“Dasar Pengkhianat mereka!” gumamku kesal.Pemandangan menyakitkan harus aku temui. Mas Mirza yang masih berstatus suamiku, mendadak datang menghampiri Hana yang dari tadi kebingungan mencari seseorang.Tak lama, suamiku mengecup pipi kanan dan kiri serta kening Hana. Lalu, menaburkan kemesraan dilayak umum. Mereka masuk ke sebuah pusat perbelanjaan tak jauh dari taman kota. Aku dan Yasha membuntutinya diam-diam.Mas Mirza merangkul Hana mesra. Perempuan yang memakai dress selutut itu bersandar manja sambil melingkarkan tangannya ke belakang pinggang suamiku. Mereka bak pasangan yang sedang kasmaran. Selama menjadi istrinya, aku saja tak pernah dirangkul sedekat itu. Hati Mas Mirza benar-benar sudah dibutakan oleh Hana.Beberapa kali Yasha memberi kode padaku agar tak perlu mengikuti mereka. Namun, aku menolak. Hatiku yang panas dan menggebu-gebu semakin penasaran apa yang akan mereka lakukan.Kemudian, Mas Mirza masuk pada sebuah toko perhiasan yang cukup ternama di kota ini.Produ
“Kabarnya, pempelai wanitanya istri kedua loh!” ujar seorang wanita muda di sampingku begibah dengan wanita muda lainnya. Sang pengantin wanita berdiri dari kejauhan, wajahnya masih ditutupi kain jaring, sehingga samar untuk di kenal. Sementara pengantin laki-laki, masih di dalam.“Oh, gitu, kok mau, ya?”“Ya, maulah, pengantin prianya itu kan tajir melintir banget, nggak abisa warisan tujuh turunan juga!”“Hahah. Ya nggak gitu juga kali…!”Telingaku menangkap obrolan mereka. Makin panas saja hati ini, mendengar semua itu.Nggak bisa! Kalau rumah tangga aku hancur, seenggaknya mereka pun harus gagal menikah! Aku akan rusak acara ini! Mereka gak boleh bahagia di atas penderitaanku. Sisi jahatku tiba-tiba muncul. Rasa sakit yang terlalu dalam sudah menutup mata batin ini. Dengan emosi yang membara, aku melepas masker di wajahku. begitu juga topiku. Lalu berjalan cepat menuju mempelai wanita tersebut. Ingin sekali aku merobek wajah Hana hingga hancur dan rusak seperti ia menghancurka
“Nggak usah bohong lagi, Mas! Aku tahu selama ini kamu bukan cuma ketemu teman-teman kamu sampai pulang larut begini. Tapi ada wanita yang kamu temuin, kan?!” Aku meradang, saat Mas Mirza baru pulang dipukul satu pagi. Beberapa minggu terakhir ini ia sering sekali keluyuran, dengan alasan bertemu teman-teman lamanya. Awalnya aku percaya, dan membiarkan saja. Tapi ternyata, dugaanku itu salah. Aku mendengar kabar, kalau dia bukan bertemu dengan teman-temannya, melainkan seorang wanita, yaitu Hana, istri dari sahabatnya sendiri.“Apa maksud kamu? Aku nggak bohong, kok!” sangkal Mas Mirza sambil melonggarkan kemejanya.Tuduhanku seakan menyesakkan dada dia. Lalu, Mas Mirza bangkit dari duduk dan aku mengikutinya.“Kamu ketemu sama Hana, kan?!” tanyaku dengan suara bergetar dan sorot mata tajam. Akhirnya nama yang awalnya aku sembunyikan keluar juga dari mulut. Ia melirik. “Memang kenapa kalau aku ketemu sama dia? Dia kan, istrinya Yasha, sahabatku. Kami juga berteman, kan? Ada yang
Mas Mirza masuk setelah disambut seorang wanita yang membuka pintu kamar hotel.Langit seakan runtuh. Organ dalam tubuh yang bernama hati ini seolah ditembak dengan timah panas. Aku berharap ini semua mimpi. Tapi, sayangnya bukan! Hal yang selama ini aku duga, ternyata benar! Pemandangan tadi begitu menyesakkan dadaku. Rasa bahagia dan sayang yang beberapa waktu lalu berbaur satu, kini berubah menjadi bola amarah yang siap kulemparkan pada mereka. “Buka! Cepat buka!” Aku memukul-mukul pintu dengan kencang. Mereka tak kunjung keluar. “Mas Mirza! Hana! Buka pintunya!” Beberapa penghuni hotel sekitarnya mendadak keluar. “Qi-la! Kamu ngapain di sini?” Tubuh Hana hanya berbalut selimut, ia tercengang saat membuka pintu. Ia mungkin tak menyangka aku yang datang. Kutatap tajam dengan mata membulat ”Mana suami, saya?!” Bola mata Hana berkeliaran. Mulutnya terbuka, tapi sulit mengeluarkan suara. ”AHHH!” Aku menerobos masuk kamar hotel. Entah setan apa yang merasuk tubuhku. “Mas M
Mas Mirza?Dari mana dia tahu aku ada di sini? Tak ada satu orang pun sebelumnya yang tahu tempat ini. bahkan Kiana pun baru pertama kali aku bawa ke sini.“Qila, tunggu! Buka pintunya!” Mas Mirza menahan pintu dengan tangannya agar tidak tertutup saat aku dorong paksa, dan ia berhasil membukanya.“Pergi kamu, Mas! Aku nggak mau kamu di sini! Pengkhianat!” usirku dengan nada tinggi.“Qila, tolong dengerin penjelasan aku dulu!”“Apa?! Apa lagi yang mau kamu jelasin! Udah cukup jelas kejadian semalam buat aku!” Aku mengoceh sembari masuk menghampiri Kiana. Saat ini, hal yang paling aku takutkan adalah Kiana dibawa pergi oleh Mas Mirza. Putri semata wayangku itu bagai napas untukku. Tak akan pernah bisa aku jauh darinya.“Aku sama Hana nggak ada apa-apa. Aku nggak pernah serius sama dia! Cuma kamu Qila yang aku cinta!” ungkapnya sembari menahan tanganku.Genggamannya cukup kencang, sampai-sampai tenagaku tak mampu melepaskan tangan darinya. Pandai sekali ia membual, mungkin kata-kata
POV MIRZA“Apa-apaan kamu ini, Mirza! Gimana seandainya Qila memintamu bercerai?!” Ibuku murka setelah aku menanyakan keberadaan istri dan anakku, Kiana. Kemudian beliau mengambil handphone dan berusaha menghubungi istriku. Aku pun melakukan hal yang sama setelah itu. Namun, hasilnya nihil.Rupanya Qila mengalihkan dugaanku untuk bisa menemuinya. Dia pasti sangat marah dan kecewa dengan apa yang terjadi di hotel antara aku dan Hana. Begitu juga Ibu, seusai aku menceritakan yang sebenarnya, dia nampak khawatir pada menantu dan cucunya itu.Tapi, sampai detik ini sejujurnya aku masih mencintai Hana. Dia cinta pertamaku. Namun sayang, hatinya terbuka saat aku sudah mengikrarkan janji untuk hidup bersama dengan Qila, wanita yang mendiang ayah pilihkan untukku. Aku tak bisa begitu saja melepas Hana. Meski kini, dia adalah seorang istri dari sahabatku, Yasha. Namun, aku yakin seperti apa yang dikatakannya padaku, bahwa dia hanya mencintaiku, bukan Yasha.Dan Qila …Dia akan tetap menjadi
“Jadi, kamu janjiin dia buat menceraikanku?!” tanya Qila dengan tatapan berapi melihatku, setelah ia melirik isi pesan yang terpampang di layar handphone. Kemudian ia membuang muka dan membisu seribu bahasa.“Emm—akan kuselesaikan urusanku dengan Hana!” gagapku menjadi salah tingkah. Gegas aku mengambil handpone di dekatnya, yang menjadi awal mula masalah baru.Duh, Hana! Kenapa ngirim pesan seperti itu. Qila kan, jadi marah lagi. Repot jadinya kalau udah begini!“Ya! Kamu memang harus selesaikan urusan kamu dengan perempuan itu, Mas! Kalau kamu tetap mau melihat kebahagiaan Kiana memiliki keluarga yang utuh!” ucapnya dengan dada yang naik turun, pertanda ia menahan emosinya yang hampir meledak lagi. “Iya, Sayang. Kamu nggak perlu khawatir. Aku janji akan segera selesaikan hubungan aku dengan dia,” jawabku sembari menggenggam tangannya. Meski, setelah itu dia hempaskan dan pergi ke kamar.Sorenya kami kembali pulang ke rumah. Suasana hubunganku dengan Qila masih terasa dingin. Dia
“Kamu yakin Qila nggak tahu kita di sini, Mas?” Hana bersicepat menarik selimut tebal untuk menutupi tubuhnya. Jantungku dan dia mungkin berdegup kencang secara bersamaan setelah mendengar ketukan pintu yang mendadak berbunyi tersebut. Aku dan Hana saling menatap panik. Sesaat aku berfikir, kejadian kemarin jangan sampai keulang lagi, sekalipun itu Qila, dia nggak boleh tahu Hana di sini.Kemudian, aku meraih baju dan celanaku yang berserakan di lantai dalam satu ayunan tangan.“Biar aku yang buka pintu! Sayang, cepat kamu sembunyi di kamar mandi!” “I—iya, Mas!” Hana berdiri lalu ke ruangan berair itu dengan tergesa-gesa. Aku menganggukan kepalaku.“Ya, tunggu sebentar!” Suara ketukan itu berhenti seusai aku menyahutnya. Perlahan kubuka handle pintu, dan ternyata…“Maaf, Pak. Apa ini milik Bapak? Tadi tertinggal di lobbi bawah,” ujar seorang waiter sambil memperlihatkan sebuah kunci mobil di tangannya.Aku melepas helaan napas yang tertahan. Dada ini serasa meluas lagi setelah h