintang yang jauh di atas sana. Di luar, suara kendaraan dan kota yang tak pernah tidur terdengar samar-samar. Ia berdiri di balkon ruang bawah tanah yang kini menjadi markas sementara mereka, merasakan dingin angin yang menyapu wajahnya. Ada ketenangan di luar, tetapi hatinya masih dipenuhi gejolak yang tak bisa dijelaskan.Dante memikirkan pilihan yang telah ia buat. Meskipun ia menutup file holografis yang berisi data masa lalunya, ingatan itu tidak bisa sepenuhnya hilang. Gambaran dirinya yang terikat di meja operasi, penuh dengan rasa sakit, tetap menghantuinya. Tapi kali ini, ada perasaan yang lebih kuat: keinginan untuk bangkit dan mengendalikan takdirnya sendiri.Di dalam dirinya, chipset yang ditanamkan memberi dorongan untuk berpikir lebih cepat, menganalisis situasi dengan akurat. Namun, meski ia bisa mengakses informasi dengan mudah, kenyataannya jauh lebih rumit. Tidak ada algoritma atau perhitungan yang

    Last Updated : 2024-12-02

Latest chapter

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 130

    Cahaya di altar itu semakin terang, seolah menyelimuti mereka dalam kabut keputus-asaan yang memaksa setiap langkah mereka untuk diambil dengan penuh perhitungan. Ayra bisa merasakan getaran di dalam tubuhnya, seperti sesuatu yang besar tengah berputar di luar kendali mereka. Ini adalah saat penentuan. Keputusan yang mereka buat akan mengubah segala hal.Dante, yang berdiri di sampingnya, menarik napas panjang dan menatap Ayra. "Apapun yang terjadi, kita sudah sampai di sini bersama. Apa pun konsekuensinya, kita akan hadapi."Ayra merasakan ketenangan dalam kata-kata Dante, meskipun hatinya sendiri berdebar keras. Mereka telah melewati begitu banyak rintangan, begitu banyak tantangan, namun apa yang ada di hadapan mereka ini masih penuh misteri. Adakah mereka benar-benar siap untuk keputusan yang ada di depan mata?"Saya tahu," jawab Ayra dengan suara yang agak gemetar. "Tapi ini bukan hanya tentang kita, kan? Ini tentang semua yang kita cintai. Tenta

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 129

    Ayra merasakan getaran aneh yang mengguncang tubuhnya begitu mereka melangkah lebih dekat ke cahaya itu. Setiap langkah terasa semakin berat, seolah dunia di sekitar mereka mulai berubah, menyesuaikan diri dengan keputusan yang sudah mereka buat. Cahaya itu semakin terang, dan seiring dengan itu, bayangan yang mengintai mereka juga semakin jelas."Ini terasa seperti... kita menuju ke sesuatu yang tak bisa kita kendalikan," kata Elena, matanya waspada, menatap cahaya yang semakin mendekat. "Tapi kita sudah di sini. Tidak ada pilihan lain selain melangkah maju."Ayra menatap ke depan, merasakan seakan dunia di sekitar mereka berhenti sejenak. Semua ketegangan yang mereka rasakan, semua rahasia yang tersembunyi di balik kabut, terasa seperti beban yang harus mereka hadapi satu per satu. Namun, meskipun mereka tahu bahwa ini adalah langkah yang tak bisa ditarik mundur, ada kekuatan yang lebih besar di dalam diri mereka untuk tetap melanjutkan.Dante berja

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 128

    Mereka melangkah dengan hati yang penuh ketegangan, menjauh dari tempat Adrian menghilang ke dalam kabut. Setiap langkah terasa berat, seakan beban yang mereka bawa semakin besar. Ayra, yang berjalan di samping Dante, merasa ketidakpastian melingkupi hatinya. Ke mana mereka sebenarnya menuju? Dan lebih penting lagi, apa yang akan mereka hadapi di depan? "Adrian... mengapa ia kembali sekarang?" Ayra berbisik, suaranya hampir tenggelam dalam gemuruh angin yang berhembus kencang. "Kenapa tidak sebelumnya?" Dante berjalan dengan langkah tegap, meskipun ia pun merasakan kegelisahan yang sama. Ia tahu Adrian tidak pernah datang tanpa tujuan, dan itu yang membuatnya semakin waspada. "Mungkin itu bukan kebetulan," jawab Dante, suaranya tetap tegas meskipun ada keraguan yang menggerayangi pikirannya. "Mungkin ada sesuatu yang lebih besar dari yang kita ketahui." Elena, yang berjalan sedikit lebih jauh di belakang, tiba-tiba berhenti. "Tunggu

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 127

    Suasana malam semakin mencekam, udara dingin menggigit kulit mereka yang terasa lebih sensitif setelah perjalanan panjang yang penuh dengan ketegangan. Langkah-langkah mereka di tengah kabut yang menyelimuti hanya diiringi oleh suara detak jantung yang semakin cepat. Ayra merasa beban yang ada di pundaknya semakin berat. Semakin dekat mereka pada tujuan, semakin jelas bahwa takdir mereka akan segera terungkap, namun apakah itu takdir yang mereka harapkan?"Ayra," suara Dante memecah kesunyian, lembut namun penuh tekanan. "Apa yang kau rasakan sekarang? Kita semakin dekat."Ayra mengangkat wajahnya, matanya penuh pertanyaan. Meski bibirnya ingin berkata sesuatu, kata-kata itu terasa seperti beban yang terlalu berat untuk diungkapkan. Keputusan yang akan mereka buat nanti bukan hanya tentang hubungan mereka, tetapi juga tentang kehidupan mereka, masa depan mereka. Mereka tidak hanya berhadapan dengan pilihan pribadi, tetapi juga dengan sesuatu yang lebih besar,

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 126

    Langkah Dante terasa semakin berat, seolah ada sesuatu yang menahan setiap gerakannya. Udara malam yang dingin menyeruak lewat celah-celah jaketnya, memeluk tubuhnya dengan rasa yang menyusup sampai ke dalam tulang. Jalanan yang mereka lalui semakin sempit, seolah mengarah pada sebuah tempat yang penuh dengan misteri dan ketidakpastian. Kabut tipis yang mulai turun menambah kesan sunyi, menutupi segalanya kecuali langkah-langkah mereka yang semakin terasa berat.Dante menoleh ke belakang, memastikan bahwa Ayra dan Elena masih berada di belakangnya. Mereka berjalan dengan jarak yang sedikit lebih jauh dari biasanya, seolah ketegangan yang ada di udara memisahkan mereka lebih jauh daripada yang sebenarnya. Ayra tampak lebih diam dari biasanya, wajahnya yang biasanya ceria kini diselimuti kekhawatiran yang jelas terlihat. Meskipun ia berusaha menyembunyikan perasaan itu, matanya yang sesekali tertunduk menunjukkan kegelisahan yang sulit ditutupi.Dante merasa beb

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 125

    Matahari pagi memancarkan sinarnya dengan lembut di atas kediaman keluarga Dante. Udara musim semi yang segar membawa keheningan yang menenangkan, tetapi di dalam hati beberapa orang, badai perasaan masih berkecamuk. Ayra duduk di taman belakang rumah, jari-jarinya memetik kelopak bunga melati yang tumbuh di pinggir pagar. Wajahnya terlihat damai, namun sorot matanya memancarkan kebimbangan yang mendalam. Ia masih mengingat percakapan terakhirnya dengan Dante, di mana pria itu mengungkapkan perasaannya. Kebahagiaan yang meluap-luap masih terasa, tetapi bersamanya datang juga beban. Langkah kaki pelan terdengar mendekat. Ayra menoleh dan melihat Elena berdiri di belakangnya. Wajah Elena terlihat tenang, meskipun Ayra tahu ada sesuatu yang berbeda dalam tatapan perempuan itu. "Elena," sapa Ayra, mencoba tersenyum. Elena balas tersenyum dan berjalan mendekat, duduk di bangku yang sama dengan Ayra. “Pagi yang indah,

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 124

    Langit pagi menyambut mereka dengan cahaya lembut berwarna jingga. Kabut tipis masih menyelimuti lembah, menciptakan pemandangan yang menenangkan. Di kejauhan, suara burung-burung pagi mulai terdengar, mengiringi langkah mereka yang perlahan kembali ke rumah utama.Ayra berjalan sedikit di depan, langkahnya ringan namun pikirannya jauh melayang. Ia tidak bisa berhenti memikirkan apa yang baru saja terjadi semalam. Kata-kata Dante masih terngiang di telinganya, seperti melodi yang tidak selesai dimainkan.“Kenapa rasanya semakin sulit untuk memahami hatinya?” gumam Ayra dalam hati. Ia menggenggam erat syalnya, seolah mencari kehangatan di tengah udara pagi yang dingin.Elena, yang berjalan di samping Dante, mencuri pandang ke arah pria itu. Wajahnya tampak letih, dengan sorot mata yang kosong. Elena tahu Dante sedang bergulat dengan pikirannya sendiri, mencoba mencari arah yang benar.“Kau tahu, Dante,” kata Elena, memecah keheningan di antara

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 123

    Malam yang dingin terasa menusuk tulang. Langkah Dante yang berat menyusuri jalan setapak di tengah hutan hanya ditemani oleh suara angin yang menggerakkan dedaunan. Setelah percakapan yang penuh emosi antara dirinya, Ayra, dan Elena, hatinya terasa seperti medan perang. Keputusannya untuk tetap berdiri di tengah-tengah mereka telah menyisakan perih yang tak bisa ia hilangkan begitu saja.Dante berhenti di sebuah pohon tua yang menjulang tinggi. Ia bersandar di batangnya yang kasar, menatap langit malam yang dihiasi ribuan bintang. Sebuah napas berat meluncur dari bibirnya, seolah-olah ia mencoba melepaskan beban yang menghimpit dadanya.“Dante…” suara itu, lembut namun tegas, terdengar dari belakangnya.Dante menoleh. Elena berdiri di sana, membawa lentera kecil yang sinarnya berkilau redup. Wajahnya terlihat tenang, namun sorot matanya memancarkan kecemasan yang tak bisa ia sembunyikan.“Kau seharusnya istirahat, Elena,” kata Dante, mencoba

  • TAKHTA BAYANGAN   Bab 122

    Senja mulai mengintip di ujung cakrawala, mewarnai langit dengan semburat oranye yang lembut. Di tengah reruntuhan kota tua, Dante berdiri dengan tubuh tegap, matanya memandang ke arah Elena dan Ayra yang berada tak jauh darinya. Ada ketegangan yang begitu nyata di udara, namun sekaligus kehangatan yang tak bisa disangkal.Ayra memalingkan wajah, membiarkan angin memainkan rambut hitam legamnya. “Kita sudah sampai sejauh ini, tapi aku masih merasa ada yang kurang,” gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri daripada orang lain.Dante menoleh, menatapnya dengan sorot mata yang hangat. “Apa yang kurang, Ayra?” tanyanya pelan, suaranya terdengar seperti bisikan yang meresap ke dalam kesunyian.“Elena tahu,” jawab Ayra, suaranya serak. Ia menoleh ke arah Elena yang berdiri beberapa langkah di sebelahnya, wajahnya diliputi keraguan. “Kau tahu, kan? Apa yang sebenarnya masih kita cari?”Elena terdiam, wajahnya yang biasanya dingin tampak goyah. Ia meng

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status