Home / Rumah Tangga / Ranjang yang Bukan Milikku / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Ranjang yang Bukan Milikku: Chapter 11 - Chapter 20

145 Chapters

Bab 11: Rumah

Pagi itu, Alea bangun lebih awal dari biasanya. Mata sembabnya menjadi saksi bisu dari malam yang ia habiskan dalam tangis. Meski tubuhnya terasa berat, ia tahu ia harus tetap menjalani harinya seperti biasa—demi Raka.Ia mulai menyiapkan sarapan sederhana, roti panggang dan telur goreng, menu yang selalu disukai Raka. Tapi saat ia membuka lemari es untuk mengambil susu, ia tersentak. Kotak susu itu kosong, hanya menyisakan tetes terakhir di bagian bawahnya. Ia menghela napas panjang. “Susu habis. Aku harus ke minimarket,” gumamnya pelan.Setelah memastikan semuanya rapi, Alea melangkah keluar rumah. Minimarket kecil di depan kompleks menjadi tujuannya. Udara pagi yang segar tak mampu mengusir kekacauan dalam pikirannya. Meski demikian, ia mencoba menata hatinya, memaksa dirinya untuk percaya bahwa semua ini akan berakhir dengan baik, entah bagaimana.Namun, saat ia kembali ke rumah, suasana terasa berbeda. Sepi. Tidak ada suara tawa kecil Raka, tidak ada langkah berat Arka di lantai r
last updateLast Updated : 2024-11-28
Read more

Bab 12: Kesempatan yang Tersisa

Alea berdiri di depan pintu rumah yang dulu ia sebut tempat tinggalnya. Tangannya menggenggam gagang pintu dengan ragu, tetapi pikirannya kembali pada suara lemah Arka di telepon malam tadi. Bayangan Raka yang sakit dan memanggilnya membuat langkah kakinya terasa lebih ringan, meski hatinya masih penuh beban.Ketika pintu terbuka, ia melihat Arka berdiri di ruang tamu, wajahnya terlihat lebih lelah dari biasanya. Mata mereka bertemu sejenak, dan Alea menahan napas. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, sorot mata Arka tampak berbeda—ada ketulusan dan penyesalan yang tergambar di sana.“Alea…” panggil Arka pelan, suaranya nyaris berbisik.“Aku mau lihat Raka dulu,” potong Alea tanpa basa-basi, melangkah melewati Arka menuju kamar anak mereka. Arka tidak mencoba menghentikannya, hanya berdiri di tempatnya, menatap punggung Alea yang menghilang di balik pintu.Di dalam kamar, Alea menemukan Raka terbaring lemah di tempat tidurnya. Wajah kecil itu tampak pucat, tetapi ketika matanya
last updateLast Updated : 2024-11-29
Read more

Bab 13: Bayangan di Balik Hadiah

Arka menatap Dina dalam-dalam, napasnya memburu. Dalam kebisuannya, ia tenggelam dalam dorongan liar yang terus menguasainya. Ia menunduk lagi, mencium Dina dengan lebih liar, intensitas yang mengikis logika yang masih tersisa.Tangan kanannya menyusuri paha Dina yang terlihat jelas dari rok pensilnya yang sedikit terangkat. Dina merespons, mengangkat satu kakinya, menyandarkannya ke meja, membuka ruang yang lebih besar bagi Arka.Namun, ketika tangan Arka bergerak menuju kancing blus Dina, suara ketukan tiba-tiba terdengar dari pintu.Tok, tok, tok.Keduanya membeku. Arka langsung menarik diri dengan gerakan cepat, napasnya masih berat. Dina melirik pintu dengan ekspresi terganggu, tetapi senyumnya tetap penuh godaan.“Siapa?” tanya Arka dengan nada tajam, berusaha menyembunyikan rasa frustrasinya.Dari luar, terdengar suara Dedi, teman satu tim Arka. “Pak Arka, saya Dedi. Ada dokumen penting yang harus Anda tandatangani sekarang.”Arka mendengus kesal, menekan jembatan hidungnya deng
last updateLast Updated : 2024-11-30
Read more

Bab 14: Retakan di Tengah Kebisuan

Malam itu terasa lebih dingin dari biasanya di rumah Arka dan Alea. Meski lampu-lampu menyala, suasana di ruang tamu terasa kelam.Alea duduk di sofa, menatap scarf biru yang baru ia terima. Air matanya telah kering, tetapi hatinya masih basah oleh luka yang baru saja tercipta.“Alea ...” suara Arka memecah keheningan. Ia berdiri tak jauh dari istrinya, kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana.Tatapannya bimbang, seperti orang yang tahu ia salah, tapi terlalu keras kepala untuk mengakui sepenuhnya.“Kenapa kamu harus bicara seolah aku yang salah?” tanya Alea pelan, tanpa menoleh ke arahnya. Suaranya tidak marah, hanya lelah.“Aku nggak bilang kamu salah.” Alea mendongak, matanya bertemu dengan mata Arka yang masih menyimpan sisa-sisa kecurigaan.“Tapi kamu berpikir aku menyembunyikan sesuatu kan? Itu yang kamu pikirkan sejak tadi. Padahal aku bahkan nggak tahu siapa yang mengirim scarf ini.”Arka menghela napas panjang. Ia melangkah mendekat, duduk di sebelah Alea, tetapi tidak
last updateLast Updated : 2024-12-01
Read more

Bab 15: Jejak yang Tertinggal

Di balik pintu kamar, Alea duduk di tepi ranjang, air matanya mengalir tanpa henti. Ia mencintai Arka, tetapi rasa sakit yang ditimbulkan oleh sikap suaminya perlahan menggerogoti hatinya.“Kenapa kamu nggak bisa percaya aku, Mas?” gumamnya pelan, seolah berbicara kepada udara.Ia menghapus air matanya, tetapi luka itu tetap ada. Di dalam hatinya, ia tahu bahwa hubungan mereka sedang berada di ujung tanduk. Dan ia tidak yakin apakah masih ada yang bisa mereka lakukan untuk menyelamatkannya.Sementara itu, Arka berdiri di depan cermin kamar, melepaskan dasi dengan gerakan cepat tapi gelisah.Alea masih diam di kamar mereka, dan keheningan itu terasa lebih memekakkan daripada suara pertengkaran mereka tadi. Ia menatap pantulan dirinya, napasnya berat.Ia tahu, meninggalkan rumah dalam situasi seperti ini hanya akan memperburuk keadaan. Tapi pikirannya sudah terlalu kusut untuk memikirkan solusi.Ia butuh ruang untuk bernapas, jauh dari tatapan penuh luka Alea.Tanpa berkata apa-apa, ia m
last updateLast Updated : 2024-12-02
Read more

Bab 16 : Batas yang Dilanggar

Ketika Dina membisikkan namanya lagi, "Arka…" suaranya serak namun penuh kendali, sesuatu dalam diri Arka retak. Napasnya memburu, nyaris tersengal. Suhu udara di kamar apartemen itu seolah meningkat drastis, meski hanya ada mereka berdua. Matanya bertemu dengan tatapan Dina yang tajam, menguasai, seolah tak memberinya ruang untuk mundur. Dina menyentuh pipinya dengan ujung jari, lalu menelusuri rahangnya, memaksa wajah Arka untuk tetap menatapnya. "Jangan berpura-pura lagi," bisiknya, kali ini lebih dalam, nyaris seperti perintah. Arka menggeram pelan, bingung antara keinginan dan perasaan bersalah yang menghantuinya. Tapi saat Dina mendekat, menyamarkan jarak di antara mereka, semua logika tersingkir. Ciumannya mendarat di leher Dina, penuh dorongan, seolah menyalurkan semua kekacauan batin yang selama ini ia pendam. Tangan Dina melingkar di lehernya, kuku-kukunya menggali sedikit ke kulit Arka, menariknya lebih dekat. Ia memimpin dengan gerakan yang penuh kepastian, mengen
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

Bab 17: Pertemuan yang Membuat Ragu

Pagi hampir menjelang, waktu menunjukan pukul 4 dini hari. Arka terbaring di sofa apartemen Dina, napasnya berat setelah apa yang baru saja terjadi.Dina masih terkulai di sampingnya, tubuhnya yang terbungkus piyama merah satin itu tampak terbaring dengan puas. Namun, di dalam benaknya, sesuatu yang lebih gelap dan berat mulai tumbuh.Ketika Arka melirik ke samping, matanya tertumpu pada sebuah benda yang tak seharusnya ada di sana. Sebuah liontin perak kecil yang ia beli untuk Alea.Ia mengenali liontin itu dengan jelas, perhiasan itu baru saja ia beli di toko perhiasan. Sebuah hadiah kecil untuk istrinya.Rasa terkejut yang menyusup ke dalam dirinya segera berganti dengan perasaan tidak nyaman yang sulit dijelaskan.Dengan hati-hati, Arka bangkit dari sofa, menghindari gerakan yang dapat membangunkan Dina. Ia mendekati meja kecil tempat liontin itu terletak dan memegangnya dengan tangan yang gemetar.Ini bukan hanya soal perhiasan. Ini soal semuanya. Tentang kebohongan yang tak pern
last updateLast Updated : 2024-12-04
Read more

Bab 18: Kebingungan yang Semakin Dalam

Hari Minggu itu dimulai dengan udara pagi yang cerah, meskipun di dalam hati Alea masih ada awan gelap yang menggelayuti.Subuh tadi, setelah percakapan penuh ketegangan dengan Arka, ia merasa ada jurang yang semakin lebar di antara mereka. Arka berusaha membujuknya untuk pergi berlibur bersama Raka, mencoba mengalihkan perhatian dari masalah yang sedang mereka hadapi."Alea, aku cuma ingin kita mencoba ... menghabiskan waktu bersama. Demi Raka, juga kita," ujar Arka dengan nada pelan, hampir seperti memohon.Alea menatap suaminya. Ada harapan di sana, tetapi sekaligus rasa ragu. "Aku nggak yakin, Mas. Tapi kalau itu bisa membantu, aku akan ikut."Pagi itu, mereka pergi berenang bersama. Arka memilih kolam renang kecil di dekat rumah, berharap suasana sederhana ini bisa memberi sedikit kedamaian.Raka terlihat sangat gembira. "Ayah, Bunda, lihat nih! Aku bisa berenang lebih cepat sekarang!" serunya, tubuh mungilnya meluncur ke dalam air dengan antusias.Arka tersenyum kecil, mencoba t
last updateLast Updated : 2024-12-05
Read more

Bab 19: Ketegangan di Kantor

Pagi itu, suasana kantor terasa berbeda. Arka yang biasanya santai dan ceria, kini tampak lebih serius dari biasanya. Langkahnya yang cepat dan tegas menuju ruang kerja Dina sudah cukup untuk membuat seluruh staf merasa ada yang tak biasa.Dina yang sedang mengetik di komputernya, sejenak menoleh dan melihat Arka berjalan menuju mejanya. Wajahnya terlihat gelisah, namun dia berusaha untuk tetap tenang."Din, ada waktu?" suara Arka terdengar datar, tapi penuh dengan ketegasan.Dina menatap Arka dengan senyuman tipis, berusaha tidak menunjukkan kecemasan. "Iya," ia berusaha terdengar santai, meski di dalam dirinya, sebuah rasa was-was mulai tumbuh.Arka tidak menjawab, hanya melangkah lebih dekat dan berdiri di samping meja Dina. "Bisa kita bicara sebentar? Di ruang rapat." Suaranya tidak memberi ruang untuk penolakan.Dina menghela napas pelan, kemudian berdiri dari kursinya. "Oke kamu duluan kesana. Nanti aku nyusul."Di ruang rapat yang sunyi, hanya ada mereka berdua. Arka duduk di m
last updateLast Updated : 2024-12-06
Read more

Bab 20: Di Ujung Titik Temu

Entah kenapa malam ini kamar itu terasa lebih gelap dari biasanya.Dua hati yang terbiasa berbagi tempat kini terasa asing, seolah mereka hanya sekadar bayang-bayang yang berbaring di sisi lain ranjang yang sama.Dingin. Begitu membeku, sampai tak ada lagi celah untuk mencairkan es yang mereka bangun perlahan dalam diam.Sepi. Begitu menggema, sampai suara mereka sendiri pun kehilangan nyali untuk memenuhi ruang kosong itu.Mereka tersesat, berputar-putar dalam labirin perasaan yang tak lagi mereka kenali. Saling menyalahkan, saling menjauh, tanpa tahu cara untuk menemukan jalan pulang ke tempat yang mereka sebut rumah.Rumah. Sebuah kata yang dulu terasa hangat, kini hanya tinggal nama tanpa makna.Alea duduk di tepi ranjang, tubuhnya tegak seolah menahan sesuatu yang nyaris pecah di dalam dirinya. Jemarinya mencengkeram ujung selimut dengan kuat, seakan itu satu-satunya yang menahan kemarahan dan rasa sakit di hatinya agar tidak meluap.Matanya terarah ke lantai, tapi pikirannya mel
last updateLast Updated : 2024-12-07
Read more
PREV
123456
...
15
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status