Semua Bab Pria Cacat Itu, Suamiku : Bab 41 - Bab 50

51 Bab

Bab 41. Butik Calia Dengan Pemuda Sembrono

“Ya ampun, satu aja. Kan Ibu sudah ada dua di rumah.“Oh gitu ya?”“ Ya iya, jadi beli ini satu aja, terus beli yang lainnya lagi. Biar dapat banyak macam.’Azura tertawa. Tetap saja, jiwa irit Ibu mertuanya muncul kembali.Sampai hampir setengah harian, dua orang ini berkeliling mall. Sampai Bu Umah mengeluh kakinya pegal.“Kalau begitu kita pulang, Bu. Ini juga sudah sangat banyak.”Bu Umah jadi tersenyum malu, melirik dua tangannya yang penuh dengan kantong belanjaan.Dua orang itu telah mencangking lebih dari 10 kantong belanjaan di kedua tangannya sampai mereka kesusahan untuk berjalan menuju mobil.Azura kemudian membuka bagasi mobil, menaruh semua belanjaan dengan senyum lebar. Namun ketika Azura membuka pintu mobil dan mempersilahkan ibu mertuanya untuk masuk, dia melihat seseorang di ujung sana yang baru turun dari mobil. Wanita yang terlihat seperti sedang hamil muda dengan wajah yang kusut.Ketika Azura meneliti, dia terkejut.“Alya?”Alya menoleh dan sedikit tercengang mel
Baca selengkapnya

Bab 42. Apa dia seceroboh itu?

Calia memijat pelipisnya, merasa ragu kalau kehadiran Arwan di ruangannya akan merusak mood makan siangnya. Tapi, setelah berpikir ulang dengan bijak, Calia mengangguk pelan.Arwan langsung terlihat bahagia dan duduk di sofa, sementara Calia tetap di meja kerjanya.Arwan membuka bekal, memakan dengan lahap makan siangnya. Calia pun mulai makan, tapi dia mencuri pandang pada pemuda yang sedang menunduk itu.Dia tampan dan imut sebenarnya, tapi kenapa sikapnya sedikit aneh, dan,Ada hal yang menarik perhatian Calia, dia mengamati dengan serius wajah Arwan .‘Kok, dia seperti pucat ya? Apa dia kelelahan menjaga ibunya?’Calia merasa bersalah karena sudah marah-marah tadi.Pada saat ini , Arwan mendongak dan menoleh ke arahnya. Calia tentu gelagapan karena kepergok sedang mencuri pandang. Calia cepat-cepat menoleh ke arah lain, dan pura-pura sedang memperhatikan keluar pintu.Tapi sepertinya, Arwan masih memperhatikannya. Dengan mengunyah dia masih terus sambil menatap Calia, membuat Gadi
Baca selengkapnya

Bab 43. Aku ingin ikut ke rumahmu

Calia tersenyum tipis, “Aku tidak akan memecatmu atau memotong gajimu. Aku hanya ingin kamu lebih baik lagi. Jangan ceroboh, bukannya apa, tidak enak sama teman-teman yang lain. Nanti disangka aku tidak tegas dalam mengatur karyawanku.”Kali ini Arwan mengangguk, lalu pamit untuk pulang, semua temannya juga sudah pulang sejak tadi.“Tunggu, aku ingin ikut ke rumah.” Calia memanggil saat Arwan melangkah.Arwan langsung berbalik badan dengan wajah yang cukup ceria.“Bener mbak?”Calia mengangguk. Arwan terlihat sangat antusias. Segera menutup dan mengunci butik karena hari ini adalah akhir bulan, sudah seperti biasa Calia akan menutup butik lebih awal.Calia berjalan mendahului Arwan ke mobil.“Aduh, ban mobilnya kempes. Bagaimana ini?” Calia tercengang saat melihat ban mobilnya rupanya bocor.“Kalau tidak keberatan, naik motorku saja mbak?” Usul Arwan.Calia menoleh, dia berpikir sejenak.“Oke, tidak masalah.” Dia nanti bisa menelepon papanya dan meminta tolong.Calia naik di belakang
Baca selengkapnya

Bab 44. Mbak, boleh tidak aku jadi pacarmu.

“Ah, kalau begitu maafkan anak ibu ya nak Calia. Maafkan Arwan. Mungkin, mungkin dia itu, dia, dia memang ceroboh dari kecil. Ceroboh itu sudah kebiasaannya. Maafkan ya nak, maafkan.” Bu Lina berulang kali meminta maaf untuk Arwan.“Ibu sudah, tidak apa-apa kok. Aku juga mengerti kok. Mungkin Arwan hanya belum terbiasa saja bekerja.” Jawab Calia.“Siapa bilang, dia sudah sering bekerja di mana-mana. Dia juga sering dipecat di mana-mana. Setiap bekerja, mungkin hanya satu dua hari dia akan langsung dipecat. Sebab itu Ibu menyarankan dia untuk bekerja di tempat Nak Calia. Ibu berharap Nak Calia bisa mengerti keadaannya dan bisa menerima Arwan yang memang seperti itu anaknya. Tapi kalau misalnya anak Calia sudah benar-benar keberatan, tidak apa-apa jika Nak Calia mau memecatnya. Lagi pula Ibu memang sudah menyuruhnya untuk berhenti bekerja, tapi Arwan yang terus ngotot untuk bekerja.”Calia sedikit bingung dengan ucapan bu Lina, pada waktu itu Arwan datang melamar pekerjaan ditemani oleh
Baca selengkapnya

Bab 45. Masa Iya, Mau Pacaran dengan Brondong?

Calia tersentak dengan ucapan Arwan, dia langsung menarik tangannya, “Ngomong apa kamu sih? Aneh-aneh saja!”“Tapi Mbak, aku ingin jadi pacarnya Mbak Calia. Boleh ya? Paling juga tidak lama ini.”Calia tersenyum getir , “Kamu itu jangan kurang ajar ya. Aku itu menghargai kamu karena kamu itu adalah adik dari teman baikku. Tapi bukan berarti kamu boleh tidak sopan padaku!” Calia jadi kesal dan bersuara agak tinggi.Arwan menunduk, “Maaf Mbak. ,Kalau aku dia anggap lancang. Aku hanya ingin mengungkapkan perasaanku saja.”Calia terlihat tertegun,dia mengatur emosinya dan bertanya, “Memang selama ini kamu suka padaku?”Arwan mengangguk, itu membuat Calia kembali tercengang. “Jadi beneran kamu suka padaku? Sejak kapan?” Azura kembali bertanya dan lagi-lagi Arwan mengangguk.“Aku sudah menyukai Mbak Calia sejak dulu. Sejak pertama kali Mbak Calia datang ke rumah bersama mbak Resti dulu. Aku tahu ini kurang ajar dan tidak sopan. Tapi aku tidak punya banyak waktu jika harus memendam perasaa
Baca selengkapnya

Bab 46. Melihat Mereka Bertengkar

Setelah itu Calia mematikan ponselnya dan memejamkan matanya.Pagi hari dia terbangun, dan seperti biasa dia kembali menjalani rutinitasnya. Berangkat ke butik dengan membawa mobilnya yang sudah siap dan sudah diganti ban oleh sopir papanya.Sampai di butik Calia membuka butik dan mempersilahkan karyawannya yang sudah mulai datang. Dia naik ke lantai atas dan ke tempat ruang kerjanya. Kembali meneliti berkas barang yang masuk dan keluar.Dia menoleh ke arah jam, sudah hampir jam 10.00 tapi Arwan belum juga datang. Dia mengeluarkan ponsel, menghidupkan ponsel dan memeriksa. Tidak ada panggilan atau pesan chat dari Arwan. Perasaannya jadi tidak nyaman, dia kemudian menekan kontak Arman. Nomor yang ditujunya sedang tidak aktif. Calia merasa resah karena sampai sore hari, Arwan rupanya tidak masuk bekerja. Tidak biasanya seperti ini, meskipun tidak masuk bekerja, Arwan akan mengabarinya.Apa dia marah karena penolakannya semalam ? Entah kenapa Calia jadi merasa bersalah. Padahal jelas-jel
Baca selengkapnya

Bab 47. Kenapa Badanmu Dingin Sekali?

Calia mengalihkan pikiran, dia ingin fokus kembali pada pekerjaannya. Kembali memeriksa barang yang masuk dan keluar.Butiknya beberapa bulan yang lalu memang begitu ramai hingga dia harus menambah karyawan. Arwan adalah satu-satunya karyawan pria yang ada disini. Seharusnya dia dapat diandalkan, tetapi karena Arwan begitu ceroboh terkadang Sonia yang menjadi tangan kanan Calia kurang menyukai Arwan dan lebih mengandalkan dirinya sendiri untuk melakukan pekerjaan.Ketika jam telah menunjukkan pukul 09, tiba-tiba pintu diketuk seseorang.“Masuk!” seru Calia . Dia mengira jika itu adalah Sonia, tapi dia tercengang ketika yang membuka pintu dan melangkah masuk adalah Arwan.“Maaf, Mbak Calia. Aku terlambat lagi.” ujar pemuda itu sambil menunduk.Calia mengangguk samar, “Kupikir kamu akan berhenti bekerja.” Jawab Calia sedikit ketus sambil kembali lagi menatap berkas.“Apa mbak Calia akan memecatku?” Arwan malah bertanya demikian.Calia mendongak, dia sempat kesal kembali. Sepertinya Arwa
Baca selengkapnya

Bab 48. Boleh aku memelukmu, Mbak? Sebentar saja.

“Tidak Mbak. Tidak usah, biarkan saja. Sebentar lagi juga sembuh kok. Aku bisa minum obat saja.”Arwan kemudian kembali duduk di bangku, dengan tangannya yang masih sangat gemetaran dia merogoh sesuatu dari saku celananya dan mengeluarkan botol obat.“Kamu bawa obat? Kamu mau minum obat ya?” Tanya Calia.Arwan hanya mengangguk dia masih menggenggam erat botol obat di tangannya yang begitu gemetaran. Calia semakin cemas melihat itu. “Tunggu sebentar ya, aku ambilkan air dulu .” tanpa basa-basi lagi Calia berlari keluar untuk mencari air mineral.Tidak sampai satu menit dia sudah kembali dengan membawa botol minum. Dia kemudian membantu Arwan untuk meminum obat itu. Beberapa saat kemudian gemetaran di tubuh Arwan mulai berkurang.Calia merasa sedikit lega. “Arwan, sebenarnya kamu sakit apa? Kok sampai seperti ini?”“Tidak Mbak. Tidak apa-apa. Ini hanya penyakit bawaan dari kecil saja kok. Bukan sakit apa-apa.”Setelah merasa cukup beristirahat, Arwan kemudian berdiri dan mengangkat sebu
Baca selengkapnya

Bab 49. Arwan Pamit

Arwan pamit ___Sebenarnya Calia tercengang, dia ingin marah tapi entah kenapa hatinya begitu tersentuh dengan ucapan Arwan. Calia mengangguk pelan.Arwan belum bergerak juga, entah dia ragu atau takut. Padahal dia sendiri tadi yang mengatakan jika ingin memeluk Calia. Hingga akhirnya Calia melangkah dan mendekatinya.“Arwan. Aku mau minta maaf padamu jika selama ini aku sudah sering kasar dan memarahimu. Aku tidak berharap kamu berhenti dari sini, tetaplah bekerja di siniJika kamu tidak bekerja, lalu siapa yang akan mencari uang untuk berobat ibu? Tolong pikirkan itu kembali.” Calia kali ini berkata dengan lembut.“Aku tahu, aku tahu tidak ada akan yang mencari uang untuk ibu lagi. Ibu hanya memiliki aku saja sekarang ini. Tapi aku benar-benar tidak bisa, Mbak. Jika aku bisa meminta, pasti aku akan meminta lebih. Jika aku bisa memilih aku pasti sudah memilih. Tapi,” Arwan menghentikan kalimatnya padahal Calia sudah sangat menunggu.Arwan tiba-tiba memeluk Calia . Memeluk dengan beg
Baca selengkapnya

Bab 50. Yang sakit ternyata Arwan.

Ibu itu menyerngitkan keningnya. “Mbak ini siapanya Arwan dan Bu Lina ya?” Ibu itu malah balik bertanya.“Aku ini atasan tempat Arwan bekerja Bu, sekaligus aku ini adalah teman baiknya kakaknya Arwan, Resti Bu. Ibu tolong beritahu aku, sebenarnya bu Lina sakit apa atau yang sakit itu siapa?”“Tidak tahu juga Mbak. Tapi kalau mbak ingin tahu, sebaiknya Mbak menyusul saja ke rumah sakit Saya tahu kok alamat rumah sakitnya.” ucap ibu itu.Kedua mata Calia langsung berbinar. “Kalau begitu, beritahu aku alamatnya, Bu.”Ibu itu mengangguk.Setelah mendapatkan alamat dari ibu itu, Calia langsung kembali ke mobilnya. Dia tancap gas dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit yang disebut oleh ibu tadi. Pikirannya sungguh tidak tenang dan banyak pertanyaan.Sampai di rumah sakit itu, Calia memarkirkan mobilnya dan turun. Dia berjalan masuk ke dalam rumah sakit itu dengan terburu-buru.Dia kemudian ke bagian resepsionis dan bertanya, “Maaf,Sus. Apa ada pasien yang bernama Bu Lina yang sedang dir
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status