Arwan sekarang terdiam, matanya berkaca-kaca. Sampai tangan Calia terulur untuk menyeka air mata yang belum sempat jatuh ke pipinya itu.“Aku ingin menemanimu dalam segala keadaan.”“Untuk apa? Aku hanya akan mati sebentar lagi. Aku tidak ingin meninggalkan kamu dalam kesedihan. Jadi sekarang, mbak Calia pergilah. Pulang saja. Ini sudah malam. Mbak Calia sudah melihatku, kan?”Calia kembali menangis, dia kembali memeluk Arwan.“Percaya padaku, kamu akan sembuh. Tolong beri aku kesempatan untuk menemanimu. Kamu akan sembuh Arwan. Jangan mengusirku!”“Kamu hanya kasihan padaku, untuk apa?”Calia menggeleng, “Bukan, aku memang menyukaimu. Aku sayang sama kamu!” Calia belum melepaskan pelukan.“Kamu mau kan, Arwan?”Sesaat, tidak ada jawaban apapun dari Arwan, sampai akhirnya ada pergerakan kepala Arwan.Dia mengangguk pelan, “Baiklah. Tapi, janji jangan bersedih jika sewaktu-waktu aku akan pergi meninggalkan kamu.”“Kamu tidak akan pergi kemana-mana. Kita akan bersama, kita akan menikah.
Read more