Home / Rumah Tangga / Ranjang yang Bukan Milikku / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Ranjang yang Bukan Milikku: Chapter 31 - Chapter 40

138 Chapters

Bab 31 : Jejak yang Tertinggal

Malam tiba, membawa serta angin lembut yang menyusup melalui celah-celah jendela kamar Alea. Ia duduk di sofa kecil di sudut ruangan, memandang ke luar tanpa benar-benar melihat apa pun. Cangkir teh yang sudah dingin masih tergenggam di tangannya, namun pikirannya mengembara jauh, kembali ke momen di kafe tadi siang. Semua yang terjadi masih berputar-putar dalam benaknya, seperti putaran roda yang tak pernah berhenti. Randy. Nama itu terus berputar di kepalanya, meskipun ia mencoba mengusirnya. Kata-kata Randy, tatapannya, senyumnya, semuanya terasa begitu jelas dan sulit untuk diabaikan. Bahkan setelah semua yang terjadi, pikirannya tak bisa berhenti memikirkan pria itu. Alea menghela napas panjang, mencoba mengusir kekacauan yang menggerogoti pikirannya. Ia memejamkan matanya, berusaha untuk menenangkan diri, tetapi semua usaha itu terasa sia-sia. Wajah Randy muncul begitu jelas dalam pikirannya, seperti bayangan yang tak bisa ia hilangkan. Rasa itu datang begitu kuat, mes
last updateLast Updated : 2024-12-12
Read more

Bab 32 : Antara Dua Pilihan

Malam itu, Arka duduk di teras rumah, memandangi langit malam yang gelap tanpa bintang. Hatinya penuh sesak oleh rasa bersalah dan kebingungan. Dina masih memenuhi pikirannya, meski ia tahu tidak seharusnya begitu. Di sisi lain, ada Alea yang perlahan membuka hatinya kembali untuknya, memberikan cinta yang seharusnya ia jaga sejak awal. Langkah lembut terdengar mendekat. Alea keluar dari dalam rumah dengan membawa secangkir teh hangat. Ia duduk di samping Arka tanpa berkata apa-apa. Suasana sunyi di antara mereka, tetapi tidak canggung. Hanya ada suara angin malam yang berembus pelan. "Kamu kenapa duduk di luar? Lagi banyak pikiran, Mas?" tanya Alea akhirnya, memecah keheningan. Arka mengangguk pelan. "Iya, cuma lagi... bingung aja." Alea memandangnya, mencoba menangkap emosi di wajah suaminya. "Kalau ada yang bisa aku bantu, kamu bisa cerita." Arka menghela napas panjang. "Kadang aku merasa, aku nggak layak dapat kesempatan kedua dari kamu." Alea terdiam sejenak. Ia
last updateLast Updated : 2024-12-12
Read more

Bab 33 : Bayang-Bayang yang Tak Terjamah

Randy menatap layar ponselnya dengan tatapan kosong. Pesan yang ia kirim untuk Alea tadi malam masih tak berbalas. Tidak ada tanda-tanda bahwa Alea telah membacanya. Sebuah notifikasi kecil yang biasanya ia harapkan muncul kini terasa seperti siksaan, mengingatkannya bahwa ia sedang menunggu sesuatu yang mungkin tidak akan pernah ia dapatkan. Sambil menghela napas panjang, ia meletakkan ponselnya di meja, mencoba mengalihkan perhatian pada pekerjaan yang menumpuk. Namun, fokusnya terus melompat-lompat, seolah-olah seluruh pikirannya terikat pada bayangan wanita itu. Suara lembut Alea, cara ia tertawa pelan saat mendengar sesuatu yang konyol, hingga tatapan matanya yang menyiratkan kerinduan akan kebahagiaan, semua itu begitu menghantui Randy. Ia memijat pelipisnya, mencoba meredakan ketegangan yang perlahan menguasainya. Tapi ketegangan itu bukan hanya berasal dari pekerjaannya, melainkan dari pergulatan batinnya sendiri. Di satu sisi, ia tahu Alea bukan miliknya. Tidak pernah
last updateLast Updated : 2024-12-12
Read more

Bab 34 : Cahaya di Balik Pagi

Pagi itu, sinar mentari lembut menyelinap melalui tirai jendela dapur, memantulkan cahaya ke permukaan meja makan yang telah tertata rapi. Aroma sup ayam yang mengepul dari panci memenuhi ruangan, menciptakan suasana hangat yang mengusir sisa dingin malam. Alea berdiri di depan kompor, tangannya dengan cekatan mengaduk kuah sambil tersenyum kecil. Dari arah ruang tengah, langkah kaki kecil terdengar mendekat, disusul suara lembut yang memecah keheningan. "Selamat pagi, Bunda," ucap Raka, suaranya masih serak khas anak yang baru bangun tidur. Rambutnya kusut, matanya sedikit sembab, tetapi senyumnya yang manis tidak pernah gagal membuat Alea merasa damai. "Selamat pagi, Sayang. Tidurnya nyenyak?" Alea menyambutnya dengan senyum hangat, sambil mengusap kepala Raka yang penuh kasih. Raka mengangguk polos. "Iya, tapi aku lapar," katanya dengan nada menggemaskan. Alea tertawa kecil. "Sebentar lagi supnya jadi, ya. Sudah Bunda siapkan mangkuknya di meja," ujarnya, menunjuk ke arah
last updateLast Updated : 2024-12-13
Read more

Bab 35 : Keraguan

Arka duduk di depan komputernya dan mulai mengetik, namun tangannya tak terasa lambat. Pikirannya masih dipenuhi bayangan tentang Raka, tentang Alea, dan tentang masa depan mereka. Meski langkahnya penuh keraguan, ada secercah harapan yang mulai tumbuh. Arka tahu bahwa jalan mereka masih panjang, dan banyak hal yang harus diputuskan. Namun, dengan langkah perlahan, mereka mungkin bisa kembali menemukan kebahagiaan yang mereka miliki dulu. Di luar jendela kantornya, langit tampak cerah. Meskipun hari baru saja dimulai, Arka merasa sedikit lebih optimis. Dia tahu bahwa tidak ada jalan yang mudah untuk mencapai kebahagiaan, namun jika mereka bisa melalui hari-hari ini bersama, mungkin masa depan mereka bisa lebih baik. Dan dengan langkah kecil itu, Arka mulai merasa bahwa mungkin, hanya mungkin, semua yang mereka butuhkan adalah sedikit waktu, sedikit harapan, dan usaha yang terus menerus. Namun tiba-tiba Dina muncul dengan senyum yang sudah sangat familiar bagi Arka, tetapi kali
last updateLast Updated : 2024-12-13
Read more

Bab 36 : Bunga yang Menghadirkan Dilema

Arka terdiam sejenak, mencoba mengontrol diri. "Dina, ini bukan waktunya untuk membahas itu." Dina tersenyum miring, senyum yang lebih mirip senyum penuh dendam. "Oh, jadi ini caramu memperbaiki semuanya? Membeli bunga untuk istrimu, setelah semua yang kamu katakan padaku? Kamu kira ini akan menyelesaikan masalah?" Suasana semakin tegang. Arka merasa hatinya berat, namun ia mencoba untuk tetap tenang. "Dina, aku sudah membuat keputusan. Aku ingin memperbaiki hubunganku dengan Alea. Kita sudah bicara tentang ini. Aku lelah, Dina!!" Namun, Dina tidak mau mendengar penjelasan lebih lanjut. Ia melangkah lebih dekat lagi, hampir tidak memberi ruang bagi Arka untuk bernafas. "Kamu pikir aku bodoh?" Dina berteriak, suara hatinya terpecah. "Kamu pikir kamu bisa membeli dirimu keluar dari masalah ini dengan sekuntum bunga? Kamu pikir kamu bisa melupakan semua yang kita lalui begitu saja? Kamu dan Alea memang seharusnya bahagia, tapi jangan harap aku akan tinggal diam!" Arka merasa hati
last updateLast Updated : 2024-12-13
Read more

Bab 37 : Ketegangan yang Memuncak

Keesokan harinya dikantor. Setelah pertemuan yang penuh ketegangan dengan Dina, Arka merasa dadanya semakin sesak. Ia telah mengorbankan banyak waktu dan energi untuk memperbaiki hubungan dengan Alea, berharap bahwa sedikit perhatian yang dia tunjukkan akan dapat menyembuhkan luka-luka lama. Namun, Dina ternyata bukan ancaman yang bisa ia hindari begitu saja. Arka duduk di kursi kantornya, merasa berat. Proyek besar yang dikelola oleh dua tim berbeda, timnya yang dipimpin oleh Arka dan tim Dina yang kini juga terlibat, semakin rumit. Keterlambatan proyek sudah menjadi masalah besar, tetapi masalah yang lebih mengkhawatirkan adalah persaingan di dalam tim-tim itu sendiri, yang semakin terasa. Arka berusaha fokus pada laporan-laporan yang ada di meja kerjanya, tapi pikirannya terus teralihkan ke berbagai percakapan yang terjadi di antara para anggota tim. Beberapa minggu terakhir, hubungan antara dua tim ini terasa semakin renggang, terutama setelah Dina secara terang-terangan men
last updateLast Updated : 2024-12-14
Read more

Bab 38 : Ketenangan Hati

Arka menghela napas panjang ketika dia melewati pintu depan rumah, merasakan seluruh kelelahan dan tekanan hari itu menggerogoti tubuhnya. Pekerjaan yang belum selesai, masalah yang terus mengendap di benaknya, dan ketidakpastian yang melingkupi hubungan mereka semua menambah beban di pundaknya. Meskipun ia mencoba tetap tegar di luar, di dalam, ia merasa semakin terperangkap oleh tanggung jawab yang tak kunjung berakhir. Ruangan rumah yang gelap terasa seperti tempat perlindungan bagi Arka. Tanpa suara kecuali detak jam dinding, ruang tamu yang sunyi itu memberikan kedamaian yang sangat dibutuhkannya. Pintu yang baru saja dia tutup memberikan sensasi seakan menghalangi dunia luar sejenak, memisahkannya dari hiruk-pikuk yang terus berputar di luar sana. Ketika Arka melangkah ke ruang tengah, dia melihat Alea duduk di depan kanvas besar yang terletak di sudut ruangan. Dengan kuas di tangan, Alea tampak sangat tenggelam dalam dunianya sendiri. Setiap goresan di kanvas seakan men
last updateLast Updated : 2024-12-14
Read more

Bab 39 : Kehadiran yang Mengusik

Pagi itu, Arka berangkat ke kantor lebih awal dari biasanya. Langit masih mendung, mencerminkan suasana hatinya yang berat. Meski percakapan semalam dengan Alea sempat membuatnya merasa lebih tenang, bayang-bayang masa lalu terus mengusik pikirannya. Dina, wanita yang pernah menjadi kelemahannya, masih ada di sekitar, seperti bayangan yang sulit ia singkirkan. Begitu memasuki ruang kantor, Arka langsung merasa ada sesuatu yang tidak beres. Beberapa kolega yang biasanya ramah hanya melempar senyum tipis, lalu buru-buru kembali ke pekerjaan mereka. Arka menatap mereka satu per satu, mencoba mencari tahu penyebab ketegangan yang samar itu. “Pak Arka,” sapa Dedi, dengan nada hati-hati. Arka menoleh, matanya menyipit curiga. “Ada apa?” Dedi tampak ragu sejenak sebelum akhirnya memberanikan diri berbicara. “Tadi pagi, Bu Dina masuk ke ruang rapat tanpa pemberitahuan. Beliau mengubah beberapa bagian proyek tanpa koordinasi dengan tim.” Arka mendengus kesal. Dina lagi. Setelah semua
last updateLast Updated : 2024-12-14
Read more

Bab 40 : Langkah Tak Terduga

Setelah makan siang yang penuh ketegangan, Alea melanjutkan langkahnya menuju toko roti kecil yang terletak tak jauh dari rumahnya. Hujan mulai turun dengan lebat, membuat suasana sekitar tampak suram. Di tengah hujan yang mengguyur, Alea memutuskan untuk berhenti sejenak dan membeli roti kesukaannya untuk dibawa pulang. Ia baru saja keluar dari toko, membawa kantong roti hangat di tangannya, ketika mendengar suara langkah sepatu yang mendekat. Dari kejauhan, ia melihat sosok yang ia kenal. Randy, yang sedang berjalan menuju toko roti, tiba-tiba menghentikan langkahnya dan melambaikan tangan. “Alea! Gak nyangka ketemu di sini!” Randy menyapa dengan suara riang, meski hujan mulai turun lebih deras. Alea mengangkat alis, sedikit terkejut, tapi segera tersenyum. “Randy? Kok bisa ada di sini?” Randy tertawa, memperlihatkan senyuman lebar. “Aku juga kaget, tadi mau beli roti, eh ketemu kamu. Bisa jadi pertanda, nih!” Ia mengangkat payung besar yang ada di tangannya dan langsung men
last updateLast Updated : 2024-12-15
Read more
PREV
123456
...
14
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status