Home / CEO / Jebakan Cinta sang CEO / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Jebakan Cinta sang CEO: Chapter 11 - Chapter 20

110 Chapters

Bab 11 | Antre dong!

“Selamat Pagi, Pak.”“Selamat pagi, Pak.”Semua karyawan yang memberi salam pada atasan kami yang agung hanya mendapat balasan anggukan sang CEO. Beliau memang tidak suka banyak bicara, kecuali pada orang-orang tertentu seperti diriku yang menjadi tempat pembuangan unek-uneknya yang tidak jelas.“Ke ruangan saya, sekarang!” Pak Bos baru saja tiba di kantor, beliau langsung memanggilku.“Baik, Pak.” Aku mengikuti Pak Malik dari belakang.Beliau dengan santai duduk bersandar di kursinya. “Apa agendaku hari ini?”“Pukul sepuluh sampai sebelas Anda akan bertemu dengan Direktur Immanuel untuk membahas masalah yang terjadi di Plant Cibitung. Pada pukul satu siang, Anda memiliki pertemuan dengan Departemen Penelitian dan Pengembangan. Setelah itu, Anda tidak memiliki agenda khusus dan bisa tetap berada di kantor,” terangku.Pak Malik diam saja. Matanya juga tidak fokus entah ke mana. Apabila beliau sudah bertingkah seperti ini, akan ada sesu
Read more

Bab 12 | Mulut Kedua

“Kemarin, Pak Malik memberi perintah untuk memperbaiki semua unit pendingin udara di kantor ini. Beliau juga mengisi ulang freon,”-Aulia menjauhkan mulutnya dari indra pendengaranku-“hasilnya kamu lihat sekarang. Ruangan jadi sangat dingin, membuat kita semua ingin buang air kecil lebih sering dari biasanya.”Perkataan Aulia tidak hanya terdengar memuji perbuatan yang dilakukan oleh Pak Malik, tetapi juga mencibirnya di saat yang bersamaan. Hal itu membuat Bunga tidak terima.“Bu kalau lagi ngomongin kebaikan Pak Malik yang total dong, jangan setengah-setengah. Selain memperbaiki pendingin udara, beliau juga memasang alat pelembab udara yang diletakkan di tiap sudut ruangan. Dia lelaki yang sangat hangat. Tahu saja kalau wanita membutuhkan pelembab udara agar rambut dan kulitnya tidak kering.”Gadis ini memuji Pak Malik dengan berapi-api. Penggemar memang beda.***Tidak ada manusia yang hidup di muka bumi tanpa memiliki masalah. Mereka datang dan
Read more

Bab 13 | Gagal Tak Jumpa

“AAAAAYOO DIGOYAAAAANG…! SEMUANYA TERIIAAAK AAAAAAAAAAAAA!”Semua orang bersemangat, tak terkecuali Aulia yang kini sedang bernyanyi di depan sana.Sesuai dengan perkataan Pak Malik, seluruh karyawan Pecitra yang berada di lantai 17 Pelisia Quarter Keeps menikmati makan malam bersama dan bernyanyi ria setelahnya.Mereka memanfaatkan momen ini dengan baik. Kapan lagi orang-orang ini dapat bersenang-senang tanpa perlu memikirkan biaya yang dihabiskan.“ALBA! KENAPA SIH PAK MALIK TIDAK IKUT?” tanya Aulia. Wanita tersebut masih memegang mik di tangan kanannya.“TIDAK TAHU!”Sebenarnya aku tidak memberi tahu Pak Malik di mana lokasi acara malam ini karena aku tidak ingin bertemu beliau. Bosan rasanya setiap hari bertemu dengan orang itu terus-menerus dari pagi, siang hingga malam.“AYO KITA BUAT VIDEO TERIMA KASIH UNTUK BAPAK. SEMUANYA KUMPUL DI SINI.” Aulia meminta semua orang untuk b
Read more

Bab 14 | Butik Pengantin

Rasa kesal dalam dada terhadap Pak Malik tak bisa ditutupi. Bagaimana tidak? Ternyata tempat yang beliau datangi malam ini adalah butik pengantin, yang lebih mengesalkan adalah ketika seorang karyawan butik bertanya tentang model gaun pengantin seperti apa yang kami inginkan, dengan santainya Pak Malik berucap kalau dia ingin yang paling mahal. Mentang-mentang dia kaya.“Calon pengantin wanita sudah siap,” ucap salah satu pegawai butik di mana aku mencoba gaun pengantin.Saat kain penutup kamar pas dibuka, pemandangan pertama yang aku lihat adalah ekspresi Pak Malik yang tidak pernah dia tunjukkan sebelumnya. Pria itu bangkit dari kursi tunggu dengan mata membulat. Terlihat jakunnya naik turun bersamaan dengan ludah yang meluncur dalam kerongkongan.“Bagaimana, Pak?” tanyaku.“Yang ini saja.” Lelaki itu menghampiriku kemudian memasang tudung pengantin.Hanya itu yang Bapak katakan? Setidaknya berikan pendapat meskipun hanya satu kalimat singkat.“Yakin tidak mau lihat yang lain dulu?”
Read more

Bab 15 | Pria yang Luar Biasa

“Ibu mau ngapain cari Bunga?” tanya Ratna padaku. Kepalanya dimiringkan, terlihat mirip seperti tokoh antagonis dalam sinetron.“Menurut ngana?” Aku juga memiringkan kepala sambil mengibaskan rambut.Aulia mengelus pundakku. “Sudah Al. Kita tahu kok, memang sudah jadi tugas kamu untuk jaga rahasia Bapak. Masalah ini sampai di sini saja ya, lagi pula Bunga juga tidak tahu siapa calon istri Pak Malik.”Hah?!Ternyata seperti itu.Selamat, aku tidak ketahuan.Meskipun begitu, aku tetap harus memastikan satu kali lagi. “Kamu tidak bohong, kan?”Aulia mengangguk-angguk.“Kami hanya penasaran wanita mana yang akan menjadi pendamping hidup Pak Malik. Kita percaya kalau kamu pasti tahu siapa dia. Makanya….”Syukurlah!Akhirnya, aku bisa bernapas lega. Untung saja aku tidak berkata macam-macam. Bisa runyam urusannya kalau salah bicara pada mereka.&l
Read more

Bab 16 | Jangan Marah, Alba!

“Bapak yakin?” tanyaku sambil menunjuk tumpukan pakaian dalam koper beliau.“Tentu saja.” Dia mengunci koper.Aku ingin sekali meninju Pak Bos. Dia sungguh keterlaluan. Bagaimana mungkin beliau hanya membawa tiga set baju tidur dan satu set pakaian santai untuk perjalanan ke luar negeri selama satu minggu.“Kamu tidak perlu khawatir, di hotel kan ada layanan cuci baju.” Lelaki itu membawa kopernya ke depan pintu masuk apartemen.Ini bukan tentang ada layanan cuci baju atau tidak, melainkan pada perbandingan pakaian yang dia bawa. Biasanya aku menyiapkan dua setel baju formal, satu setel baju santai, dan satu baju tidur untuk satu hari perjalanan dinas.Perbandingan antara baju tidur dan pakaian santai yang dibawa Pak Bos adalah 3:1 artinya selama berada di Singapura beliau akan menghabiskan waktu lebih banyak di kamar hotel daripada melakukan kegiatan di luar.“Kamu sedang mikirin apa? Kenapa diam sa
Read more

Bab 17 | Aku Bersedia

“Selamat malam Pak Malik dan Bu Alba,” sapa mereka secara serentak.Apa lagi ini?Ketika kami sampai di bandara, ada empat orang yang menyambut kami di  Saphire Precious Lounge yang terletak dalam kawasan Terminal 1 Bandara Soekarno-Hatta. Hanya satu orang dari mereka yang aku kenal. Namanya Dewi, dia adalah pegawai butik yang kemarin aku datangi.“Semuanya sudah siap?” tanya Pak Michael pada mereka.“Siap, Pak!” sahut mereka.“Pak Malik dan Bu Alba, sebelumnya saya perkenalkan dahulu mereka adalah tim dari Glady Wedding Boutique yang akan membantu mengurus gaun dan riasan Bu Alba,” terang Pak Michael.Pak Malik mengangguk.“Kak Alba biar saya saja yang bawa kopernya.” Dewi merebut gagang koper dari tanganku.Ada apa ini? Aku masih ingat bagaimana kemarin malam wanita ini bahkan tidak menyebut namaku saat aku ke butiknya.“Kenapa, Kak?” Wajah De
Read more

Bab 18 | Ikrar Suci

“Mempelai wanita sudah siap.”Aku sungguh takjub dengan kinerja tim Gladys Wedding Boutique. Mereka sukses membuat penampilanku yang biasa saja menjadi luar biasa. Aku bahkan tidak percaya dengan pantulan diriku di depan kaca.“Cantik sekali. Rara tidak salah pilih wanita,” puji Pak Bastian, paman dari Pak Malik.“Terima kasih, Pak.” Aku tersenyum padanya.“Kenapa panggil bapak, sih? Sebentar lagi kita akan jadi keluarga. Panggil saja paman.” Lelaki itu mengangkat tangannya sebagai tanda agar aku menggandeng beliau.“Baik, Paman.”Pak Bastian adalah lelaki yang akan berjalan bersamaku melewati virgin road menggantikan ayah yang sudah tenang di atas sana.“Kak! Tunggu sebentar,” seru Dewi padaku sebelum memasuki aula pernikahan.“Makan ini dahulu, untuk mengurangi rasa gugup.” Dia memberi sepotong cokelat.Sementara diriku menikmati cokelat yang dia berikan, Dewi menyelipkan sesuatu di gaunku.“Saya menaruh beberapa tisu untuk menyeka air mata Kakak dan juga sebuah cermin untuk memeriks
Read more

Bab 19 | Mama

“Hadirin sekalian, izinkan saya perkenalkan pasangan suami-istri, Tuan Rasendriya Tristan Malik dan Nyonya Alba Ayuningtyas Malik.”Semua orang bersorak untuk kami. Mereka semua bahagia, sedangkan diriku hanya berdiri mematung, masih terkejut dengan yang baru saja terjadi.“Kamu baik-baik saja?” Pak Malik melihatku dengan wajah cemas.Bapak berani tanya tentang keadaanku? Sadar Pak! Karena siapa aku jadi seperti ini?!Pak Malik segera merengkuh diriku ke dalam pelukannya, lalu dia mengangkat tangan kiri sebagai tanda untuk Dewi bahwa beliau membutuhkan bantuan.“Apa yang Bapak butuhkan?” tanya Dewi.Wanita itu dengan sigap datang ke tempat kami setelah Pak Malik memanggilnya.“Tolong perbaiki riasan istriku.” Ada kekhawatiran dalam setiap kata yang beliau ucapkan.Istri? Pandai juga dia beradaptasi dengan status baru kami.“Baik, Pak.”***Mereka m
Read more

Bab 20 | Awalnya Marah Akhirnya Bersulang

“Sebaiknya Bapak memberi saya penjelasan yang masuk akal, atau ruangan ini akan banjir.”Aku mengancam Pak Malik dengan berdiri di bawah sprinkler sambil memegang korek api. Benda ini aku gunakan untuk mengaktifkan sprinkler apabila ucapan si Bos tidak memuaskan.“Alba, turun dulu ya,” bujuknya.“TIDAK MAU!” Saat ini aku berada di atas kursi yang ditumpuk dengan meja rias.Amarah yang membakar dada tak dapat dihentikan. Hal ini disebabkan karena aku dan Pak Malik harus menggunakan kamar yang sama di malam pertama.“Kita kan hanya menikah kontrak, tidak perlu berbagi kamar!” pekikku.“Kita bisa membicarakannya.” Pak Malik mengangkat kedua tangannya, beliau masih memintaku untuk turun.Apa lagi yang mau dibicarakan? Sudah jelas dia mau mengambil keuntungan pribadi dalam situasi ini.“Mama yang mengatur semua ini melalui Pak Michael. Aku pun tidak dapat berbuat banyak.”Jika dilihat dari raut wajah Pak Malik, sepertinya beliau tidak berbohong. Namun, tetap saja aku tidak terima.“Bapak k
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status