Home / Pernikahan / Sekeping Hati yang Bertahan / Chapter 131 - Chapter 140

All Chapters of Sekeping Hati yang Bertahan: Chapter 131 - Chapter 140

146 Chapters

Bab 131: Di Balik Senyum Pagi

Pagi di rumah keluarga Dimas selalu diawali dengan rutinitas yang hampir sama setiap hari. Dimas sudah berangkat kerja, dan Wulan menyiapkan sarapan untuk Bu Ratna dan Aisyah. Namun, pagi ini ada sesuatu yang berbeda dalam hati Wulan. Meskipun senyumnya tetap terpancar saat menghidangkan makanan di meja makan, di dalam dirinya, Wulan merasakan kekuatan baru yang mulai tumbuh.Bu Ratna duduk di meja makan, memandang Wulan dengan tatapan yang sulit diterjemahkan. "Sarapan hari ini terlihat enak," komentar Bu Ratna dengan nada datar.Wulan tersenyum lembut. "Terima kasih, Bu. Saya harap Ibu dan Aisyah menyukainya."Aisyah, yang baru saja bergabung di meja makan, hanya mengangguk kecil tanpa banyak bicara. Sejak dulu, Aisyah selalu mengikuti ibunya dalam hal apapun, termasuk dalam cara mereka memperlakukan Wulan. Namun, Wulan tidak mempermasalahkan hal itu. Ia sudah terbiasa dengan sikap dingin mereka.Saat mereka makan, Wulan tetap sibuk di dapur, memastikan
Read more

Bab 132: Bayangan Kesepian

Malam hari di rumah keluarga Dimas selalu sunyi. Setelah makan malam selesai dan semua pekerjaan rumah beres, Wulan biasanya akan duduk di ruang tengah, menemani Bu Ratna dan Aisyah yang menonton televisi. Namun, malam ini, suasana terasa lebih dingin dari biasanya. Hanya suara televisi yang mengisi kekosongan, sementara ketiganya duduk terpisah dengan pikiran masing-masing.Wulan, yang biasanya sibuk memastikan segalanya sempurna, kali ini hanya duduk diam. Tatapannya sesekali melirik jam dinding, berharap waktu berjalan lebih cepat. Ia merindukan saat-saat ketika Dimas pulang kerja, meski tahu kehadirannya tidak akan banyak mengubah situasi. Ada perasaan kosong yang mulai menggerogoti hatinya, dan ia sadar bahwa kesepian yang ia rasakan semakin mendalam.Aisyah, yang duduk di ujung sofa, tampak sibuk dengan ponselnya. Sesekali ia tertawa kecil saat membaca sesuatu, tapi tidak ada usaha untuk melibatkan Wulan dalam percakapan. Sementara itu, Bu Ratna tetap fokus pada
Read more

Bab 133: Kabut Ketidakpastian

Pagi datang dengan dingin yang menusuk tulang. Wulan terbangun lebih awal dari biasanya. Cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah tirai tidak mampu menghangatkan hatinya yang gundah. Ia menatap langit-langit kamar dengan perasaan yang bercampur aduk. Ada rasa takut, namun juga tekad yang mulai tumbuh kuat dalam dirinya.Pikirannya masih tertuju pada janji yang ia buat kepada dirinya sendiri malam sebelumnya. Tekad untuk tidak lagi membiarkan dirinya hanyut dalam ketidakadilan yang ia alami. Wulan tahu bahwa langkah pertama yang harus ia ambil adalah tetap tenang dan tidak terburu-buru. Ia harus memikirkan semua ini dengan kepala dingin.Wulan bangkit dari tempat tidur, melipat selimutnya dengan rapi, lalu menuju kamar mandi. Di depan cermin, ia melihat bayangan wajahnya yang tampak lelah. Matanya sedikit sembab, mungkin karena kurang tidur atau beban pikiran yang terlalu berat. Namun, di balik kelelahan itu, ada sinar baru dalam tatapannya. Sinar keberanian yang
Read more

Bab 134: Langkah Awal dalam Kesunyian

Hari-hari berlalu tanpa banyak perubahan. Keluarga Dimas masih bersikap dingin pada Wulan, dan Dimas sendiri masih tenggelam dalam kesibukan pekerjaannya, tidak menyadari apa yang sebenarnya terjadi di rumah. Wulan menjalani rutinitasnya dengan tenang, menyiapkan sarapan, membereskan rumah, dan menjalani peran sebagai ibu rumah tangga yang setia.Namun, di dalam hati, Wulan tidak lagi merasa seperti dulu. Ada kekuatan yang mulai tumbuh, kekuatan yang datang dari keputusannya untuk tidak lagi diam. Meskipun belum ada tindakan nyata yang ia ambil, Wulan mulai merencanakan langkah-langkah kecil dalam pikirannya. Ia tahu bahwa semua ini tidak bisa dilakukan dengan terburu-buru. Setiap langkah harus dipikirkan dengan matang, setiap tindakan harus direncanakan dengan hati-hati.Suatu pagi, setelah Dimas berangkat kerja, Wulan memutuskan untuk mulai menyusun rencana kecilnya. Ia duduk di depan meja rias di kamarnya, mengambil sebuah buku catatan yang sudah lama ia simpan. Buk
Read more

Bab 135: Pertemuan yang Menghidupkan Kenangan

Pagi itu, Wulan merasa ada yang berbeda. Di tengah rutinitas yang membelenggu, ia merasakan semacam semangat baru yang timbul dari dalam dirinya. Hari ini adalah hari di mana ia akan bertemu kembali dengan Dina, sahabat lamanya yang sudah lama tidak ia jumpai. Pikiran tentang pertemuan ini mengusir sejenak semua kerisauan yang biasanya menghantuinya.Selesai menyiapkan sarapan untuk Dimas dan memastikan semua pekerjaan rumah tangga tertangani, Wulan mengenakan pakaian yang rapi namun sederhana. Dia tidak ingin terlalu mencolok, tapi tetap ingin terlihat baik. Ia memilih gaun berwarna pastel lembut, dengan rambut yang diikat rapi ke belakang. Di depan cermin, Wulan melihat bayangan dirinya—sosok seorang wanita yang terlihat tenang di luar, namun memiliki badai yang bergemuruh di dalam.Saat Dimas berpamitan untuk berangkat kerja, Wulan menyelipkan senyum kecil. Dimas, seperti biasa, mengecup keningnya lembut sebelum pergi. "Jaga diri baik-baik ya, Sayang," ucap Di
Read more

Bab 136: Ketegangan yang Tak Terhindarkan

Pagi menjelang dengan sinar matahari yang hangat menyelinap masuk melalui jendela kamar Wulan. Suara kicauan burung terdengar dari kejauhan, seolah berusaha menghibur hati yang masih bergulat dengan kebingungan dan rasa tertekan. Wulan terbangun dengan perasaan sedikit lebih ringan dari malam sebelumnya, namun tetap saja ada kecemasan yang mengganjal di hatinya.Sebelum Dimas bangun, Wulan memutuskan untuk memulai harinya lebih awal. Ia turun ke dapur, menyiapkan sarapan dengan hati-hati, memastikan segala sesuatunya sempurna. Meski rutinitas ini terasa monoton, Wulan merasa bahwa ini adalah salah satu caranya untuk tetap berfungsi di tengah semua tekanan yang ia rasakan. Namun, di balik setiap gerakan tangan yang teliti, ada pemikiran yang terus berputar tentang bagaimana ia akan menghadapi hari ini.Dimas turun dengan langkah yang ringan. Wulan, seperti biasa, menyambutnya dengan senyum hangat dan piring yang penuh dengan makanan favorit suaminya. Dimas duduk di meja
Read more

Bab 137: Bayang-Bayang Masa Lalu

Pagi berikutnya, Wulan bangun dengan perasaan yang masih bergulat dengan kegelisahan. Setelah sarapan bersama Dimas dan memastikan suaminya berangkat kerja, Wulan mencoba untuk menenangkan pikirannya. Namun, semakin ia berusaha, semakin kuat rasa cemas yang menghantuinya. Bayangan tentang masalah yang sedang dihadapi Dimas di kantor terus mengganggu pikirannya.Sore harinya, Wulan memutuskan untuk berkunjung ke rumah ibunya. Ia merasa butuh berbicara dengan seseorang yang bisa memahami kegelisahannya, dan siapa lagi yang lebih tepat daripada ibunya sendiri? Meskipun Wulan tahu bahwa ia tidak bisa menceritakan semua masalah yang dihadapinya, setidaknya ia berharap bisa mendapatkan sedikit nasihat atau sekadar berbagi perasaan.Saat tiba di rumah ibunya, Wulan disambut dengan hangat. Ibunya, seorang wanita paruh baya yang bijaksana dan penuh kasih, langsung merasakan ada sesuatu yang mengganggu putrinya. Setelah mereka berbincang ringan di ruang tamu, akhirnya ibunya ber
Read more

Bab 138: Bayangan Kebohongan

Matahari pagi menyelinap masuk melalui jendela kamar, memandikan ruangan dengan cahaya hangat yang lembut. Wulan terbangun dari tidurnya dengan perasaan yang masih berat. Malam sebelumnya, setelah perbincangannya dengan ibunya, Wulan merasa sedikit lebih tenang. Namun, perasaan was-was itu tetap ada, seolah bersembunyi di sudut pikirannya, menunggu saat yang tepat untuk kembali menghantuinya.Setelah memastikan Dimas sudah berangkat ke kantor, Wulan mencoba mengalihkan pikirannya dengan melakukan pekerjaan rumah tangga. Namun, tak peduli seberapa keras ia berusaha, bayangan tentang masalah yang mungkin sedang dihadapi Dimas selalu kembali. Wulan tahu, sesuatu sedang terjadi—sesuatu yang lebih besar dari yang terlihat di permukaan.Hari itu, Wulan memutuskan untuk pergi ke pasar tradisional. Biasanya, ia selalu menyukai perjalanan ke pasar, menikmati suasana riuh, aroma rempah-rempah yang kuat, dan warna-warni sayuran segar yang menggoda. Namun, kali ini, semuanya
Read more

Bab 139: Menelusuri Jejak Kebenaran

Keesokan harinya, Wulan terbangun dengan perasaan yang tidak menentu. Meskipun Dimas tampak berusaha meyakinkannya bahwa semuanya baik-baik saja, Wulan merasa sulit mempercayainya. Ada sesuatu yang mengganjal, sesuatu yang membuatnya tidak bisa tenang. Wulan tahu bahwa ia harus mulai mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.Setelah Dimas berangkat ke kantor, Wulan memutuskan untuk melakukan sesuatu yang belum pernah ia lakukan sebelumnya. Ia ingin mencari tahu lebih banyak tentang aktivitas Dimas di kantor, tetapi ia tahu itu tidak bisa dilakukan secara langsung. Maka, Wulan memutuskan untuk pergi ke sebuah kafe kecil yang tidak jauh dari kantor Dimas. Dari sana, ia berharap bisa mengamati gerak-gerik suaminya, tanpa menarik perhatian.Wulan memilih tempat duduk yang strategis di sudut kafe, di mana ia bisa melihat keluar tanpa mudah terlihat oleh orang-orang di jalan. Ia memesan secangkir kopi dan mulai menunggu. Jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya, karena
Read more

Bab 140: Awal dari Sebuah Rencana

Malam itu, Wulan tidak bisa tidur dengan tenang. Pikirannya terus berputar, memikirkan apa yang sebenarnya sedang terjadi di balik semua senyuman dan kehangatan yang ditunjukkan Dimas. Di satu sisi, ia ingin percaya bahwa suaminya masih pria yang ia cintai, tetapi di sisi lain, terlalu banyak tanda-tanda mencurigakan yang membuatnya bertanya-tanya apakah ia benar-benar mengenal Dimas.Pagi harinya, Nina mengirim pesan singkat, memberitahu bahwa ia sudah menghubungi kenalannya yang bisa membantu mencari informasi tentang Rudi. Nina memang tidak pernah mengecewakan, selalu bisa diandalkan. Wulan merasa sedikit lega, meskipun belum tahu hasil dari pencarian tersebut. Namun, untuk saat ini, ia perlu melanjutkan harinya seperti biasa, tetap berperan sebagai istri yang baik dan ibu rumah tangga yang sempurna di mata semua orang.Saat Dimas sarapan di meja makan, Wulan berusaha menutupi kegelisahannya. Ia menyiapkan makanan seperti biasanya, menyajikan nasi goreng kesukaan Di
Read more
PREV
1
...
101112131415
DMCA.com Protection Status