Home / Pernikahan / Sekeping Hati yang Bertahan / Chapter 111 - Chapter 120

All Chapters of Sekeping Hati yang Bertahan: Chapter 111 - Chapter 120

146 Chapters

Bab 111: Tanda-Tanda yang Terabaikan

Wulan menghabiskan hari-harinya dengan rutinitas yang sama, mencoba mengabaikan rasa cemas yang terus menghantui pikirannya. Setiap detik terasa lambat, terutama saat Dimas tidak ada di rumah. Pikiran tentang apa yang sedang terjadi saat Dimas keluar kota terus-menerus berputar di kepalanya, membuatnya sulit berkonsentrasi pada apa pun.Malam itu, setelah Dimas berangkat keluar kota, Wulan memutuskan untuk menghubungi salah satu sahabat terdekatnya, Fitri. Fitri adalah teman Wulan sejak mereka masih di bangku kuliah, dan meskipun hidup mereka sekarang berbeda, persahabatan mereka tetap erat.“Fit, aku perlu bicara,” kata Wulan tanpa basa-basi saat Fitri menjawab teleponnya.“Wulan, ada apa? Suaramu terdengar sangat gelisah,” tanya Fitri dengan nada khawatir.Wulan menghela napas panjang sebelum menjawab. “Aku tidak tahu harus memulai dari mana. Rasanya akhir-akhir ini aku kehilangan Dimas. Dia berubah, Fit, tapi aku tidak tah
Read more

Bab 112: Ketegangan yang Kian Terasa

Pagi itu, Wulan bangun dengan perasaan campur aduk. Di satu sisi, ia merasa lega karena telah memutuskan untuk berbicara dengan Dimas. Namun di sisi lain, ada ketakutan yang tak bisa ia abaikan. Bagaimana jika Dimas tidak merespon dengan baik? Bagaimana jika, alih-alih mendekatkan mereka, percakapan itu malah semakin menjauhkan mereka?Saat Dimas turun ke meja makan, Wulan sudah menyiapkan sarapan. Pancake favorit Dimas, dengan saus stroberi yang manis. Wulan berharap makanan ini bisa mencairkan suasana, setidaknya untuk sementara."Selamat pagi, Mas," sapa Wulan dengan senyum lembut. Ia berusaha untuk tidak memperlihatkan kegelisahannya."Selamat pagi, Sayang," jawab Dimas sambil membalas senyum Wulan. "Wah, sarapannya kelihatan enak sekali."Wulan duduk di seberang Dimas, memperhatikan suaminya yang tampak menikmati makanannya. Namun, dalam hati, ia sedang mencari-cari kata yang tepat untuk memulai percakapan yang selama ini ia pendam.“Mas
Read more

Bab 113: Bayang-bayang Keraguan

Kehidupan kembali berputar pada rutinitas yang biasa. Dimas semakin tenggelam dalam pekerjaannya, dan Wulan, meskipun berusaha keras untuk melanjutkan perannya sebagai istri yang setia dan ibu rumah tangga yang baik, tidak bisa menghilangkan rasa hampa yang menggelayut di hatinya. Setiap hari terasa sama, dan meskipun Dimas tampak tidak berubah, perasaan Wulan terhadap suaminya mulai bergeser.Pagi itu, seperti biasa, Wulan mengantar Dimas ke pintu sebelum suaminya berangkat kerja. Senyum Dimas terlihat tulus seperti biasanya, tapi Wulan tidak bisa mengabaikan perasaan dingin yang merayapi hatinya.“Jaga diri ya, Sayang. Aku akan pulang agak terlambat malam ini, ada rapat penting di kantor,” kata Dimas sambil mengecup kening Wulan.Wulan mengangguk dan membalas senyuman Dimas dengan lembut. “Aku akan menunggu di rumah, Mas.”Dimas berlalu, meninggalkan Wulan berdiri di pintu dengan tatapan kosong. Setelah mobil Dimas menghilang di
Read more

Bab 114: Mencari Jawaban

Hari-hari berlalu, dan meskipun Wulan berusaha untuk melanjutkan rutinitasnya, bayang-bayang keraguan terus menghantui pikirannya. Dimas, seperti biasa, berangkat kerja pagi-pagi dan pulang larut malam. Namun, Wulan mulai merasa ada sesuatu yang berbeda. Suaminya tampak lebih sering melamun, dan meskipun ia tetap bersikap hangat di hadapannya, Wulan bisa merasakan jarak yang semakin besar di antara mereka.Pagi itu, setelah mengantar anak-anak ke sekolah, Wulan duduk di ruang tamu dengan secangkir teh di tangannya. Ia memandangi dinding putih di hadapannya, mencoba memutuskan apa yang harus dilakukan. Pikirannya terus berputar pada dokumen yang ia temukan di kamar kerja Dimas. Rasa ingin tahu dan khawatir yang terus bertambah membuatnya sulit untuk berpikir jernih."Apakah aku harus bertanya langsung pada Dimas?" pikir Wulan. Namun, bayangan akan kemarahan suaminya jika ia mengetahui bahwa Wulan telah memeriksa dokumen-dokumennya membuatnya ragu. Mungkin saja semua ini
Read more

Bab 115: Titik Balik yang Tak Terduga

Keesokan harinya, Wulan terbangun lebih awal dari biasanya. Perasaan aneh yang muncul sejak percakapan dengan Dimas malam sebelumnya membuatnya gelisah sepanjang malam. Ia ingin mempercayai suaminya, tapi ada bagian dari dirinya yang merasakan ada sesuatu yang lebih dari sekadar masalah proyek di kantor.Setelah menyiapkan sarapan untuk anak-anak dan mengantar mereka ke sekolah, Wulan kembali ke rumah dengan hati yang berat. Ia merasa seolah ada beban besar yang mengganjal di hatinya, sesuatu yang ia tidak bisa ungkapkan atau bahkan pahami sepenuhnya.Ia menuju kamar tidur, lalu berdiri di depan cermin, menatap bayangannya sendiri. Di cermin itu, Wulan melihat wajah seorang wanita yang lelah, baik secara fisik maupun emosional. "Apa yang sebenarnya terjadi, Mas?" gumamnya pelan, seakan berharap bayangannya bisa memberikan jawaban.Tak lama setelah itu, telepon rumah berdering, mengagetkan Wulan dari lamunannya. Ia segera mengangkatnya, berharap itu Dimas yang me
Read more

Bab 116: Perubahan yang Tak Terduga

Pagi itu, Wulan bangun dengan perasaan yang lebih berat dari biasanya. Ia melihat ke arah jendela kamar yang masih setengah terbuka, cahaya matahari pagi menyelinap masuk, tetapi sinarnya tidak mampu mengusir awan kecemasan yang menyelimuti hatinya. Dimas sudah pergi bekerja lebih awal, meninggalkan Wulan sendiri dengan pikiran-pikirannya.Hari itu adalah hari ulang tahun pernikahan mereka yang ke-10, sebuah hari yang seharusnya dipenuhi kebahagiaan dan kenangan indah. Namun, bukannya merasa bersemangat seperti biasanya, Wulan malah diliputi perasaan resah yang semakin menjadi-jadi. Ia mencoba mengalihkan pikirannya dengan rutinitas harian—membersihkan rumah, mempersiapkan sarapan untuk anak-anak, dan merapikan halaman depan. Tapi, semua itu tidak berhasil membuat pikirannya tenang.Sekitar pukul sepuluh pagi, bel pintu rumah berbunyi. Wulan bergegas membuka pintu dan terkejut melihat seorang kurir berdiri di sana, membawa sebuah paket besar dengan pita merah di
Read more

Bab 117: Cinta yang Tergores

Wulan tidak bisa tidur malam itu. Setelah kejadian di ruang tamu, pikirannya terus berputar, mencoba mencari jawaban dari semua pertanyaan yang memenuhi benaknya. Dimas telah kembali ke kamar setelah beberapa jam duduk di ruang tamu, tapi suasana di antara mereka tetap tegang. Tidak ada percakapan lebih lanjut, hanya keheningan yang menyelimuti mereka.Ketika akhirnya Wulan terlelap, mimpinya dipenuhi dengan bayangan-bayangan masa lalu—momen-momen indah yang pernah mereka bagi bersama, saat cinta mereka masih murni, jauh sebelum masalah dan rahasia mulai merusak hubungan mereka. Namun, bahkan dalam mimpi, bayangan-bayangan itu tampak buram, seperti lukisan yang warnanya memudar karena waktu.Pagi harinya, Wulan bangun lebih awal dari biasanya. Ia menatap Dimas yang masih tertidur di sampingnya, wajahnya tampak lelah. Wulan merasa simpati, tetapi juga masih ada rasa sakit yang mengganjal di hatinya. Tanpa membangunkannya, Wulan bangkit dari tempat tidur dan memutu
Read more

Bab 118: Bayangan Masa Lalu

Beberapa hari setelah percakapan mendalam mereka, Wulan berusaha keras untuk memulihkan keadaan. Ia melakukan yang terbaik untuk menunjukkan bahwa ia masih mencintai dan mempercayai Dimas. Namun, di balik senyumnya, ada perasaan was-was yang terus menggelayuti hatinya. Ia merasa seperti sedang berjalan di atas kaca tipis—rapuh, dan bisa pecah kapan saja.Suatu sore, saat Wulan sedang duduk di teras belakang sambil menikmati teh hangat, pikirannya melayang jauh ke masa lalu. Ia teringat saat pertama kali bertemu dengan Dimas—seorang pria yang penuh percaya diri, penuh dengan impian dan ambisi besar. Wulan terpesona oleh semangatnya, oleh bagaimana Dimas berbicara tentang masa depan mereka dengan begitu yakin.Di awal pernikahan mereka, Dimas selalu berusaha membuat Wulan bahagia. Ia adalah suami yang penuh perhatian, yang selalu memprioritaskan kebahagiaan Wulan di atas segalanya. Namun, seiring berjalannya waktu, Wulan mulai merasakan adanya perubahan. Dima
Read more

Bab 119: Ketegangan yang Tak Terelakkan

Wulan merasa hari-hari berlalu dengan lambat setelah percakapan mereka di teras belakang. Ketidakpastian mulai menyelimuti setiap sudut kehidupannya, terutama ketika ia berada di rumah bersama keluarga Dimas. Meskipun Dimas berusaha keras untuk tetap mendekatkan diri padanya, ketegangan di antara mereka mulai tampak jelas—seperti sebuah benang halus yang perlahan-lahan terurai.Pagi itu, Dimas sudah berangkat ke kantor lebih awal dari biasanya. Wulan, seperti biasa, mulai menyiapkan sarapan untuk mertuanya. Ia tahu, ibu mertuanya, Bu Ratna, tidak akan melewatkan kesempatan untuk memberikan komentar sinis atau menyindirnya, meskipun selalu dilakukan dengan senyuman di wajahnya. Wulan sudah cukup paham dengan dinamika ini.Saat Wulan sibuk di dapur, Bu Ratna masuk dengan wajah dingin. “Wulan, kamu buatkan teh untuk Bapak, ya. Jangan lupa, beliau suka tehnya panas, bukan hangat,” kata Bu Ratna tanpa menatap Wulan, suaranya terdengar seperti perintah, buk
Read more

Bab 120: Dalam Bayang-Bayang Pengkhianatan

Pagi itu, Wulan bangun dengan perasaan gelisah yang tidak bisa ia abaikan. Meskipun malam sebelumnya Dimas telah memberikan sedikit ketenangan dengan kata-kata penghargaannya, ada sesuatu yang mengganjal di hati Wulan. Seperti ada awan gelap yang menggantung di atas rumah mereka, menunggu saat yang tepat untuk menurunkan badai.Setelah Dimas berangkat kerja, Wulan menjalani rutinitas paginya seperti biasa. Namun, setiap langkah yang ia ambil terasa berat, seolah ada beban yang semakin menekan pundaknya. Ia mencoba mengalihkan pikirannya dengan membersihkan rumah dan mempersiapkan makan siang untuk mertuanya, tetapi kegelisahan itu tetap ada.Saat jam makan siang tiba, Bu Ratna dan Pak Hendra duduk di meja makan, berbicara dengan suara pelan seperti biasa. Wulan menyajikan makanan dengan senyum di wajahnya, meskipun hatinya merasa hampa. Ia duduk di ujung meja, menanti reaksi dari mertuanya."Terima kasih, Wulan," kata Pak Hendra dengan singkat, menatap makananny
Read more
PREV
1
...
101112131415
DMCA.com Protection Status