"Kadang saya bingung harus bagaimana bersikap, Ma. Supaya Vanya mau menerima kehadiran saya.""Puspa, nggak usah pikirin itu. Nggak ada yang kurang dari caramu bersikap pada anak-anak. Fokus saja pada kehamilanmu, ya."Percakapan mertua dan menantu terhenti saat mereka melihat Bram datang naik motor dan berhenti di teras rumah. Wajahnya terlihat tegang."Ada apa, Bram?" tanya Bu Dewi."Pak Dul bilang, Vanya tidak ada di sekolah, Ma.""Loh, lha ke mana dia?" Bu Dewi kaget, begitu juga dengan Puspa. Degup jantung wanita hamil itu berdetak hebat. Hingga merasakan nyeri di perutnya."Saya akan menyusulnya ke rumah Santi, Ma.""Aku ikut, Mas," kata Puspa."Kamu di rumah saja.""Mama saja yang ikut, Bram.""Tidak usah, Ma. Biar saya selesaikan sendiri. Saya tidak ingin Mama sakit lagi.""Mama sudah nggak apa-apa."Bram kemudian masuk ke rumah untuk mengambil kunci. Melihat Bram seperti itu, Bu Dewi tidak tega membiarkan putranya pergi sendirian. Baginya Bram adalah pria yang sangat sabar.
Read more