Home / Romansa / Di Balik Asmara Sang Aktris / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Di Balik Asmara Sang Aktris: Chapter 31 - Chapter 40

120 Chapters

31. BIARKAN RANA SENDIRI

"Hai, bagaimana hasil pertemuan kalian dengan Rana? Dia percaya pada kalian, kan? Tolong, dia bicara apa sama kalian? Aku benar-benar excited pas kalian bilang baru saja berbicara sama Rana." Tak ada yang menjawab Bentala dengan wajah sumringah. Baik Tanaya, dan juga Edward sama-sama menggeleng. Membuat Bentala seketika pasrah. Pria itu sayangnya sudah berjanji, apa pun yang Rana putuskan, akan ia terima dengan lapang dada. Tanaya, dan juga Edward sama sekali tak berharap memberi kabar buruk pada Bentala. Namun bagaimana lagi, kenyataannya memang seperti itu. Tak ada yang benar-benar bagus dari jawaban Rana, atau pun reaksinya. "Dia terlihat sangat bingung, Ben. Wajar bila dia berlaku seperti itu. Dulu pun, saya juga berlaku hal yang sama ke kalian. Dia hanya butuh waktu. Biarkan Rana sendirian sampai dia benar-benar tahu harus bersikap bagaimana. Dia mungkin sedang mencerna segalanya kini. Kita enggak perlu mengganggunya." Tanaya mengangguk, ia setuju dengan Edward. "Hal terbaik d
Read more

32. INDIRA DAN PENYESALAN

"Ben, draft final apartemennya Tanaya udah selesai. Dia sudah gue kirimin lewat email, dan bilang juga ok. Tinggal minta persetujuan lo nih, bagaimana? Gue enggak bisa ke kantor lo. Gue lagi nungguin Indira. Dia lagi enggak bisa banget ditinggal sendirian. Lo bisa kan, ke sini?"Suara Iskandar di telepon terasa sekali menunjukkan sebuah permohonan. Meskipun ada rasa malas di dada, tapi mau tidak mau Bentala pun mengiyakan permintaan Iskandar. Selama ini teman dekatnya itu tak pernah meminta. Iskandar selalu memiliki segalanya, dan justru yang paling gampang mengabulkan keinginan banyak orang, termasuk dirinya.Kini pria itu meminta, bagaimana mungkin Bentala tak memberi. Sekadar menjenguk Indira adalah perkara mudah baginya. Hal yang sulit adalah membayangkan rasa sakit yang Rana terima kemarin saat tahu kalau ayahnya ada main dengan sahabatnya. Mengingat tangis Rana, membuat Bentala enggan untuk bertemu tatap, atau mengasihani Indira."Bagaimana? Oke, enggak?" tanya Iskandar saat Ben
Read more

33. MAKAN MALAM DADAKAN

"Pak, private room di Genki Restaurant sudah saya pesan atas nama bapak. Baru kali ini bapak memesan private room secara pribadi. Tapi, saya minta maaf sebelumnya. Apa bapak lupa akan ada janji dengan Mbak Rana? Manajernya sudah setuju untuk bertemu."Gelengan kuat membuat Danish makin bingung. Baru kali ini ia dibuat tidak mengerti dengan instruksi dari bosnya. Biasanya Bentala selalu memberi instruksi yang jelas, dan tanpa perlu bertanya pun, Danish sudah paham maksudnya. Namun, kali ini seperti labirin, Danish harus memecahkan dulu untuk mengerti ujung jalannya."Kamu pasti bingung, ya?" tanya Bentala yang langsung dibalas anggukan oleh Danish. "Alasan saya memesan private room itu untuk bertemu dengan Rana. Apa kamu berpikir saya memesan private room itu untuk bertemu dengan orang lain, begitu?""Saya pikir anda akan bertemu dengan istri anda," jawab Danish jujur seraya menggaruk pelipisnya. "Anda tak biasanya bertemu dengan relasi kerja di ruangan privat. Selalu di tempat ramai,
Read more

34. TAK INGIN BERSPEKULASI

"Biarkan saja, Ben. Mau ke mana pun dia pergi, biarkan saja. Aku enggak peduli. Aku enggak mau tahu juga. Kamu pikir mudah bagi aku menerima kalau dia berhubungan dengan ayahku? Dia bahkan mengandung calon saudara tiriku. Coba kamu bayangin itu? Kalau kamu jadi aku, apa kamu bisa memaafkan dia semudah itu?"Rana menaruh sumpitnya. Matanya berpendar, menatap Bentala dengan nanar. Ia tak habis pikir dengan Bentala. Ia pikir pria itu mengerti dirinya. Tapi, pria itu justru mendorongnya untuk bertemu dengan Indira, satu-satunya orang yang sama sekali tidak ingin Rana temui.Bentala sendiri hanya mampu terdiam. Ia tahu Rana masih patah hati. Mengetahui kalau sahabatnya ada main dengan sang ayah pasti membuat Rana kesal setengah mati. Ia pasti begitu. Ia pasti akan semarah Rana, namun ia juga tidak bisa membiarkan Indira pergi tanpa menyelesaikannya dengan Rana."Ya, aku tahu enggak semudah itu menerima Indira. Tapi, dia akan pergi. Ya, aku tahu cuma Australia. Kamu bahkan bisa bolak-balik
Read more

35. RASA BIBIR YANG SAMA

"Terima kasih sudah mengantarku pulang. Terima kasih juga atas makan malamnya yang sangat enak. Semoga segala urusan kamu sukses ya, Ben. Aku turun dulu, ya."Ucapan tersebut mungkin tak digubris oleh Bentala, namun tangan Rana yang ditarik hingga tubuh gadis itu mendekat padanya, tentu saja sebagai jawaban kalau pria itu belum ingin berpisah. Rana pun bingung. Ia tidak bisa menafsirkan apa pun. Ekspresi Bentala tak bisa Rana lihat di kegelapan malam yang minim pencahayaan.Bentala sendiri bingung dengan suasana hatinya. Tadi, ia merasa senang. Namun saat melihat Ighfaldi, semua perasaan senang itu langsung menguap tak bersisa. Kini, hanya ada rasa kesal yang anehnya sulit ia tanggapi secara benar."Aku antar kamu ke depan pintu unit." Suara Bentala pelan, namun Rana tahu dari nadanya, pria itu sedang tak bernafsu untuk beramah tamah. Jadi, Rana pun diam. "Ayo, Rana. Jangan bantah aku kali ini. Aku mohon!""Aku sama sekali enggak berniat membantah kamu, Bentala.""Kalau begitu, ayo tu
Read more

36. CINTA YANG TAK PERNAH BERUBAH

"Apa kali ini kamu yang akan melarikan diri?" Tawa Bentala terkuak. Membuat Rana juga ikut tersenyum mendengar candaannya sendiri. Bentala menarik pinggang Rana, membuat tubuh gadis itu menempel padanya. Rana pun meraba dada Bentala yang tak terselimuti apa pun. Bentala lalu mencium kening Rana, lalu mengelus punggung gadis itu dengan lembut. Sikap Bentala yang sangat menenangkan, membuat Rana benar-benar gila. Di kepalanya, ia tak peduli siapa Bentala, statusnya, atau pun masa depannya. Ia hanya ingin menikmati kebersamaannya bersama pria itu selama yang Rana mampu. "Aku enggak akan ke mana-mana," bisik Bentala. "Kecuali kalau kamu memintaku pergi, mungkin aku akan pergi." "Ah, kamu, dan semua kalimat yang keluar dari mulutmu benar-benar membuatku gila. Kamu enggak capek terus-terusan gombal begitu? Aku aja yang dengar capek tahu enggak. Berhentilah, Ben. Bicaralah kenyataannya. Jangan menggombal!" "Aku enggak bisa menggombal," sanggah Bentala yang diberi cibiran oleh Rana.
Read more

37. KEBERSAMAAN YANG SINGKAT

"Kalau bukan karena pekerjaan, mungkin aku akan seharian di sini memelukmu."Tak ada yang salah dari kata-kata Bentala. Rana yang biasanya bangun pagi-pagi seperti enggan bangkit dari tempat tidur. Tubuh Bentala yang tegap seperti tempat ternyaman untuk Rana menempelkan diri bagai lem kepada kertas. Ia juga tak ingin ke mana-mana, apalagi mengingat kalau Bentala akan sangat sibuk ke depannya.Namun hidup terus berjalan. Benar kata Bentala, Rana tak pernah egois. Bahkan menyangkut soal dirinya sendiri saja, ia tak pernah mau menang. Seperti sebuah aturan dalam hidupnya, Rana merasa dirinya cukup beruntung di dunia ini dibanding orang lain yang hidupnya tidak semulus dirinya."Kalau begitu pergilah, Ben!" cicit Rana dengan mata yang masih terpejam. "Kalau kamu enggak cepat-cepat pergi, akan ada yang menahanmu tetap di sini seharian lho!""Jujur, aku dengan senang hati menuruti keinginan orang itu."Rana mencibir, "Bentala, dan mulutnya yang manis."Alih-alih marah, Bentala justru tertaw
Read more

38. DEFINISI DARI KATA CUKUP

"Tidak perlu diam-diam melirik saya. Di kepala kamu pasti banyak sekali pertanyaan kan, Fahmi? Tanyakan saja, apa yang ingin kamu tahu. Saya akan memberi tahu kamu apa pun. Bukankah kita sudah sepakat untuk tidak merahasiakan apa pun?"Namanya adalah Fahmi Anggara Torro. Pria berusia empat puluh tahunan yang sudah bekerja pada keluarganya sejak usia belasan. Fahmi adalah anak dari supir bapaknya, Har Torro. Meskipun Pak Har sudah pensiun, tetapi Fahmi tetap setia mengabdi pada keluarganya.Selama Bentala pergi ke Amerika, Fahmi yang menjaga bapaknya. Ia tak bisa menyembunyikan apa pun dari Fahmi, pria itu memiliki insting lebih hebat dari siapa pun yang pernah bekerja pada ayahnya. Fahmi mungkin bukan berlatar belakang militer, tapi didikan bapaknya pada pria itu membuat Fahmi memiliki keahlian yang sama luar biasanya dengan ajudan lainnya yang berasal dari militer."Perempuan itu bukannya Nona Rana Diatmika Husada?" tanya Fahmi memulai pertanyaannya."Ya, kamu benar." Bentala tak ada
Read more

39. TUNTUTAN SANG MANAJER

"Lo gila, Na? Pak Bentala ke kamar lo? Ngapain? Numpang ke kamar kecil? Pasti enggak mungkin, kan? Apalagi kalau cuma numpang lihat-lihat doang? Itu lebih enggak mungkin!"Rana seperti anak remaja yang ketahuan ibunya, karena membawa pacarnya ke dalam kamar pribadi. Meringkuk di atas tempat tidur, dan tak berniat membantah sama sekali. Ia pun hanya mampu melihat sang manajer marah-marah dengan ekspresi mengerikan. Untuk pertama kali dalam hidup Rana, ia akhirnya bisa melihat Latisha terlihat begitu kesal, dan gusar.Tadinya ia pikir tidak akan ada pembicaraan menyoal kejadian semalam. Ia ingin menyimpannya sendirian, seperti kejadian lima tahun lalu. Tapi, apa mau dikata, sebuah kejutan terkuak nyata. Memperlihatkan apa yang terjadi semalam pada sang manajer yang hidupnya sangat lempeng bak jalan tol."Lo kok, diam saja sih?""Gue nunggu lo selesai marah-marah," jawab Rana pelan. "Gue tahu hal begini tuh tabu buat lo, Tish. Tapi, apa ya, gue sudah melakukan hal seperti ini lima tahun
Read more

40. BUKAN BERMAKSUD MEMBENCI

"Papa pikir kamu enggak akan datang. Papa senang akhirnya kamu datang menemui Papa. Papa juga senang saat kamu memanggil Mbak Ronah kemarin untuk membereskan apartemen kamu. Bagaimana kabar kamu, Nak? Kamu sehat, kan?"Tidak ada kata luluh dalam kamus Rana saat ia sedang dalam keadaan marah pada seseorang. Termasuk sang Papa, tentunya. Sayangnya keteguhan itu harus runtuh saat mendengar sang Papa pingsan di rumah sakit akibat kelelahan. Rana yang memang pada dasarnya susah untuk egois, langsung berlari dengan cemas untuk melihat keadaan sang Papa yang ternyata benar-benar terbaring tak berdaya di kamar rawat rumah sakit Husada.Tak ada yang menemani Emir Dikara Husada saat Rana sampai. Hal tersebut sebenarnya sudah ia prediksi sebelumnya. Kakak pertamanya sedang di luar negeri, dan kakak keduanya pasti sedang sibuk dengan bisnisnya. Mereka berdua laki-laki, dan sangat sulit diharapkan kehadirannya."Makanya sadar diri. Papa tuh tahun depan sudah kepala enam lho," cibir Rana pada sang
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status