All Chapters of NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!: Chapter 31 - Chapter 40

200 Chapters

31. PENYESALAN VS MASA DEPAN

Mobil Pram melaju dengan kecepatan sedang di tengah jalan yang mulai sepi. Tidak ada suara apa pun yang terdengar di dalam mobil selain deru mesin. Pram tidak memegang kemudi karena sengaja membawa sopir dan pengasuh untuk rencana mempertemukan Prily dengan Puspita ini.Pandangan pria yang duduk di samping sopir itu terpaku lurus ke depan, tetapi pikirannya melayang jauh ke tempat lain. Kepergian Puspita tanpa basa-basi dari restoran tadi masih membekas di benaknya.“Prily punya ayah kaya yang—dengan uangnya bisa melakukan apa pun untuk membahagiakannya.”Kalimat itu berulang-ulang bergema di telinganya. Nadanya dingin, tapi penuh luka. Pram mengepalkan tangan. Kenapa kalimat sederhana itu menusuknya lebih dalam dari apa pun yang pernah ia dengar?Karena ia tahu itu sindiran telak. Sebab, ia pernah menuduh Puspita hanya ingin uangnya. Lebih dari itu, ia bahkan menuduh Puspita rela melakukan apa pun demi bisa menjadi istri pria kaya meski harus menjadi istri kedua, ketiga, bahkan keemp
last updateLast Updated : 2024-11-20
Read more

32. BUKU ITU....

Pram yang sudah tiba di rumah, melangkahkan kakinya dengan berat memasuki ruang tamu yang kosong. Rumahnya memang selalu terasa sepi, tetapi malam ini terasa lebih mencekam.Ia duduk di sofa setelah tiba di kamarnya. Kepalanya bersandar, dan matanya menatap langit-langit. Lagi-lagi, bayangan Puspita memenuhi pikirannya. Tangan kanannya memijat pelipis, sementara hati dan pikirannya semakin kacau. Ia memejamkan mata, mencoba menenangkan diri, tetapi malah ingatan lebih banyak menyeruak.Semua pengabaian dan tuduhan yang pernah ia lontarkan kepada Puspita seperti senjata yang kini menusuk balik ke dadanya sendiri. Ia sadar, wanita itu mungkin tidak akan pernah memaafkannya.Namun, lebih dari rasa bersalah, ada ketakutan besar yang kini mulai tumbuh di hatinya. Ketakutan kehilangan Puspita selamanya.Pram berdiri tiba-tiba, lalu melangkah ke meja di sudut kamar. Ia berniat membuka-buka album kenangannya dengan Soraya, siapa tahu dengan begitu kegundahan hatinya sedikit terobati. Rasanya
last updateLast Updated : 2024-11-20
Read more

33. PAPA JANJI

Pagi ini, kepala Pram terasa berat seperti dihantam palu berkali-kali. Malam yang ia habiskan tanpa tidur membuat tubuhnya lunglai, sementara pikirannya penuh sesak dengan bayangan Puspita dan tulisan Soraya di buku harian itu.Pram membuka matanya perlahan, berusaha bangkit dari tempat tidur. Ketukan di pintu dan suara tangisan yang berbaur membuatnya terlonjak."Papa! Papa …!" teriak suara kecil Prily dari luar pintu di antara tangisnya.Pram buru-buru berjalan dan membuka pintu. Pintu terbuka, menampilkan Prily yang berdiri dengan mata merah, wajah kusut, napasnya tersengal, dan tangan kecilnya menggenggam boneka lusuh pemberian Puspita."Papa, Mama di mana?" tanya Prily dengan suara cadelnya yang bercampur tangisan. Wajahnya menengadah, mata merahnya yang basah membuat hati Pram mencelos.Pria itu berlutut, menatap putrinya yang tampak rapuh. Ia yakin saat terbangun tadi, sang anak langsung mencari Puspita yang dikiranya akan kembali ke rumah itu seperti dulu.Pram memegang kedua
last updateLast Updated : 2024-11-21
Read more

34. JAWABAN PUSPITA

Pagi itu, fajar baru menyingsing di ufuk timur. Mengantar matahari yang akan segera hadir menyapa alam semesta. Namun, seperti pagi-pagi sebelumnya, Puspita sudah siap untuk pergi bekerja. Walaupun kosnya kini lebih dekat dengan kampus, kebiasaan bangun pagi dan beres-beres sudah terjalin sejak ia masih di kos Tika.Puspita duduk di tepi ranjang, memandangi layar ponselnya. Ada semacam rasa lega di dadanya. Bahkan, semalam ia bisa tidur dengan nyenyak karena sudah punya keputusan untuk hidupnya. Ia mulai mengetik pesan dengan penuh keyakinan, jemarinya bergerak cepat.[Assalamualaikum, Kang, kalau ada waktu luang, temui aku jam tiga sore, ya. Sebelum aku pergi ke kelas kesetaraan.]Ia menekan tombol "kirim" dengan senyum tipis tersungging. Wajahnya berseri-seri. Ada perasaan ringan di hatinya—sebuah keyakinan bahwa keputusan ini adalah jalan terbaik untuk melangkah maju.Belakangan ini, Haidar selalu ada untuknya, mendengarkan keluh kesahnya tanpa menghakimi, menawarkan dukungan tanpa
last updateLast Updated : 2024-11-22
Read more

35. CARA LAIN

Pukul lima sore Pram turun dari mobilnya bersama Prily di depan gerbang kampus seperti kemarin. Meski sangat lelah sepulang kantor ditambah istirahat yang kurang, sang pria tetap menunaikan janjinya. Ia sudah tak lagi memikirkan dirinya sendiri, yang terpenting baginya adalah kebahagiaan sang putri.Pria itu menatap bangunan kantin dengan penuh harap. Belum banyak yang bisa ia lakukan untuk memenuhi keinginan Prily selain membawa sang anak ke sana lagi. Pikirannya saat ini sangat buntu. Jadwal istirahat dan makan yang berantakan, penyesalan mendalam, juga kekhawatiran akan pertumbuhan Prily membuatnya hanya mampu melakukan ini. Ia berharap bisa mempertemukan Prily dengan Puspita seperti kemarin.Prily menggenggam tangan ayahnya erat, wajah kecilnya penuh harap. Ia bahkan tidak mau digendong agar saat bertemu Puspita bisa langsung berlari memeluknya."Papa, mana Mama?" tanyanya sambil menengadah karena setelah sekian lama, orang yang dinantinya tidak kunjung kelihatan."Kita tunggu seb
last updateLast Updated : 2024-11-22
Read more

36. DUNIA SEMPIT

Prily masih menangis di dalam mobil, suara tangisannya memenuhi kabin dengan nada melengking yang semakin memukul hati Pram. Pengasuhnya mencoba menenangkan dengan menyodorkan botol susu, tetapi bocah itu menepisnya dengan keras hingga botol terlempar ke lantai."Mama … Ii mau Mama …!" jeritnya, tubuh kecilnya mulai gemetar karena kelelahan.Pram mengusap wajahnya, berusaha menahan kesabaran yang kian tipis. Dengan nada lembut, ia mencoba menenangkan, "Sayang, nanti Papa cari Mama, ya? Sekarang kita pulang dulu. Sudah mau malam.""Ii nggak mau pulang! Ii mau Mama …!" teriak Prily, tangisnya berubah menjadi tantrum yang lebih parah. Tubuh mungil itu mulai menendang-nendang jok mobil dengan keras hingga sang pengasuh kewalahan.Tiba-tiba, suara Prily hilang. Anak itu memegangi perutnya, lalu tanpa aba-aba, sesuatu menyembur dari mulutnya. Ia muntah. Pram dan pengasuhnya terkejut.Sang pengasuh langsung berusaha membersihkan anak itu sebisa mungkin. Sopir menoleh ke belakang dengan wajah
last updateLast Updated : 2024-11-23
Read more

37. IBU YANG TEGA

"Mama?"Puspita membeku. Kata itu bergema di telinganya, menyisakan denyut rasa bersalah yang tak tertahankan. Ia menunduk menatap Prily, anak kecil yang memeluk kakinya erat, menangis penuh keputusasaan.“Mama, Ii mau Mama!” Prily meratap dengan isakan terputus-putus, sementara Puspita masih terlalu terkejut untuk bergerak.Di hadapannya, Haidar berdiri mematung. Sorot matanya penuh tanya. Ia menatap Puspita, lalu Pram, sebelum akhirnya kembali memusatkan pandangannya pada Puspita.“Mama?” ulang Haidar dengan suara rendah, mencoba memastikan apa yang baru saja ia dengar.Puspita mengerjapkan mata, mulutnya terbuka untuk menjawab, tetapi tak satu pun kata berhasil keluar. Jantungnya berdetak kencang, hampir tak bisa bernapas. Ia tahu pertanyaan itu akan datang, tetapi tidak pernah membayangkan harus menjawabnya di saat seperti ini.Pram yang sedari tadi mengamati situasi itu dengan tajam, memanfaatkan kebisuan Puspita. Ia melangkah maju, berdiri di antara mereka dengan tubuh tegap, tat
last updateLast Updated : 2024-11-24
Read more

38. KENYATAAN ITU

Haidar menatap Puspita dengan sorot tak terbaca. Kata-kata terakhir Pram seolah memukulnya tepat di dada. Tubuhnya tegang, rahangnya mengeras, tetapi ia masih berusaha tetap tenang. Bagaimanapun, ia belum mendengar penjelasan apa pun dari Puspita. Semua baru dari versi pengakuan Pram saja.Meski terlihat jelas apa yang terjadi—melihat Prily yang begitu menempel—ia tak lekas menelan mentah informasi yang Pram sampaikan."Pita, apa arti semua ini?" tanyanya, suaranya berat, penuh kekecewaan. Tatapan Haidar sulit dibaca, tetapi jelas menunjukkan rasa dikhianati.Puspita menelan ludah. Wajahnya memucat, tetapi ia memaksa dirinya tetap tenang. "Aku bisa jelaskan, Kang," katanya, memandang Haidar penuh harap. "Ini tidak seperti yang Akang pikirkan."Pram yang melihat itu tersenyum miring. Ia sangat yakin Haidar akan shock mengetahui kenyataan ini. Seperti dugaannya, Puspita tidak pernah menceritakan yang sebenarnya. Pram bahkan yakin sebentar lagi Haidar akan meninggalkan Puspita.“Akang per
last updateLast Updated : 2024-11-25
Read more

39. KERESAHAN PUSPITA

Suasana mobil terasa sangat panas, padahal pendingin dinyalakan. Kabin mobil juga terasa lebih sempit dirasakan Puspita seiring kalimat Haidar barusan. Mungkin karena dadanya yang sesak.Puspita tertegun. Kalimat Haidar memang datar, tapi sangat tajam. Jantungnya seperti tertikam ribuan duri. Ia tahu Haidar sedang mencoba memahami situasi, tetapi pertanyaan itu tetap menyayat hatinya.“Apa Akang pikir Prily ini anakku?” Puspita balik bertanya dengan hati perih.Haidar hanya mengerjap tanpa menanggapi. Memang janggal jika Prily adalah anak kandung Puspita. Puspita baru dua puluh tahun, sedangkan Prily sudah lebih dari dua tahun. Lagipula, Puspita mengatakan hanya menikah selama satu tahun. Namun, segala sesuatu bisa saja terjadi."Prily bukan anak kandungku, Kang." Puspita menjelaskan lirih, memandang Haidar yang akhirnya menoleh padanya, menunggu penjelasan lebih lanjut. "Dia anak Pak Pram dan... istrinya yang sudah meninggal."Haidar masih diam, hanya menatapnya sekilas dengan ekspres
last updateLast Updated : 2024-11-26
Read more

40. APA INI?

"Kalau Akang merasa keberatan atau ragu, Pita tidak akan memaksa. Semua keputusan ada di tangan Akang," ujar Puspita lirih sebelum turun dari mobil, suaranya nyaris tenggelam dalam desau angin yang masuk dari jendela yang sedikit terbuka.Haidar diam, tatapannya kosong ke depan. Puspita tersenyum tipis, lebih kepada dirinya sendiri, mencoba menguatkan hati. Ia melangkah turun, meninggalkan Haidar yang masih terpaku di belakang kemudi.**Di kamar kosnya, Puspita duduk bersandar pada dinding. Matanya menatap kosong ke arah lemari kecil yang setengah terbuka. Sebuah cermin kecil menggantung di pintu lemari itu, memperlihatkan bayangan dirinya yang terlihat lebih tua dari usianya. Wajahnya tampak lelah, seakan bertahun-tahun masalah telah melumat energinya.Puspita menghela napas panjang, lalu menyandarkan kepalanya ke lutut yang terlipat. "Mungkin dia memang tidak ingin melanjutkan," gumamnya pada diri sendiri, suaranya hampir tak terdengar.Bayangan perbincangan di mobil tadi kembali m
last updateLast Updated : 2024-11-27
Read more
PREV
123456
...
20
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status