All Chapters of NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!: Chapter 41 - Chapter 50

200 Chapters

41. FITNAH KEJI

Puspita berdiri mematung, darahnya terasa mengalir deras ke kepala. Tubuhnya kaku, sementara pikirannya berkecamuk. Apa yang baru saja ia dengar? Fitnah itu terlalu kejam untuk diterima akal sehat.Wanita itu meremas tas kecil yang ia bawa, jemarinya gemetar menahan marah, bingung, sekaligus sakit hati. Suara sindiran dari Santi dan Rina terngiang-ngiang di telinganya.Apakah semua orang benar-benar percaya pada fitnah keji tersebut? Puspita tidak pernah merebut suami siapa pun! Pernikahannya dengan Pram hanya untuk memenuhi permintaan terakhir Soraya sebelum meninggal. Tidak ada cinta, tidak ada romansa. Dan sekarang, setelah bertahan dengan semua kepahitan itu, dirinya justru dihujat sebagai perusak rumah tangga.Ini lebih mengerikan daripada kabar tentang status dirinya sebagai janda tersebar.Dulu, ia kira jika statusnya sebagai janda tersebar, ia tidak akan punya muka lagi di depan umum. Namun kini, hal yang lebih mengerikan terjadi. Seseorang menyebar fitnah bahwa dirinya adalah
last updateLast Updated : 2024-11-27
Read more

42. BERTEMAN BADAI

Sore harinya, Puspita berjalan lunglai menuju ruangan kecil di belakang kantin. Kantin hampir tutup, semua pengunjung sudah bubar, dan karyawan lainnya sudah pulang satu per satu. Ibu pemilik kantin memanggil Puspita setelah suasana sepi.Wanita paruh baya itu sudah menunggunya di sana. Duduk di kursi kayu tua, ia menatap Puspita yang baru datang dengan wajah berat, seolah-olah tengah memikul beban besar. Satu tarikan napas panjang mengawali kalimatnya."Puspita, bagaimana kondisimu seharian ini?" tanya wanita itu begitu Puspita duduk di hadapannya. Tatapan wanita paruh baya itu sayu.Puspita tidak menjawab. Hanya bisa menundukkan wajahnya. Ia sangat yakin bosnya itu tahu persis apa yang ia rasakan. Suasana kerja hari ini sangat tidak nyaman. Semua orang menggunjing, menghujat, dan memberinya berbagai predikat buruk. Bukan hanya sesama karyawan, tetapi hampir semua orang yang berkunjung ke sana.Pelakor, janda gatal, wanita materialistis, dan entah apa lagi tuduhan yang disematkan pad
last updateLast Updated : 2024-11-28
Read more

43. HIDUP TERUS BERJALAN

Puspita menyeka air mata entah untuk ke berapa kalinya.Kaca helm sengaja ia tutup agar tangisnya samar, meski desau angin sebenarnya sudah menyamarkannya. Walaupun sudah kenyang dengan berbagai kepahitan hidup sejak kecil, nyatanya hatinya tak cukup kebal untuk tidak menitikkan air mata setiap kali menerima ketidakadilan.Ia tetap saja gadis rapuh yang cengeng. Air mata menjadi teman setianya sejak lama.Ia pikir setelah keluar dari rumah Pramudya, tidak akan ada lagi air mata yang tumpah berkaitan dengan pria itu. Nyatanya, kini yang ia rasakan lebih sakit dari sebelumnya. Jika dulu hanya sikap Pram yang membuat hatinya sakit, kini tentu lebih parah karena dunia seolah memusuhinya.Sekali lagi Puspita mengusap air mata yang tidak mau mengering. Langit malam mulai menyelimuti kota ketika ia turun dari ojek online di depan rumah kosnya. Pikirannya melayang jauh. Ia tidak tahu lagi harus melangkah ke mana.Saking tidak fokus, ia tidak menyadari jika di teras kamarnya duduk seseorang ya
last updateLast Updated : 2024-11-29
Read more

44. TERIAK SAJA

Puspita mematung. Jeritannya terhenti di tenggorokan saat matanya bertemu dengan wajah laki-laki yang masih duduk di lantai, tepat di bawah kakinya. Pramudya.Apa yang dia lakukan di sini? Bagaimana bisa dia berada di teras kosnya, tempat yang seharusnya aman karena gerbang dikunci setiap malam?“Kau sudah bangun?” Pram bersuara serak, menatapnya dengan mata yang sedikit sembab, seolah ia tidak tidur semalaman. “Kebiasaanmu tidak berubah,” lanjutnya. Tentu saja ia tahu karena tiga tahun Puspita tinggal di rumahnya dan satu tahun menjadi istrinya. Meski tidak memperhatikan, tetapi karena terus berulang ia jadi hapal dengan sendirinya.Puspita mundur selangkah. Masih berusaha menetralkan jantungnya yang berdebar keras. Kekagetan kini berubah kekesalan.“Apa yang Anda lakukan di sini?!” tanyanya, suaranya bergetar, setengah antara marah dan bingung.Pram bangkit perlahan, membersihkan debu di celananya. “Aku menunggumu,” jawabnya datar.“Nunggu aku? Di sini? Bagaimana bisa?” Puspita mem
last updateLast Updated : 2024-11-30
Read more

45. TAK TERKENDALI

Puspita mematung mendengar ucapan satpam yang penuh keyakinan itu. Suaminya? Kabur? Bersembunyi? Apa-apaan semua ini?Puspita merasakan napasnya berat, dan jantungnya berdentum begitu keras hingga hampir menenggelamkan semua suara."T-tunggu!" Puspita akhirnya bersuara, mencoba memecah bisik-bisik orang-orang yang semakin riuh. "Itu tidak benar! Dia bukan—"Namun, sebelum ia dapat menyelesaikan kalimatnya, Pram melangkah maju dengan santai. Ia mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya—selembar kertas yang terlihat agak kusam, namun tetap rapi dilipat. Pram membukanya di depan semua orang tanpa ragu. Lalu mengacungkannya."Surat ini," ucapnya dengan nada mantap, "adalah bukti bahwa aku dan Puspita sudah menikah."Mata Puspita melebar. Jantungnya terasa berhenti berdetak. Ia mengenali surat itu. Surat yang ia dan Pram tandatangani di hari pernikahan mereka.Surat itu dulu ia tinggalkan di rumah Pram karena tak ingin membawa apa pun yang mengingatkan dirinya pada hubungan mereka. Dan sekara
last updateLast Updated : 2024-12-01
Read more

46. SAKIT

Dengan bersimpuh, Pram terus mengguncang tubuh Puspita, berharap wanita itu memberikan respons. Namun, Puspita tetap diam, hanya napasnya yang tersengal lemah. Wajahnya yang semula memerah karena emosi kini memucat, bibirnya tampak kering, dan keringat dingin mulai mengucur deras.Pram semakin panik. Di saat seperti ini, bayangan Soraya saat penyakitnya kambuh berputar-putar di kepalanya. Ketakutan memenuhi hatinya. Sungguh, ia tidak ingin kejadian lalu terulang lagi.Pram mengangkat tubuh Puspita, lalu membaringkannya di atas dipan kecilnya. Setelahnya, ia mencari apa pun yang bisa dipakai untuk mengompres Puspita.Terbiasa mengurus Soraya sendiri meski banyak pelayan di rumahnya, membuatnya sangat sigap. Ia menempelkan handuk kecil yang sudah dibasahi di kening Puspita. Pikirannya melayang-layang ke masa lampau.**“Sebaiknya langsung dibawa ke rumah sakit saja, Pak Pram. Panasnya tinggi,” ujar ibu kos yang kembali datang setelah Pram meminta bantuan satpam. Wanita paruh baya itu me
last updateLast Updated : 2024-12-01
Read more

47. PENGARANG CERITA

Pram tertegun mendengar tuduhan itu. Rahangnya mengeras, tetapi ia mencoba menahan diri. Mata Puspita yang memerah karena emosi menembus pertahanannya. Namun, sebelum ia sempat membalas, pintu ruangan diketuk,, dan seorang perawat wanita berhijab masuk dengan setumpuk dokumen di tangannya.“Permisi, Pak, Bu, waktunya kunjungan dokter,” ujarnya ramah.Pram mengangguk dan berdiri untuk memberi ruang. Pandangannya teralih pada dokter wanita senior yang berjalan mendekat dengan senyum profesional. Di belakangnya mengekor seorang perawat lain.“Ah, pasien kita sudah sadar. Syukurlah….” ucap dokter itu ramah. “Bagaimana rasanya sekarang, Bu Puspita? Masih merasa pusing atau mual?” lanjutnya setelah berdiri di samping ranjang Puspita.Puspita menelan ludah, mencoba meredam emosinya yang sempat tersulut pada Pram. Terlebih saat melihat wajah teduh dokter berhijab itu. Ia mengangguk kecil. "Lumayan, Dok,” jawabnya lirih.Tangan dokter bergerak menempelkan stetoskop di beberapa bagian tubuh Pus
last updateLast Updated : 2024-12-02
Read more

48. PURA-PURA TIDAK TAHU

"Makanlah, jangan membiarkan perutmu terus kosong." Pram berucap seraya memegang semangkuk bubur hangat yang baru diantarkan petugas.Puspita yang sedari tadi membelakangi Pram, tak menyahut sama sekali. Ia terlalu marah dengan semua perlakuan pria itu, tetapi tak cukup memiliki energi untuk meluapkan rasa marahnya, hingga hanya diam membelakangi.Pram mengakui dirinya sebagai istri, lalu berlanjut dengan janji pada Prily untuk membawanya pulang. Apa-apaan semua itu? Pram seolah sangat berkuasa atas dirinya. Tanpa meminta izin atau persetujuan apa pun darinya, melakukan sesuka hatinya.Puspita menyesali kenapa dirinya harus sakit, hingga membuka peluang untuk Pram menguasai dirinya. Andai ia tidak sampai tumbang begini, tentu Pram tidak punya peluang untuk melakukan semuanya.“Puspita, makanlah dulu. Kasihan tubuhmu kalau terus seperti ini. Apa kamu tidak tahu kalau tubuhmu sangat kurus?”Puspita tetap diam. Apa peduli Pram padanya? Bukankah ia sakit juga karena ulah pria itu? Kalau s
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

49. PERTANYAAN HAIDAR

Pram berjalan menjauh dengan perasaan campur aduk. Puspita sedang panas dan merasa mendapat dukungan karena keberadaan Haidar di sana. Jika ia memaksakan terus membantah, hanya akan menambah runyam keadaan.Karenanya, walaupun berat dan tak terima dengan tuduhan itu, ia memutuskan tidak memperpanjang masalah.Pram berjalan keluar. Sesuatu harus ia lakukan. Sepertinya ada yang salah di sini. Namun, sebelum ia benar-benar keluar, pria itu kembali melirik Puspita di ranjangnya. Terlihat Haidar sedang menenangkannya. Laki-laki itu duduk di samping ranjang, di kursi yang biasa ia pakai.Pram memejam sebentar. Ada perasaan tidak rela, tapi ia tidak bisa memaksakan berdebat. Kondisinya tidak memungkinkan, posisinya di sini tidak menguntungkan.Pram membuka pintu dan keluar. Setelahnya ia merogoh ponsel dan menelepon seseorang.Sementara di dalam sana, Puspita masih berusaha menenangkan dirinya. Ia tahu raganya sedang sakit, tapi jika mengingat kejadian di kantin itu, sakit hatinya lebih besa
last updateLast Updated : 2024-12-04
Read more

50. LEGA

Haidar menggeleng. “Akang yakin itu hanya gosip murahan yang disebar orang tidak bertanggung jawab. Akang yakin kalau kamu tidak seperti itu. Ini Akang sedang meyakinkan orang tua yang akhir bulan ini ingin bertemu kamu.”Lagi, Puspita menelan ludah. Haidar meyakinkan orang tuanya? Rasanya itu akan menjadi hal yang sia-sia. “Sepertinya, Akang tidak perlu repot-repot meyakinkan orang tua dan keluarga, Kang. Maaf, tapi Pita rasa semua itu tidak perlu lagi.”“Maksud kamu?” Haidar memperbaiki posisi duduknya. Keningnya mengernyit.Puspita memaksakan senyum saat melihat keheranan laki-laki di hadapannya. “Akang tidak perlu bicara apa pun kepada Ayah dan Ambu, kita sebaiknya memang tidak melanjutkan rencana yang mustahil itu.”“Rencana mustahil? Maksudnya apa, Pita?”Untuk kesekian kalinya Puspita menggigit bibir, menahan air mata yang tiba-tiba ingin tumpah. Mengatakan ini memang menyakitkan, tetapi ia harus melakukannya agar Haidar tidak merasa tidak enak hati apalagi merasa bersalah.“Se
last updateLast Updated : 2024-12-04
Read more
PREV
1
...
34567
...
20
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status