All Chapters of I Love You, Pak! Tapi Aku Takut...: Chapter 11 - Chapter 20

21 Chapters

Chapter 11 - Serigala Berbulu Domba

"Bu An?""Ya?"Ragu-ragu, Ayu duduk di depan atasannya itu. "Ibu tidak apa-apa? Sudah beberapa hari ini ibu kelihatan tidak sehat. Tidak mau cuti saja, bu?"Memaksakan senyuman di wajahnya yang pucat, Ema menggeleng."Saya baik-baik saja, Yu. Hanya kurang tidur dan minum vitamin. Itu saja.""Tapi-"Deringan telepon di meja Ema membuat wanita itu sigap mengangkatnya."Halo?"Perkataan seseorang di seberang, membuat wajah pucat Ema semakin memutih."Baik. Saya akan segera ke sana."Menutup telepon, sedikit panik wanita itu menoleh pada bawahannya."Ayu. Segera print kebutuhan MPP bagian Marketing dan pemenuhannya selama 6 bulan ini. Sekarang!"Tidak sampai 10 menit, wanita itu telah berdiri di depan salah satu ruangan meeting dan mengetuk pintunya."Masuk."Suara serak yang teredam itu membuat Ema memejamkan matanya sebentar. Kejadian itu sudah bebera
Read more

Chapter 12 - Tidak Ada yang Ingin Sendirian

Dua orang yang tersisa dalam ruangan meeting itu masih tampak mematung.Merasa bersalah, Adit mendekati Ema. "An. Maafkan aku. Tapi tadi-"Tidak mau menatap pria itu, Ema duduk di salah satu kursi yang sedikit jauh. Wanita itu mengeluarkan tab yang tadi dibawanya dari ruangannya."Lebih baik kita langsung ke pokok masalahnya. Bisa Anda jelaskan lagi rencana kerja Anda tahun ini?""Andie... Aku-"Penuh kemarahan, Ema menggebrak meja di depannya sangat kencang. Membuat Adit terlonjak.Wanita itu menatap pria di depannya penuh permusuhan. Mulutnya terkatup rapat."Saya tidak mau mendengar pemintaan maaf Anda! Saya juga tidak punya waktu mengelus ego Anda yang terluka, pak Aditya! Saya dibayar untuk bekerja dan sebaiknya, Anda juga fokus saja di situ!"Mencoba menata emosinya kembali, Ema konsentrasi pada tab yang masih di tangannya."Sekarang, saya ingin mendengar lagi rencana kerja Anda tadi. Silahkan pak
Read more

Chapter 13 - Si Tukang Tidur

= Rumah keluarga besar Tjakradinigrat. Beberapa hari kemudian. Hari Sabtu =Sambutan untuk pria yang baru datang itu hangat dan menyenangkan. Setidaknya, pelukan dari beberapa orang di sana benar-benar tulus padanya.Seorang wanita berusia hampir 90-an menghampiri tamunya yang baru datang. Tubuhnya yang ditopang tongkat sudah renta, tapi wajahnya masih terlihat cantik. Tampak ia menjaga kesehatan dan penampilannya."Ilyas! Kamu akhirnya datang juga!"Mencium pipi yang keriput itu, Ilyas memberikan kotak kado kecil yang terbungkus indah."Selamat ulang tahun, Oma."Bukannya menerima kado itu, mata tua yang sudah rabun itu malah antusias mencari ke belakang cucunya."Mana dia? Kamu bawa dia, kan?'Tersenyum kecut, pria itu mer*mas lembut lengan nenek-nya."Maaf, Oma. Dia tiba-tiba sakit. Aku tidak bisa membawanya ke sini."Menepuk kencang tangan Ilyas, mata tua itu melotot ke arahnya."S
Read more

Chapter 14 - Undangan Alumni

= Kantor TJ Corp. Ruangan Stanley = "Presentasi-mu cukup bagus tadi. Sudah ada kemajuan." Sinar kegembiraan tampak di wajah Adit, tapi binar itu tidak berlangsung lama karena perkataan berikutnya. "Tapi tidak cukup bagus untuk saya. Atau pun Ilyas." Salah satu tangan Stanley mengetuk-ngetuk pemberat kertasnya. Pria itu memandang bawahannya tajam. "Sudah berapa lama kau join, Dit?" Menelan ludah, Adit menjawab gugup, "Hampir 3 bulan, pak." "Selama 3 bulan ini, apa pencapaianmu?" Pertanyaan itu membuat Adit terdiam. Matanya nanar memandang ke tangannya sendiri. Dengusan terdengar dari mulut Stanley. Raut wajah pria yang biasanya ramah itu menggelap. "Saya masih memaklumi kegagalanmu menyampaikan materi di awal kau baru join. Saya juga cukup maklum waktu kau bilang kekurangan SDM dan memojokkan bawahan Herman. Tapi sekarang?"
Read more

Chapter 15 - Serudukan Sang Gentleman

"Kamu mau minum apa?""Hm. Yang itu."Baru saja Ema akan mengeluarkan dompetnya, tangannya ditepis pria di sampingnya."Hari ini aku yang traktir.""Tapi bapak sudah membayar beberapa kali pak. Terakhir nonton, bapak juga beli yang paling mahal-""Kalau gitu, kapan-kapan kamu undang saja lagi aku ke rumahmu. Masakin aku makanan yang enak."Wanita itu tampak berfikir sebentar. "Saya akan traktir bapak di restoran baru-""Aku sudah sering makan di restoran, Em. Aku mau makan masakan rumahan. Di rumahmu."Nafas Ema terdengar menderu. Wanita itu jengkel sekali."Pak... Tidak pantas pria dan wanita berduaan di dalam kamar. Apalagi, bapak ini atasan saya.""Memangnya kamu naksir aku, Em?"Pertanyaan itu membuat Ema menatap Ilyas beberapa saat. "Tidak. Tapi seperti saya bilang dulu-""Tidak akan terjadi apapun di antara kita selama kamu tidak ingin, Em. Aku janji padamu."En
Read more

Chapter 16 - Tali Penyelamat Ema

"Andie! Kamu datang juga!"Sambutan yang meriah diberikan ketiga teman Ema yang sedang berada di ruang tamu. Empat orang itu saling berpelukan sebentar dengan penuh haru. Menarik tangan Ema untuk duduk, mata Tika masih sedikit berkaca-kaca."Apa kabarmu, An? Aku rindu sekali! Sudah lama aku ingin kita semua ketemuan lagi."Kedua lengan Cia juga memeluk bahu Ema. "Aku juga, An. Aku rindu."Ema tertawa. Hatinya sedikit bahagia saat tahu bahwa masih ada yang merindukannya."Aku juga rindu kalian semua. Oh ya, De. Ini untuk dede bayi. Selamat ya."Menerima kado itu, Ade mengedipkan matanya."Tadi kamu dianter siapa, An? Suami-mu?"Kepala Ema menggeleng, dan ia tersenyum. Sangat sudah menduga pertanyaan itu."Cuman temen. Kebetulan dia ada keperluan di daerah sini.""Temen apa temen, An?""Apa temen tapi mesra?"Ketiga wanita itu berteriak kegirangan. Mereka ber-empat mas
Read more

Chapter 17 - 'Menembak' Tepat di Hati

Beberapa kali Ilyas melirik sebelahnya, tapi pandangan wanita itu mengarah ke jendela. Tidak tahu akan bagaimana reaksi Ema, pria itu memutuskan melemparkan pancingan."Maaf aku jemput kamu tadi. Soalnya kalian seperti sedang bertengkar di sana."Perkataan itu berhasil membuat Ema berpaling dan menatapnya. Wanita itu tampak tersenyum."Tidak pak. Saya justru berterima kasih bapak datang jemput saya tadi."Lega dengan reaksi wanita itu, Ilyas sedikit memelankan mobilnya."Kamu mau pulang sekarang?"Raut Ema terlihat cerah. Sama sekali tidak ada jejak keruh seperti yang dilihatnya sebelumnya."Ke supermarket pak. Saya kan sudah janji mau masak buat bapak.""Kamu yakin, Em? Aku ga apa-apa kalau kamu mau langsung pulang."Tampak wanita itu mengeluarkan kertas dengan tulisan cakar ayam di tangannya."Saya sudah me-list bahannya. Kecuali bapak sudah ada acara lain hari ini."Menata
Read more

Chapter 18 - Kejadian Lagi

Suara ketukan pelan di meja membuat kepala yang tadinya sedang menunduk itu, akhirnya mendongak. "Selamat sore, An.""Selamat sore, pak Aditya."Menatap Ema, Adit menelisik raut wajah dan mata wanita itu. Dulu, ia sering melihat sinar mata Ema yang berbinar saat memandangnya. Pipinya sedikit bersemu tiap kali ia tersenyum dan menunjukkan lesungnya. Tapi yang ada di hadapannya sekarang, adalah sosok wanita karir yang memandangnya datar dengan sorot mata yang jelas menyiratkan bahwa tidak ada hubungan apapun antara mereka, selain sebagai rekan kerja.Kepala Adit sedikit menunduk tapi pria itu tersenyum."Terima kasih sudah men-support-ku tadi, An. Kamu memberikan masukan yang sangat membantu."Wanita itu mengangguk singkat dan tampak menutup laptop-nya. Senyumnya sopan."Tidak masalah pak. Kebetulan saya juga diberi tanggungjawab oleh pak Herman untuk mengatur komisi bagi para tim sales dan marketing. Budget pen
Read more

Chapter 19 - Arti Berkencan

Ciuman Ilyas terasa bertubi-tubi di wajah dan segera turun ke leher wanita mungil itu. Ema cukup kewalahan dengan perilaku pria itu yang cukup liar saat mereka hanya berdua.Kaki belakangnya menendang tembok, saat Ilyas mendorongnya ke belakang. Pria itu masih menciuminya."P- Pak!"Wanita itu terengah ketika lelaki itu menggigiti lehernya yang jenjang dan memberi ciuman panas di sana. Kancing kemejanya hampir terbuka separuh, dan ia sudah terbuai dengan belaian pria yang memeluknya.Pikiran sehatnya hampir melayang dan tiba-tiba tersadar, saat telapakan pria itu yang sangat panas terasa mengelus dan mer*mas d*danya cukup kuat. Jari-jari lelaki itu mulai menarik kain pelindung itu ke bawah.Membuka matanya, segera saja tangan Ema mencengkeram pergelangan Ilyas. "Pak!"Deruan nafas pria itu terdengar sangat kasar di telinga wanita itu. Bibir lelaki itu masih berada di lehernya."Please, Em... Sedikit saja..."Sua
Read more

Chapter 20 - Yang Dia Pilih

= Keesokan harinya. Bioskop A. Jam 07.00 malam ="Pak? Pak Ilyas?"Gerakan di lengannya membuat Ilyas menoleh. Tampak Ema sedang memandanginya khawatir."Pak? Bapak ga apa-apa? Yakin mau tetap nonton malam ini?"Suara wanita itu sangat lembut dan terdengar tulus. Ada sesuatu dalam suara Ema yang membuat Ilyas sedikit tertusuk di hatinya. Ia merasa bersalah. "Aku baik-baik saja. Kamu juga sudah beli tiket kan? Ayo kita masuk." Pria itu berusaha tersenyum.Kakinya baru melangkah saat lengannya kembali ditarik pelan."Bapak yakin? Kita bisa langsung pulang saja pak. Tiket ini juga masih bisa saya kembalikan."Kedua mata Ilyas memandang wajah wanita itu dan bibirnya tersenyum lebih lebar. Ia menoel dagu Ema."Aku ga mau pulang, Ema. Lagian, kamu juga tahu kita punya jadwal tetap kan?"Pria itu menggandeng tangan Ema tapi kemudian melepasnya saat mereka sudah masuk studio. Keduanya duduk
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status