“Hai, sayang. Lihat aku datang dengan siapa?”“Hallo sayang, boleh mama bemalam di sini?” ucap wanita paro baya yang ada di belakang suamiku, setelah Mas Mirza meminggirkan badannya.Kenapa Mas Mirza bisa bersama mama? Padahal, jelas-jelas tadi dia bersama Hana sedang melangsungkan perikahan. Kenapa bisa begini, ada apa sebenarnya?“Ma—ma, iya, Mah, silahkan masuk!” gugupku sembari memiringkan badan. “Ayo, mah, aku antar ke kamar tamu!” sambungku sembari membawakan koper dan tas kecilnya.“Tunggu, tapi malam ini mama tidur sama Kiana boleh, kan? Mama kangen banget sama dia!” ucap mama.Jujur, dalam hati aku benar-benar khawatir Kiana bersama mama sekarang, walau rasanya tak mungkin seorang nenek mencelakai cucunya. Tapi, kemungkinan itu melebur saat tahu niat mama dan suamiku yang nekat demi warisan.“Hemm, tapi… tempat tidur Kiana cukup kecil. Jadi, kayaknya mama nggak muat tidur di sana!” Alibiku agar mama mengurungkan niatnya.“Oh, gitu ya. Tapi nggak apa-apa mama tetep mau temuin
Read more