Beranda / Rumah Tangga / Sekeping Hati yang Bertahan / Bab 132: Bayangan Kesepian

Share

Bab 132: Bayangan Kesepian

Penulis: Le Vant
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-15 12:02:47

Malam hari di rumah keluarga Dimas selalu sunyi. Setelah makan malam selesai dan semua pekerjaan rumah beres, Wulan biasanya akan duduk di ruang tengah, menemani Bu Ratna dan Aisyah yang menonton televisi. Namun, malam ini, suasana terasa lebih dingin dari biasanya. Hanya suara televisi yang mengisi kekosongan, sementara ketiganya duduk terpisah dengan pikiran masing-masing.

Wulan, yang biasanya sibuk memastikan segalanya sempurna, kali ini hanya duduk diam. Tatapannya sesekali melirik jam dinding, berharap waktu berjalan lebih cepat. Ia merindukan saat-saat ketika Dimas pulang kerja, meski tahu kehadirannya tidak akan banyak mengubah situasi. Ada perasaan kosong yang mulai menggerogoti hatinya, dan ia sadar bahwa kesepian yang ia rasakan semakin mendalam.

Aisyah, yang duduk di ujung sofa, tampak sibuk dengan ponselnya. Sesekali ia tertawa kecil saat membaca sesuatu, tapi tidak ada usaha untuk melibatkan Wulan dalam percakapan. Sementara itu, Bu Ratna tetap fokus pada

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 133: Kabut Ketidakpastian

    Pagi datang dengan dingin yang menusuk tulang. Wulan terbangun lebih awal dari biasanya. Cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah tirai tidak mampu menghangatkan hatinya yang gundah. Ia menatap langit-langit kamar dengan perasaan yang bercampur aduk. Ada rasa takut, namun juga tekad yang mulai tumbuh kuat dalam dirinya.Pikirannya masih tertuju pada janji yang ia buat kepada dirinya sendiri malam sebelumnya. Tekad untuk tidak lagi membiarkan dirinya hanyut dalam ketidakadilan yang ia alami. Wulan tahu bahwa langkah pertama yang harus ia ambil adalah tetap tenang dan tidak terburu-buru. Ia harus memikirkan semua ini dengan kepala dingin.Wulan bangkit dari tempat tidur, melipat selimutnya dengan rapi, lalu menuju kamar mandi. Di depan cermin, ia melihat bayangan wajahnya yang tampak lelah. Matanya sedikit sembab, mungkin karena kurang tidur atau beban pikiran yang terlalu berat. Namun, di balik kelelahan itu, ada sinar baru dalam tatapannya. Sinar keberanian yang

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-16
  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 134: Langkah Awal dalam Kesunyian

    Hari-hari berlalu tanpa banyak perubahan. Keluarga Dimas masih bersikap dingin pada Wulan, dan Dimas sendiri masih tenggelam dalam kesibukan pekerjaannya, tidak menyadari apa yang sebenarnya terjadi di rumah. Wulan menjalani rutinitasnya dengan tenang, menyiapkan sarapan, membereskan rumah, dan menjalani peran sebagai ibu rumah tangga yang setia.Namun, di dalam hati, Wulan tidak lagi merasa seperti dulu. Ada kekuatan yang mulai tumbuh, kekuatan yang datang dari keputusannya untuk tidak lagi diam. Meskipun belum ada tindakan nyata yang ia ambil, Wulan mulai merencanakan langkah-langkah kecil dalam pikirannya. Ia tahu bahwa semua ini tidak bisa dilakukan dengan terburu-buru. Setiap langkah harus dipikirkan dengan matang, setiap tindakan harus direncanakan dengan hati-hati.Suatu pagi, setelah Dimas berangkat kerja, Wulan memutuskan untuk mulai menyusun rencana kecilnya. Ia duduk di depan meja rias di kamarnya, mengambil sebuah buku catatan yang sudah lama ia simpan. Buk

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-16
  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 135: Pertemuan yang Menghidupkan Kenangan

    Pagi itu, Wulan merasa ada yang berbeda. Di tengah rutinitas yang membelenggu, ia merasakan semacam semangat baru yang timbul dari dalam dirinya. Hari ini adalah hari di mana ia akan bertemu kembali dengan Dina, sahabat lamanya yang sudah lama tidak ia jumpai. Pikiran tentang pertemuan ini mengusir sejenak semua kerisauan yang biasanya menghantuinya.Selesai menyiapkan sarapan untuk Dimas dan memastikan semua pekerjaan rumah tangga tertangani, Wulan mengenakan pakaian yang rapi namun sederhana. Dia tidak ingin terlalu mencolok, tapi tetap ingin terlihat baik. Ia memilih gaun berwarna pastel lembut, dengan rambut yang diikat rapi ke belakang. Di depan cermin, Wulan melihat bayangan dirinya—sosok seorang wanita yang terlihat tenang di luar, namun memiliki badai yang bergemuruh di dalam.Saat Dimas berpamitan untuk berangkat kerja, Wulan menyelipkan senyum kecil. Dimas, seperti biasa, mengecup keningnya lembut sebelum pergi. "Jaga diri baik-baik ya, Sayang," ucap Di

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-17
  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 136: Ketegangan yang Tak Terhindarkan

    Pagi menjelang dengan sinar matahari yang hangat menyelinap masuk melalui jendela kamar Wulan. Suara kicauan burung terdengar dari kejauhan, seolah berusaha menghibur hati yang masih bergulat dengan kebingungan dan rasa tertekan. Wulan terbangun dengan perasaan sedikit lebih ringan dari malam sebelumnya, namun tetap saja ada kecemasan yang mengganjal di hatinya.Sebelum Dimas bangun, Wulan memutuskan untuk memulai harinya lebih awal. Ia turun ke dapur, menyiapkan sarapan dengan hati-hati, memastikan segala sesuatunya sempurna. Meski rutinitas ini terasa monoton, Wulan merasa bahwa ini adalah salah satu caranya untuk tetap berfungsi di tengah semua tekanan yang ia rasakan. Namun, di balik setiap gerakan tangan yang teliti, ada pemikiran yang terus berputar tentang bagaimana ia akan menghadapi hari ini.Dimas turun dengan langkah yang ringan. Wulan, seperti biasa, menyambutnya dengan senyum hangat dan piring yang penuh dengan makanan favorit suaminya. Dimas duduk di meja

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-17
  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 137: Bayang-Bayang Masa Lalu

    Pagi berikutnya, Wulan bangun dengan perasaan yang masih bergulat dengan kegelisahan. Setelah sarapan bersama Dimas dan memastikan suaminya berangkat kerja, Wulan mencoba untuk menenangkan pikirannya. Namun, semakin ia berusaha, semakin kuat rasa cemas yang menghantuinya. Bayangan tentang masalah yang sedang dihadapi Dimas di kantor terus mengganggu pikirannya.Sore harinya, Wulan memutuskan untuk berkunjung ke rumah ibunya. Ia merasa butuh berbicara dengan seseorang yang bisa memahami kegelisahannya, dan siapa lagi yang lebih tepat daripada ibunya sendiri? Meskipun Wulan tahu bahwa ia tidak bisa menceritakan semua masalah yang dihadapinya, setidaknya ia berharap bisa mendapatkan sedikit nasihat atau sekadar berbagi perasaan.Saat tiba di rumah ibunya, Wulan disambut dengan hangat. Ibunya, seorang wanita paruh baya yang bijaksana dan penuh kasih, langsung merasakan ada sesuatu yang mengganggu putrinya. Setelah mereka berbincang ringan di ruang tamu, akhirnya ibunya ber

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18
  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 138: Bayangan Kebohongan

    Matahari pagi menyelinap masuk melalui jendela kamar, memandikan ruangan dengan cahaya hangat yang lembut. Wulan terbangun dari tidurnya dengan perasaan yang masih berat. Malam sebelumnya, setelah perbincangannya dengan ibunya, Wulan merasa sedikit lebih tenang. Namun, perasaan was-was itu tetap ada, seolah bersembunyi di sudut pikirannya, menunggu saat yang tepat untuk kembali menghantuinya.Setelah memastikan Dimas sudah berangkat ke kantor, Wulan mencoba mengalihkan pikirannya dengan melakukan pekerjaan rumah tangga. Namun, tak peduli seberapa keras ia berusaha, bayangan tentang masalah yang mungkin sedang dihadapi Dimas selalu kembali. Wulan tahu, sesuatu sedang terjadi—sesuatu yang lebih besar dari yang terlihat di permukaan.Hari itu, Wulan memutuskan untuk pergi ke pasar tradisional. Biasanya, ia selalu menyukai perjalanan ke pasar, menikmati suasana riuh, aroma rempah-rempah yang kuat, dan warna-warni sayuran segar yang menggoda. Namun, kali ini, semuanya

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18
  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 139: Menelusuri Jejak Kebenaran

    Keesokan harinya, Wulan terbangun dengan perasaan yang tidak menentu. Meskipun Dimas tampak berusaha meyakinkannya bahwa semuanya baik-baik saja, Wulan merasa sulit mempercayainya. Ada sesuatu yang mengganjal, sesuatu yang membuatnya tidak bisa tenang. Wulan tahu bahwa ia harus mulai mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.Setelah Dimas berangkat ke kantor, Wulan memutuskan untuk melakukan sesuatu yang belum pernah ia lakukan sebelumnya. Ia ingin mencari tahu lebih banyak tentang aktivitas Dimas di kantor, tetapi ia tahu itu tidak bisa dilakukan secara langsung. Maka, Wulan memutuskan untuk pergi ke sebuah kafe kecil yang tidak jauh dari kantor Dimas. Dari sana, ia berharap bisa mengamati gerak-gerik suaminya, tanpa menarik perhatian.Wulan memilih tempat duduk yang strategis di sudut kafe, di mana ia bisa melihat keluar tanpa mudah terlihat oleh orang-orang di jalan. Ia memesan secangkir kopi dan mulai menunggu. Jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya, karena

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-19
  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 140: Awal dari Sebuah Rencana

    Malam itu, Wulan tidak bisa tidur dengan tenang. Pikirannya terus berputar, memikirkan apa yang sebenarnya sedang terjadi di balik semua senyuman dan kehangatan yang ditunjukkan Dimas. Di satu sisi, ia ingin percaya bahwa suaminya masih pria yang ia cintai, tetapi di sisi lain, terlalu banyak tanda-tanda mencurigakan yang membuatnya bertanya-tanya apakah ia benar-benar mengenal Dimas.Pagi harinya, Nina mengirim pesan singkat, memberitahu bahwa ia sudah menghubungi kenalannya yang bisa membantu mencari informasi tentang Rudi. Nina memang tidak pernah mengecewakan, selalu bisa diandalkan. Wulan merasa sedikit lega, meskipun belum tahu hasil dari pencarian tersebut. Namun, untuk saat ini, ia perlu melanjutkan harinya seperti biasa, tetap berperan sebagai istri yang baik dan ibu rumah tangga yang sempurna di mata semua orang.Saat Dimas sarapan di meja makan, Wulan berusaha menutupi kegelisahannya. Ia menyiapkan makanan seperti biasanya, menyajikan nasi goreng kesukaan Di

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-19

Bab terbaru

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 176: Bayang-Bayang Masa Lalu

    Keesokan harinya, setelah merayakan keberhasilan mereka, Wulan terbangun dengan perasaan segar. Namun, saat menyiapkan sarapan, bayang-bayang masa lalu kembali menghantuinya. Ia teringat pada perlakuan dingin keluarga Dimas, yang tak kunjung hilang dari ingatannya. Bagaimana mereka selalu terlihat baik di depan Dimas, sementara di belakangnya, mereka memperlakukannya dengan sinis.Saat Dimas masuk ke dapur, Wulan berusaha menyembunyikan pikirannya. “Selamat pagi! Apa kamu siap untuk hari ini?” tanya Dimas dengan semangat.“Selamat pagi. Tentu saja, aku sudah menyiapkan rencana kerja untuk minggu ini,” jawab Wulan, berusaha menunjukkan antusiasme.Setelah sarapan, mereka memutuskan untuk mengunjungi lokasi pelatihan mereka. Wulan merasakan semangat di dalam dirinya. Namun, saat mereka melangkah keluar, matanya tertangkap oleh sosok familiar yang melintas di jalan. Itu adalah Ibu Dimas, berjalan dengan angkuh, seolah tak pernah melihat mere

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 175: Langkah Menuju Impian

    Hari-hari setelah presentasi itu menjadi lebih dinamis bagi Wulan dan Dimas. Mereka berdua semakin sering berdiskusi tentang rencana masa depan usaha pelatihan yang mereka jalankan. Wulan merasa optimis, namun di sisi lain, bayang-bayang keraguan dan ketidakpastian masih menghantui pikirannya.Suatu pagi, saat mereka duduk di meja makan, Dimas terlihat lebih bersemangat dari biasanya. “Aku mendapat kabar baik! Salah satu sponsor besar ingin bertemu dengan kita,” katanya dengan senyum lebar.Wulan menatap Dimas dengan rasa ingin tahu. “Sponsor besar? Siapa mereka?”“Perusahaan alat olahraga terkenal. Mereka tertarik untuk mendukung program kita,” Dimas menjelaskan, matanya berbinar. “Ini kesempatan bagus untuk mengembangkan usaha kita lebih jauh.”Wulan merasakan jantungnya berdegup kencang. Meskipun senang dengan berita ini, ketakutan akan penolakan masih ada. “Tapi, apa mereka benar-benar tertarik pad

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 174: Menghadapi Kebenaran

    Hari-hari setelah acara presentasi itu membawa perubahan yang signifikan bagi Wulan. Keluarga Dimas, terutama ibunya, mulai menunjukkan tanda-tanda ketertarikan terhadap program pelatihan yang dijalankannya. Wulan merasa sedikit lega, tetapi di sudut hatinya, dia tahu bahwa ini baru permulaan.Dimas mendukung penuh setiap langkah Wulan. Dia sering pulang lebih awal dari kerja untuk membantu Wulan mempersiapkan sesi pelatihan berikutnya. “Aku ingin memastikan bahwa semua orang di keluarga kita melihat betapa pentingnya ini,” kata Dimas dengan semangat.Suatu malam, setelah makan malam, Wulan dan Dimas duduk di sofa, membahas langkah selanjutnya. “Sayang, bagaimana kalau kita mengadakan sesi khusus untuk keluarga? Aku ingin mereka merasakan langsung dampak dari apa yang kita lakukan,” usul Wulan.Dimas mengangguk, “Itu ide yang bagus! Mungkin kita bisa mengundang mereka ke sesi pelatihan berikutnya dan menunjukkan bagaimana peserta be

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 173: Terjebak dalam Jaringan Harapan

    Keesokan harinya, Wulan merasa bersemangat. Dia sudah merencanakan sesi pelatihan baru yang berfokus pada keterampilan kewirausahaan. Dia ingin peserta merasakan langsung bagaimana memulai usaha mereka sendiri, bahkan dari hal-hal kecil. Saat dia memasuki ruang pelatihan, senyum lebar menghiasi wajahnya.“Selamat pagi, semuanya!” sapanya ceria, dan para peserta membalas dengan antusias. Mereka duduk melingkar, penuh harapan.“Saya ingin kita berbagi ide tentang produk apa yang bisa kita jual. Kalian semua memiliki keahlian masing-masing, dan saya percaya kita bisa menemukan peluang yang tepat!” Wulan melihat semangat di wajah-wajah mereka dan merasa energinya meningkat.Mira, yang sudah mulai menjual kue, mengangkat tangan. “Saya bisa membantu mengajarkan cara membuat kue yang enak dan mudah!” Wulan tersenyum bangga. “Itu ide yang luar biasa, Mira! Siapa lagi yang punya ide?”Satu per satu, peserta mulai ber

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 172: Ujian Pertama

    Hari-hari berlalu dengan cepat, dan program pelatihan yang Wulan jalankan semakin menarik perhatian. Para peserta tidak hanya datang untuk belajar, tetapi juga membawa harapan baru ke dalam hidup mereka. Wulan merasa semakin terhubung dengan mereka, berbagi tawa dan cerita, namun di balik kebahagiaan itu, keraguan dari keluarga Dimas tetap menghantuinya.Suatu pagi, Wulan menerima telepon dari Dimas. “Sayang, aku mau mengajakmu makan siang bersama keluargaku. Mereka ingin berbicara tentang program yang kau jalankan.”Wulan merasakan jantungnya berdegup kencang. Dia tahu ini adalah kesempatan untuk menunjukkan hasil kerjanya, tetapi bayangan skeptisisme keluarga Dimas membuatnya cemas. “Baiklah, aku akan siap-siap,” jawabnya, berusaha terdengar tenang.Saat tiba di rumah Dimas, Wulan disambut dengan senyuman hangat, tetapi dia merasakan ketegangan di udara. Keluarga Dimas sudah berkumpul di meja makan. Dimas mengisyaratkan Wulan untuk dudu

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 171: Langkah Awal yang Menjanjikan

    Dengan semangat baru, Wulan mulai mengatur program pelatihan dengan lebih serius. Setiap hari, ia menghabiskan waktu untuk merancang materi pelajaran dan mencari narasumber yang berpengalaman. Dalam benaknya, ia membayangkan para peserta akan merasakan perubahan positif dalam hidup mereka setelah mengikuti pelatihan ini.Pagi itu, Wulan menerima telepon dari seorang pakar pelatihan keterampilan yang bersedia membantu. Ia segera menjadwalkan pertemuan untuk mendiskusikan detail lebih lanjut. Setelah panggilan berakhir, Wulan merasa berenergi. Ini adalah langkah yang tepat untuk mewujudkan cita-citanya.Ketika bertemu dengan peserta pertama program, suasana terasa hangat. Wulan melihat wajah-wajah penuh harapan. Mereka adalah ibu-ibu dari berbagai latar belakang, masing-masing membawa cerita dan impian. Dalam pertemuan itu, Wulan memperkenalkan diri dan menjelaskan visi program.“Saya percaya bahwa setiap dari kita memiliki potensi yang bisa dikembangkan,&rd

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 170: Pertemuan yang Menentukan

    Hari pertemuan dengan keluarga Dimas tiba. Wulan merasakan campur aduk antara cemas dan bersemangat. Ia mengenakan gaun sederhana namun elegan, berharap penampilannya dapat menunjukkan keseriusannya. Dimas berdiri di sampingnya, wajahnya menunjukkan dukungan dan kekhawatiran yang sama.Mereka tiba di rumah keluarga Dimas yang megah, dikelilingi oleh taman yang indah. Suasana terasa menegangkan. Wulan menghela napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. Dimas memegang tangannya erat, memberi dorongan.“Ini adalah kesempatan kita untuk menjelaskan semuanya,” kata Dimas, mengangkat dagu Wulan sedikit agar mereka bisa saling menatap. “Kau tidak sendirian.”Ketika mereka memasuki ruang tamu, Wulan merasakan tatapan tajam dari anggota keluarga Dimas. Ibu mertuanya, Bu Sari, duduk dengan sikap angkuh, sementara kakak Dimas, Rina, memperhatikan dengan skeptis. Wulan berusaha untuk tidak merasa terintimidasi. Ia tahu bahwa ini adalah waktunya un

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 169: Menyusun Rencana

    Hari-hari setelah pertemuan itu terasa penuh tantangan bagi Wulan. Ia kembali ke rutinitas harian sebagai ibu rumah tangga, tetapi pikirannya selalu terbayang pada pertemuan yang baru saja dilalui. Meskipun Dimas terus menunjukkan dukungannya, Wulan merasa beban yang berat di pundaknya. Ia tahu bahwa ia harus melakukan sesuatu untuk memperbaiki keadaan dan membuktikan nilainya.Dalam hati, Wulan mulai menyusun rencana. Ia ingin membuktikan kepada keluarga Dimas bahwa ia bukan sekadar istri yang diabaikan. Ia ingin menunjukkan bahwa ia memiliki kemampuan dan semangat untuk berkontribusi, baik untuk keluarga maupun komunitas. Namun, ia juga tahu bahwa untuk mencapai tujuan itu, ia harus memanfaatkan keahlian yang selama ini ia sembunyikan — sebagai pemilik Solus Group.Suatu malam, saat Dimas tertidur, Wulan duduk di meja kerjanya dengan laptop di depan. Cahaya lembut dari layar menerangi ruangan, memberikan suasana yang menenangkan. Ia membuka dokumen-dokumen peru

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 168: Rencana yang Bersemi

    Hari-hari berlalu dengan cepat, dan suasana di rumah Wulan semakin hangat. Keterlibatan Dimas dalam proyek sosialnya tidak hanya meningkatkan hubungan mereka, tetapi juga memberikan dampak positif bagi komunitas. Wulan merasa bahagia melihat suaminya kembali ke sosok yang ia kenal — penuh semangat dan antusiasme.Satu sore, setelah menghabiskan waktu di kantor, Dimas kembali dengan berita yang menggetarkan hati. “Aku sudah menghubungi beberapa artis untuk acara amal kita,” ujarnya, wajahnya bersinar penuh semangat.“Benarkah? Siapa saja yang akan tampil?” tanya Wulan, matanya berbinar-binar.Dimas menyebutkan beberapa nama, termasuk penyanyi dan kelompok musik lokal yang terkenal. Wulan merasa bersemangat. “Ini luar biasa! Kita bisa mengundang lebih banyak orang dan meningkatkan kesadaran tentang proyek kita.”Mereka mulai merencanakan semua detail acara, dari pemilihan tempat hingga strategi promosi. Setiap detil

DMCA.com Protection Status