Home / Rumah Tangga / Ranjang yang Bukan Milikku / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Ranjang yang Bukan Milikku: Chapter 21 - Chapter 30

145 Chapters

Bab 21: Kekosongan yang Menghantui

Pagi itu, suasana di rumah terasa berbeda. Arka bangun seperti biasanya, dengan langkah pelan menuju ruang makan. Biasanya, aroma sarapan yang hangat menyambutnya. Alea akan sudah di meja, menunggu dengan senyum tipis yang terkadang disertai tawa ringan, sementara Raka akan sibuk dengan mainannya di sudut meja. Tapi pagi ini, yang menyambutnya hanya keheningan.Meja makan yang biasanya penuh dengan piring, mangkuk, dan gelas, yang kadang ia tolak. Kini hanya ada secangkir kopi yang belum tersentuh, dibiarkan mendingin oleh waktu.Arka berdiri di pintu ruang makan, memandang meja itu kosong, seolah ada bagian dari dirinya yang hilang. Ia merasa ada yang hilang, sesuatu yang tak bisa ia sebutkan. Sebuah kekosongan yang begitu dalam, menggerogoti hatinya tanpa bisa ia hindari.Dia melangkah masuk, duduk di kursi yang biasa ia duduki. Tangannya menyentuh cangkir kopi yang sudah tidak lagi hangat. Rasanya pahit, lebih dari sekadar kopi yang kurang manis. Rasa pahit itu menusuk, membuat dad
last updateLast Updated : 2024-12-08
Read more

Bab 22: Rahasia yang Tersembunyi

Setelah sepanjang hari yang panjang di kantor, Arka akhirnya pulang ke rumah sekitar pukul tujuh malam. Udara malam yang agak sejuk menyambutnya saat ia memasuki rumah. Suasana rumah yang semula tampak biasa, kini terasa berbeda. Suasana hati antara dirinya dan Alea, istrinya, semakin terasa tegang, seolah setiap sudut rumah menyimpan ketegangan yang belum terucapkan. Alea sedang berada di dapur, menyiapkan makan malam untuk mereka berdua. Suara panci dan wajan yang beradu terdengar pelan, memberi tanda bahwa ia sedang sibuk menyiapkan hidangan. Arka menanggalkan jas kerjanya, kemudian melangkah masuk ke ruang makan dengan langkah pelan. Ia mencoba untuk tampak tenang, tetapi ada sesuatu yang tidak bisa disembunyikan dari wajahnya. Alea menoleh saat mendengar langkah Arka mendekat, memberikan senyum tipis sebagai sapaan, meskipun di dalam hatinya, ada pertanyaan yang menggantung tentang keadaan rumah tangga mereka yang semakin jauh. “Mas, makan malam sudah siap,” ujar Alea,
last updateLast Updated : 2024-12-09
Read more

Bab 23 : Bayangan di Antara Mereka

Arka membalas senyumnya, namun tak ada kehangatan yang sejati dalam ekspresinya. Senyum itu lebih terlihat seperti basa basi daripada kebahagiaan yang tulus. “Akhirnya aku bisa sedikit bernafas dengan lega, Din,” ujarnya dengan nada yang terdengar lebih datar, meski mencoba terdengar antusias. Suaranya tidak seterang atau sehangat saat ia berbicara dengan Alea, bahkan lebih terdengar seolah sebuah pengalihan dari perasaan yang mulai mengganggu pikirannya. Dina, yang tak melihat keraguan sedikit pun di wajah Arka, langsung memeluknya dengan erat, penuh keceriaan. “Aku senang banget bisa menghabiskan waktu sama kamu, Arka,” kata Dina, wajahnya bersinar dengan kebahagiaan yang tak terbendung.Dina merasa dunia ini milik mereka berdua, dan Arka adalah satu-satunya orang yang bisa memberinya kebahagiaan yang ia impikan selama ini. Namun, Arka hanya merespon pelukan itu dengan tangan yang agak kaku. Ia menggenggam tangan Dina, meski seolah tidak sepenuhnya merasakannya. Ada perasa
last updateLast Updated : 2024-12-09
Read more

Bab 24 : Badai Malam Itu

Malam-malam berlalu dengan kegelisahan yang semakin menguasai hati Alea. Setiap detik seakan terasa lebih berat dari sebelumnya, menyusul kejadian demi kejadian yang tak kunjung menyelesaikan permasalahan yang membelenggu pernikahannya. Namun, satu hal yang selalu menguatkan adalah sosok Raka, anak mereka yang masih kecil, yang seolah menjadi pengingat bagi Alea untuk tetap bertahan. Ia berusaha memendam rasa kecewa terhadap Arka yang semakin menjauh, berusaha memberi Raka perhatian yang lebih. Tapi, kali ini, malam itu, keadaan berubah drastis. Sekitar pukul 1 pagi, Alea terbangun dari tiduran yang gelisah. Ia mendengar suara tangisan Raka yang tak biasanya, begitu keras dan penuh kesakitan. Biasanya, Raka jarang sekali menangis di malam hari. Kecemasannya langsung memuncak. Tanpa pikir panjang, Alea berlari ke kamar anaknya, dan betapa terkejutnya ia melihat Raka terbaring dengan wajah pucat, tubuhnya terasa panas, dan napasnya tersengal-sengal. Anak kecil itu menggigil, matan
last updateLast Updated : 2024-12-09
Read more

Bab 25 : Dua Dunia, Satu Pilihan

“Alea, bagaimana keadaan Raka? Maaf, tadi aku tidak bisa mengangkat telepon,” tanya Arka dengan suara penuh kekhawatiran. Alea menjawab dengan nada datar, menyembunyikan kekecewaannya. “Dia sudah lebih baik sekarang. Untungnya ada yang bisa membantu.” Arka merasakan nada dingin dari Alea dan bertanya, “Siapa yang mengantarkan kalian ke rumah sakit?” “Temanku yang membantuku semalam,” jawab Alea. “Kamu tidak bisa dihubungi, jadi aku tidak punya pilihan lain.” Setelah panggilan telepon dengan Alea, Arka menutup ponselnya dengan perasaan yang campur aduk. Wajahnya terlihat cemas, dan Dina, yang memperhatikan ekspresinya sejak tadi, akhirnya tidak bisa lagi menahan perasaannya. Dina mendekat sambil bertanya dengan nada dingin, “Siapa yang kamu telepon, Arka? Jangan bilang kamu memikirkan keluargamu lagi, padahal kita sedang liburan loh.” Arka tampak terganggu dan berbisik pelan pada Dina, “Raka sakit tadi malam, Dina. Aku hanya memastikan dia sudah baik-baik saja.” Dina
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more

Bab 26 : Mencari Jalan Pulang

Setelah telepon dari Arka, Alea merasa hatinya semakin dingin. Perasaan kecewa yang ia pendam selama ini perlahan berubah menjadi kelelahan emosional. Ia melihat Raka yang masih tertidur dengan tenang, wajah kecilnya terlihat lebih damai setelah malam yang berat. Alea teringat pada Randy. Meski ia merasa bersyukur atas bantuan Randy, ada rasa bersalah yang menghantuinya. Bagaimana pun, ia masih istri Arka, dan kehadiran Randy di saat-saat seperti ini membuat pikirannya semakin kacau. Saat matahari mulai meninggi, Alea duduk di dapur, memandangi secangkir kopi yang mulai mendingin. Ia memutar ulang percakapan dengan Randy tadi malam. Kata-kata Randy yang penuh perhatian terus terngiang di benaknya, memberikan perasaan yang aneh sekaligus kenyamanan yang tidak ia dapatkan dari Arka. Alea bergumam pada dirinya sendiri, "Apakah aku terlalu berharap pada seseorang yang bahkan tidak ada untukku ketika aku benar-benar membutuhkannya?" Namun, ia buru-buru menepis pikiran itu. Baginya,
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more

Bab 27 : Tepi Perasaan

Pagi itu, Arka bangun lebih awal dari biasanya. Suara jam alarm yang berdenting terasa lebih keras di telinganya, mengingatkan pada semua ketegangan yang masih menggantung dalam rumahnya. Di luar, cahaya matahari pagi mulai menyelinap melalui celah-celah jendela, memancar hangat ke dalam kamar tidur, namun hatinya tetap terasa berat. Setelah beberapa menit duduk di tepi tempat tidur, Arka memutuskan untuk meninggalkan kamar dan pergi ke dapur. Ia ingin memulai hari dengan hal yang berbeda, sesuatu yang sederhana dan bisa memberinya ketenangan. Tapi yang pertama kali menyambutnya bukanlah rasa damai, melainkan suara langkah kaki kecil yang datang dari arah ruang tamu. Raka, yang baru saja bangun, tampak sedikit bingung saat melihat ayahnya yang sudah ada di dapur. "Ayah, kok udah bangun?" tanya Raka dengan suara masih serak, matanya yang mengantuk memandang Arka. Arka tersenyum tipis dan mengangguk. "Iya, Ayah udah bangun. Kamu juga bangun pagi ya?" jawabnya sambil berjalan ke
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more

Bab 28 : Cinta yang Menyembuhkan

Beberapa hari setelah peristiwa itu, Arka mulai merasa tubuhnya lelah. Pekerjaan yang menumpuk, tekanan dalam kehidupan rumah tangga, rasa bersalah yang terus menghantuinya seolah menguras semua tenaganya, dan juga Dina. Awalnya ia berusaha menepis perasaan lelah itu, menganggapnya sebagai efek dari stres yang biasa, namun ketika tubuhnya mulai merasakan demam yang tak kunjung reda, ia menyadari bahwa tubuhnya sedang memberi sinyal. Pagi itu, saat ia terbangun, rasa pusing yang luar biasa langsung menyerang. Arka berusaha bangkit dari tempat tidur, namun tubuhnya terasa begitu lemah. Langkahnya oleng, dan akhirnya ia terjatuh kembali ke tempat tidur. Keringat dingin mulai membasahi dahinya. Alea, yang sedang menyiapkan sarapan di dapur, mendengar suara dari kamar Arka. Ia segera berlari menuju kamar dan terkejut melihat suaminya terkulai lemas di atas tempat tidur. "Mas ?!" serunya panik, lalu mendekat dengan cepat. "Kamu kenapa?" Arka membuka matanya dan mencoba tersenyum m
last updateLast Updated : 2024-12-11
Read more

Bab 29 : Kembali

Hujan di luar semakin deras, membuat suasana kamar terasa lebih hangat dan damai. Alea masih bersandar pada bantal disebelah Arka, sementara Arka kini berbaring lebih dekat di sisinya. Tangannya masih menggenggam tangan Alea, jari-jarinya bermain lembut di punggung tangan istrinya. “Alea,” panggil Arka pelan, nadanya penuh kelembutan. “Hm?” jawab Alea, sedikit mengalihkan pandangan ke arah suaminya. “Aku kangen sama semuanya... sama kita.” Suara Arka terdengar rendah dan penuh emosi. “Aku tahu aku banyak salah. Aku nggak pernah benar-benar ada buat kamu seperti dulu.” Alea tidak segera menjawab, tetapi tatapannya melembut. Ia tahu kata-kata Arka kali ini bukan sekadar permintaan maaf biasa. Ada kejujuran di sana, sesuatu yang selama ini tidak ia dengar dari suaminya. “Sudahlah, Mas. Kamu butuh istirahat,” Alea berusaha mengalihkan topik, meski hatinya mulai goyah. Tapi Arka tidak menyerah. Ia menarik Alea perlahan, memintanya untuk lebih dekat. “Aku nggak mau tidur sebelum
last updateLast Updated : 2024-12-11
Read more

Bab 30 : Di Antara Rasa yang Tersimpan

Pagi keesokan harinya, Arka memasuki kantor dengan langkah ragu. Hari pertama setelah ia sembuh dari sakit, dan ia merasa ada beban berat yang harus dihadapinya. Sebisa mungkin, ia ingin menghindari Dina. Semua yang terjadi antara mereka membuat Arka merasa bahwa kedekatan itu adalah kesalahan besar. Alea telah menunjukkan perhatian yang tulus, sesuatu yang mengingatkannya kembali pada alasan ia jatuh cinta kepada istrinya. Namun, Dina tidak semudah itu dihindari. Saat Arka berjalan menuju ruangannya, Dina sudah berdiri di depan pintu, tangan terlipat di dada, wajahnya memancarkan ekspresi yang sulit ditebak. “Arka,” sapanya dengan nada dingin, “Kenapa nggak ada kabar? Kamu sakit dan nggak cerita apa-apa?” Arka berhenti, menatapnya dengan gugup. “Maaf, Dina. Aku nggak sempat kasih tahu. Lagipula, nggak perlu semua orang tahu soal itu, kan?” Dina mengerutkan kening, jelas tidak puas dengan jawabannya. “Semua orang? Aku bukan semua orang, Arka. Aku pikir, setidaknya kamu
last updateLast Updated : 2024-12-11
Read more
PREV
123456
...
15
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status